• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mastitis adalah penyakit radang pada amb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mastitis adalah penyakit radang pada amb"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Mastitis adalah penyakit radang pada ambing bagian dalam yang disebabkan oleh mikroorganisme pada ternak sapi perah (Hidayat, dkk. 2002). Mastitis dapat menurunkan produksi susu baik kuantitas dan kulalitas susu (Bath, Dickinson, Tucker, Appleman. 1985)

Sebagian besar mastitis disebabkan oleh masuknya bakteri patogen melalui lubang puting susu ke dalam ambing dan berkembang di dalamnya sehingga menimbulkan reaksi radang. Hasil metabolisme mikroba akan merusak dan mengganggu fungsi sel-sel alveuli (Hidayat, dkk. 2002). Jadi dengan adanya mikroorganisme pathogen atau bakteri penyebab mastitis di dalam kelenjar susu serta adanya reaksi peradangan pada jaringan ambing menunjukkan adanya infeksi yang disebut mastitis.

Menurut Sudono, Rosdiana, Setiawan (2003) mastitis yang sering menyerang sapi perah ada 2 macam yaitu mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis tanda-tandanya dapat dilihat secara kasat mata seperti susu yang abnormal adanya lendir dan penggumpalan pada susu, puting yang terinfeksi terasa panas, bengkak dan sensitive bila disentuh saat pemerahan. Sedangkan mastitis subklinis tanda-tanda yang menunjukkan keabnormalan susu tidak kelihatan kecuali dengan alat bantu atau metode deteksi mastitis. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosa terhadap mastitis subklinis adalah Whiteside test. Uji ini adalah suatu metode untuk mendeteksi mastitis dengan cara menampakkan banyaknya sel darah putih akibat penggumpalan dari penembahan NaOH 4%. Tingginya tingkat penggumpalan ini tergantung dari keabnormalan kelenjar susu atau infeksi dari sapi perah tersebut, sebab semakin tinggi tingkat infeksi maka semakin tinggi pula sel darah putih yang diproduksinya.

(2)

Menurut Hidayat, dkk (2002) bahwa mastitis berdasarkan gejalanya dapat dibedakan antara mastitis klinis dan mastitis sub klinis :

A. Mastitis Klinis

1) Mastitis klinis bentuk akut : terlihat tanda-tanda klinis (dapat dilihat atau diraba oleh panca indera)

a. Kondisi umum : sapi tidak mau makan

b. Tanda-tanda peradangan pada ambing : ambing membengkak, panas, kemerahan, nyeri bila diraba dan perubahan fungsi

c. Perubahan pada susu :

• Susu memancar tidak normal, bening atau encer • Kental, menggumpal atau berbentuk seperti mie

• Warna berubah menjadi semu kuning, kecoklatan, kehijauan, kemerahan atau ada bercak-bercak merah

2) Mastitis klinis yang kronis

a. Ternak terlihat seperti sehat

b. Ambing teraba keras, peot, mengeriput c. Puting peot

B. Mastitis Sub Klinis

merupakan peradangan pada ambing tanpa ditemukan gejala klinis pada ambing dan air susu :

a. Ternak terlihat seperti sehat : nafsu makan biasa dan suhu tubuh normal b. Ambing normal

c. Susu tidak menggumpal dan warna tidak berubah

Tetapi melalui pemeriksaan akan didapatkan : a) Jumlah sel radang meningkat

b) Ditemukan kuman-kuman penyebab penyakit

(3)

Terjadinya masititis ini sering sebagai akibat dari adanya luka pada puting atau jaringan ambing, yang kemudian diikuti oleh kontaminasi mikroorganisme melalui puting yang luka tersebut. Hal ini dipercepat dan dipermudah apabila sphincter muscle puting sudah mulai melemah (Surjowardojo, 1990).

Penyakit mastitis akan menimbulkan kerugian berupa penurunan jumlah dan mutu susu, sehingga tidak dapat dipasarkan. Mastitis dalam keadaan parah dapat mematikan puting susu sehingga puting tidak berfungsi lagi (Siregar, 1989).

Proses radang ambing hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar melalui lubang puting. Kemudian mikroorganisme akan membentuk koloni yang dalam waktu singkat akan menyebar ke lobuli dan alveoli. Pada saat mikroorganisme sampai dimukosa kelenjar, tubuh akan bereaksi dengan memobilisasikan leukosit (Subronto, 1995)

Mastitis pada sapi perah dapat disebabkan oleh beberapa sebab, tetapi infeksi bakteri merupakan penyebab utama terjadinya mastitis dan kurang lebih 95% oleh mikroorganisme yang berasal dari species Streptococci dan Staphylococci misalnya seperti Streptococcus Agalactiae, Streptococcus Dysagalactiae, Staphylococcus Aureus, Streptococcus Aberis (Surjowardojo, 1990).

Menurut Hidayat dkk (2002) ada 3 faktor yang mempermudah terjadinya mastitis : 1) Kondisi hewan atau ternak

a) Bentuk aming : bentuk ambing yang menggantung sangat rendah akan mudah kontak dengan lantai kandang sehingga beresiko terserang mastitis.

b) Umur : makin tua ternak makin peka karena mekanisme penutupan lubang puting susu semakin menurun, penyembuhan semakin lambat.

c) Luka atau lecet pada ambing atau puting susu yang diakibatkan oleh lantai kandang yang kasar, kuku pemerah yang panjang atau tajam, sikat yang keras, memerah dengan cara yang kasar, memerah dengan cara menarik puting.

2) Kondisi lingkungan yang buruk

a) Kandang dan ternak yang basah dan kotor b) Urutan pemerahan yang salah

c) Peralatan pemerahan yang kotor

(4)

2.3 Uji mastitis Dengan Metode Whiteside Test

Menurut Hadiwiyoto (1994) bahwa ada beberapa cara untuk mendeteksi penyakit mastitis pada sapi perah, yaitu :

1) Uji mastitis dengan Mikroskop 2) Uji mastitis dengan Whiteside Test

3) Uji mastitis dengan California Mastitis Test 4) Uji mastitis dengan uji Klorida

5) Uji Hostis

6) Uji dengan Biru Bromo Timol

Banyaknya puting yang terinfeksi mastitis sub klinis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Kondisi kandang dan ternak yang kotor dan basah.

Pada kandang masih terlihat sisa pakan yang tercecer dan kotoran sapi yang menempel pada dinding dan lantai kandang. Kandang yang basah akan menyebabkan lantai licin sehingga ternak malas untuk bangun, hal ini menyebabkan ambing kontak langsung dengan mikroorganisme pathogen yang ada di lantai kandang. Subronto (1995) berpendapat bahwa kandang yang lembab ataupun tidak bersih memudahkan terjadinya infeksi ambing.

Hidayat, dkk (2002) juga berpendapat bahwa lantai kandang yang kotor penuh dengan mikroba akan mencemari ambing dan puting sehingga memudahkan terjadinya penyakit radang ambing (mastitis). Selain itu kotoran sapi juga masih menempel pada tubuh ternak karena sapi tidak dimandikan. Kondisi seperti ini akan memudahkan ambing dan puting terkontaminasi mikroorganisme pathogen sehingga terjadi peradangan.

2. Kondisi pemerah atau pekerja kandang yang kurang bersih.

(5)

antara pemerah dan sapi yang diperah. Oleh karena itu tangan pemerah sebaiknya dicuci sebelum dan sesudah melaksanakan pemerahan karena kontaminasi bakteri penyebab mastitis dari ambing yang sakit ke ambing yang sehat dapat terjadi melalui tangan pemerah yang kotor.

Hidayat, dkk (2002) juga berpendapat bahwa mempersiapkan diri pemerah sebelum memerah meliputi : pemerah dalam keadaan sehat, kuku pemerah harus pendek karena dapat melukai puting, pakaian harus bersih, mencuci tangan sebelum memerah, tangan dalam keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah.

3. Tidak membedakan pemerahan antara puting yang terinfeksi dan puting yang tidak terinfeksi mastitis.

Puting yang terinfeksi terkadang dilakukan pemerahan terlebih dahulu kemudian puting yang tidak terinferksi sehingga dapat menyebabkan penularan penyakit mastitis dari sapi yang sakit ke sapi yang sehat melalui tangan pemerah. Hidayat dkk (2002) menyatakan bahwa penularan dari ambing mastitis ke ambing sehat dapat terjadi karena urutan pemerahan yang salah. Pemeraahan yang benar dimulai dari ambing yang sehat, ambing yang terinfeksi mastitis diperah terakhir.

4. Tidak dilakukan Teat Dipping, yaitu pencelupan puting ke dalam larutan desinfektan setelah pemerahan selesai.

(6)

puting harus langsung disucihamakan (desinfeksi, disterilkan) dengan menggunakan larutan desinfektan

5. Tidak dilakukan pemeriksaan terhadap mastitis sub klinis dengan teratur sehingga penanganan penyakit terlambat.

Menurut Hidayat dkk (2002) berpendapat bahwa pencegahan mastitis dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu :

1. Selalu menjaga kebersihan kandang dan lingkungannya.

2. Melaksanakan prosedur sebelum, pada saat dan setelah pemerahan dengan baik dan lancar.

Sarwiyono, Sujowardojo, Susilorini (1990) menyatakan bahwa usaha untuk melakukan pencegahan mastitis adalah dengan cara melaksanakan manajemen pemerahan yang terdiri dari 3 tahap :

a) Fase persiapan pemerahan, meliputi pembersihan kandang, pembersihan ambing dan puting, menenangkan sapi, persiapan tukang perah dan alat-alat pemerahan.

b) Fase pelaksanaan pemerahan, meliputi pemberian rangsangan pada ambing, teknik pemerahan (apabila menggunakan tangan dikenal 3 cara : whole hand, knevelen, strippen) dan yang terakhir pemeriksaan terhadap mastitis.

c) Fase pengakhiran pemerahan, meliputi pembersihan ambing dan puting, penanganan susu, pembersihan alat-alat pemerahan, memandikan sapi dan exercise.

3. Melaksanakan pemeriksaan mastitis.

a) Dilaksanakan secara teratur setiap bulan

b) Dilakukan terhadap sapi laktasi yang akan dibeli

4. Masa kering kandang selama 6 sampai 7 minggu dilaksanakan dengan baik, caranya a) Hari ke- 1-3 diperah satu kali

(7)

c) Hari ke- 5-8 ambing mulai mengecil dan pembentukan susu terhanti 5. Pemberian antibiotik ke dalam puting pada masa kering kandang

a) Dilaksanakan setelah minggu pertama masa kering kandang b) Diulang 2-3 minggu sebelum beranak

(Hidayat, dkk. 2002)

(8)

Hidayat. A. drh, dkk. 2002. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah Si Indonesia : Kesehatan Pemerahan. Dairy Technologi Improvement Project. PT. Sonysugema Presindo. Bandung

Sarwiyono, Surjowardojo, P dan Susilorini, T, E. 1990. Manajemen Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Siregar, S. 1989. Sapi Perah Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta

Subronto. 1995. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

(9)

Bath, D. L, Dickinson, F. M, Tucker, H. A and Appleman, R. D. 1985. Dairy Cattle : Principles, Practices, Problem, Profits. Third Edition. Lea and Febiger. Philadelphia. USA

Dajan, A. 1986. Pengentar Metode Statistik. LP3ES. Jakarta

Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Cetakan ke-9. Djambatan. Malang Fardiaz, S. 1993. Analisa Mikrobiologi Pangan. Raja Gratindo. Jakarta

Gibbons, J. M. 1963. Diseas Of Cattle. Secound Edition. American Veterinary Publication Inc. Drawor KK

Hadiwiyoto, S. 1984. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Jakarta

Hidayat. A. drh, dkk. 2002. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah Si Indonesia : Kesehatan Pemerahan. Dairy Technologi Improvement Project. PT. Sonysugema Presindo.

Sarwiyono, Surjowardojo, P dan Susilorini, T, E. 1990. Manajemen Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Siregar, S. 1989. Sapi Perah Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta

Subronto. 1995. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sudarwanto, M. 1997. Milkchecker, Suatu Alat Alternatif Untuk Mendeteksi Mastitis Subklinik. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor

(10)

Surjowardojo, P, Sarwiyono, Soejosepoetro, B dan Setyowati, E. 1985. Manajemen Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Surjowardojo, P. 1990. Problematik Pemeliharaan dan Penanganan Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Syarief, Z. M dan Sumoprastomo, R. M. 1985. Ternak Perah. CV Yasaguna. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Kerangka layanan publik yang dikembangkan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 7 telah disesuaikan dengan Diagram Alir Permintaan Layanan Masyarakat pada gambar 6..

Insidensi dan keparahan penyakit diamati pada tanaman kubis-kubisan yang terserang oleh penyakit bercak daun alternaria, akar gada, dan busuk hitam.. Insidensi penyakit (IP)

Pancasila dalam mengembangkan sikap sosial siswa di SMA Negeri 4 Bandar Lampung maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas nilai Pancasila telah berjalan dengan baik

Besaran tarif kapitasi bagi puskesmas berada dalam rentang Rp3.000,00 – Rp6.000,00 per peserta program JKN yang terdaftar di puskesmas tersebut Misalnya di suatu

10 Barrington, Lowell W. “Nationalism and Independence,” In Lowell W.. teritorial yang berada dibawah kendali nation-state tadi bisa saja mendapatkan tantangan dalam

Paralel giri ş li paralel çıkı ş lı kayar yazaç kısa süreli veri saklama amaçlı kullanılan. yazaç

Pihak Pertama; yaitu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama-sama dengan 7 (tujuh) Kabupaten/Kota di kawasan pantai barat akan menanggung jaminan operasional penerbangan

Pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar pada tahun 2013 antara lain, perusahaan terbesar pertama mengalami kenaikan menguasai pangsa pasar sebesar 44,73% yang