• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Kaum Marxis dalam Hubungan Int

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pandangan Kaum Marxis dalam Hubungan Int"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Putu Shangrina Pramudia_071711233001 Class A_Week 13

Pandangan Kaum Marxis dalam Hubungan Internasional

Banyaknya pemikiran-pemikiran baru dalam Hubungan Internasional muncul setelah berakhirnya Perang Dunia I. Adanya berbagai macam peperangan di jaman terdahulu seperti Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Dingin antara Timur dan Barat merupakan contoh-contoh masalah dan kejadian yang terjadi di dunia nyata yang telah menggerakkan Ilmu Hubungan Internasional di abad ke-20 dan melahirkan banyaknya pandangan-pandangan atau perspektif. Perspektif muncul untuk menjawab segala macam fenomena global yang terjadi dengan berlandaskan teori dan asumsi (Jackson and Sorensen, 1999: 56). Namun, perbedaan pandangan-pandangan atau perspektif setiap aktor dalam Hubungan Internasional menyebabkan lahirnya banyak perspektif-perspektif yang berbeda. Seiring dengan perkembangan teori juga turut mempengaruhi keberagaman pandangan yang terdapat dalam Hubungan Internasional sehingga meluasnya cakupan ilmu dan kekayaan dari teori-teori yang ada. Marxisme ialah salah satu pandangan yang hadir untuk memperkaya pola-pola pemaparan fenomena internasional dalam interaksi antar negara. Marxisme barasal dari pemikiran seorang filsuf yang berkebangsaan Jerman, Karl Marx dan Friedrich Engles yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul

Communist Manifesto yang berisi kritikan-kritikan mendasar mengenai liberalisme ekonomi (Hobden and Jones, 2001:204). Marxisme muncul pada tahun 1840-an dengan keyakinan bahwa kapitalisme telah menghapus dinding pemisah antara negara-bangsa yang berdaulat serta mengganti sistem-negara internasional dengan masyarakat kapitalis global (Hobden and Jones, 2001:206). Kaum Marxis meyakini bahwa perekonomian kapitalis didasari oleh dua kelas sosial antagonistic. Yang pertama ialah kaum borjuis yang memiliki alat-alat produksi, dan yang kedua ialah kaum proletar yang hanya memiliki kekuatan kerjanya saja yang harus dijual pada kaum borjuis (Jackson and Sorensen, 1999: 295). Dari adanya fenomena tersebut, Marx memandang bahwa adanya suatu ketimpangan sosial dan ketidaksetaraan dimana kaum proletar yang pada dasarnya bekerja lebih keras dari pada kaum borjuis justru mendapatkan keuntungan yang lebih sedikit dari kaum borjuis yang hanya bertindak sebagai pemilik modal (Jackson and Sorensen, 1999: 295). Dalam Marxisme, Karl Marx meyakini suatu kesimpulan bahwa revolusi politik akan menggulingkan tatanan kapitalis dan akan terwujudnya sebuah masyarakat sosialis untuk meningkatkan derajat kehidupan umat manusia di seluruh belahan dunia (Bruchill and Linklater, 2009: 161).

(2)
(3)

Menurut Lenin (1917) dalam kapitalisme, pembangunan dari usaha-usaha yang berbeda, kepercayaan, cabang-cabang industri atau negara-negara tidak dapat berjalan seimbang (Gilpin, 1987: 39).

Dalam teori Marxisme, aktor yang berperan didalamnya ialah kelas, negara, masyarakat, dan aktor non-negara yang beroperasi sebagai bagian dari sistem kapitalis dunia. Namun, mereka beranggapan bahwa sebenarnya aktor kunci dari Hubungan Internasional ialah kelas sosial (Gilpin, 1987: 44). Selain aktor kunci, Marxisme juga memiliki agenda utama yaitu kaum Marxisme menginginkan adanya sebuah tatanan baru dunia tanpa adanya suatu dominasi antarnegara didalamnya serta memiliki cita-cita untuk menciptakan dunia tanpa kelas sosial yang berdasarkan sistem kapitalisme. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi empiris yang terjadi di masyarakat yang mengindikasikan bahwa dominasi kaum borjuis dapat dihapuskan melalui pergerakan besar (Joravsky, 1961:79). Salah satu contoh dari realisasi agenda Marxisme ialah revolusi Rusia yang dicanangkan oleh Vladimir Lenin dimana kaum proletar berusaha untuk meruntuhkan pemerintahan Tsar Nicholas II yang berbentuk monariki-kapitalisme yang dinilai merugikan rakyat Rusia karena keluarga kerajaan tetap dapat hidup sejahtera sedangkan kaum proletar tidak mendapatkan gaji yang cukup didukung dengan masalah perekonomian negara yang sedang mengalami inflasi tinggi. Kaum proletar menyerang melalui revolusi sosial dengan membentuk partai yang dapat memberikan pengajaran politik bagi kaum proletar serta menciptakan propaganda yang menuntut pemerintah untuk memberikan keadilan dengan membagi rata tanah serta menghadirkan suplai makanan untuk proletar (Kolman, 1934:84).

(4)

dalam teorinya yang berjudul World System yang membagi sistem internasional menjadi tiga kelas yaitu core, periphery dan semi-periphery (Hobden and Jones, 2001: 207). Core ialah negara maju serta kaya yang dinilai mendapatkan keuntungan yang lebih besar dalam mekanisme industri seperti Amerika Serikat dan Inggris (Hobden and Jones, 2001: 207). Sedangkan periphery ialah negara berkembang yang menyediakan sumber daya alam (SDA) serta sumber daya manusia (SDM) seperti negara-negara Post-Colonial State (Hobden and Jones, 2001: 208). Yang terakhir ialah semi-periphery yang merupakan negara yang memiliki karakteristik core dan

periphery dimana negara yang muncul pasca Perang Dunia I ini berperan sebagai penengah serta menstabilkan sistem ekonomi politik dalam World-system (Hobden and Jones, 2001:208). Wallerstein berpendapat bahwasanya gagasan sistem ekonomi tidak dapat disandingkan dengan politik internasional sebagai fokus utama sebab pembangunan yang tidak seimbang ini secara tidak langsung telah melahirkan tatanan internasional yang bersifat hierarkis dan struktural. Fakta tersebut memperkuat pernyataan Wallerstein yang menyebutkan bahwasanya hadirnya kelas dalam sistem internasional ini merupakan bentuk sistem kapitalis yang melahirkan hubungan antarnegara yang eksploitatif (Hobden and Jones, 2001:210).

Menurut teori marxisme, perdamaian dan stabilitas hanya dapat terjadi jika kelas-kelas sosial dapat dihapuskan. Mengingat kembali mengenai dialektika agen serta struktur dimana agen memiliki suatu kemampuan untuk mengubah struktur, revolusi proletar juga merupakan bagian dari agenda yang diusung oleh kaum marxis. Marxisme juga meyakini bahwa kapitalisme akan jatuh paling awal dalam masyarakat yang paling kapitalis (Hobden and Jones, 2001:217). Walaupun demikian, nyatanya agenda-agenda emansipasi ataupun revolusi proletar sulit untuk diaplikasikan dalam masyarakat kapitalis dan justru lebih mudah muncul dalam masyarakat non-kapitalis. Hal tersebut kemudian dijawab oleh aliran pemikiran gramscian dalam menyatakan bahwa kegagalan-kegagalan tersebut dikarenakan para hegemon atau aktor yang paling kuat serta dalam hal ini ialah kaum borjuis, mampu untuk mendifusikan nilai-nilai serta ide milik hegemon kedalam masyarakat sehingga kehadiran dari hegemon ini dapat diterima dalam masyarakat dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan menyebabkan bertahannya dominasi dari para hegemon atau borjuis ini. Adapun solusi untuk menghadapi hal tersebut dengan cara dibutuhkannya usaha-usaha untuk menghadirkan sebuah kekuatan counter-hegemonic

yang menentang ide dan nilai hegemon di dalam masyarakat. Hal serupa juga berlaku dalam hubungannya dengan negara-negara periphery terhadap negara-negara core (Hobden and Jones, 2001:219).

(5)

tersebut dimunculkan oleh Marx karena dia beranggapan bahwa sistem kapitalisme hanya akan memperbesar kesenjangan sosial dalam masyarakat. (Joravsky, 1961:83).

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa Marxisme merupakan pandangan yang menawarkan sebuah visi historis besar dalam rangka perubahan umat manusia dari keadaan awalnya dimana masyarakat skala kecil terintergrasi dan diperas oleh kerasnya kehidupan kapitalisme global. Marxisme bertujuan untuk memahami kemungkinan masyarakat yang akan menggantikan allienasi, eksploitasi dan keterasingan dengan kebebasan, kerjasama serta pemahaman di dalam sebuah dunia yang dicirikan dengan tingkat globalisasi serta fragmentasi yang luar biasa. Sebagai sebuah teori kritis, Marxisme memiliki sebuah visi moral atas dunia dimana batas-batas antar manusia harus dihilangkan. Banyak keterbatasan dan kelemahan dalam visi ini karena terlalu menekankan pada kelas dan produksi dengan mengesampingkan fenomena lainnya seperti nasionalisme, negara, geopolitik serta perang. Visi pada Marxisme memiliki analisis yang sedikit mengenai maksud dari visi kemerdekaan universal yang sebenarnya dan bagaimana mewujudkannya dalam dunia dengan negara dan budaya yang berbeda-beda

Referensi:

Gilpin, R.. 1987. The Political Economy of International Relations. Princeton, NJ: Princeton University Press. Hobden, Stephen and Richard Wyn Jones. 2001. “Marxist Theorist of International Relations” in Baylis, John

& Smith, Steve (eds.) 2001. The Globalization of World Politics, 2nd edition. Oxford University Press. Part 2 Chapter 10.

Hruby, Peter. 1980. Fools and Heroes, The Changing Role of Communist Intellectuals in Czechoslovakia.

London: Pergamon Press.

Jackson, Robert and Georg Sorensen. 1999. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press.

Joravsky, David. 1961. Soviet Marxism and Natural Science in 1917-1932. London : Routledge & Kegan Paul. Kolman, E. 1934. On the current meaning of the theory of probability. Pod Znamenem Marksizma.

Linklater, Andrew, 2001. Marxism, in; Scott Burchill, et al, Theories of International Relations, Palgrave, pp. 129-154.

Rupert, Mark, 2007. “Marxism and Critical Theory” in Dunne, Tim, Milja Kurk, and Steve Smith (eds.)

Referensi

Dokumen terkait

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Untuk mendapatkan bentuk konektivitas yang optimum dalam rangka penetapan pelabuhan hub internasional di Bitung dan Kuala Tanjung, pendekatan yang dilakukan pada penelitian

Majelis Hakim Mahkamah Agung juga tidak menyatakan adanya anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Putusibau dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Singkawang telah melakukan

permukaan semen ionomer kaca modifikasi resin setelah aplikasi bahan pemutih. menggunakan karbamid

Manusia dan masyarakat hidup dalam dua lingkungan,yaitu lingkungan alam dan masyarakat.Lingkungan alam meliputi benda organis yang hidup disekitar manusia dan

Dari penelitian tersebut menunjukkan metode hidrolisis jauh lebih baik digunakan dari pada sakarifikasi mengingat harga enzim yang cocok digunakan untuk proses sakarifikasi sangat

Untuk mencapai tujuan, dalam penelitian ini variabel yang diamati adalah jumlah parasit dalam 200 atau 500 leukosit dengan menggunakan sampel darah vena dan

Evaluasi peraturan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melakukan penyesuaian atau telaah terhadap kebijakan yang dianggap kurang sesuai dengan pemahaman stakeholder dan