• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI APLIKASI TEKNIK ANALISA FOCUSED IMPROVEMENT DALAM USAHA MENCAPAI ZERO DEFECT PRODUK BUBUK BUMBU PENYEDAP RASA DI PT. UNILEVER INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI APLIKASI TEKNIK ANALISA FOCUSED IMPROVEMENT DALAM USAHA MENCAPAI ZERO DEFECT PRODUK BUBUK BUMBU PENYEDAP RASA DI PT. UNILEVER INDONESIA"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)SKRIPSI. APLIKASI TEKNIK ANALISA “FOCUSED IMPROVEMENT” DALAM USAHA MENCAPAI “ZERO DEFECT” PRODUK BUBUK BUMBU PENYEDAP RASA DI PT. UNILEVER INDONESIA. Oleh :. TISSA ERITHA F 24102118. 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR.

(2) Tissa Eritha. F24102118. Aplikasi Teknik Analisa “Focused Improvement” dalam Usaha Mencapai “Zero Defect” Produk Bubuk Bumbu Penyedap Rasa di PT. Unilever Indonesia dibawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS., Ir. Maulana W. Jumantara dan Ir. Suwandi Y. Putra. 2006.. ABSTRAK. Menurut SNI bumbu penyedap rasa adalah produk bubuk atau blok atau kubus yang mengandung ekstrak tertentu, daging sapi (SNI 01-4273-1996) atau ayam, dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Bumbu penyedap rasa dalam bentuk bubuk adalah bumbu yang sering digunakan pada proses pemasakan, baik dalam rumah tangga kecil ataupun restoran besar. Hadirnya bumbu penyedap rasa dalam bentuk bubuk adalah karena alasan kepraktisan dan kemudahan dalam penggunaan serta ketahanan umur simpan. Produk dalam bentuk bubuk sangat rentan terhadap keberadaan air dan udara, sehingga harus dikemas secara rapat dan terlindung sehingga dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Selain kualitas kemasan faktor-faktor komponen bahan juga perlu diperhatikan kondisinya, perlakuan dan proses produksi dari awal hingga pendistribusian. Permasalahan yang terjadi adalah pada produk akhir bumbu penyedap rasa memiliki defect rata-rata sebanyak 29% dalam satu kardus. Defect disini adalah keadaan kemasan dalam keadaan vakum karena kualitas seal yang kurang baik, namun produk masih dalam bentuk bubuk, free-flowing dan tidak menggumpal. Hal ini tentu akan mengakibatkan kekurang tertarikan konsumen akan produk ini. Focused Improvement termasuk dalam 9 (sembilan) pilar Total Productive Maintenance (TPM). TPM merupakan sistem peningkatan efisiensi kinerja yang meliputi seluruh aspek, yang bertujuan untuk membentuk kultur perusahaan PT. Unilever Indonesia yang mampu mencapai efisiensi maksimum dari seluruh sistem produksi dan membentuk suasana kerja untuk mencapai zero failure, zero accident, dan zero defect. Focused Improvement merupakan metode pemeliharaan peralatan dengan mengidentifikasi dan mengendalikan hubungan antara kualitas produk dan kerusakan serta kesalahan menyangkut seluruh faktor. Tahapan kerja yang dilakukan pada kegiatan magang ini adalah observasi terhadap masalah, menemukan faktor penyebab masalah, merancang, melaksanakan dan evaluasi langkah perbaikan, mencatat (dan melanjutkan) dengan masalah yang belum terpecahkan. Tools yang digunakan dalam metode Focused Improvement ini dibatasi pada penggunaan tools seperti Why-Why Analysis dan Why-Why Because Logic Analysis. Untuk alat bantu lainnya digunakan tools yang sudah lama dikenal seperti diagram Ishikawa dan diagram Pareto. Dari diagram Pareto dapat ditarik kesimpulan bahwa proses yang berpotensi lebih banyak untuk menyebabkan defect adalah proses filling dan sealing. Pada proses ini terlihat bahwa kualitas sealing tidak bagus, sehingga menyebabkan kemasan menjadi bocor dan udara dalam kemasan keluar karena proses pengepakan. Faktor penyebab kebocoran ini adalah kerutan pada seal.

(3) horizontal, bumbu terjepit saal proses seal, tekanan seal yang tidak optimal, dan temperatur sealer yang tidak optimal. Langkah yang diambil untuk mengurangi masalah kebocoran ini adalah pengaturan ulang tekanan sealer vertikal dan horizontal dan pengaturan ulang temperatur sealer vertikal dan horizontal pada mesin, memberikan pengetahuan dan visual control mengenai kualitas produk yang dihasilkan, memberikan training dalam metode pengecekan dan pemecahan masalah yang terjadi, menambah metode pengecekan kualitas seal dan menambah frekuensi pengecekan kebocoran. Langkah-langkah perbaikan tersebut menghasilkan penurunan jumlah defect rata-rata dari 29 % menjadi 1.84 % pada setiap kardus sampel. Agar target zero defect tercapai maka diperlukan perbaikan kualitas produk tiada henti dan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan produk yang bermutu dan dapat diterima..

(4) APLIKASI TEKNIK ANALISA “FOCUSED IMPROVEMENT” DALAM USAHA MENCAPAI “ZERO DEFECT” PRODUK BUBUK BUMBU PENYEDAP RASA DI PT. UNILEVER INDONESIA. SKRIPSI. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Oleh TISSA ERITHA F 24102118. 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR.

(5) RIWAYAT HIDUP. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 April 1984, anak terakhir dari 3 bersaudara dari pasangan Ir. H. Maman Sulaiman dan Hj. Sri Sulastri. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri Polisi IV Bogor, sekolah menengah pertama pada tahun 1999 di SLTP Negeri 1 Bogor dan sekolah menengah umum pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada tahun yang sama di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan diterima di Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama kuliah di IPB, penulis aktif mengikuti organisasi dan berbagai kepanitiaan. Bergabung menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan bidang kewirausahaan, Panitia Invitasi Basket IPB se-Jabotabek, Panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XI dan XII, Coordinator of Public Information Division Food Chat Club (English Club), dan Panitia 3th & 4th National Student’s Paper Competition. Penulis. melakukan. praktek. kerja. selama. 2. (dua). bulan. di. PT. Amerta Indah Otsuka, Sukabumi pada tahun 2005 dengan judul laporan praktek kerja Mempelajari Penerapan Aspek Good Manufacturing Practices (GMP) dalam Kegiatan Produksi. Penulis memilih melaksanakan tugas akhir magang di PT. Unilever Indonesia, Jababeka Cikarang pada tahun 2006 dengan judul Aplikasi Teknik Analisa Focused Improvement dalam Usaha Mencapai Zero Defect Produk Bubuk Bumbu Penyedap Rasa di PT. Unilever Indonesia..

(6) KATA PENGANTAR. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan nikmat yang senantiasa diberikan kepada penulis. Penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan skripsi ini dengan segala kemudahan, kelancaran, bantuan, pertolongan serta bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, yaitu : 1. Kedua Orang Tua, Maman Sulaiman dan Sri Sulastri dan kakak-kakak, Ifania, dan Davi Ditya yang sangat saya cintai, yang selalu mendukung dalam semua hal dengan penuh kasih sayang. 2. Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS selaku pembimbing akademik yang selalu menyediakan waktu, memberikan wawasan, pandangan dan semangat selama menimba ilmu di IPB. 3. Ir. Budi Nurtama yang bersedia menguji dan memberi masukan dalam menyelesaikan tugas akhir. 4. Ir. Maulana W. Jumantara selaku Pembimbing Lapang di PT. Unilever Indonesia atas masukan-masukan dalam hal akademik maupun non-akademik. 5. Ir. Noer Iman selaku Manajer Produksi dan Ir. Suwandi Y. Putra selaku Asisten Manajer Produksi Kategori SCC&C yang selalu bersedia menerima penulis, menyediakan waktu untuk berdiskusi dan memberikan ilmu pengetahuan dan nasehat-nasehat. 6. Pak Mulyadi, Pak Imam, Pak Toto dan Pak Slamet (Supervisor), Pak Muhibin, Pak Roni dan Pak Mugiono (Leader Royco) yang selalu siap membantu dalam pengerjaan tugas-tugas penulis. 7. Seluruh operator mixing dan filling Royco yang sangat kooperatif. 8. Pojok QC tercinta dan penghuninya Pak Imam, Mba’ Wiwit dan dede’nya, Mas Kiki, Jamal dan Anggoro, yang menjadi base camp penulis dan wadah tukar pikiran dan hati..

(7) 9. Mas Aris, Mas Edi dan Mas Suhud untuk pengetahuan yang sangat luas tentang TPM dan bimbingannya. 10. Pak Endang Nata, Pak Sanjaya, Pak Mualim, Ilham, Pak Budi, Pak May, Pak Haji dan seluruh Tim RMS dan FPS. 11. Pembina dan personel kegiatan “ekstra” di PT. Unilever Indonesia, Tennis (Pak Toto dan Pak Budi) dan Basket (Tim Basket SCC&C), atas kesempatan untuk berpartisipasi dan menambah ilmu dari sisi non-akademik. 12. Teman, sahabat, tempat curhat, teman berdebat, Wahyu Hendro Pranoto, yang selalu menemani dan mendukung dalam setiap langkah penulis. 13. Teman-teman seperjuangan PKL yang datang silih berganti Arie, Fany, Qibthi, Ria, Adhis, Sisil, Fitri, perjalanan kita masih panjang teman... 14. Teman-teman hidup di kampus, Penghuni Puri Bidadari, Elvina Yohana, Nurul Kartika Sari, Elsadora Reapina, Syarifah Zarina, Farah Sitaresmi, Fany Nely, Ratry Padmaningtyas, Valeria K. Inggrid dan Adrinal Muluk, we had a great moments palz, never forget and regret... 15. The Great Team : Tin-Tin, Farah, Putra, Great Friends : HanSib, Steisi, Randy, Ribka, Woro, Aponk, Pretty, Nanda, Karen, Fenni, Herold, Tono, Yudhan, Adjeng, Dadik, Didin, Deddy, Ijal, Ulix, Bobby, golongan praktikum D yang paling “cantik”, Anggota D-3 Shinta, Meilin dan Risna dan seluruh teman-teman ITP 39 yang telah berjuang bersama-sama. 16. Teman-teman ITP angkatan 37, 38, 39, 40, 41 dan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam segala hal yang tidak dapat disebutkan satu persatu.. Penulis menyadari banyak ketidaksempurnaan dalam skripsi ini sehingga kritik dan saran akan sangat membantu memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan.. Bogor, Agustus 2006. Tissa Eritha.

(8) DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i. DAFTAR ISI .................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv. DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vii I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1. A. Latar Belakang...................................................................................... 1. B. Tujuan................................................................................................... 2 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ..................................................... 3. A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................................... 3. B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan dan Pabrik .................................... 6 C. Ketenagakerjaan dan Struktur Organisasi Perusahaan ........................ 6. D. Bidang Usaha dan Produk Perusahaan ................................................ 8 E. Tujuan, Visi dan Misi Perusahaan ........................................................ 8. F. Manajemen Perusahaan ........................................................................ 9. G. Kesejahteraan dan Keselamatan Kerja ................................................ 10 III. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 12. A. Bumbu Penyedap Rasa ........................................................................ 12. B. Karakteristik Bahan Baku Bumbu Penyedap Rasa .............................. 12. C. Kemasan Fleksibel dan Karakter Kemasan ......................................... 19 D. Mesin Produksi dan Proses Pengemasan ............................................. 28. E. Total Productive Maintenance (TPM) dan Tools yang Digunakan...... 32. IV. KEGIATAN MAGANG .......................................................................... 39 A. Deskripsi Kegiatan Magang ................................................................. 39. B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 39. C. Metodologi Pemecahan Masalah ......................................................... 39 V. ASPEK PRODUKSI ................................................................................. 43. A. Proses Produksi Penyedap Rasa Royco ............................................... 43. 1. Mixing Process ................................................................................ 43. ii.

(9) 2. Filling & Sealing Process................................................................ 44. 3. Packing dan Storage........................................................................ 45. B. Penyimpanan dan Penggudangan ......................................................... 45. 1. Raw material Storage (RMS) ......................................................... 45. 2. Raw material Cold Storage (RMCS) ............................................... 46. 3. Finish Product Storage (FPS) ......................................................... 46 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 48. A. Observasi Terhadap Masalah ............................................................... 48. B. Menemukan Faktor Penyebab Masalah ............................................... 50. 1. Pemetaan Faktor Penyebab Masalah Menggunakan Diagram Ishikawa ........................................................................................ 50 2. Menentukan Penyebab Masalah Terbesar Menggunakan Diagram Batang Melalui Pendekatan Proses Produksi ................................. 54 3. Penelitian Lanjutan pada Proses Filling dan Sealing ..................... 66 a) Menggunakan Metode Baru sehingga dapat Dilakukan Pengontrolan Kualitas dengan Cepat dan Efisien ................... 66 b) Membuat Standar Setting Temperatur yang Disesuaikan Untuk Masing-Masing Mesin .................................................. 67 c) Membuat Standar Setting Tekanan Jaw pada Masing-Masing Mesin ....................................................................................... 68 d) Membuat Visual Control tentang Kualitas Sealing.................... 69 C. Merancang, Melaksanakan dan Evaluasi Langkah perbaikan ............. 69 D. Mencatat Masalah yang Belum Terpecahkan .................................... 75. VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 76. A. Kesimpulan ............................................................................................... 76. B. Saran .......................................................................................................... 76. DAFTAR PUSTAKA. 78. LAMPIRAN. 80. iii.

(10) DAFTAR GAMBAR. Halaman. Gambar 3.1.. Struktur Kimia Tartrazine ..................................................... 18. Gambar 3.2.. Struktur Kemasan fleksibel ................................................... 19. Gambar 3.3.. Susunan Seal dan Komponen-Komponen Mesin Uni Pack... 30. Gambar 3.4.. Diagram Ishikawa ................................................................. 35. Gambar 3.5.. Diagram Pareto ..................................................................... 37. Gambar 3.6.. Format Why-why Analysis ..................................................... 37. Gambar 3.7.. Format Why-why Because Logic Analysis ............................ 38. Gambar 4.1.. Diagram Alir Langkah-Langkah Pemecahan Masalah dalam Kegiatan Magang ....................................................... 42. Gambar 6.1.. Flow Process Bumbu Penyedap Rasa ................................... 48. Gambar 6.2.. Diagram Ishikawa Keseluruhan Proses Produksi Royco ...... 50. Gambar 6.3.. Pengamatan Suhu dan RH RMCS selama 21 Hari ............. 55. Gambar 6.4.. Diagram Sebab-Akibat untuk Suhu dan RH RMCS .......... 56. Gambar 6.5.. Diagram. Sebab-Akibat. untuk. Faktor-Faktor. yang. Berpotensi Menyebabkan Defect pada Proses Mixing ........ Gambar 6.6.. Diagram. Sebab-Akibat. Faktor. yang. 57. Berpotensi. Menyebabkan Defect pada Proses Filling & Sealing............ 61 Gambar 6.7.. Diagram Sebab Akibat Pertambahan Defect pada Finished Product Storage..................................................................... 64. Gambar 6.8.. Diagram Batang Proses yang Berpotensi menyebabkan Defect .................................................................................... 65. Diagram Pareto Penyebab Defect ......................................... 67. Gambar 6.10. Persentase Jenis Defect yang Menyebabkan Kebocoran ...... 69. Gambar 6.9.. Gambar 6.11. Perbandingan Persentase Defect Mesin Uni pack 2 yang diambil Hari ke 1, 3 dan 5 ..................................................... 70. Gambar 6.12. Jenis Defect Mesin Uni Pack 2 ............................................. 70. Gambar 6.13. Perbandingan Persentase Defect Mesin Uni pack 3 yang diambil Hari ke 1, 3 dan 5...................................................... 71. iv.

(11) Gambar 6.14. Jenis Defect Mesin Uni Pack 3 ............................................. 71. Gambar 6.15. Perbandingan Persentase Defect Mesin Uni pack 4 yang diambil Hari ke 1, 3 dan 6 ..................................................... 72. Gambar 6.16. Jenis Defect Mesin Uni Pack 4 ............................................. 73. Gambar 6.17. Perbandingan Persentase Defect Mesin Uni pack 5 yang diambil Hari ke 1, 4 dan 6...................................................... 73. Gambar 6.18. Jenis Defect Mesin Uni Pack 5 ............................................. 74. Gambar 6.19. Persentase Rata-rata Penurunan Jumlah Defect pada Mesin 2,6,7,8 dan 10 ........................................................................ 75. v.

(12) DAFTAR TABEL. Halaman. Tabel 3.1.. Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Sapi (SNI 01-42731996) .................................................................................. 12. Tabel 3.2.. Syarat Mutu SII Garam Konsumsi (0140-76) ................... 13. Tabel 3.3.. Syarat Mutu SNI Gula Kristal Putih (01-3140-2001) ........ 14. Tabel 3.4.. Syarat Mutu SNI Lada Putih Bubuk (01-3717-1995)......... 16. Tabel 3.5.. Fungsi dan Contoh Bahan Kemasan .................................. 20. Tabel 3.6.. Sifat-Sifat Polyethylene Standar ........................................ 21. Tabel 3.7.. Jenis-Jenis Polyethylene .................................................... 22. Tabel 3.9.. Variasi Tipe Corrugated Board ......................................... 27. Tabel 3.10.. Sembilan Pilar TPM ........................................................... 33. Tabel 6.1.. Defect Awal Mesin Uni Pack 2, 6, 7, 8, 9, dan 10 ............. 49. Tabel 6.2.. Pengukuran Suhu Produk ketika Keluar Mixer ................. 58. Tabel 6.3.. Pengukuran Suhu Produk ketika Pengayakan .................... 59. Tabel 6.4.. Pengaruh Penurunan Suhu ketika Filling ........................... 60. Tabel 6.5.. Hubungan antara Keadaan Kardus dengan Jumlah Sachet Kempes .............................................................................. 63. Tabel 6.6.. Temperatur Display dan Aktual Mesin Uni Pack............... Tabel 6.7.. Langkah-langkah Perbaikan untuk Proses Filling dan. 68. Sealing................................................................................ 74 Tabel 6.8.. Defect Akhir Mesin Uni Pack 2, 6, 7, 8, 9, dan 10 ............ 75. vi.

(13) DAFTAR LAMPIRAN. Halaman. Lampiran 1.. Lay Out PT. Unilever Indonesia Plant Cikarang ............... 80. Lampiran 2.. Lay Out SCC&C Factory ................................................... 81. Lampiran 3.. Struktur Organisasi SCC&C .............................................. 82. Lampiran 4.. Diagram alir proses produksi Royco Bumbu Penyedap Rasa .................................................................................... 83. Lampiran 5.. Why-Why Analysis ............................................................. 84. Lampiran 6.. Why-Why Because Logic Analysis...................................... 91. Lampiran 7.. Kategori Defect Penyebab Kebocoran Sachet ................... 92. vii.

(14) I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pertumbuhan industri pangan tidak terlepas dari pengembangan penguasaan teknologi, kemampuan inovasi dalam proses dan produk baru, serta pengendalian dan penguasaan mutu yang dikehendaki. Oleh karena itu, mutu produk unggul merupakan hal yang sangat penting untuk dikendalikan dan menjamin mutu produk merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan. Masyarakat cenderung berkembang menjadi masyarakat dinamis dan kreatif serta semakin besar dan kompleks pula kebutuhan akan aneka produk pangan dan variasi mutunya. Orientasi konsumen saat ini bukan lagi pada harga produk yang murah, tetapi harus bermutu. Maka dari itu, dalam mengimplementasikan sistem mutu perlu dipertimbangkan teknis operasional dan operasi bisnis yang selaras dengan pengetahuan standarisasi mutu yang berlaku. Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentah lainnya tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis pangan lainnya. Untuk memperkaya rasa sebuah makanan, bumbu penyedap rasa dalam bentuk bubuk adalah salah satu bentuk penyedap rasa yang sering digunakan masyarakat Indonesia secara umum. Kepraktisan dan keekonomisan adalah faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan bumbu penyedap rasa. Bumbu penyedap rasa adalah produk bubuk atau blok atau kubus yang mengandung ekstrak tertentu, daging sapi (SNI 01-4273-1996) atau ayam, dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Bumbu penyedap rasa ini dapat memperkaya rasa suatu makanan sehingga nilai penerimaan makanan dapat menjadi lebih baik. Produk bumbu penyedap rasa yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia Tbk – Cikarang, Bekasi terdiri dari empat jenis rasa yaitu rasa Ayam, rasa Sapi, rasa Terasi dan rasa Asam. Bahan baku dan bahan tambahan untuk pembuatan bumbu penyedap rasa ini berasal dari dalam negeri sehingga. 1.

(15) dapat menekan biaya produksi karena tidak perlu mendatangkan bahan-bahan dari luar negeri. Bumbu penyedap ini berwujud bubuk kering yang digunakan sebagai pemberi cita rasa dalam masakan. Produk dalam bentuk bubuk sangat rentan dengan keberadaan air dan udara, sehingga harus dikemas secara rapat dan terlindung sehingga dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Selain kualitas kemasan faktor-faktor dari komponen bahan juga perlu diperhatikan kondisinya, perlakuan dan proses produksi dari awal hingga pendistribusian. Menghasilkan produk dengan kualitas yang dapat memuaskan konsumen tidak harus mengeluarkan biaya lebih, tetapi juga akan memperoleh berbagai keuntungan, seperti peningkatan efisiensi, produktivitas dan penghematan biaya. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik diperlukan program yang dapat meningkatkan kualitas, mengendalikan dan memeliharanya. Focused Improvement yang termasuk dalam salah satu pilar dari sembilan pilar utama TPM (Total Productive Maintenance) merupakan metode pemeliharaan peralatan dengan mengidentifikasi dan mengendalikan hubungan antara kualitas produk dan kerusakan serta kesalahan menyangkut seluruh faktor.. B. Tujuan Secara umum, tujuan magang adalah untuk melatih mahasiswa terjun ke dalam dunia kerja dan diharapkan mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam kuliah untuk memecahkan masalah yang mungkin timbul di lapangan. Tujuan umum lainnya adalah menjalin kerjasama antara mahasiswa perguruan tinggi dengan masyarakat industri melalui praktek kerja nyata di lapangan. Secara khusus, kegiatan magang ini bertujuan untuk mempelajari proses produksi secara menyeluruh dan menggunakan metode-metode analisis Total Productive Maintenance (TPM) untuk mengidentifikasi dan mengurangi defect pada bubuk bumbu penyedap rasa di PT. Unilever Indonesia.. 2.

(16) II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN. A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Unilever merupakan salah satu perusahaan raksasa yang berkembang cukup pesat hingga mencapai skala dunia. Perusahaan ini bermula pada tahun 1885 di Inggris, dua bersaudara William Hasketh Lever dan James Darcy Lever, mendirikan perusahaan sabun yang bernama Lever Brothers. Perusahaan ini memproduksi sabun cuci dengan merk Sunlight. Karena teknik pemasaran yang baik, perusahaan ini terus berkembang dan mulai memproduksi sabun dengan merk Lux dan Lifebuoy. Pada tahun 1927 di Belanda, terdapat perusahaan milik keluarga Anton Jurgens yang telah berdiri sejak tahun 1868, dan memproduksi margarin. Perusahaan ini kemudian bergabung dengan perusahaan margarin milik keluarga Van den Bergh dan menamakannya 'Margarine Unie'. Cabang perusahaan di Inggris dinamakan 'Margarine Union'. Lever Brothers dan Margarine Union memperluas usahanya di daratan Eropa. Keduanya membuat produk untuk konsumen dalam jumlah besar, memiliki jalur distribusi yang luas dan menggunakan bahan baku yang sama. Pada tanggal 1 Januari 1930, perusahaan margarin tersebut bergabung dengan perusahaan Lever Brothers. Setelah bergabung, perusahaan tersebut berganti nama menjadi Unilever. Lokasi pengaturan pusat berada di London dan Rotterdam, yaitu Unilever Ltd dan NV Unilever. Berikut ini adalah perkembangan PT Unilever di Indonesia : 1934. Pabrik sabun Lever’s Zeepfabrieken NV didirikan di Angke, Jakarta, oleh Charles Tatlow, direktur Unilever Ltd.. 1934. Pabrik margarin Van der Bergh’s Fabrieken NV mulai beroperasi di Angke, Jakarta.. 1936. Pabrik makanan Van der Bergh’s Fabrieken didirikan di Angke, Jakarta.. 1941. Pabrik sabun Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV didirikan di Surabaya.. 1944. Pabrik NSD (Non Soap Detergent) didirikan di Angke, Jakarta.. 3.

(17) 1947. Pabrik minyak Archa yang terletak di daerah perbankan Jakarta dibeli oleh Unilever.. 1957. Perkembangan Unilever terganggu karena keadaan politik di Indonesia. 1964. Unilever berproduksi kembali di bawah pemerintahan Indonesia.. 1966. Situasi Indonesia membaik (pemerintahan Orde Baru).. 1967. Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU PMA no.1 th. 1967 sehingga orang asing boleh memiliki perusahaannya kembali. Dengan demikian, Unilever menjadi lebih leluasa dalam menjalankan produksinya.. 1970. Pabrik detergen ‘Rinso’ didirikan dan dioperasikan pertama kali di Angke, Jakarta.. 1980. Pabrik Lever’s Zeepfabrieken NV, Van der Bergh’s Fabrieken, Oliefabriek Archa NV, dan Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV melakukan merger dan menyatakan diri untuk bernaung dalam perusahaan yang disebut PT Unilever Indonesia.. 1981. PT Unilever Indonesia memulai kegiatan go public dengan cara membuka penjualan saham sebesar 15% kepada para investor Indonesia.. 1982. Unilever melakukan relokasi pada karyawan produksi yang berasal Colibri-Ngagel menuju Rungkut, Surabaya.. 1983. Unilever melakukan pemindahan pabrik sabun dari ColibriNgagel ke Rungkut. Kemudian, pabrik kosmetik Elida Gibbs didirikan di Rungkut, Surabaya.. 1989. Bisnis teh dimulai dengan teh merk lokal, Sariwangi. Proses produksinya dilakukan oleh pihak ketiga di Citeureup, Bogor.. 1990. Produk teh Sariwangi mulai dipasarkan.. 1992. Pabrik Ice Cream Wall’s mulai beroperasi di Cikarang, Bekasi. TPM (Total Productive Maintenance) mulai diterapkan di pabrik yang berlokasi di Angke.. 4.

(18) 1994. Pabrik sabun di Angke, Jakarta dipindahkan ke Rungkut, Surabaya. Produksi Lipton Tea menggunakan ruang ganda di Citeureup, Bogor. Selain itu, juga dilakukan perluasan area pabrik Wall’s Ice Cream.. 1995. Pabrik yang beroperasi di Angke, Jakarta mulai dipindahkan ke Cikarang , Bekasi.. 1996. Pabrik NSD dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang, Bekasi. Selain itu, juga dilakukan perluasan area cold storage pabrik Wall’s Ice Cream. PT Unilever Indonesia memperoleh penghargaan TPM Excellence Award , untuk kategori I dari Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM).. 1997. Pabrik makanan dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang, Bekasi. PT Unilever Indonesia memperoleh akreditasi ISO 9001 untuk pabrik kosmetik di Rungkut, Surabaya, dan diikuti pabrik lainnya. Proses produksi teh instan dipindahkan ke Citeureup, Bogor.. 1998. TPM mulai dijalankan di Citeureup dan berhasil memperoleh akreditasi ISO 9001.. 1999. PT Unilever Indonesia meraih Unilever Safety Award, Bronze Excellence Trophy ISO 14001, dan akreditasi Occupational Health Service and Management System (OHSMS) BS 8800. Sistem HACCP mulai diimplementasikan. Lisensi produksi teh berhasil diperoleh.. 2000. PT Unilever Indonesia berhasil meraih penghargaan TPM Continuity Award, Unilever Safety Award, dan Silver Excellence Trophy. Pabrik teh dan teh instan dipindahkan ke Cikarang, Bekasi.. 2001. Unilever berhasil mengambil alih produksi Best Foods, Knorr, dan kecap Bango.. 2002. Pabrik teh melakukan ekspansi.. 2004. Pabrik shampo dipindahkan ke Cikarang, Bekasi.. 5.

(19) B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan dan Pabrik PT Unilever Indonesia Tbk berpusat di Gedung Graha Unilever Jl. Gatot Subroto Kav. 15 Jakarta. Lokasi pabrik Unilever berada di 2 daerah, Cikarang-Bekasi dan Rungkut-Surabaya. Dua bagian pabrik yang berlokasi di kawasan industri Cikarang, yaitu pabrik SCC&C (Spread Cooking Category & Culinary), TBB (Tea Based Beverage), dan Ice Cream Wall’s (ketiganya digolongkan pabrik Food) dan pabrik NSD (Non Soap Detergent), dengan alamat Jl. Jababeka IX Blok D No. 1-29 (Foods) dan Jl. Jababeka VI Blok O (NSD), Desa Wangun Harja, Kecamatan Cikarang. Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. 17520.. Kedua. pabrik. tersebut. dilengkapi. dengan. kantor,. mushola/masjid, pos penjagaan, kantin, unit pengolahan limbah, gudang bahan mentah,. tempat. parkir,. dan. taman.. Lokasi. dan. tata. letak. PT. Unilever Indonesia, Tbk. Pabrik SCC & C Cikarang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sedangkan pabrik yang berlokasi di Rungkut, Surabaya memproduksi sabun dan bahan kosmetik. Pemilihan lokasi pabrik didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tempat yang strategis untuk kelancaran pemasaran produk dan suplai bahan baku, sarana infrastruktur yang mendukung dan masih tersedianya area yang cukup untuk dilaksanakannya perluasan pabrik.. C. Ketenagakerjaan dan Struktur Oganisasi Perusahaan Administrasi kantor dilaksanakan setiap hari kerja dengan jadwal: Senin – Jumat : 07.30 – 15.00 WIB Sabtu. : 07.30 – 13.00 WIB. Istirahat. : 11.30 – 12.00 atau 12.00 – 12.30 WIB. Sedangkan jadwal produksi harian dibagi menjadi 3 shift dengan pembagian sebagai berikut : Shift Pagi. : 06.00 – 14.00 WIB. Shift Siang. : 14.00 – 22.00 WIB. Shift Sore. : 22.00 – 06.00 WIB. Waktu operasi pabrik adalah 295 hari/tahun, 6 hari/minggu, 3 shift/hari dan hari libur sebanyak 52 hari minggu, 12 hari libur umum, dan 6 hari. 6.

(20) Lebaran. Pabrik pengolahan makanan di Cikarang sehari-harinya dipimpin oleh seorang Direktur Supply Chain (Supply Chain Director Foods) yang membawahi Manajer Teknik Foods (Technical Manager Food). Manajer Teknik Foods bertugas dan bertanggung jawab atas pengelolaan dan kinerja pabrik foods. Pada kategori Spread Cooking Category & Culinary membawahi beberapa orang, yaitu :. 1.. Manajer Produksi SCC&C (Production Manager). 2.. Asisten Manajer Produksi SCC&C (Production Assistant Manager). 3.. Kepala Teknik Pabrik (Plant Engineer). 4.. Asisten Kepala Teknik Pabrik (Assistant Plant Engineer). Manajer Produksi SCC&C (Production Manager) dan Asisten Manajer Produksi SCC&C (Production Assistant Manager) bekerjasama dalam mengelola dan mengatur jalannya produksi sehari-hari serta bertanggung jawab atas kinerja pabrik SCC&C. Kepala Teknik Pabrik (Plant Engineer) dan Asisten Kepala Teknik Pabrik (Assistant Plant Engineer) terletak sejajar dalam susunan organisasi dengan Manajer dan Asisten Manajer Produksi, bertugas dan bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan dlam hal keteknikan. Manajer mutu (Quality Manager) terletak sejajar dengan Manajer Teknik Foods (Technical Manager Food) dalam susunan organisasi. Manajer mutu (Quality Manager) dan Asisten Manajer Mutu (Quality Assistant Manager) bertugas dan bertanggung jawab dalam pengawasan dan pengendalian mutu dengan dasar analisa dan penelitian laboratorium pada keadaan bahan baku, pengendalian proses dan keadaan produk jadi. Struktur organisasi PT. Unilever Indonesia pabrik SCC & C Cikarang dapat dilihat pada Lampiran 3.. 7.

(21) D. Bidang Usaha dan Produk Perusahaan PT. Unilever Indonesia, Tbk., adalah perusahaan multinasional yang memproduksi bahan kebutuhan sehari-hari (Consumer Goods). Bidang produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. dibagi menjadi empat divisi, yaitu : I. Divisi Home Care Divisi ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu : 1. Non Soap Detergent Memproduksi detergen pencuci dalam bentuk bubuk dan krim serta memproduksi cairan pewangi dan pelembut pakaian. 2. Household Care Memproduksi barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti cairan pembersih lantai, bahan pengkilap dan penghilang kuman. II. Divisi Personal Care Divisi ini memproduksi produk kebutuhan pribadi mulai dari perawatan rambut, kulit, deodorant dan perawatan gigi. III. Divisi Foods Divisi ini terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu : -. Spread Cooking Category and Culinary kategori ini memproduksi margarin dan bakery fats dan berbagai macam bumbu penyedap rasa. -. Tea Based Beverage Kategori ini memproduksi teh dalam berbagai kemasan, yang digunakan di dalam negeri atau diluar negeri.. IV. Divisi Ice Cream Divisi ini memproduksi es krim dalam berbagai rasa dan kemasan dengan merk dagang Ice Cream Wall’s.. E. Tujuan, Visi dan Misi Perusahaan 1. Tujuan Perusahaan Memulai kebutuhan sehari-hari setiap anggota masyarakat dimana pun mereka berada, mengantisipasi aspirasi konsumen dan pelanggan, serta menanggapi secara kreatif dan kompetitif dengan produk-produk bermerek dan layanan yang meningkatkan kualitas kehidupan.. 8.

(22) Akar kami yang kokoh dalam budaya pasar lokal di dunia merupakan warisan yang tidak ternilai dan menjadi dasar bagi pertumbuhan kami di masa yang akan datang. Kami akan menyertakan kekayaan pengetahuan dan kemahiran internasional kami dalam memahami konsumen lokal, sehingga menjadikan perusahaan multinasional yang benar-benar multilokal. Keberhasilan jangka panjang kami menuntut komitmen yang menyeluruh terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi terhadap kerja sama yang efektif, dan kesediaan untuk menyerap gagasan-gagasan baru serta keinginan untuk belajar secara terus menerus. Kami percaya bahwa keberhasilan memerlukan perilaku bersama yang berstandar tinggi terhadap karyawan, konsumen dan masyarakat serta dunia tempat kita tinggal. Inilah jalan yang ditempuh Unilever untuk mencapai pertumbuhan yang langgeng dan menguntungkan bagi usaha serta terciptanya nilai jangka panjang yang berharga bagi para pemegang saham serta seluruh karyawan Unilever. 2. Visi dan Misi Perusahaan Vision : To be first choice of customer and consumer Mision : Be the first and best in class in meeting needs and aspirations of consumers. Be the closest in the market to customer and suppliers. Remove non-value added activities from all process. Gain job satisfaction for all. Aim for stocking targets for profitable growth and secure above average rewads for employees and shareholders. Earn respect for integrity, care for community and environment. F. Manajemen Perusahaan Program pengembangan manajemen yang diberlakukan di P.T Unilever Indonesia, Tbk adalah program Total Productive Maintenance (TPM). Program TPM adalah sistem pencegah kerugian dengan menggunakan barangbarang yang tersedia, sehingga dapat mewujudkan zero failure (tanpa kesalahan), zero accident (tanpa kecelakaan), dan zero defect (tanpa cacat) sebagai tujuan dari keseluruhan siklus sistem produksi. Selain TPM, PT. Unilever juga ditunjang dengan ISO 9000 dan ISO 14000 dan HACCP untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan dan mendukung kemajuan perusahaan. ISO 9000 menjadi referensi dalam hal. 9.

(23) quality management, perusahaan harus memenuhi customer’s quality requirements, applicable regulatory requirements, customer satisfaction, dan continual improvement. ISO 14000 berisi sistem manajemen kualitas lingkungan yang menjadi referensi dalam memperlakukan lingkungan hidup, dimana perusahaan atau orang harus memenuhi minimasi dampak terhadap lingkungan akibat aktivitas organisasi, continual improvement. Penggunaan sistem HACCP pada perusahaan akan menjamin kemanan produk yang dihasilkan. Jaminan keamanan produk akan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan apabila pelanggan dirugikan oleh produk yang tidak aman.. G. Kesejahteraan dan Keselamatan Kerja PT. Unilever Indonesia sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk fasilitas-fasilitas jaminan sosial dan tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada karyawannya, dimana perincianperincian mengenai hal tersebut tertuang dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang dibuat oleh Serikat Pekerja dan pihak perusahaan. Serikat Pekerja PT. Unilever Indonesia sudah berdiri sejak tahun 1970an dan pada tahun 1982 resmi menjadi anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Berdasarkan KKB tersebut fasilitas dan tunjangan yang diperoleh karyawan PT. Unilever Indonesia adalah: 1. Makan, disediakan untuk seluruh karyawan tetap pada jam-jam istirahat di kantin perusahaan. 2. Fasilitas pengobatan diberikan gratis kepada karyawan dan keluarganya sampai dengan tiga anak meliputi biaya perawatan di rumah sakit pada rumah sakit yang telah ditentukan, pembayaran gaji selama sakit, pengobatan dan perawatan gigi, penggantian biaya kaca mata dan frame, penggantian biaya bersalin untuk pekerja wanita dan bantuan bersalin istri pekerja. 3. Koperasi karyawan dan program kepemilikan rumah. 4. Tunjangan perumahan diberi setahun sekali berupa uang.. 10.

(24) 5. Program kepemilikan kendaraan bermotor dan program ASTEK. 6. Klub olah raga, kesenian, rekreasi dan pembinaan rohani. 7. Tunjangan pensiun, berupa uang pesangon pada saat karyawan memasuki usia pensiun yaitu 55 tahun. 8. Pembinaan keluarga berencana lestari dan balita. 9. Tunjangan belajar anak karyawan, diberikan kepada anak karyawan yang menjadi juara kelas. 10. Beasiswa diberikan kepada anak karyawan yang diterima di perguruan tinggi negeri dan program tabungan pendidikan. 11. Penghargaan kerja diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 15 tahun dan 25 tahun. 12. Tunjangan cuti diberikan kepada karyawan 1 tahun sekali dalam bentuk gaji ke-13. 13. Cuti besar diberikan setiap 6 tahun masa kerja berupa 74 hari cuti diluar cuti tahunan dengan biaya pulang kampung ditanggung perusahaan atau dalam bentuk 2 bulan gaji ditambah 14 hari cuti diluar cuti tahunan. 14. Santunan kematian. 15. Kesempatan naik haji dengan pembayaran upah penuh. 16. Tunjangan Hari Raya. 17. Paket distribusi diberikan setiap akhir bulan berupa produk kebutuhan rumah tangga yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia.. 11.

(25) III. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bumbu Penyedap Rasa Bumbu penyedap rasa telah banyak digunakan pada proses pemasakan, telah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini yang menuntut kepraktisan dalam memasak. Bumbu penyedap rasa adalah produk bubuk atau blok atau kubus yang mengandung ekstrak tertentu, daging sapi (SNI 01-4273-1996) atau ayam, dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Bumbu penyedap rasa ini dapat memperkaya rasa suatu makanan sehingga nilai penerimaan makanan dapat menjadi. lebih. baik.. Syarat. mutu. bumbu. penyedap. rasa. menurut. SNI 01-4273-1996 dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.. Tabel 3.1. Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Sapi (SNI 01-4273-1996) No.. Jenis Uji. Satuan. Persyaratan Bumbu Penyedap rasa. 1.. Air. %. Max 4. 2.. Protein. %. Min 7. 3.. NaCl. %. Max 65. 4.. Angka Lempeng Total. Kol / g. Max 104. 5.. Coliform. APM / g. Max < 3. 6.. Kapang & khamir. Kol / g. Max 103. B. Karakteristik Bahan Baku Bumbu Penyedap Rasa Bahan baku yang terdapat pada bumbu penyedap rasa ayam dan sapi secara umum adalah garam, gula, lemak nabati, MSG, flavour, lada, bawang, seledri, kunyit, penguat rasa, zat pewarna (ayam) dan anti-gumpal (sapi).. a. Garam Garam konsumsi menurut SII 0140-76 adalah garam yang diperoleh dengan proses penguapan air laut maupun cara lain, yang aman untuk dipergunakan sebagai bahan makanan. Menurut Anonim a (2006),. 12.

(26) garam memiliki fungsi penguat rasa dan pengawet, komposisinya adalah 40 persen natrium dan 60 persennya chlorine. Garam larut dalam air namun sedikit larut dalam larutan lainnya. Bentuknya kecil seperti kristal berbentuk kubus, transparan, berwarna putih atau tidak berwarna. Garam tidak berbau namun rasanya yang kuat berfungsi sebagai pemberi rasa asin dan citra rasa gurih. Garam memiliki sifat sebagai pengawet karena sifatnya yang higroskopis (Anonim a, 2006). Syarat mutu garam konsumsi dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut.. Tabel 3.2. Syarat Mutu SII Garam Konsumsi (0140-76) No.. Syarat. Jenis Uji. Mutu I. Mutu II. Min. 94,7 %. Min. 94,4 %. Max. 5 %. Max 10%. 1.. Natrium chlorida (NaCl). 2.. Air. 3.. Iodium sebagai KIO3. 40 ppm ± 25 %. negatif. 4.. Oksida besi (Fe2O3). 100 ppm. 100 ppm. 5.. Kalsium dan magnesium sebagai Ca. Max 1 %. Max 2 %. 6.. Sulfat (SO4). Max 2 %. Max 2 %. 7.. Bagian yang tak larut dalam air. Max 0,5 %. Max 1 %. 8.. negatif. negatif. 9.. Logam-logam berbahaya (Pb, Hg, Cu, dan As) Warna. putih. putih. 10.. Rasa. asin. asin. 11.. Bau. tidak berbau. tidak berbau. Mutu I. : Garam konsumsi yang beryodium. Mutu II. : Garam konsumsi yang tidak beryodium. b. Gula Gula (sukrosa) adalah pemanis yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Gula berfungsi memperbaiki tekstur, meningkatkan kekentalan, memberi warna dan memberi rasa manis, jenis gula yang sering dipakai adalah sukrosa. 13.

(27) Gula kristal putih (SNI, 01-3140-2001) adalah gula kristal sakarosa kering dari tebu/bit yang dibuat melalui proses sulfitasi atau karbonatasi atau proses lainnya sehingga langsung dapat dikonsumsi. Syarat Mutu SNI Gula Kristal Putih dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut ini.. Tabel 3.3. Syarat Mutu SNI Gula Kristal Putih (01-3140-2001) Persyaratan Bumbu Penyedap rasa No. 1.. Jenis Uji. Satuan GKP 1. GKP 2. GKP 3. Warna 1.1. Warna Kristal. %. Min. 90. Min. 65. Min. 60. 1.2. Warna Larutan. IU. 2.. Besar Jenis Butir. mm. Max 250 0,8-1,2. Max 350 0,8-1,2. Max 450 0,8-1,2. 3.. Susut Pengeringan. % b/b. max 0,1. max 0,15. max 0,20. 4.. Polarisasi. Z. min 99,6. min 99,5. min 99,4. 5.. Gula Pereduksi. % b/b. min 0,10. min 0,15. min 0,20. 6.. Abu. % b/b. max 0,1. max 0,15. max 0,2. 7.. Bahan asing tidak larut. derajat. max 5. max 5. max 5. 8.. BTM : Belerang dioksida (SO2) Cemaran Logam. mg/kg. max 30. max 30. max 30. 9.1. Timbal. mg/kg. max 2. max 2. max 2. 9.2. Tembaga. mg/kg. max 2. max 2. max 2. Arsen. mg/kg. max 1. max 1. max 1. 9.. 10.. c. Lemak Nabati Lemak nabati, adalah lemak yang diekstrak dari sumber nabati. Lemak nabati adalah ester dari gliserin dan campuran bervariasi dari asam lemak, tidak larut air namun larut dalam pelarut organik (Anonim a, 2006). Lemak nabati yang dipergunakan adalah lemak nabati yang dihidrogenasi, sehingga sifatnya memadat pada suhu ruang. Lemak nabati ini dipergunakan mengingat bentuk produk yang dihasilkan adalah bubuk, sehingga diperlukan dalam bentuk padat pada suhu ruang.. 14.

(28) d. Mono Sodium Glutamat (MSG) Mono Sodium Glutamat atau Mono Natrium Glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat dan merupakan senyawa cita rasa. MSG murni tidak berbau tetapi memiliki rasa yang nyata yaitu campuran rasa manis dan asin. Bentuk MSG adalah bubuk kristal berwarna putih, bersifat sebagai flavour enhancer bila ditambahkan ke dalam bahan makanan. MSG dapat diperoleh dari pati, gula bit, atau gula tebu. MSG menstimulasi reseptor glutamat pada lidah sehingga diperoleh rasa gurih (seperti daging) (Anonim a, 2006).. e. Flavour Flavor yang digunakan dalam bumbu penyedap rasa ini berupa bubuk halus yang siap untuk diolah selanjutnya seperti rasa Ayam, rasa Sapi, rasa Terasi dan rasa Asam. Flavor dapat digolongkan menjadi flavor natural, semi-natural dan sintetis. Flavor natural adalah flavor yang molekulnya sama dengan flavor alaminya, sedangkan semi-natural dan flavor sintesis hanya mengandung sedikit molekul yang sama dengan flavor alaminya. Flavor membantu menyelaraskan rasa dan aroma.. f. Lada Putih Bubuk Lada merupakan salah satu rempah-rempah yang biasa digunakan dalam bidang kuliner. Lada putih dipetik setelah sebagian besar lada matang penuh, kemudian dihilangkan kulit luarnya, dikeringkan dan dibersihkan. Jenis lada yang digunakan pada proses produksi adalah lada putih yang sudah berbentuk bubuk. Menurut SNI (01-3717-1995) lada putih bubuk merupakan lada putih (Piper ningrum LINN) yang dihaluskan dan mempunyai aroma dan rasa khas lada. Syarat mutu lada putih bubuk dapat dilihat pada Tabel 3.4. berikut ini.. 15.

(29) Tabel 3.4. Syarat Mutu SNI Lada Putih Bubuk (01-3717-1995) No. 1.. Jenis Uji. Satuan. Persyaratan Lada Putih Bubuk. Keadaan 1.1. Bau. -. Normal. 1.2. Rasa. -. Normal. 1.3. Warna. -. 2.. Air. % b/b. Normal Maks 12. 3.. Abu. % b/b. Maks 2,0. 4.. Abu tidak larut dalam asam. % b/b. Maks 0,2. 5.. Bagian ekstrak ether tidak menguap. % b/b. Min 6,5. 6.. Minyak atsiri. % b/b. Min 0,7. 7.. Serat Kasar. % b/b. 8.. Bahan Asing (pati). 9.. Kehalusan lolos ayakan No. 40. % b/b % b/b. Maks 6,5 Tidak boleh ada. 10.. Cemaran Logam 10.1.Timbal (Pb). Min 95,0. Maks 10. 10.2.Tembaga (Cu). Mg/Kg Mg/Kg. Maks 30. 11.. Cemaran Arsen (As). Mg/Kg. Maks 0,1. 12.. Cemaran Mikroba Kol/g. Maks 106. 12.2.E. Coli. APM/g. Maks 103. 12.3.Kapang. Kol/g. Maks 104. Aflatoxin. µg/Kg. Maks 20. 12.1.Angka Lempeng Total. 13.. g. Bawang Merah Menurut SNI 01-3159-1989, Bawang merah adalah umbi lapis tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang terdiri dari siungsiung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah yang digunakan untuk produksi bumbu penyedap rasa adalah dalam bentuk bubuk.. h. Bawang Putih Menurut SNI 01-5180-1992, Bawang putih adalah umbi dari tanaman bawang putih (Allium sativum L.) yang terdiri dari siung-siung 16.

(30) bernas, kompak dan masih terbungkus oleh kulit luar, bersih dan tidak berjamur. Bawang putih yang digunakan untuk produksi bumbu penyedap rasa juga dalam bentuk bubuk.. i. Seledri Seledri (Apium graveolens Dulce) termasuk salah satu rempahrempah yang berasal dari daun, dengan warna hijau terang. Seledri berasal dari Eropa barat dan utara. Seledri, diblansir ataupun tidak, digunakan untuk menghias dan membumbui dengan penambahan pada saus, salad dan sup, dan juga sebagai flavor dan menambah tekstur. Nutrisi pada 100g seledri mentah memiliki energi 10 kcal, karbohidrat 3 g, gula 2 g, serat 1.6g, lemak 0.2 g, protein 0.7 g, air 95g dan vitamin C sebanyak 3 mg (Anonim a, 2006). Seledri juga memiliki kemampuan anti-toksik maka sering digunakan sebagai tonik pembersih. Seledri memiliki banyak kegunaan dalam hal kesehatan, untuk kesehatan sendi, saluran urin, tulang, pencernaan, hati, dan ginjal (Anonim a, 2006).. j. Kunyit Kunyit termasuk rempah-rempah yang berfungsi sebagai pewarna yang berasal dari akar-akaran Curcuma longa. Sebagai pewarna yang berasal dari tanaman, warna yang dihasilkan adalah kuning terang hingga kuning kehijauan. Pigmen kuningnya berasal dari senyawa aktif curcumin dan memiliki karakteristik rasa dan aroma yang kuat yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan (Anonim a, 2006). Kunyit memiliki karakteristik water miscible, ketahanan terhadap panas yang stabil, ketahanan terhadap sinar dan pH yang kurang, dan kekuatan tinctorial yang baik. Kunyit dikomersilkan sebagai ekstrak dan oleoresin. Kunyit sering digunakan pada masakan Asia seperti kari dan suplemen makanan lainnya (Anonim a, 2006).. 17.

(31) k. Penguat Rasa (Inosinat & Guanilat) Penguat rasa merupakan campuran antara IMP (disodium 5inosinate) dan GMP (disodium 5-guanilate). Penambahan penguat rasa dikombinasikan dengan MSG akan meningkatkan flavor dari suatu makanan. Penambahan penguat rasa ini dalam jumlah sedikit saja dapat mengurangi penggunaan MSG dan diharapkan akan menghemat dari segi biaya (Anonim a, 2006).. l. Zat pewarna Zat pewarna yang digunakan adalah Tartrazine. Tartrazine sebagai pewarna kuning sintetik, sering digunakan sebagai pewarna pada makanan ataupun minuman berkarbonasi. Penggunaan tartrazine ini dapat dikombinasikan dengan Brilliant Blue untuk memperoleh warna hijau (Anonim a, 2006). Penggunaan tartrazine ini dapat menyebabkan reaksi alergi dan intoleran bagi beberapa orang. Untuk menghindari hal ini maka tartrazine dapat digantikan oleh pewarna kuning lain (Anonim a, 2006). Struktur kimia tartrazine dapat dilihat pada Gambar 3.1.. Gambar 3.1. Struktur Kimia Tartrazine. m. Zat Anti-gumpal Zat anti-gumpal atau free-flow agents ditambahkan pada produk pangan dalam bentuk bubuk atau kristal untuk mencegah caking, lumpy 18.

(32) atau agglomerasi (Anonim c, 2006). Zat anti-gumpal ditambahkan pada produk dalam bentuk bubuk untuk mengatasi musuh utama yaitu kelembaban dan kadar air. Menurut McLawhorn (2004), sodium ferrocyanide menjadi anti-caking agent yang disenangi dalam bentuk produk Yellow Prussiate of Soda (YPS) atau Prussian Blue produk dari ferric ferrocyanide. Zat anti-gumpal yang digunakan dalam produksi bumbu penyedap rasa adalah silika dioksida sintetik amorphous yang telah mengalami perlakuan. Zat ini digunakan pada jumlah yang sedikit yaitu sekitar 0.251%.. C. Kemasan Fleksibel dan Karakter Kemasan 1. Kemasan Fleksibel Kemasan fleksibel adalah kemasan dengan material yang tidak kaku, tidak berserat, dengan tebal < 0,25 mm (Fellows, 1992). Kemasan fleksibel didefinisikan sebagai kemasan tidak kaku yang dapat diubah bentuknya dengan penambahan sedikit tenaga. Kemasan fleksibel dapat berarti kemasan primer, komposit dengan banyak tujuan atau multilayer (Akwan, 2004). Jenis bahan kemasan yang paling umum digunakan adalah plastik, selulosa, kertas, foil logam dan kombinasi beberapa bahan kemas (Syarief, et. al. 1989). Struktur kemasan fleksibel dapat digambarkan sebagai berikut. Bagian terluar. Lapisan luar, pencetakan Pembawa, substrat, barier. Bagian terdalam. Lapisan seal. Gambar 3.2. Struktur kemasan fleksibel (Akwan, 2004). Kemasan fleksibel multilayer merupakan kombinasi dari logam, plastik atau kertas dan karton dengan ketebalan kombinasi < 250 µm. Produksi kemasan fleksibel multilayer dikenal dengan istilah converting. Biasanya satu substrat dicetak lalu diproses seperti dilapis, dilaminasi atau. 19.

(33) diekstrusi dengan yang lain untuk mendapatkan fungsional material keseluruhan (Robertson, 1993). Keuntungan kemasan fleksibel adalah biaya relatif rendah, merupakan penghalang yang baik terhadap uap air dan gas, dapat dikelim dengan pemanasan, cocok untuk mesin pengisi dengan kecepatan tinggi, kuat pada keadaan basah dan kering, cocok untuk dicetak, ringan, dapat menyesuaikan bentuk makanan dan tidak banyak membutuhkan ruang (Fellows, 1992).. 2. Laminat Laminasi adalah proses melekatkan satu material pada material yang lain dengan menggunakan media laminasi (Griffin, et. al. 1985), atau laminasi adalah proses penyatuan dua atau lebih jaring dan diperkuat dengan pengelem atau dengan proses pemanasan (Robertson, 1993). Proses laminasi dilakukan oleh konverter untuk menggabungkan dua atau lebih lapisan bersama-sama (Miller, 1994). Tujuan laminasi adalah untuk mengkombinasikan sifat-sifat terbaik dari seluruh material menjadi satu struktur kemasan. Laminat memiliki sifat-sifat teknis struktural seperti, ketahanan, elastisitas, kekuatan menahan tusukan, dan resistensi penggunaan. Sifat teknis lainnya adalah performa kemasan, yaitu kecocokan kemasan dengan mesin, kemampuan pengkeliman, serta kegunaan. Sifat barier terhadap uap air, oksigen, gas lain, bau dan cahaya, sifat komunikatif (desain) dan biaya perlu diperhatikan (Akwan, 2004).. Tabel 3.5. Fungsi dan Contoh Bahan Kemasan NO. 1. Bahan Kemasan. Contoh. 2. Printing dan Substrat Utama PET, kertas, selofan dan Aluminum foil Penghalang atau barier PET, Aluminum foil dan CPP. 3 4. Perekat panas (heat sealing) Adhesif (perekat tambahan). CPP, LDPE, LLDPE, dan PP PE dan PP. 20.

(34) Laminat adalah kombinasi dari material plastik film yang berbeda atau material plastik dan non plastik (kertas, Aluminum foil dan selulosa) dimana setiap jaringnya berukuran lebih dari 6 mikron (Robertson, 1993). Empat macam bahan kemasan yang digunakan untuk membuat kemasan fleksibel dapat dilihat pada Tabel 3.5.. Beberapa jenis plastik yang sering digunakan untuk laminasi adalah : a. Polyethylene (PE) Polyethylene,. Polypropylene,. Polybutene. dan. Poly. (methylpentene) termasuk kedalam kelas thermoplastis Polyolefins (Robertson, 1993). Struktur dasar polietilen adalah rantai –(CH2CH2)n-, tanpa kelompok substituen. PE terbagi menjadi kristalin padatan, beberapa bersifat fleksibel, memiliki karakteristik yang bertambah relatif dengan jumlah kristal dan amorf. Fasa kristal memberikan kekakuan, dan temperatur softening yang tinggi, sedangkan fasa amorf relatif melunak pada temperatur lebih rendah, lebih fleksibel dan memiliki ketahanan benturan yang tinggi (Kroschwitz, 1990). Sifat-sifat PE standar dapat dilihat pada Tabel 3.6.. Tabel 3.6. Sifat-Sifat Polyethylene Standar Yield (m2/kg). 42.7. Density. 0.916. Tensile strength (kPa) 22°C. 15000-3000. 93°C. 100-200. Elongation (%) at 22°C. 50-600. Heat sealing range °C. 110-150. % shrink at 98°C. 0-60. Orientation release stress at 96°C. 0-10. Sumber : Robertson, 1993. 21.

(35) PE dikenal di industri pangan pada tahun 1950-an. PE memberikan sifat mekanis (kekuatan, kekakuan, ketahanan abrasi) pada biaya yang rendah. Kestabilan kimia meningkat dengan meningkatnya densitas. PE digunakan sebagai wadah pangan dan kemasan, dalam dunia pengobatan, pipa air, dan lain sebagainya. Heat sealing PE berada pada selang 120-180°C (Brandup dan Imergut, 1989). Jenis-jenis PE berdasarkan densitas dapat dilihat pada Tabel 3.7.. Tabel 3.7. Jenis-Jenis Polyethylene Tipe. Densitas (kg/m3). I. 910 – 925. II. 926 – 940. III. 941 – 955. IV. > 960. b. Low Density Polyethylene (LDPE) LDPE adalah polimer dari etilene. Polimerisasi ini diperoleh dari berbagai temperatur dan tekanan, tetapi temperatur yang biasa digunakan adalah 100-350°C, apabila suhu dan tekanan yang digunakan lebih dari itu maka LDPE akan mengalami degradasi (Robertson, 1993).. LDPE memiliki sifat kuat, translucent, dapat diekstrusi menjadi film tubular, bening, tensile strength yang baik, burst strength, impact resistence dan tear strength, penghalang yang sangat baik terhadap air dan uap air, namun tidak bagus terhadap gas. Memiliki daya tahan yang baik terhadap bahan kimia, asam, alkali dan larutan inorganik, sensitif terhadap hidrokarbon dan hidrokarbon yang terhalogenasi, oli dan gas-gas. Titik cair LDPE adalah 95°C (Robertson, 1993).. 22.

(36) c. High Density Polyethylene (HDPE) HDPE dapat diperoleh dengan polimerisasi etilen pada tekanan rendah. dan. suhu. ambien. dengan. menggunakan. campuran. triethylAluminum dan titanium tetrachlorida. Tekanan dan temperatur yang digunakan adalah 27-34 atm / 100-175°C dan 20 atm / 85-100°C. HDPE memiliki struktur yang lebih linear dari LDPE, lebih kaku dan keras, densitasnya 941-965 kg/m3. HDPE ini kurang cocok untuk menggunakan metode heat sealing, sehingga bila menggunakan HDPE maka ditunjang dengan menggunakan cincin karet atau klip logam. HDPE memiliki ciri-ciri putih, translucent, tipis, hanya 10-12 mikrometer dan titik cair HDPE adalah 118°C (Robertson, 1993).. d. Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) LLDPE. merupakan. pengembangan. dari. LDPE.. LLDPE. diproduksi pada tekanan kurang dari 2 MPa (300 psi) dan temperatur mendekati 100°C. Dibuat linear dengan transisi katalis logam dan mengandung rantai panjang bercabang (Kroschwitz, 1990). LLDPE diproses melalui polimerisasi etilena pada tekanan dan temperatur tinggi sehingga dihasilkan kopolimer etilen-alkena yang distribusi. dan. panjang. cabangnya. dapat. digunakan. untuk. mengendalikan massa jenis dan titik leleh dari kemasan tersebut. LLDPE diproduksi dengan blown film, diekstrusi pada 137-204°C. Karakteristik yang dimiliki oleh LLDPE adalah sebagai berikut : -. Merupakan hasil komposit polietilen kristalin dan amorf dengan massa jenis dan ketebalan 0,91-0,925 g/cc.. -. Kondisi suhu leleh LLDPE berkisar antara 180-280°F.. -. Ketahanan kimia bahan kemasan ini umumnya bersifat inert, merupakan penghalang air dan gas yang baik.. -. Sifat barier akan meningkat dengan meningkatnya massa jenis.. Polietilen ini dapat mempertahankan ketangguhan dalam kisaran suhu yang luas, sehingga dapat diaplikasikan untuk makanan beku.. 23.

(37) Film ini memiliki tingkat transparansi yang cukup tinggi, dan bila terkena sinar UV dan oksigen, maka kekuatan dan ketahanan sobeknya akan menurun.. e. Aluminum foil Aluminum foil adalah lembaran tipis alloyed (campuran) Aluminum dalam gulungan yang memiliki ketebalan bervariasi mulai dari 4.3 hingga 150 µm. Proses pembuatan Aluminum foil ini meliputi perubahan, pembentukan, laminasi, pewarnaan, pencetakan dan coating (Robertson, 1993). Aluminum foil tipis (0,000035 inci) yang digunakan beresiko untuk berkerut dan sobek ketika dalam penanganan, sehingga diperlukan pendukung agar dapat digunakan dan penampilan baik sebagai pengemas (Miller, 1994). Aluminum digunakan pada kaleng, wadah semikaku, dan kemasan fleksibel. Aluminum foil dapat dibentuk menjadi foil dengan ketebalan 0,00025 in (0,0064 mm). Foil yang telah digulung dapat didinginkan atau diberi perlakuan panas untuk mendapatkan sifat fisik. Foil yang lunak didinginkan untuk laminasi kemasan fleksibel. Secara komersial foil memiliki ketebalan sekitar 0,0076-0,0178 mm, tapi beberapa foil juga tersedia dalam 0,00064 mm. Umumnya foil yang digunakan memiliki ketebalan antara 00,0076-0,0089 mm dan bebas dari pinhole. Adanya pinhole pada kemasan membuat produk dalam kemasan terekspos oleh gas dan kelembaban/kadar air (Griffin, et. al. 1985). Pinholes adalah lubang kecil yang terdapat pada lembaran Aluminum foil yang disebabkan karena adanya molekul oksida dalam jumlah tertentu. Pinholes memiliki dimensi 3x10-15mm. Pinhole akan hilang dengan ketebalan Aluminum foil yang lebih dari 20 mikron. Pinhole dapat mempengaruhi barier atau sifat permeabilitas yang dimiliki Aluminum foil. Semakin banyak pinhole per m2, semakin. 24.

(38) tinggi. permeabilitasnya.. Semakin. tebal. film,. semakin. rendah. permeabilitasnya. Aluminum bersifat impermeabel terhadap cahaya, gas, uap air, bau, dan pelarut, serta memiliki karakteristik kekakuan dan bentuk lipatan yang jelas. Karakteristik ini tidak dapat ditemukan pada material kemasan fleksibel lainnya. Namun demikian, Aluminum foil merupakan bahan yang mudah retak, gores, sobek, sehingga harus dilindungi dari tegangan dan gesekan. Aluminum tidak dapat dikelim tanpa teknik ikatan logam kecuali menggunakan heat seal coating (Griffin, et. al. 1985). Aluminum didefinisikan sebagai Aluminum primer, yaitu Aluminum yang dihasilkan dari proses elektrolisis bijih Aluminum dari proses peleburan kembali Aluminum bekas atau sisa proses. Berdasarkan ketebalannya, Aluminum dibagi menjadi : 1. Aluminum foil. : ketebalan 60-50 mikron. 2. Aluminum thin strip. : ketebalan 51-200 mikron. 3. Aluminum strip. : ketebalan 201-300 mikron. Sifat-sifat yang dimiliki Aluminum foil memiliki densitas 2,7 g/cm, paling baik untuk bahan penghalang dari udara, cahaya, lemak dan uap air, memiliki sifat mekanis yang baik, memiliki sisi kilap dan buram, rentan terlipat dan keriput, mudah dibentuk, konduktor yang baik, dapat diembos dan kaku, bebas dari bau dan tahan suhu tinggi. Menurut Robertson (1993), Aluminum foil tidak dapat ditembus oleh gas dan uap air bila ketebalannya mencapai 25.4 µm. Pembuatan Aluminum foil dilakukan dengan cara peleburan, kemudian dimasukkan kedalam cetakan, lalu dibentuk lembaran tipis melalui chillroll, kemudian didinginkan sehingga terbentuk Aluminum foil. Proses pendinginan ini menentukan sifat Aluminum foil yang terbentuk apakah soft, intermediet atau hard. Proses ini membersihkan permukaan Aluminum foil sehingga mudah merekat dengan bahan lain ketika dilaminasi.. 25.

(39) f. Polyethylene terephtalate (PET) Polyethylene terephtalate (PET) diketahui secara umum sebagai fiber dan sebagai film. Nama IUPAC-nya adalah Poly(oxyethyleneoxyterephtaloyl). PET dapat diperoleh dengan mereaksikan etilen glikol dengan asam tereftalat (Robertson, 1993). PET memiliki gugus karboksil dan gugus hidroksil pada ujungujungnya sehingga dapat bergabung dengan molekul lain seperti alkohol dan asam. Berat molekul dari polietilen ini mencapai 20.000 dengan titik leleh 267 °C dan. PET sering digunakan secara biaksial, yaitu bentuk yang tahan panas (Robertson, 1993). PET memiliki tensile strength yang tinggi, sangat resisten terhadap bahan kimia, ringan, elastis dan stabil dengan kisaran suhu tertentu (-60-220°C). PET sering digunakan sebagai nampan untuk makanan beku dan siap saji dengan tujuan tahan panas bila digunakan dalam microwave oven (Robertson, 1993). PET biasanya dilaminasi atau dilapisi secara ekstrusi dengan LDPE dan biasanya bagian luarnya dan PET berfungsi sebagai lapisan pendukung utama pada kemasan jenis laminat. Untuk meningkatkan sifat penghalang atau barier, PET dilapisi oleh LDPE atau PVDC kopolimer. PET film yang dilapisi secara sistem ektrusi dengan LDPE menjadi sangat mudah dan kuat dalam hal pengkeliman. PET dapat digunakan pada produk bentuk bubuk atau cair, dan pensterilisasian dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet (Robertson, 1993). Proses metalisasi dapat dilakukan pada berbagai macam film, namun paling sering dilakukan pada PET. Proses metalisasi dapat meningkatkan sifat penghalang (barier). Metalisasi dapat mengurangi transmisi uap air dan meningkatkan permeabilitas oksigen (Robertson, 1993).. 3. Corrugated dan Solid Paperboard Corrugated board sering digunakan sebagai kemasan paling luar, baik kemasan sekunder atau kemasan tersier. Corrugated board ini. 26.

(40) memiliki bentuk seperti sel, memberikan kekuatan tekan yang tinggi dengan berat yang ringan. Corrugated board ini dibuat dengan dua komponen dasar yang digabungkan dengan berbagai cara sehingga menghasilkan produk dengan karakteristik yang bervariasi. Dua komponen ini adalah liner dan medium. Liner adalah bagian luar lembaran planar yang menempel pada bagian yang berlekuk dan medium adalah bagian yang berlekuk menjadi bagian tengah dari kardus. Liner dapat dibuat berlapis-lapis bila diperlukan untuk beban yang berat. Jenis liner yang biasa digunakan adalah 208 grams per square meter (gsm) dari bahan unbleached kraft. Bagian medium yang biasa berukuran 127 gsm, namun untuk beban yang lebih berat berukuran 161 dan 185 gsm.. Tabel 3.9. Variasi Tipe Corrugated Board Tipe Flute. Tinggi Flute cm. A. 0.470. Jumlah Flute Per meter 110. B. 0.246. 154. C. 0.361. 128. E. 0.114. 315. Fungsi Peredam maksimum, tekanan atas hingga bawah baik. Permukaan cetak yang halus, resisten terhadap tekanan Gabungan sifat A dan B Meredam dan memisahkan dengan berat yang ringan, digabungkan dengan cetakan liner yang sangat baik. Jenis single-face board yang terdiri dari satu liner dan satu medium digunakan untuk pembatas atau peredam produk yang dibungkusnya, melindungi selama transportasi. Jenis single-wall board memiliki dua liner yang menempel pada dua sisi medium, jenis ini merupakan bentuk standar dari corrugated board. Jenis lainnya digunakan untuk beban yang lebih berat dan lebih besar dan mengalami proses penumpukan, seperti doublewall (5 layer) dan triple-wall (7 layer). Jenis lainnya berdasarkan jenis medium, dari berat dan form yang berbeda dibagi menjadi empat ukuran tinggi dan jumlah Flute per unit panjang. Empat jenis itu adalah A, B, C, dan E. Kualitas dari kardus. 27.

(41) corrugated ini yang diperhatikan adalah bursting strength, edge compression, flat crush, pin adhesion dan puncture. Variasi tipe dapat dilihat pada Tabel 3.9.. D. Mesin Produksi dan Proses Pengemasan 1. Mesin Produksi pada Proses Mixing Proses pengolahan pangan sering menggunakan mesin mixer dengan tujuan mencampur bahan-bahan menjadi homogen. Berbagai jenis mesin mixer memiliki peruntukan yang berbeda-beda, tergantung dari jenis material, kadar air produk, dan hasil keluaran dari produk yang ingin dihasilkan. Macam-macam mesin mixer yang sering digunakan adalah Ribbon Mixer, Lodige Mixer, Artofex Mixer, Tumble Mixer, Cement Mixer, Nauta Mixer (Vortex), Forberg Mixer, Gericke Mixer, Turbo Mixer, Fluidised Bed Mixer, dan Continuous Mixer. Perbedaan mendasar dari masing-masing mixer ini adalah prinsip pencampuran, kecepatan putaran, jenis komponen pemutar, harga, kemudahan pemeliharaan, produk yang dicampur dan produk yang dihasilkan. Mesin mixer yang digunakan pada pencampuran proses produksi bumbu penyedap rasa adalah Ribbon Mixer dan PloughShear Mixer. Kedua mesin ini memiliki perbedaan spesifikasi yang akan menghasilkan beberapa perbedaan pada produk.. a. Ribbon Mixer Prinsip kerja dari mixer Ribbon ini ada 3 tahap, pertama menyalurkan produk pada 1 ribbon dari kiri ke kanan, yang kedua membalikkan arus produk pada ribbon yang kedua dan terakhir menukar produk diantara dua ribbon. Mixer ini menjadi pilihan untuk mencampur produk-produk seperti rempah-rempah, sup berbahan dasar tepung, makanan ternak maupun binatang peliharaan karena keuntungan-keuntungannya.. 28.

(42) Keuntungan. dengan. menggunakan. mixer. ini. diantaranya. diproduksi lokal, sehingga mudah mencari bahan baku, harga lebih murah, mudah digunakan dan kecepatannya menengah, lembut terhadap produk. Kekurangan dari penggunaan mixer ini adalah dispersi lemaknya kurang baik karena kekuatan pencampurannya rendah, sulit dibersihkan, dan harus diisi lebih dari 50 % kapasitas untuk memulai proses. Mixer ribbon memiliki dua jenis pengaturan secara vertikal atau horizontal. Mixer horizontal memiliki agitator yang terikat pada shaft yang berotasi. Agitator mencampur material dengan mendorong sepanjang axis pada dua arah dan menempatkannya ke arah luar. Tipe ini kurang efisien dibandingkan dengan tipe plougshare untuk mencampur bahan bumbu kering. Mixer ribbon membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencampur dibandingkan dengan mixer ploughsear.. b. High Speed Ploughshear Mixer / Lodige Mixer Mixer jenis Ploughshear ini diperuntukkan mencampur material bubuk, industri baking, produk dengan penambahan banyak lemak, pasta dan adonan roti. Prinsip Mixer ini adalah mixer horizontal dengan paddle yang berotasi sentral yang akan membuat produk bergerak secara mekanis. Kelebihan dari mixer ini diantaranya merupakan mixer yang memiliki kemampuan mencampur secara cepat dan baik, dapat mencampur lemak padat, mudah digunakan, kecepatan dan kemampuan mencampur yang tinggi, dan mudah dibersihkan. Kekurangan dari jenis mixer ini adalah produk sayur-sayuran atau mie akan mudah rusak, harga dan biaya tinggi sehingga suplai bahan baku harus cepat tersedia. Ploughshare terletak sangat dekat dengan dinding dalam dan mengangkat produk dari dinding tersebut dan dilemparkan ke area yang kosong untuk mecegah menempelnya produk di dinding. Mixer ini memiliki pemasukan energi yang tinggi dan mempunyai perputaran waktu mixing yang pendek, sehingga tipe ini cocok untuk pencampuran dasar, untuk mencampur komponen kristal dan atau. 29.

(43) komponen cair seperti lemak. Bagian chopper (knives) dapat digunakan untuk menghancurkan bahan menggumpal pada pencampuran kering.. c. Artofex Mixer Jenis mixer ini sering digunakan pada proses pembuatan roti dan bakery. Mixer ini merupakan simulasi pengadonan dalam jumlah besar dengan prinsip pengadukan didalam wadah (bowl). Bowl ini disanggah dengan roda sehingga dapat dipindah-pindahkan. Bowl ini disesuaikan dengan ukuran frame, bowl berputar dan scraper tetap berputar untuk mengaduk adonan ke arah tengah bowl. Input energi relatif rendah namun kemampuan mencampur masih baik dengan produk seperti pasty. Mixer ini cocok untuk produk kering, campuran garnish dan produk pasty.. 2. Mesin Produksi pada Proses Filling & Sealing. Roller (vertical seal) Slitter Jaw (Horizontal seal) Perforator Cutting. Belt Conveyor. Gambar 3.3. Susunan Seal dan Komponen-Komponen Mesin Uni Pack 30.

(44) Mesin yang terdapat pada proses filling dan sealing adalah mesin yang dapat menghasilkan produk dalam bentuk sachet, dimana proses filling dilakukan oleh mesin ini. Mesin ini biasa disebut dengan mesin Multi Line atau mesin Uni Pack yang menghasilkan 5 atau 6 lane sachet yang dapat diatur ukurannya dengan menggunakan gigi (gear) transmisi dan program. Susunan seal dan komponen-komponen secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.3 di atas. Mesin Uni Pack ini membentuk seal pada empat sisi, sehingga terdapat dua jenis alat seal, yaitu untuk seal horizontal dan seal vertikal. Mesin Uni Pack ini terhubung langsung dengan mesin ayakan (sieving). Produk ditampung dalam hopper mesin Uni Pack sebelum produk masuk dalam proses filling.. Proses Pengemasan Heat sealing Kualitas dari heat seal sebuah kemasan film merupakan suatu hal yang sangat penting dari segi penggunaan, dan hasil penyatuannya merupakan hal yang sangat penting dari keseluruhan proses penyatuan kemasan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan kualitas heat seal adalah faktor mesin, faktor resin, dan faktor dari film (Robertson, 1993). Faktor mesin yang mempengaruhi dari adalah segi waktu pengkeliman (dwell time), suhu dan tekanan yang digunakan pada saat proses seal. Faktor resin meliputi densitas resin, berat molekul dan zat aditif yang digunakan pada resin. Faktor dari film yang mempengaruhi adalah peralatan, jenis dari pembentukan (form) dan perlakuan saat pencetakan (Robertson, 1993). Heat sealable film adalah film yang dapat disatukan dengan penggunaan panas yang normal, seperti penggunaan batang logam tahan panas yang dapat menyalurkan panas secara konduksi. Tidak semua film dapat disatukan dengan cara seperti ini, hanya heat sealable film yang tahan. 31.

(45) dengan panas tinggi, namun non-heat sealable film dapat disatukan dengan penambahan zat heat sealable coatings (Robertson, 1993).. Conductance Sealing Metode sealing konduksi atau sering juga disebut sealing resistence merupakan metode yang sering digunakan secara komersial dan tipikal terdiri dari dua metal jaws yang biasa diberi pola atau embos untuk memberi kekuatan lebih. Jenis pemanasan elektrik, suhu yang digunakan dikontrol secara termostatik (Robertson, 1993). Waktu kontak atau dwell time harus dapat mengontrol waktu fraksi dan dengan mudah disesuaikan. Begitu juga dengan tekanan diantara jaws, harus dapat disesuaikan dengan mudah. Hal ini harus dipenuhi untuk menjaga apabila material film yang digunakan berubah. E. Total Productive Maintenance (TPM) dan Sachet yang Digunakan PT. Unilever menggunakan pedoman Total Productive Maintenance (TPM) dalam menjalankan perusahaannya. TPM berasal dari Negara Jepang yang sudah digunakan sejak tahun 70-an. Dimulai dengan dibentuknya sistem JIT (just in time) supply chains yang diciptakan oleh industri-industri manufaktur di Jepang. TPM dapat diartikan sebagai perawatan untuk meningkatkan produktivitas dengan melibatkan semua orang yang terlibat dalam proses produksi, mulai dari tingkat top management hingga operator dan berasal dari semua departemen yang berada di dalam pabrik. Kegiatan TPM dilakukan melalui kegiatan kelompok kecil (circle) yang bertujuan agar semua orang dapat terlibat, terdengar dan berperan serta meningkatkan produktivitas kerja di bagian masing-masing. TPM memiliki beberapa tujuan yaitu, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (karyawan) dan perusahaan, memanusiakan manusia produktif dan meningkatkan kemampuan dan perawatan mesin. Tujuan tersebut akan berjalan seiring dengan sasaran TPM yaitu zero failure, zero accident, dan zero defect.. 32.

(46) Pencapaian tujuan dan target tersebut didasari dengan gerakan kaizen (perbaikan) yaitu, 5 S : 1. Seiri (clearing up), menyingkirkan benda-benda yang tidak diperlukan 2. Seiton (organizing), menempatkan barang-barang yang dibutuhkan dengan rapi 3. Seiso (cleaning), membersihkan peralatan dan daerah kerja 4. Seiketsu (standardizing), membuat standar kebersihan, pelumasan dan inspeksi 5. Shitsuke (training & discipline), meningkatkan ketrampilan dan moral. TPM dapat berdiri dari 9 (sembilan) pilar yang menjadi dasar-dasar penerapan dan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan berhasil atau. tidaknya. pelaksanaan. TPM.. TPM. menjadi. penting. untuk. diimplementasikan karena TPM efektif untuk mengurangi kerugiankerugian (looses) yang terjadi pada perusahaan. Sembilan pilar tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.10. dibawah ini.. Tabel 3.10. Sembilan Pilar TPM No.. Pilar. Penjelasan. 1.. Pemeliharaan Mandiri (Autonomous Maintenance). Mengubah pola pikir karyawan, sehingga akan tercapai self maintenance, penggunaan peralatan secara efektif dan maksimum.. 2.. Peningkatan Bagian (Focused Improvement). Dilakukan perbaikan mesin setelah diketahui kerusakan, loss dan bagianbagian mesin untuk meningkatkan hasil dan efisiensi dari setiap lini.. 3.. Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance). Pemeliharaan mesin-mesin produksi secara periodik agar kinerja mesin menjadi tinggi, ekonomis dan efektif.. 4.. Pelatihan (Training). Pelatihan dilakukan terhadap karyawan perusahaan agar diperoleh karyawan yang berkualitas dan berbobot.. 33.

(47) 5.. 6.. Kontrol Awal dan Pencegahan Didesain secara cermat untuk menentukan Perawatan spesifikasi mesin baru dengan biaya operasional rendah, perencanaan proses, dan mempertimbangkan loss yang akan terjadi. Pemeliharaan Mutu (Quality Pemeliharaan peralatan berdasarkan Maintenance) prinsip dasar dalam perolehan seluruh mutu produk dalam keadaan baik. Pemeliharaan meliputi 4M (Man, Machine, Materials dan Methods). 7.. TPM di perkantoran (TPM in office). Memperbaiki sistem kerja dan sistem pendokumentasian dalam kantor. 8.. Keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja (safety, healthy and environment). Setiap karyawan harus memiliki pengetahuan dalam keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja agar dapat menunjang produktivitasnya.. 9.. Manajemen Rantai Suplai (Supply Chain Management). Memperbaiki sistem untuk menghilangkan biaya-biaya dan losses manajemen. Total Productive Maintenance berperan sebagai sistem kerja yang memfokuskan pada perbaikan produktivitas dengan meletakkan fondasi yang baik dan kuat. Pendekatan TPM dilakukan melalui komitmen total, komunikasi atas ke bawah dan sebaliknya, serta selangkah demi selangkah. Pelaksanaan TPM secara terus menerus diharapkan menjadi budaya kerja bagai karyawan PT. Unilever, sehingga para karyawan memiliki kebiasan dalam bekerja yang dapat merealisasikan tujuan dan sasaran TPM. Target dan sasaran TPM dibuat realistis dan terukur, direfleksikan pada produktivitas, quality, cost, delivery, safety serta moral dan semangat. Circle TPM dibentuk dengan foreman-foreman sebagai circle leader, bila jumlah anggota circle terlalu besar, maka dipecah atas sub-circle dengan anggota 5 hingga 6 orang. Circle leader disini merupakan titik-titik pengikat dari organisasi yang bersinggungan dengan semua karyawan yang berpartisipasi. Standar yang berada diperusahaan haruslah tetap atau dipertahankan, tidak berubah-ubah. Apabila kondisi tersebut sudah tercapai maka standar dapat diperbaharui (inovasi) untuk mencapai kualitas yang lebih baik. 34.

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM STUDI MAGISTER EPIDEMIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015 Pengaruh pemberian ekstrak kemangi (ocimum basilicum l ) terhadap profil

Tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan pigmen antosianin dan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa

tetapi ia tergesa-gesa saat mengerjakan soal sehingga tidak menuliskan kesimpulan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki kecerdasan logis

Indonesia diklaim memiliki potensi besar dalam industri kelautan. Namun demikian, potensi yang besar itu belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh seluruh pihak.

yang terkandung dalam pandai besi tradisional tersebut. Dalam penelitian pandai besi tradisional sebagai mata pencaharian hidup di. Nagori Baja Dolok Kecamatan Tanah Jawa

Penulis menggunakan metode ini untuk mendapatkan data – data di KSPP Syariah SM NU Kantor Cabang Sragi kaitannya dengan strategi pemasaran pada produk SIGUN melalui

Hipotesis penelitian yang menyatakan Pelayanan Penerangan Jalan Umum (PJU) yang dilaksanakan oleh Bidang Penerangan Jalan Umum Dinas Perhubungan Kota Tangerang berdasarkan

Berdasarkan kedua variabel tersebut, maka asumsi yang melandasi hubungan kedua variabel di atas adalah dapat diketahui ada tidaknya pengaruh Rubrik Kisah Utama dalam Tabloid