• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Semua mahkluk hidup menghadapi masalah pokok yang sama, yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Semua mahkluk hidup menghadapi masalah pokok yang sama, yaitu"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Semua mahkluk hidup menghadapi masalah pokok yang sama, yaitu

bagaimana mereka mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, tak

terkecuali manusia (Haviland, 1988). Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam,

untuk memenuhi kebutuhan maka manusia membutuhkan kegiatan-kegiatan yang

menyangkut atas kebutuhan. Upaya yang dilakukan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidup di tengah lingkungan alam dan lingkungan sosialnya serta

dituntut lebih kreatif sering dikenal sebagai kegiatan ekonomi.

Salah satu instrumen penting yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan

hidup adalah teknologi. Manusia telah menerapkan teknologi sejak keberadaannya

di muka bumi ini. Manusia merupakan satu-satunya mahluk yang berhasil

mengembangkan emosi dan intelegensianya sampai pada taraf yang sangat tinggi.

Kemampuan yang dimiliki manusi mampu menciptakan teknologi berbagi alat

dan teknologi untuk melakukan abstraksi secara efisien, apa yang dibutuhkan bagi

kehidupannya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekelilingnya

(Sahari 2008, 9-10).

Teknologi yang dimiliki manusia pada awalnya sangatlah sederhana,

tampak pada zaman batu manusia hanya mampu membuat peralatan hidup yang

sangat sederhana dimana bentuk masih sama seperti adanya sebelumnya bahkan

hanya sedikit sentuhan tangan serta tampilan yang masih kasar, adapun

(2)

pemukulan, teknik penekanan, teknik pemecahan, dan teknik pengilingan.

Kemampuan manusia semakin meningkat sehingga manusia menemukan unsur

lain selain bebatuan yaitu logam. Seiring peningkatan kemampuan manusia

mampu menjadikan logam sebagai peralatan hidup.

Adapun teknik yang dilakukan dalam pembuatan peralatan dari logam harus

dibedakan menurut macam logamnya, tetapi semua teknologi tradisional dalam

pembuatannya ada 2 yaitu: teknologi menandai dan teknologi menuang.1 Proses

pengolahan bahan dasar logam yang lebih rumit dibandingkan dengan yang lain,

menjadikan teknologi logam merupakan indikator perkembangan peradaban

tinggi yang telah dicapai manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, penggunaan

dan pemanfaatan logam merupakan suatu revolusi teknologi, dalam pengertian

bahwa telah terjadi perubahan teknologi dari teknologi batu atau tanah ke

teknologi logam (Haryono, 2008: 50).

Proses pembuatan peralatan logam membutuhkan keahlian serta ketrampilan

dalam pengerjaannya, individu yang memiliki keahlian serta kemampuan tersebut

disebut dengan pandai logam (Subroto dan Pinardi, 1993: 208). Salah satu jenis

logam adalah besi maka yang ahli dalam pengolahan besi disebut dengan pandai

besi begitu juga dengan pandai logam jenis lainnya. Seni pembuatan peralatan

besi biasanya diketahui setiap laki-laki dewasa, yang masing-masing telah belajar

dalam waktu yang relatif singkat dari ayahnya, kakak, atau teman laki-laki

lainnya.2

(3)

Sejarah pandai besi apabila dicermati lebih dalam lagi sebenarnya sudah

sangat tua. Bahkan dapat dikatakan usia pandai besi sebanding dengan zaman

logam dikenal di suatu wilayah. Apabila dibandingkan dengan kawasan Eropa,

keberadaan profesi ini dipastikan sudah ada jauh sebelum tahun Masehi dimulai.

Contoh yang paling mudah dari periodesasi ini adalah peperangan-peperangan

yang dilakukan oleh bangsa Romawi. Pada saat itu pandai besi berfungsi untuk

menyuplai kebutuhan senjata bagi para Gladiator.3 Kondisi demikian juga terjadi

di Nusantara yang memiliki ratusan kerajaan. Pada saat itu pandai besi memegang

peranan penting terutama untuk menyuplai kebutuhan senjata bagi para prajurit.

Seiring perkembangan zaman pandai besi berkembang sesuai dengan

kebutuhan. Pandai besi berkembang menjadi pandai alat pertanian dan peralatan

rumah tangga yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa

berburu dan meramu manusia menggunakan peralatan yang sederhana untuk

memudahkan aktivitas, zaman semakin meningkat manusia telah mampu

bercocok tanam sehingga membutuhkan peralatan yang dapat mempermudah

sektor pertanian pada masa itu. Bertambahnya penduduk serta berkembangnya

teknologi berpengaruh terhadap lahan pertanian yang semakin berkurang.

Perkembangan teknologi yang lebih modern menggeser keberadaan pandai besi

tradisional sebagai pemasok peralatan pertanian serta berkembangya teknologi

mempengaruhi menurunnya permintaan pasar terhadap peralatan rumah tangga

yang mana telah banyak diproduksi oleh pabrik yang menggunakan teknologi

canggih.

(4)

Pandai besi merupakan mata pencaharian hidup yang eksis pada masa

dimana teknologi yang dipergunakan manusia masih cukup sederhana. Di tengah

berkembangnya teknologi, pandai besi tradisional mengalami penurunan

permintaan barang dikarenakan munculnya hasil produksi pabrik dengan

penggunaan mesin yang berteknologi canggih serta harga terjangkau dan lebih

variatif jenisnya. Mengalami penurunan permintaan dan persaingan yang kuat

dengan produksi pabrik tidak mematahkan semangat keseluruhan pengrajin

pandai besi masih ada yang mampu bertahan di tengah persaingan dan

perkembangan teknologi yang semakin canggih.

Tetap bertahan bukan karena nilai material saja yang terdapat dalam pandai

besi tradisional tetapi juga dikarenakan adanya seni yang tertuang pada pandai

besi tradisional. Karena pandai besi tradisional bukan hanya sebagai mata

pencaharian tetapi juga sebagai keterampilan yang di dalamnya terdapat seni.

Sebagai mana yang kita ketahui bahwa pandai besi tradisonal adalah bidang

pekerjaan yang dimiliki masyarakat yang memiliki keahlian serta keterampilan

(Subroto dan Pinardi; 1993:208).

Pandai besi tradisional yang masih bertahan memberikan peluang kepada

generasi berikutnya untuk mengembangkannya menjadi lahan industri yang lebih

besar. Dunham (2008) menjelaskan kehadiran industri pandai besi sebagai industri

kecil di pedesaan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dengan

penghasilan memadai untuk masyarakat sekitarnya dan juga sebagai industri

(5)

Desa Baja Dolok Kecamatan Tanah Jawa salah satu daerah yang masih

dapat ditemui mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai pandai besi

tradisional. Usaha pandai besi tersebut sudah cukup lama dan bersifat turun

temurun dari nenek moyang mereka dan pemasarannya hingga ke luar dari daerah

Kabupaten Simalungun. Peralatan pandai besi yang digunakan oleh para pandai

besi selama ini masih konvensional secara turun temurun, hanya sedikit yang

mengalami pergeseran ke arah yang penggunaan mesin yang memiliki teknologi

canggih dan demikian pula desainnya belum berorientasi pada pasar. Barang yang

dihasilkan industri pandai besi di Kecamatan Tanah Jawa sangatlah berbeda

dengan hasil pengrajin pandai besi di daerah lain yang di mana pengrajin lebih

mengandalkan ketahanan atau kualitas hasil produksinya dan tidak terlalu

mengandalkan bentuk atau modelnya seperti pengrajin pandai besi di daerah lain.

Teknik pembuatan barang produksi yang dihasilkan pandai besi ini pun

masih sama seperti yang dilakukan para tetua yang sudah mewariskan usaha

pertukangan tersebut kepada generasi yang sekarang ini. Industri pandai besi yang

berada di Kecamatan Tanah Jawa ini merupakan mata pencaharian pokok

sebagian besar masyarakatnya. Bahan baku yang dibutuhkan untuk proses

produksi didapatkan dari panglong sekitar yaitu berupa besi batangan bekas per

mobil dan arang/kulit kemiri. Peralatan yang digunakan pandai besi yaitu: palu

besar, palu kecil, tang, pompa (ububan), paron (landasan), tatah, kikir serta

gerenda. Barang yang diproduksi oleh pandai besi tradisional Baja Dolok berupa:

(6)

Pandai besi di Nagori Baja Dolok Kecamatan Tanah Jawa dulunya ada ±50

(lima puluh) kelompok pertukangan semakin lama pandai besi di Tanah Jawa ini

berkurang dan sekarang yang masih bertahan sebanyak 15 (lima belas) kelompok

pertukangan. Kelompok-kelompok tersebut terdiri 2-3 orang anggota pekerja.

Tenaga kerja yang terdapat adalah laki-laki yang berasal dari keturunan pengrajin

serta masyarakat kecamatan Tanah Jawa tersebut. Pandai besi ini bersifat turun

menurun tetapi berkurangnya minat generasi dalam pengembangan pandai besi ini

sebagai mata pencaharian hidup membuat pandai besi mengalami keterpurukan.

Pandai besi bukan semata-mata sebagai pemenuhan kebutuhan hidup yang

bersifat ekonomi tetapi juga sebagai usaha keahlian dan keterampilan dalam

pengolahan besi yang dimana dalam pengolahan besi terdapat seni di dalamnya.

Keberadaan pandai besi tradisonal yang berada di Tanah Jawa yang masih

bertahan memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat yang hanya memiliki

bakat meskipun pendidikan yang rendah.

Para pandai besi tradisional saat ini dihadapkan dengan persaingan pasar

dimana mereka bersaing dengan hasil produksi pabrikan yang di jual di toko-toko.

Hasil produksi pabrikan tersebut lebih variatif bentuk dan modelnya serta

harganya sedikit lebih murah dari pandai besi tradisional. Meskipun mengalami

keterpurukan seperti hal tersebut yang terjadi di dalam industri pandai besi

tradisional, masih tetap sedikit banyaknya pengrajin pandai besi tradisional yang

tetap bertahan menggeluti pertukangan pandai besi sebagai mata pencaharian.

Selain merupakan suatu warisan budaya yang perlu dilestarikan, dalam

(7)

karena adanya inovasi dalam peningkatan benda-benda kerajinan yang

menyangkut proses pembuatan, bentuk maupun simbol-simbol yang digunakan.

Banyak diantara hasil pandai besi tradisional yang mengandung nilai artistik yang

khas dan sebagian telah memasuki pasaran sehingga memiliki nilai-nilai ekonomi.

1.2 Tinjauan Pustaka

1.2.1 Sistem Mata Pencaharian/Sistem Ekonomi

Sistem mata pencaharian hidup adalah salah satu dari ketujuh unsur

kebudayaan. Berbicara tentang sistem mata pencaharian adalah lebih menekankan

bagaimana cara manusia untuk mempertahankan hidupnya. Semua mahkluk hidup

(organisma) menghadapi masalah pokok yang sama, yaitu bagaimana mereka

mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, tak terkecuali manusia

(Haviland, 1988). Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, untuk memenuhi

kebutuhan maka manusia membutuhkan kegiatan-kegiatan yang menyangkut atas

kebutuhan, kegiatan ini disebut juga sebagai kegiatan ekonomi. Sebagaimana

yang didefinisikan oleh ahli antropologi ekonomi yang dikemukakan oleh Karl

Polanyi bahwa ekonomi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidup di tengah lingkungan alam dan lingkungan sosialnya (Polanyi

dalam Sairin, 2002, 16-17).

Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai

homo economicus yang mejadikan kehidupan manusia terus meningkat. Dalam

tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Tetapi

(8)

tanam, kemudian beternak yang terus meningkat (rising demand) yang

kadang-kadang serakah. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi meliputi

jenis pekerjaan dan penghasilan (Koentrajaningrat, 2002).

Mata pencaharian dibedakan menjadi dua yaitu mata pencaharian pokok dan

mata pencaharian sampingan. Mata pencaharian pokok adalah keseluruhan

kegiatan untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada yang dilakukan sehari-hari

dan merupakan mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sedangkan mata pencaharian sampingan adalah mata pencaharian diluar mata

pencaharian pokok (Susanto, 1993).

Sistem ekonomi yang berdasarkan industri memang tidak menjadi perhatian

para ahli antropologi, dan merupakan lapangan para ahli ekonomi sepenuhnya.

Perhatian para ahli antropologi terhadap berbagai macam sistem mata pencaharian

atau sistem ekonomi hanya terbatas kepada sistem – sistem yang bersifat

tradisional saja, terutama dalam rangka perhatian mereka terhadap kebudayaan

suatu suku bangsa secara holistik. Berbagai sistem tersebut adalah :

1. Berburu dan meramu

Mata pencaharian berburu dan meramu (hunting and gathering) merupakan suatu

mata pencaharian manusia yang paling tua dan sekarang banyak masyarakat yang

beralih pada mata pencaharian lain, hanya kurang-lebih setengah juta dari 3000

juta penduduk dunia sekarang atau kira-kira hanya 0,01% saja hidup dari berburu

dan meramu. Walaupun suku-suku bangsa berburu dan meramu tinggal sedikit

dan sulit didatangi namun para ahli antropologi masih tetap menaruh perhatian

(9)

kebudayaan manusia secara historikal. Di Indonesia masih ada juga bangsa yang

hidup dari meramu, yaitu penduduk rawa-rawa di pantai-pantai Irian Jaya yang

hidup dari meramu sagu. Hal-hal yang dianalisis para ahli antropologi pada mata

pencaharian ini adalah sumber alam dan modal, tenaga kerja, produksi dan

teknologi produksi serta konsumsi, distribusi dan pemasaran.

2. Beternak

Beternak secara tradisional atau pastoralism sebagai suatu mata

pancaharian pokok yang dikerjakan dengan cara besar-besaran, pada masa

sekarang dilakukan oleh kurang-lebih tujuh juta manuisa, yaitu kira-kira 0,02%

dari ke-3000 juta penduduk dunia. Sepanjang sejarah, suku-suku bangsa peternak

menunjukan sifat-sifat agresif. Bangsa-bangsa peternak biasanya hidup

mengembara sepanjang musim semi dan musim panas dalam wilayah tertentu

yang sangat luas, dimana mereka berkemah dijalan pada malam hari. Dalam hal

mempelajari masyarakat peternak, ilmu antropologi juga menaruh perhatian yang

sama seperti mata pencaharian lain yaitu masalah peternakan dan modal, masalah

tenaga kerja, masalah produksi,dan teknologi produksi dan akhirnya masalah

konsumsi, distribusi dan pemasaran hasil peternakan.

3. Menangkap ikan

Disamping berburu dan meramu, menangkap ikan juga merupakan mata

pencaharian yang sangat tua. Mata pencaharian ini dilakukan oleh manusia purba

yang kebetulan hidup di sekitar sungai danau atau laut telah menggunakan sumber

alam yang penting itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut para ahli

(10)

ekor dengan jarak 10-30 Km dari pantai. Ada laut-laut tertentu yang pantainya

menjadi daerah hidup kawanan ikan tertentu, yang berimigrasi menurut musim. Di

perairan sekitar pantai Nusantara bagian barat terdapat kawanan besar ikan

kembung, dan di sekitar pantai Kepulauan Nusantara bagian timur terdapat ikan

cakalang. Dalam mempelajari suatu masyarakat yang bermatapencaharian sebagai

nelayan, para antropologi juga menaruh perhatian hal serupa yaitu sumber alam

dan modal, tenaga kerja, teknologi produksi, dan konsumsi distribusi dan

pemasaran.

4. Bercocok tanam diladang

Bercocok tanam di ladang merupakan suatu bentuk mata pencaharian

manusia yang lambat laun juga akan hilang, diganti dengan bercocok tanam

menetap. Bercocok tanam di ladang sebagian besar dilakukan di daerah-daerah

rimba tropik terutama di Asia Tenggara dan Kepulauan Asia Tenggara. Cara

bercocok tanam di ladang yaitu membuka sebidang tanah dengan memotong

belukar dan menebang pohon-pohon, dahan-dahan dan batang-batang yang jatuh

bertebaran dibakar setelah kering; kemudian ladang-ladang yang dibuka itu

ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa irigasi; sesudah dua atau

tiga kali memungut hasilnya, tanah itu ditinggalkan; sebuah ladang baru dibuka

dengan cara yang sama; setelah 10-12 tahun, mereka akan kembali ke ladang

pertama yang sudah tertutup hutan kembali. Para ahli antropologi menaruh

perhatian terhadap masalah tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi dan cara-cara

produksi serta pemasaran hasil bercocok tanam di ladang.

(11)

Bercocok tanam menetap pertama-tama timbul di beberapa daerah yang

terletak di daerah perairan di sungai-sungai besar (karena daerah itu subur

tanahnya). Banyak suku bangsa yang melakukan bercocok tanam di ladang dan

sekarang mulai berubah menjadi petani menetap. Perubahan ini terjadi di

daerah-daerah berpenduduk padat yang melebihi kira-kira 50 jiwa tiap km2. Ilmu

antropologi yang menaruh perhatian terhadap masalah yang berkaitan dengan

mata pencaharian ini adalah tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi (masalah

organisasi irigasi, pembagian air dan sebagainya), konsumsi, distribusi dan

pemasaran.

Dari sistem mata pencaharian hidup tersebut, seorang ahli antropologi juga hanya

memperhatikan sistem produksi lokalnya termasuk sumber alam, cara

pengumpulan modal, cara pengarahan dan pengaturan tenaga kerja, serta

teknologi produksi, sistem distribusi di pasar-pasar yang dekat saja, dan proses

konsumsinya. Sistem mata pencaharian mengalami perkembangan hingga

sekarang.

1.2.2 Teknologi

Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, teknologi merupakan intrumen

penting dalam menunjang kebutuhan manusia. Manusia telah menerapkan

teknologi sejak keberadaannya di muka bumi ini. Manusia merupakan

satu-satunya mahluk yang berhasil mengembangkan emosi dan intelegensianya sampai

pada taraf yang sangat tinggi.

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka

(12)

dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai

suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup

dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. (Koentjaraningrat, 2002,

205).

Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara

akademis dapatlah dikatakan, bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge), dan

teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian

berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai

sumber, tanah, modal, tenaga kerja, dan keterampilan dikombinasikan untuk

merealisasikan tujuan produksi. Secara konvensional mencakup penguasaan dunia

fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama

teknologi sosial pembangunan sehingga teknologi itu adalah metode sistematis

untuk mencapai setiap tujuan insani (Dwiningrum, 2012, p.153).

Teknologi dalam karangan etnografi cukup membatasi diri terhadap

teknologi yang tradisional, yaitu teknologi dari peralatan hidupnya yang tidak atau

hanya secara terbatas dipengaruhi oleh teknologi yang berasal dari kebudayaan

Eropa atau kebudayaan “Barat”. Menurut Koentjaraningrat, pada masyarakat tradisional terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik

yang digunakan oleh kelompok manusia yang hidup berpindah-pindah atau

masyarakat pertanian, antara lain sebagai berikut:

1. Alat-alat produktif

Alat-alat produktif adalah alat yang digunakan untuk memudahkan kegiatan

(13)

alat-alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan mulai dari alat sederhana seperti

batu tumpuk untuk membuat terigu, sampai yang agak kompleks seperti alat

menenun kain. Berdasarkan hasil bacaan saya dari sebuah jurnal yang berjudul

ANALISIS PENYEBAB KONFLIK PAPUA DAN SOLUSINYA SECARA

HUKUM INTERNASIONAL. WPLO 201, karya John Anari. Perkembangan

peralatan pada yang dipergunakan manusia pada masa praksara hingga

ditemukannya peralatan yang berasal dari besi adalah sebagai berikut.

A. Zaman Batu

Zaman Batu alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di samping kayu dan

tulang. Zaman batu ini dapat dibagi lagi atas: Zaman batu tua (Paleolitikum),

alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis.

Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya periode ini disebut masa berburu dan

meramu makanan tingkat sederhana. Zaman batu tengah (mesolitikum), pada

Zaman batu tengah (mesolitikum), alat-alat batu zaman ini sebagian sudah

dihaluskan terutama bagian yang dipergunakan.Tembikar juga sudah dikenal.

Periode ini juga disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut. Zaman

batu baru (Neolitikum), alat-alat batu buatan manusia Zaman batu baru

(Neolithicum) sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Di samping

tembikar tenun dan batik juga sudah dikenal. Periode ini disebut masa bercocok

tanam.

B. Zaman Logam

(14)

menjadi alat-alat yang diinginkannya. Teknik pembuatan alat logam ada dua

macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan

tanah liat dan lilin yang disebut acire perdue. Periode ini juga disebut masa

perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil

melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi atas: Zaman tembaga,

menggunakan tembaga sebagai alat kebudayaan. Alat kebudayaan ini hanya

dikenal di beberapa bagian dunia saja. Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia)

tidak dikenal istilah zaman tembaga. Zaman perunggu, pada zaman ini orang

sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10

sehingga diperoleh logam yang lebih keras. Zaman besi , pada zaman ini orang

sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang

diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga

maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi,

yaitu ±3500 °C.

2. Alat membuat api

Alat membuat api masuk dalam alat-alat produksi. Pada masa prasejarah, manusia

menggunakan batu dan kayu sebagai pemantik api. Dengan cara menggesekkan

kedua batu atau kayu tersebut di dedaunan kering sehingga menghasilkan percik

api sehingga terciptalah api. Setelah itu manusia menggunakan minyak dari

hewan sebagai bahan bakar. Pada awal peradaban manusia mulai melakukan

penggalian barang tambang dan menemukan serbuk belerang. Dari serbuk

belerang itu terciptalah korek api. pada perkembangannya, pematik dapat dibuat

(15)

3. Senjata

Senjata adalah semua jenis benda yang digunakan untuk berkelahi atau berperang,

berburu, membela diri atau melukai/membunuh. Perkembangan senjata dimulai

dari masa prasejarah, pada jaman itu manusia menggunakan batu dan tulang untuk

berburu. Setelah itu manusia mulai mengenal teknologi logam dan mulai

mengembangkannya menjadi senjata, berupa pedang, tombak, dan lain-lain.

4. Wadah

Secara umum wadah adalah tempat untuk menaruh, menyimpan sesuatu. Wadah

atau alat untuk menimbun, memuat, dan menyimpan barang (container).

Bahannya bisa terbuat dari apapun. Wadah paling banyak digunakan untuk

peralatan dapur. Dulu wadah dibuat dari tanah liat (gerabah) dan kayu. Setelah

ditemukan logam, manusia mulai beralih menggunakan logam sebagai wadah

karena lebih kuat dan cepat panas bila digunakan untuk memasak.

5. Makanan

Pada masa prasejarah manusia hanya mengumpulkan bahan makanan tanpa diolah

terlebih dahulu. Setelah ditemukan api, manusia mulai mengolah makanan

tersebut dengan menggunakan rempah-rempah untuk menambah rasa. Hasil yang

sangat menarik dari sudut teknologi adalah cara-cara mengolah, memasak, dan

menyajikan makanan dan minuman. Dalam berbagai macam kebudayaan di dunia

ada dua macam cara memasak, yaitu dengan api dan dengan cara memakai

batu-batu panas.

Dipandang dari sudut tujuan konsumsinya, makanan dapat digolongkan ke dalam

(16)

(beverages), (c) bumbu-bumbuan (spices), dan (d) bahan yang dipakai untuk

kenikmatan saja seperti tembakau, madat, dan sebagainya (stimulants).

6. Pakaian

Pada awal perkembangannya, manusia memanfaatkan dedaunan dan kulit pohon

untuk menutupi tubuhnya. Setelah memasuki masa berburu, manusia mulai

memanfaatkan kulit hasil buruannya untuk dijadikan pakaian. Dengan

ditemukannya mesin pemintal, manusia dapat mengeloh kapas menjadi benang.

Kemudian benang diolah atau ditenun menjadi pakaian. Seiring berkembangnya

jaman, manusia mulai mengolah, wol, sutera, polyester, dan lain-lain manjadi

pakaian yang nyaman seperti yang kita pakai sehari-hari.

Ditinjau dari sudut fungsi dan pemakaiannya, pakaian itu dapat dibagi paling

sedikit empat golongan, yaitu : (a) pakaian semata-mata sebagai alat untuk

menahan pengaruh dari sekitaran alam, (b) pakaian sebagai lambang keunggulan

dan gengsi, (c) pakaian sebagai lambang yang dianggap suci, (d) pakaian sebagai

perhiasan badan.

7. Tempat berlindung dan perumahan

Tempat berlindung yang digunakan manusia mulai dari masa prasejarah yang

hanya di dalam gua, di atas pohon, atau membuat pondokan sederhana dari kayu

dan daun. Setelah ditemukan semen sebagai perekat, pasir, tanah liat, dan pewarna

manusia mulai membangun rumah yang lebih kuat, kokoh, bahkan indah. Di masa

sekarang, manusia membangun gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah

dengan desain yang indah. Secara garis besar ada tiga macam bentuk pokok dari

(17)

dwelling), rumah di atas tanah (surface dwelling), dan rumah di atas tiang (pile

dwelling)

Dipandang dari sudut pemakaiannya, tempat berlindung dapat dibagi ke dalam

tiga golongan, yaitu: (a) tadah angin (b) tenda atau gubuk yang segera dapat

dilepas, dibawa pindah dan didirikan lagi; dan (c) rumah untuk menetap.

Dipandang dari sudut fungsi sosialnya, berbagai macam rumah yang tersebut

terakhir dapat dibagi ke dalam (a) rumah tempat tinggal keluarga kecil, (b) rumah

tempat tinggal keluarga besar, (c) rumah suci, (d) rumah pemujaan, (e) rumah

tempat berkumpul umum, dan (f) rumah pertahanan.

8. Alat-alat transportasi

Transportasi digunakan sebagai sarana penghubung antara satu tempat dengan

tempat lainnya. Manusia membutuhkan alat transportasi untuk mempermudah

kegiatannya, karena semakin besar masyarakat semakin luas pula wilayahnya dan

semakin jauh jarak untuk berinteraksi. Manusia selalu bersifat ingin bergerak,

tidak hanya dalam zaman mobil, kereta api, dan jet sekarang ini, tetapi juga dalam

zaman prehistori, ketika semua manusia di dunia masih hidup dari berburu. Alat

transportasi umumnya ada tiga, yaitu: (1) transportasi darat, (2) transportasi air,

dan (3) transportasi udara. Berdasarkan fungsinya, alat-alat transportasi yang

terpenting adalah (a) sepatu, (b) binatang, (c) alat seret, (d) kereta beroda, (e)

rakit, dan (f) perahu.

1.2.3 Pandai Besi Tradisional

Kehidupan masyarakat kuno umumnya bertumpu pada sektor pertanian dan

(18)

mendukung keberadaan kerajaan, yaitu kelompok penggarap industri, khususnya

untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik golongan raja dan bangsawan maupun

masyarakat umum. Data arkeologis menunjukkan bahwa kelompok-kelompok

penggarap industri cukup memegang peranan penting dalam menunjang

kehidupan perekonomian masyarakat pada umumnya, maupun kehidupan

perekonomian, sosial, budaya dalam suatu kerajaan.

Dalam sistem pemerintahan kerajaan dituntut adanya pemenuhan kebutuhan

yang diperlukan oleh berbagai institusi yang ada dalam suatu sistem pemerintahan

tersebut. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, kerajaan perlu melibatkan

rakyatnya untuk mengembangkan bakat dan keahlian yang dimilikinya. Kondisi

seperti inilah yang kemudian menumbuhkan berbagai kelompok pekerja spesialis

dalam masyarakat (Subroto dan Pinardi, 1993: 207).

Salah satu kelompok kerja spesialis tersebut adalah kelompok pandai besi.

Kelompok pandai besi biasanya disebutkan bersama dengan kelompok pandai

logam lainnya, seperti yang terekam dalam beberapa prasasti berikuti ini, prasasti

Watukura di sebutkan adanya kelompok pande, antara lain pande mas, pande

tamta, pande kangsa, pande wsi, pande dadap. Prasasti Ayam Teas

disebutkan pandai malang, pandai tembaga, pandai besi dan pandaigamelan.

Prasasti Taji disebutkan adanya pandai mas, pandai besi, pandai tembaga dan

pandai kuningan. Prasasti Telang disebutkan keberadaan pandai mas, pandai

besi, pandai tembaga, dan pandai gamelan. Prasasti Baru disebutkan pandai

mas, pandai besi dan pandai kuningan. Prasasti Kambang Putih disebutkan

(19)

pandai gelang dan Prasasti Turu Manganbil disebutkan adanya pandai mas,

pandai tembaga, pandai besi dan pandai gangsa atau gamelan (Subroto dan

Pinardi, 1993: 208). Istilah–istilah tersebut di atas menunjukkan adanya

spesialisasi pekerjaan, baik berdasarkan bahan logam maupun jenis barang yang

diproduksi.

Teknologi logam pada abad VIII tidak lagi dalam tahap eksperimental,

tetapi sudah mencapai tahap yang matang, yang disebabkan oleh faktor kebutuhan

yang lebih banyak terhadap benda-benda yang digunakan dalam sistem budaya

pada saat itu. Penentuan dan pemilihan logam secara sengaja, didasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti faktor teknis, faktor simbolis, faktor

estetis dan mungkin juga faktor ekonomis. Pertimbangan-pertimbangan tersebut

akan disesuaikan dengan pertimbangan yang menyangkut segi-segi teknik

perwujudan suatu benda. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan benda-benda yang

terbuat dari logam cukup besar, meskipun di wilayah yang bersangkutan tidak

cukup tersedia deposit bijih logam bahan dasar, maka bahan dasar dapat diperoleh

melalui kontak dagang. Pada masa klasik, sebagaimana tampak dari berbagai

prasasti tercermin adanya kegiatan ekonomi menjual logam sebagai bahan dasar

pembuatan artefak-artefak. (Haryono, 2001: 6)

Teknologi pandai besi tradisional dapat dilacak berdasarkan relief Candi

Sukuh di daerah Karanganyar, Jawa Tengah dari abad XV M. Dari gambaran

yang ada, dapat diketahui alat-alat yang digunakan serta posisi masing-masing

tokoh dalam relief tersebut sehingga dapat diketahui cara kerja pande besi pada

(20)

tidak diperlukan dua pekerja (1 orang pengubub dan 1 orang pande). Pada salah

satu bangunan di Candi Sukuh digambarkan dua tokoh saling berhadapan, tokoh

yang pertama berada di sebelah kanan (selatan) digambarkan berdiri menghadapi

sebuah ububan (alat penghembus udara), dengan kedua tangannya memegangi

kedua tongkat ububan. Tokoh yang ke 2 berada di sebelah kiri (utara) dalam

posisi duduk jongkok dengan kedua kaki terbuka, sedangkan tangan kiri

memegang sebuah tongkat panjang yang disodorkan ke arah tempat keluarnya api

dari ububan. Di depan tokoh tersebut terdapat bermacam-macam alat atau barang

yang dihasilkan.

Di antara kedua tokoh tersebut terdapat relief yang menggambarkan seorang

manusia berkepala gajah, dengan posisi berdiri di atas satu kaki membelakangi

tokoh yang memegang tongkat ububan. Tangan kanan memegang seekor

binatang, sedangkan tangan kiri memegang ekor binatang tersebut. Sebagai latar

belakang gambar binatang tersebut, tampak adanya gambar seperti lidah api.

Kalau kedua tokoh yang pertama digambarkan lengkap dengan pakaian dan

perhiasan, tetapi tidak demikian halnya dengan tokoh manusia berkepala gajah,

hanya ada surban di kepalanya. Dengan adanya relief pandai besi pada suatu

candi, menunjukkan bahwa golongan pekerja ini mempunyai peranan dan

kedudukan penting dalam menunjang kehidupan suatu kerajaan (Subroto dan

Pinardi, 1993: 213).

Berdasarkan buku hasil bacaan saya berjudul “Introduce To Anthropology” karangan Ralph L. pembagian kerja dalam pembuatan pembuatan alat pemotong

(21)

laki-laki dewasa, yang masing-masing telah belajar dalam waktu yang relatif

singkat dari ayahnya, kakak, atau teman laki-laki lainnya. Teknik pembuatan

alat-alat besi, jauh lebih rumit dan tidak begitu cepat untuk diketahui. Hal ini

membutuhkan pengalaman yang cukup untuk menemukan pasir bantalan besi atau

bijih dan mengetahui jenis logam tersebut, yang sama sekali tidak mirip ke besi

murni yang mengandung bahan yang diperlukan. Pelatihan ini juga diperlukan

untuk mempelajari proses peleburan bijih besi dan sebagainya memisahkan logam

murni dari zat-zat asing di mana ia tertanam.

1.3 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang sebelumnya, maka penulis menyimpulkan

beberapa rumusan masalah yang hendak dikaji dan dibahas ke dalam beberapa

pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana pandai besi tradisional bertahan sebagai mata pencaharian hidup

ditengah perkembangan teknologi yang dipergunakan pada mata

pencaharian hidup masa kini?

2. Bagaimana regenerasi dari usaha pandai besi tradisional di Nagori Baja

Dolok Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tersebut?

3. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam mempertahankan pandai besi

tradisional sebagai mata pencaharian hidup di Nagori Baja Dolok

Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun?

(22)

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang

motivasi pandai besi tradisional mampu bertahan sebagai mata pencaharian hidup

di tengah perkembangan teknologi yang banyak dipergunakan dalam mata

pencaharian masa kini yang berada di Nagori Baja Dolok Kecamatan Tanah Jawa.

Mengetahui regenerasi usaha pandai besi yang berada di Kelurahan Baja Dolok,

serta hambatan yang dihadapi dalam bertahan sebagai pandai besi. Dengan adanya

hasil penelitian ini, maka masyarakat luas akan mengetahui bahwa pandai besi

tradisonal yang bersifat turun menurun tetap bertahan di tengah perkembangan

teknologi.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dilakukan yaitu sebagai bahan pemikiran,

masukan, dan informasi bagi pandai besi tradisional dalam upaya perkembangan

dan kemajuan usaha. Serta sebagai bahan acuan dan informasi bagi pemerintah

daerah Kabupaten Simalungun dan pihak terkait dalam pembinaan usaha-usaha

kecil khususnya pandai besi. Secara umum penelitian ini bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan. Tuntutan studi perkuliahan untuk memenuhi

kewajiban tugas sebagai mahasiswa adalah motif pelaksanaan penelitian ini.

Penelitian ini memberikan gambaran tentang seberapa dalam pemahaman

penulis/peneliti dalam mengikuti perkuliahan di Departemen Antropologi Sosial

FISIP USU.

(23)

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Nagori Baja Dolok Kecamatan Tanah

Jawa Kabupaten Simalungun. Alasan pemilihan daerah tersebut sebagai lokasi

penelitian adalah dikarenakan salah satu daerah yang berada di Provinsi Sumatera

Utara yang masih banyak ditemui masyarakatnya yang bermata pencaharian

sebagai pandai besi tradisional dan daerah tersebut dekat dengan lahan

persawahan dan perkebunan kelapa sawit sehingga memudahkan proses distribusi

barang yang dibutuhkan pertanian/ perkebunan.

(24)

Jarak dari Tanah Jawa ke Kota Pematangsiantar sebagai pusat penyedia bahan

baku dan pusat pemasaran hasil produksi pandai besi yaitu sekitar 21 Km dan

dapat ditempuh dengan angkutan umum selama ±30 (tiga puluh) menit.

1.6.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Etnografi4,

yaitu bertujuan untuk menjelaskan secara terperinci bagaimana pandai besi

tradisional mampu bertahan sebagai mata pencaharian hidup di tengah

perkembangan teknologi saat ini. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai

pandai besi tradisional bersifat turun menurun dan bukan semata-mata mata

pencaharian yang menyangkut ekonomi di dalamnya melainkan ada nilai seni

yang terkandung dalam pandai besi tradisional tersebut.

Dalam penelitian pandai besi tradisional sebagai mata pencaharian hidup di

Nagori Baja Dolok Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun ini, saya

menggunakan beberapa cara dalam menghimpun dan mengumpulkan data, antara

lain:

a) Metode Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan

secara cermat dan sistematik. Metode observasi ini dilakukan dengan mengamati

secara langsung sistem ekonomi yaitu usaha pandai besi tradisional yang berada

di Nagori Baja Dolok Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun yang dapat

4

Metode Etnografi merupakan suatu strategi pencapaian dalam mendeskripsikan tentang fenomena-fenomena sosial budaya.

(25)

diamati dan dapat membantu peneliti dalam mencari jawaban atas rumusan

masalah (Suparlan, 1986: 6).

Dalam metode ini penulis melakukan pengamatan terhadap pandai besi

tradisional, seperti mengamati proses produksi serta distribusi dan kehidupan

sosial ekonomi pengrajin pandai besi yaitu untuk mengamati dan mengetahui

faktor apa saja yang mendukung tetap bertahannya pandai besi tradisional sebagai

mata pencaharian di daerah tersebut. Dalam metode ini peneliti bukan hanya

melakukan pengamatan menggunakan panca indra saja tetapi juga akan mencatat

dan mendokumentasikan (merekam atau mengambil foto) hal-hal penting yang

berhubungan dengan judul penelitian.

b) Metode wawancara

Tujuan peneliti melakukan metode ini adalah untuk menggali informasi

terkait judul penelitian. Dengan cara seperti ini maka peneliti akan meyimpulkan

bagaimana kebenaran isu yang dimunculkan dalam masalah penelitian serta

memastikan kebenaran teori. Peneliti melakukan wawancara5 dengan pengrajin

pandai besi tradisional mengenai penghasilan, harga barang, harga bahan baku,

modal serta regenerasi dari pandai besi tersebut. Melakukan wawancara

mendalam dengan masyarakat yang tinggal berada di sekitaran pertukangan serta

melakukan wawancara dengan beberapa mantan pengrajin pandai besi yang telah

beralih profesi.

(26)

c) Dokumen

Disamping melakukan pengamatan langsung, saya juga telah mengutip data

berupa dokumen-dokumen dari beberapa instansi terkait. Sebagian besar data

penelitian ini saya kutip dari dokumen tahunan Kantor Kelurahan/ Nagori Baja

Dolok.

1. 7 Pengalaman Penelitian

Waktu yang penulis habiskan dalam menyelesaikan penelitian ini tentu

tidaklah sedikit. Dimulai dari pengajuan judul, penulisan proposal, penelitian

lapangan. Oleh karena itu kesabaran penulis sungguh diuji ketika menghadapi

Dosen pembimbing, Ketua Jurusan, Pegawai Administrasi serta dalam

menghadapi pengrajin pandai besi ketika penelitian berlangsung. Dengan

demikian saya beranggapan bahwa penelitian ini merupakan sebuah ajang

pendewasaan diri.

Dalam menjalani bimbingan dengan Dosen Pembimbing yaitu Dra. Ibu Rytha

Tambunan M. Si, saya cukup senang dan banyak bersabar. Karena saya

menyadari bahwa bukan hanya saya yang harus diurus, maka saya juga tidak

terlalu memaksakan diri untuk bimbingan terus-menerus dengan beliau.

Kesibukan beliau dikampus dan diluar kampus membuat saya enggan untuk terus

menemuinya. Walau terkadang rasa enggan tersebut membuat saya dimarahi.

Waktu penulisan proposal hingga penulisan hasil penelitian ini memang hampir 3

bulan. Waktu yang sekian banyaknya habis sesungguhnya bukan karena sulitnya

(27)

seperti yang saya sampaikan sebelumnya mejadikan saya tidak terlalu

terburu-buru untuk menyelesaikannya. Hubungan saya dengan Dosen pembimbing

terus-terang terjalin dengan baik. Masa-masa bimbingan selalu diwarnai candaan dan

tawa. Pengalaman dalam mengurus surat lapangan cukup membosankan. Butuh

kesabaran juga dalam menunggu surat tersebut dikeluarkan.

Pengalaman ketika berada di lapangan penelitian cukup menarik dan

mengesankan. Saya yang sebelumnya sudah sedikit memiliki pengetahuan pandai

besi dikarenakan ayah saya salah seorang pandai besi, sehingga memudahkan

saya berinteraksi dengan pandai besi yang saya teliti. Jumlah pertukangan yang

saya kunjungi ada 7 (tujuh) pertukangan pandai besi yaitu pertukangan milik

Abdullah Rasit, Ali, TL, Josua, Rizal, Doly dan SPS.

Saya memulai penelitian pada tanggal 24 April 2017, saya menemui salah satu

pandai besi yang merupakan teman lama dari ayah saya yaitu bapak Abdullah

Rasit, beliau merupakan informan yang memberikan saya banyak informasi

mengenai penelitian serta beliau yang memperkenalkan saya kepada beberapa

pandai besi lain yang berada di sekitaran lokasi pandai besi miliknya. Pertukangan

yang berada di Kelurahan Baja Dolok sekitaran 15 pandai besi. Di dalam 1 (satu)

bulan saya melakukan observasi ada 7 (tujuh) pertukangan yang saya kunjungi,

dikarenakan 8 pertukangan lagi sudah tidak begitu jelas lagi dalam menggeluti

pekerjaan sebagai pandai besi.

Penelitian tidak setiap hari dilakukan dikarenakan saya hanya datang pada saat

hari kerja saja itupun tidak menentu. Jika pesanan ada baru dilakukan proses

(28)

tidak bekerja. Sehingga saya harus memiliki komuniksai yang baik dengan para

pandai besi agar memiliki kontak dalam memperoleh informasi kapan saja mereka

bekerja. Setelah mendapatkan informasi dari bapak Abdullah Rasit, keesokan

harinya saya melakukan penelitian di pertukangan bapak Ali yang merupakan

adik kandung dari bapak Abdullah. Saya diterima dengan baik tetapi tidak begitu

banyak informasi yang saya dapat dikarenakan bapak Ali masih memiliki

pengalaman 10 tahun sebagi pandai besi, usianya 38 tahun. Sebelumnya dia

merupakan anggota di pertukangan milik abangnya.

Hari-hari selanjutnya saya melakukan penelitian di pertukangan bapak TL, dari

beliau saya mendapatkan informasi banyak mengenai peralatan yang mereka

gunakan, beliau menjelaskan fungsi-fungsi dari peralatan yang digunakan.

Disela-sela kerja beliaupun menunjukkan teknik-teknik pengukiran pada hasil tempa

sebelumnya, beliau merupakan adik kandung dari Abdullah Rasit yang hampir

memiliki pengalaman serupa. Dikarenakan dahulu memiliki waktu merantau yang

sama. Di setiap pembicaraan beliau selalu mengatakan, “tidak banyak uangnya

panoppa bosi dek tapi enak kerjanya karena punya sendiri terus ada seninya sewaktu produksi beda sama tukang-tukang lainnya” sembari tertawa ke arah

saya. Rapport yang saja lakukan dengan bebrapa pandai besi terjalin dengan baik,

memudahkan saya dalam memperoleh data.

Selain mendapatkan data mengenai topik penelitian, saya juga diberikan akses

mempermudah mengunjungi pertukangan yang lumayan sedikit jauh dari lokasi

sebelumnya. Ketika saya melakukan observasi dipertukangan bapak TL, seorang

(29)

bantuan bapak TL serta anggotanya dalam pembuatan egrek atahan dikarenakan

pesanan yang diperoleh banyak. Alih-alih bapak Josua sedang berada di

pertukangan saya tidak segan-segan berkenalan dengan beliau dan langsung

mengutarakan maksud dan tujuan saya dalam perkenalan tersebut. Semabri

berjabatan tangan beliau langsung berkata kepada saya,

“bukannya anaknya si SPS kau dek? Saya pun menjawabnya iya tulang, darimana tulang tau. Mirip kau sama bapakmu terus pernahnya tulang lihat kau di pajaknya si Aciang sama bapakmu kau kemaren dulu”.

Ternyata dari hasil perkenalan tersebut saya langsung diajak ke rumahnya

serta memudahkan saya mendapatkan informasi baik mengenai motivasi bertahan,

regenerasi serta hambatannya. Saya memperoleh banyak informasi dari beliau

serta diperkenalkan dengan para anggotanya dan ditemani dalam penelitian ke 3

(tiga) pertukangan yang berada tidak jauh dari pertukangannya. Saya sungguh

beruntung hingga memperoleh data yang memadai serta memudahkan akses saya

dalam mengunjungi setiap pertukangan yang hendak saya kunjungi.

Setelah semua data yang saya butuhkan terkumpul, maka saya mencoba

menganalisisnya. Data-data yang saya peroleh dari lapangan ataupun dari

sumber-sumber tertulis saya gabungkan. Penulisan skripsi ini menurut saya bukanlah hal

yang sulit untuk dilakukan, tetapi kesabaran dan ketelitian sungguh sangat

dituntut. Penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari iringan doa yang selalu saya

sampaikan Kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tetap memberikan kesehatan serta

Gambar

Gambar 1 :Peta wilayah Kabupaten Simalungun

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses injeksi molding untuk pembuatan hendel terjadi beberapa kekurangan, pada proses pembuatannya diantaranya terjadinya banyak kerutan dan lipatan pada

Jika sebelum adanya sistem pendukung kreatifitas rata-rata ide yang dihasilkan setiap sesi pertemuan R&D adalah 5 ide, maka kini untuk setiap pertemuan R&D

Pada saat biji gandum melewati alat ini, biji gandum dipisahkan antara separation round grain (biji bulat) dan separation long grain (biji panjang). Hal ini dilakukan

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Dalam mengumpulkan data tentang tingkat pendidikan orang tua siswa Kelas VII SMP NU Karangdadap Kabupaten Pekalongan, peneliti menggunakan metode angket. Dalam hal

Menimbang, bahwa selanjutnya saksi yang diajukan oleh Penggugat (Saksi I dan Saksi II ), secara terpisah telah memberikan keterangan yang saling bersesuaian yang pada

Pada pengertian lain hampir senada dengan pengertian diatas, bahwa ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan