Pemodelan Komposisi Fitoplankton Dengan
Software Canoco
Limpat Panggraito1, Mukhammad Muryono2, dan Anna Fauziah3 1
Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
2
Dosen Jurusan Biologi, Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
3
Dosen Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: muryono@bio.its.ac.id anna_afi@yahoo.com
Abstrak—Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pemodelan fitoplankton dengan software Canoco yang digunakan sebagai salah satu software analisa data ekologi secara kualitatif. Metode yang digunakan ialah dengan mengambil data difitoplankton di Teluk Jakarta dan melakukan olah data dengan Canoco, sehingga didapatkan hasil komposisi fitoplankton yang menjadi obyek penelitian. Pengolahan data fitoplankton menggunakan software Canoco. Hasil menunjukkan komposisi masing-masing genus fitoplankton dan kelimpahannya dengan melihat panjang pendeknya anak panah serta derajat jarak masing-masing genus dengan waktu pengambilan pada gambar hasil Canodraw pada software Canoco. Penggambaran tersebut juga memberikan hasil Nitzschia sangat dipengaruhi oleh salinitas daripada suhu.
Kata Kunci— fitoplankton, Canoco, pemodelan, komposisi.
I. PENDAHULUAN
erubahan kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan ditinjau dari komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan (Ferianita-Fachrul dkk, 2005). Penentuan kualitas perairan secara biologi dapat dianalisa secara kuantitatif dan secara kualitatif. Analisa kuantitatif dilakukan dengan melihat jumlah kelimpahan jenis organisme yang hidup di lingkungan perairan tersebut dan dihubungkan dengan keanekaragaman tiap jenisnya. Analisa secara kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tertentu (Soewignyo, 1986).
Salah satu kasus yang dapat dicuplik adalah kasus yang berada di Teluk Jakarta pada tahun 2004-2005. Menurut Ferianita-Fachrul dkk. (2005), bahwa hasil analisis indeks keanekaragaman (H’) di perairan Teluk Jakarta sekitar tahun 2004 - 2005 rata-rata berkisar antara 0,699 – 1,786 pada 2 kali pengamatan yaitu bulan Oktober dan Desember 2004. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa komunitas fitoplankton berada dalam kondisi tidak stabil atau kualitas air sudah mengalami pencemaran dengan kategori sedang sampai berat.
Pemodelan dengan menggunakan software menjadi salah satu alternatif bagi para peneliti untuk membuat suatu rancangan data awal prakiraan mengenai suatu keadaan lingkungan. Salah satu software yang dapat digunakan adalah Canoco. Canoco merupakan software analisa ekologi yang menggunakan banyak variabel data dan menggabungkan perhitungan statistika dengan komposisi spesies, atau komunitas, atau populasi, dan kondisi lingkungan yang disebut sebagai metode ordinasi (Leps and Smilauer, 2003).
Keadaan lingkungan di Teluk Jakarta berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan perlu adanya monitoring untuk mencegah menurunnya kualitas lingkungan akibat pencemaran lebih lanjut. Kegiatan monitoring tersebut dapat dipermudah dengan analisa pemodelan menggunakan software Canoco.
II. METODOLOGI
A. Waktu dan Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 hingga April 2012. Lokasi Penelitian adalah di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan Teluk Jakarta
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam studi ini, yaitu jaring plankton ukuran mesh 20 μm, ember, botol film, lembar kerja, pipet tetes, termometer, refraktometer, mikroskop cahaya merk Olympus, data monitoring plankton mulai Juli hingga Nopember tahun 2009 dari LIPI Oseanografi, Jakarta dan data identifikasi fitoplankton pada pengambilan bulan Juni dan Juli 2011. Bahan yang digunakan adalah formalin 4 %, air laut dan air kran.
C. Prosedur Penelitian
Data yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah data fitoplankton Teluk Jakarta berseri tahun 2009 (Juli 2009 – Nopember 2009) yang berasal dari LIPI Oseanografi Ancol, Jakarta. primer bulan Juni dan Juli tahun 2011. Pengambilan sampel fitoplankton dengan menggunakan jaring plankton ukuran mesh 20 μm.
Mula-mula data fitoplankton yang berupa data sampel-spesies dan data lingkungan diolah dengan menggunakan excel untuk dibuat database program Canoco dengan menggunakan data Wcanoimp. Kemudian setelah database telah terbentuk, maka pengolahan data dengan menggunakan program Canoco for windows, dapat dilakukan.
Hasil yang didapatkan dari nilai length of gradient bila kurang dari 3.0 maka cara yang digunakan adalah metode linier (PCA, RDA), bila nilainya lebih dari 4.0 maka cara yang digunakan adalah metode unimodal (DCA, CA, CCA). Namun, bila nilainya antara 3.0 hingga 4.0 maka kedua metode tersebut dapat dipergunakan (Leps and Smilauer, 2003).
Data lingkungan yang berupa suhu dan salinitas diubah menjadi data dasar yang memenuhi syarat untuk diolah dengan Canoco for windows. Persyaratan data lingkungan untuk diolah adalah berdasarkan jumlah variable lingkungan dan jumlah sampel. Bila jumlah variabel lingkungan lebih besar dari jumlah sampel dikurangi 2 maka pengolahannya menggunakan analisa gradien tidak langsung atau unconstrained yaitu PCA atau CA. Tetapi, jika jumlah variabel lingkungan lebih kecil dari jumlah sampel dikurangi 2 maka menggunakan analisa gradien langsung atau constrained yaitu RDA atau CCA (Leps and Smilauer, 2003).
Tujuan penggunaan CanoDraw for windows adalah dengan memvisualkan data lanjutan yang berisi olahan data Canoco for windows. Penggambaran hubungan sebab akibat yang akan ditunjukkan oleh CanoDraw, akan lebih baik dengan menggunakan triplot. Sehingga diketahui hubungan sebab akibat pada spesies-sampel-lingkungan.
III. HASIL DANPEMBAHASAN
A. Kondisi Perairan Teluk Jakarta Saat Pengambilan Sampel(Juni-Juli 2012)
Teluk Jakarta terletak pada 5o54’40” - 6o00’40” Lintang Selatan (LS) serta 106o40’45” – 107o01’19” Bujur Timur (BT). Teluk ini dibatasi oleh Tanjung Pasir di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur, serta mempunyai rentang pantai sepanjang kurang lebih 40 km dan luas kira-kira 490 km2. Teluk Jakarta merupakan muara 13 sungai, beberapa diantaranya adalah sungai besar, seperti Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum dan Sungai Bekasi. Pada Perairan Teluk Jakarta terdapat pulau-pulau kecil antara lain Pulau Bidadari, Pulau Damar, Pulau Anyer, Pulau Lancang dan lain-lain (Agnitasari, 2006).
Kondisi perairan saat dilakukan sampling banyak terdapat limbah dan berbau amis. Perairan Teluk Jakarta didominasi oleh limbah pabrik dan pembuangan sampah di Jakarta dan sekitarnya yang membuang limbahnya secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta.
B. Grafik Perubahan Suhu dan Salinitas Teluk Jakarta
Gr a f i k P e r uba ha n Suhu 29. 88 28 29. 5 29. 5 29. 5 29. 5 29 31 29. 58 28. 5 29 29. 5 29 30 30 30 29. 87 28 29 30 29. 8 30 30 31 26 27 28 29 30 31 32 J uni 09 J ul i 09 A gs t 09 Sep 09 Ok t 09 Nop 09 J uni 11 J ul i 11 W a k t u T i t i k 8 T i t i k 9 T i t i k 10
Grafik 1. Grafik perubahan Salinitas Juni-Nopember
2009 dan Juni-Juli 2011 Gr a f i k P e r uba ha n Sa l i ni t a s 30. 55 27. 530 31 32 31 35 35 29. 92 28.5 30 31 31 30 29 31 30. 07 28 30 32 31 30 36 36 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 J uni 09 J ul i 09 A gs t 09 Sep 09 Ok t 09 Nop 09 J uni 11 J ul i 11 W a k t u T i t i k 8 T i t i k 9 T i t i k 10
Grafik 2. Grafik perubahan Suhu Juni-Nopember 2009
dan Juni-Juli 2011
Perbedaan suhu dan salinitas sering terjadi, namun yang paling tinggi adalah pada titik 8 tahun 2009 terutama pada nilai salinitas. Keadaan salinitas yang memiliki fluktuasi tinggi dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi makhluk hidup terutama fitoplankton (Chakraborty, 2011).
Perubahan salinitas ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan komposisi dan distribusi fitoplankton di Teluk Jakarta.
C. Hasil Pengamatan dan Identifikasi
Hasil pengamatan yang dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2011, terdapat 15 spesies yang berhasil di identifikasi. Spesies-spesies tersebut dapat dilihat pada Grafik 3 dibawah ini :
Grafik 3. Grafik jumlah spesies data tahun 2011 Data 2011 0% 3% 0% 33% 6% 12% 4% 5% 3% 6% 3% 0% 18% 4% 3% Am pho ra B a c te ria s trum C e ra tium C ha e to c e ro s C hlo ro m o na s C hro o c o c c us C o s c ino dis c us Guina rdia La ude ria Nitzs c hia Odo nte lla P ro to pe ridinium S ke le to ne m a S tre pto the c a Tha la s s io thrix
Sementara dari hasil data tahun 2009 yang didapatkan dari Oseonegrafi-LIPI Ancol didapatkan data fitoplankton mulai Juni hingga Nopember 2009, dengan hasil pada Grafik 4. dibawah ini :
Grafik 4. Grafik jumlah spesies data tahun 2009
Sementara bila diperhatikan Indeks Shanon/Wiener untuk mengetahui Indeks Keanekaragaman maka Tabel 1 dan Tabel 2 menyajikan informasi mengenai hal tersebut, selain itu juga disertakan Indeks Keseragaman seperti di bawah ini.
Tabel 1. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
data 2009
Jenis Jumlah total hitung Pi Pi ln Pi H" E
Amphora 2,027,636.36 0.00091 -0.00640 1.13 0.33 Alexandrium 2,787,248.48 0.00126 -0.00839 Asterionella 101,818.18 0.00005 -0.00046 Bacteriastrum 3,936,581.82 0.00177 -0.01124 Ceratium 465,939.39 0.00021 -0.00178 Chaetoceros 552,442,472.73 0.24903 -0.34620 Coscinodiscus 155,054.55 0.00007 -0.00067 Dinophysis 78,545.45 0.00004 -0.00036 Dytilum 313,600.00 0.00014 -0.00125 Eucampia 1,398,981.82 0.00063 -0.00465 Gonyaulax 75,490.91 0.00003 -0.00035 Guinardia 516,072.73 0.00023 -0.00195 Gymnodinium 48,000.00 0.00002 -0.00023 Hemiaulus 5,773,381.82 0.00260 -0.01549 Lauderia 2,847,709.09 0.00128 -0.00855 Leptocylindrus 2,776,727.27 0.00125 -0.00837 Nitzschia 1,302,774,400.00 0.58726 -0.31259 Noctiluca 420,266.67 0.00019 -0.00162 Odontela 34,909.09 0.00002 -0.00017 Pleurosigma 123,200.00 0.00006 -0.00054 Prorocentrum 383,612.12 0.00017 -0.00150 Protoperidinium 867,006.06 0.00039 -0.00307 Pyrodinium 24,436.36 0.00001 -0.00013 Pyrophacus 2,036.36 0.00000 -0.00001 Rhizosolenia 8,169,309.09 0.00368 -0.02064 Screriepsiella 332,654.55 0.00015 -0.00132 Skeletonema 254,715,442.42 0.11482 -0.24852 Streptotheca 81,454.55 0.00004 -0.00037 Thalassiosira 68,341,721.21 0.03081 -0.10721 Thalassiothrix 6,371,054.55 0.00287 -0.01681 Data 2009 0% 0%0%0%0% 25% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 59% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 11% 0% 3% 0% Amphora Alexandrium Asterionella Bacteriastrum Ceratium Chaetoceros Coscinodiscus Dinophysis Dytilum Eucampia Gonyaulax Guinardia Gymnodinium Hemiaulus Lauderia Leptocylindrus Nitzschia Noctiluca Odontela Pleurosigma Prorocentrum Protoperidinium Pyrodinium Pyrophacus Rhizosolenia Screriepsiella Skeletonema Streptotheca Thalassiosira Thalassiothrix
Tabel 2. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Data 2011
Spesies Jumlah Total Hitung Pi Pi ln Pi H' E
Amphora 92,449,137.04 0.00457 -0.02463 2.11 0.78 Bacteriastrum 554,694,822.21 0.02743 -0.09865 Ceratium 54,194,321.71 0.00268 -0.01587 Chaetoceros 6,735,318,120.67 0.33309 -0.36618 Chloromonas 1,176,335,571.24 0.05818 -0.16547 Chroococcus 2,497,481,557.99 0.12351 -0.25832 Coscinodiscus 742,780,997.56 0.03673 -0.12137 Guinardia 934,055,074.18 0.04619 -0.14204 Lauderia 687,072,422.74 0.03398 -0.11492 Nitzschia 1,147,086,577.02 0.05673 -0.16278 Odontella 545,131,118.38 0.02696 -0.09742 Protoperidiniu m 9,563,703.83 0.00047 -0.00362 Skeletonema 3,664,253,425.40 0.18122 -0.30953 Streptotheca 790,280,726.59 0.03908 -0.12671 Thalassiothrix 589,761,736.26 0.02917 -0.10310 Pada data tahun 2009 dengan acuan tabel 1 didapatkan gambaran nilai indeks keanekaragaman mencapai nilai 1,13. Nilai ini menandakan adanya keanekaragaman yang rendah pada data tahun 2009 di Teluk Jakarta. Nilai 0,33 pada indeks keseragaman dari data tahun 2009 mengindikasikan adanya spesies yang mendominasi titik-titik pengambilan sampel Teluk Jakarta, yaitu Nitzchia. Hal yang berbeda kita dapatkan pada data tahun 2011. Berdasarkan data hitung pada tabel 2, Indeks keanekaragaman (H’) mendapatkan hasil 2,11. Sementara berdasarkan nilai Keseragaman (E), sebesar 0,78 yang berarti mendekati 1.
Nilai Indeks Keanekaragaman, nilai H’ < 1,5 menandakan tingkat keanekaragaman rendah, nilai 1,5 ≤ H’ ≥ 3,5 menandakan tingkat keanekaragaman sedang, H’ > 3,5 menandakan tingkat keanekaragaman tinggi (Santosa dkk, 2008). Kemudian untuk nilai Indeks Keseragaman Jika nilai diatas 0,5 -1 maka tidak ada genus yangmendominasi pada wilayah tersebut, jika sebaliknya maka terdapat genus yang mendominasi wilayah tersebut (Ferianita-Fachrul dkk, 2005).
Fungsi Indeks Keanekaragaman adalah untuk mengetahui keanekaragaman biota, sehingga bisa mengukur kestabilan komunitas biota. Dengan adanya nilai indeks tersebut dapat diketahui adanya spesies dominan dalam suatu perairan yang mempengaruhi kestabilan komunitas. Indeks Keseragaman digunakan untuk digunakan Indeks ini
menunjukkan pola sebaran biota yaitu merata atau tidak. Jika nilai indeks kemerataan relative tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi merata (Ferianita-Fachrul dkk, 2005).
D. Pengolahan Data Canoco
Hasil yang didapatkan dari pengolahan data DCA pada Canoco, length of gradient terbesar adalah 3.311. Penilaian ini digunakan sebagai bahan acuan dalam pengolahan data selanjutnya. Berdasarkan nilai length of gradient yang didapat, maka pengolahan data dilanjutkan dengan metode RDA. Hal ini disebabkan karena nilai length of gradient cenderung mendekati 3.0. Penggunaan RDA membutuhkan data tambahan yaitu data faktor lingkungan yang berupa suhu dan salinitas. Suhu dan salinitas ini diubah menjadi data dasar Canoco dengan Wcanoimp. Untuk itu perlu diperhatikan persyaratan data lingkungannya sesuai dengan metodologi yang telah disebutkan sebelumnya agar pengolahannya dapat dilakukan. Pada penelitian ini, jumlah sampel dikurangi 2 mendapatkan hasil yang lebih besar dari pada jumlah variabel lingkungan. Oleh sebab itu, cara yang akan digunakan adalah analisa gradien langsung. Kemudian, hasil length of gradient digabungkan dengan hasil pemenuhan syarat variabel lingkungan di atas, sehingga langkah pengolahan data selanjutnya adalah RDA.
Berdasarkan hasil analisa data RDA tersebut, kemudian digunakan CanoDraw untuk membuat visual dari hasil Canoco tersebut. Visual yang diinginkan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan, misalnya sampel, spesies, faktor lingkungan, sampel dan spesies, spesies dan lingkungan, lingkungan dan sampel, ataupun ketiganya sekaligus. Hasil yang baik untuk bisa melihat pengaruh faktor lingkungan terhadap spesies-sampel adalah dengan menggunakan triplot (penggabungan antara faktor lingkungan, sampel dan spesies). Hasil gambar triplot dengan menggunakan CanoDraw adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Pola Distribusi Spesies, Faktor Lingkungan dan
Waktu Pengambilan Tahun 2009 dengan CanoDraw
Gambar 2. Pola Distribusi Spesies, Faktor Lingkungan dan
Waktu Pengambilan Tahun 2009-2011 dengan CanoDraw Keterangan Spesies :
Al Alexandrium Dy Dytilum Pl Pleurosigma
Am Amphora Eu Eucampia Pr Prorocentrum
As Asterionella Go Gonyaulax Pro Protoperidinium
Ba Bacteriastrum Gu Guinardia Py Pyrodinium
Ce Ceratium Gy Gymnodinium Str Streptotheca
Cha Chaetoceros He Hemiaulus Sk Skeletonema
Chl Chloromonas La Lauderia Th Thalassiosira
Chr Chroococcus Le Leptocylindrus Tha Thalassiothrix
Co Coscinodiscus Ni Nitzschia Un1 Unknown 1
Cy Cyst No Noctiluca Un2 Unknown2
Di Dinophysis Od Odontela
Keterangan titik :
1 : Bulan Juni 2009 5 : Bulan Oktober 2009 2 : Bulan Juli 2009 6 : Bulan Nopember 2009 3 : Bulan Agustus 2009 7 : Bulan Juni 2011 4 : Bulan September 2009 8 : Bulan Juli 2011
Dari hasil gambar diatas dapat dilihat bahwa Nitzchia berada dekat dengan salinitas, sehingga disimpulkan bahwa Nitzschia sangat berkaitan erat dengan faktor salinitas. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa perubahan salinitas di Teluk Jakarta dapat menimbulkan perbedaan variasi makhluk hidup terutama fitoplankton. Kemungkinan yang dapat dilihat bahwa adanya perubahan gradien salinitas pada Teluk Jakarta dapat menyebabkan penurunan jumlah populasi Nitzschia. Pada gambar 1 dan 2 dengan lingkaran bulat menggambarkan sampel dalam hal ini adalah bulan pengambilan sampel. Berurutan dari pertama adalah bulan Juni 2009, Juli 2009, Agustus 2009, September 2009, Oktober 2009, Nopember 2009, dan untuk sampel 7 dan 8 adalah Juni 2011 dan Juli 2011. Dari hasil total didapatkan bahwa bulan Juni dan Nopember 2009 memiliki kedekatan letak pada hasil analisa Canoco, artinya dapat dikatakan, berdasarkan analisa data canoco, pada bulan Juni dan Nopember 2009 memiliki sifat lingkungan yang relatif sama. Pada sampel 4, Alexandrium memiliki kedekatan dengan sampel tersebut. Sama halnya dengan Chaetoceros dan Ceratium yang memiliki kecenerungan kedekatan
dengan titik 1 dan 6.
Nitschia dapat dijadikan sebagai indikator kualitas pencemaran lingkungan (Leelahakriengkrai et al, 2009). Kehidupan Nitzschia sangat dipengaruhi oleh suhu dan salinitas terutama adalah salinitas. Dalam gambar 2 diperlihatkan bahwa Nitzschia dipengaruhi oleh salinitas dan sebarannya sedikit lebih dominan di waktu pengambilan bulan Juli 2011. Sementara bila dibandingkan hasil tabel 1 dan 2, dominasi Nitzschia terletak pada tahun 2009. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh dari perubahan suhu dan salinitas yang cukup meberikan efek signifikan terhadap Nitschia.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa Canoco dapat dijadikan sebagai software analisa data ekologi secara kualitatif dan kuantitatif untuk pemodelan komposisi fitoplankton. Berdasarkan parameter suhu dan salinitas di Teluk Jakarta, Nitzschia lebih dipengaruhi oleh salinitas daripada suhu.
UCAPANTERIMAKASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Oseanografi-LIPI, Ibu Hikmah Thoha dan Ibu Anna Fauziah atas data dan bimbingan yang diberikan serta kesempatan untuk berdiskusi secara langsung.
DAFTARPUSTAKA
Agnitasari, S. N. 2006. Karakteristik Komunitas Makrozoobenthos dan
Kaitannya dengan Lingkungan Perairan Di Teluk Jakarta. IPB; Bogor.
Chakraborty, P., T. Acharyya, P. V. R. Babu, D. Bandhyopadhyay. 2011.
Impact of salinity and pH on phytoplankton community in a tropical freshwater system: An investigation with pigment analysis by HPLC. J. Environ. Monit., vol.13(3); 2011; 614-620
Ferianita-Fachrul, M., H. Haeruman, L. C. Sitepu. 2005. Komunitas
Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIPA 2005. UI Press; Jakarta
Leelahakriengkrai, P., S. Pruetiworanan, Y. Peerapornpisal. 2009.
Diversity of Benthic Diatoms and Macroalgae and Water Quality in the Mekong River Passing Chiang Rai Province, Thailand. KKU Sci. J.37
(Supplement) 143-152 (2009).
Leps, J. and P. Smilauer. 2003. Multivariate Analysis Ecological Data
using Canoco. Cambridge University Press; UK 37-51
Santosa, Y., E. P. Ramadhan, D. A. Rahman,. 2008. Studi
Keanekaragaman Mamalia Pada Beberapa Tipe Habitat Di Stasiun Penelitian Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Media Konservasi Vol. 13, No. 3 Desember 2008 :
1 – 7
Soewignyo, P., H. Siregar, E. Suwandi dan W. Sumarsini. 1986.
Indeks Mutu Lingkungan Perairan Ditinjau dari segi Biologis.
Asisten I Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta.