• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kliping Sejarah Westerling lahir sebagai anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kliping Sejarah Westerling lahir sebagai anak "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TOKOH PEMBERONTAKAN APRA

1. Raymond Westerling

Westerling lahir sebagai anak kedua dari Paul Westerling (Belanda) dan Sophia Moutzou (Yunani). Westerling, yang dijuluki "si Turki" karena lahir di Istanbul,

mendapat pelatihan khusus di Skotlandia. Dia masuk dinas militer pada 26

Agustus 1941 di Kanada. Pada 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan bertugas di Brigade Prinses Irene di Wolverhampton, dekatBirmingham. Westerling termasuk 48 orang Belanda sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia. Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai: "It’s hell on earth" (neraka di dunia). Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain "unarmed combat" (perkelahian tangan kosong), "silent killing" (penembakan tersembunyi), "death slide", "how to fight and kill without firearms" (berkelahi dan membunuh tanpa senjata api), "killing sentry" (membunuh pengawal) dan

(2)

berangkat ke India untuk betugas di bawah Laksamana

MadyaMountbatten Panglima South East Asia Command (Komando Asia Tenggara). Mereka tiba di India pada 15 Januari1944 dan ditempatkan di Kedgaon, 60 km di utara kota Poona.

Pada 20 Juli1946, Westerling diangkat menjadi komandan pasukan khusus, Depot Speciale Troepen – DST (Depot Pasukan Khusus). Awalnya, penunjukkan Westerling memimpin DST ini hanya untuk sementara sampai

diperoleh komandan yang lebih tepat, dan pangkatnya pun tidak dinaikkan, tetap Letnan II (Cadangan). Namun dia berhasil meningkatkan mutu pasukan menjelang penugasan ke Sulawesi Selatan, dan setelah 'berhasil' menumpas perlawanan rakyat pendukung Republik di Sulawesi Selatan, dia dianggap sebagai pahlawan namanya membubung tinggi.

Walaupun JenderalSpoor sendiri sangat menyenangi Westerling, namun untuk menghindari pengusutan lebih lanjut serta kemungkinan tuntutan ke pangadilan militer, Spoor memilih untuk menon-aktifkan Westerling. Pada 16 November1948, setelah duasetengah tahun memimpin pasukan khusus Depot Speciaale Troepen (DST) kemudian KST, Westerling diberhentikan dari jabatannya dan juga dari dinas kemiliteran. Penggantinya sebagai komandan KST adalah Letnan Kolonel KNIL W.C.A. van Beek. Setelah pemecatan atas dirinya, Westerling menikahi pacarnya dan menjadi pengusaha di Pacet, Jawa Barat.

Pada bulan November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan "Angkatan Perang Ratu Adil" (APRA).

Westerling tetap aktif menjaga hubungan dengan bekas anak buahnya dan menjalin hubungan dengan kelompok Darul Islam di Jawa Barat. Secara diam-diam ia membangun basis kekuatan bersenjata akan digunakan untuk memukul Republik Indonesia, yang direalisasikannya pada 23 Januari1950, dalam usaha yang dikenal sebagai "Kudeta 23 Januari". Secara membabi buta Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI dari Divisi Siliwangi tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, dan tak ada korban di pihak APRA.

(3)

internasional, Belanda sekali lagi duduk di kursi terdakwa. Duta Besar Belanda di AS, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh de zwarte hand van Nederland (tangan hitam dari Belanda).

2. Sultan Hamid II

Mr. Hamid Al-Qadri tak lain adalah seorang sultan di Kesultanan Pontianak,

Kalimantan Barat. Masyarakat Pontianak dan Kalimantan Barat biasa mengenalnya sebagai Sultan Hamid II. Nama lengkapnya adalah Syarif Abdul Hamid Al-Qadri, merupakan putra sulung Sultan Syarif. Muhammad Al-Qadri. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913, meninggal dunia pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Banyak yang tak tahu kalau ternyata perancang lambang negara Indonesia

adalah seorang Sultan di Kesultanan Pontianak. Kiprahnya dilupakan, bahkan beliau dituding sebagai pengkhianat bangsa. Ia dituduh sebagai dalang pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh Westerling). Begitulah

(4)

kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah Sultan Pontianak yang telah meneguhkan keberadaan Kalimantan Barat sebagai daerah yang seharusnya diperhitungkan dan dihargai sebagai negeri yang bermarwah.

Beliau merupakan tokoh yang sudah kenyang asam garam perpolitikan pra kemerdekaan, semasa kemerdekaan dalam prosesi pembentukan identitas Negara Republik Indonesia ini, dan turut menjadi tokoh yang mempunyai peran dalam periode awal kemerdekaan. Selama sejarah berkembangnya negara ini, penuh cerita yang manipulatif, sehingga peranan-peranan putra Kalimantan ini diabaikan dan tiada dianggap sebagai tokoh yang memainkan peranan dalam pembentukan negara-bangsa ini.

Sultan Hamid II di-stereotipekan sebagai pemberontak, anti negara kesatuan, dalang APRA, dan sebagainya. Sehingga dengan gampangnya sejarah yang

dimunculkan mentadbirkan Sultan Hamid II sebagai sosok antagonis dalam republik ini. Hal lain yang juga dilakukan untuk menghilangkan eksistensi Sultan Hamid II adalah perihal siapa yang menjadi desainer dari Lambang Negara Indonesia yang masih terpakai hingga saat ini, yaitu Burung Garuda (biasa juga disebut Garuda Pancasila).

Meskipun sejarah menutup-nutupi, namun sumbangsih Sultan Hamid II selaku perancang Lambang Negara Indonesia tersebut tak boleh dilupakan. Mr. Hamid Al-Qadri tak lain adalah seorang sultan di Kesultanan Pontianak , Kalimantan Barat. Masyarakat Pontianak dan Kalimantan Barat biasa mengenalnya sebagai Sultan Hamid II. Nama lengkapnya adalah Syarif Abdul Hamid Al-Qadri, merupakan putra sulung Sultan Syarif Muhammad Al-Qadri. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913, meninggal dunia pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Banyak yang tak tahu kalau ternyata perancang lambang negara Indonesia

adalah seorang Sultan di Kesultanan Pontianak. Kiprahnya dilupakan, bahkan beliau dituding sebagai pengkhianat bangsa. Ia dituduh sebagai dalang pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh Westerling). Begitulah

sejarah, siapa yang berkuasa, maka dialah yang bisa menulis sejarah sesuai dengan versinya (versi penguasa. Sultan Hamid II memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah Sultan Pontianak yang telah meneguhkan keberadaan Kalimantan Barat sebagai daerah yang seharusnya diperhitungkan dan dihargai sebagai negeri yang bermarwah. Beliau merupakan tokoh yang sudah kenyang asam garam perpolitikan pra kemerdekaan, semasa kemerdekaan dalam prosesi pembentukan identitas Negara Republik Indonesia ini, dan turut menjadi tokoh yang mempunyai peran dalam periode awal kemerdekaan.

(5)

sebagai tokoh yang memainkan peranan dalam pembentukan negara-bangsa ini. Sultan Hamid II di-stereotipekan sebagai pemberontak, anti negara kesatuan, dalang APRA, dan sebagainya. Sehingga dengan gampangnya sejarah yang

dimunculkan mentadbirkan Sultan Hamid II sebagai sosok antagonis dalam republik ini. Hal lain yang juga dilakukan untuk menghilangkan eksistensi Sultan Hamid II adalah perihal siapa yang menjadi desainer dari Lambang Negara Indonesia yang masih terpakai hingga saat ini, yaitu Burung Garuda (biasa juga disebut Garuda Pancasila). Meskipun sejarah menutup-nutupi, namun sumbangsih Sultan Hamid II selaku perancang Lambang Negara Indonesia tersebut tak boleh dilupakan.

TOKOH PEMBERONTAKAN PKI MADIUN

1. Musso

Pada Agustus 1948, Musso (tokoh Komunis yang tinggal di Moskow sejak 1926) kembali ke Indonesia dan memberikan doktrin baru bagi kekuatan komunis di Indonesia yang diberi nama “Jalan Baru”. Keadaan ini membuat Amir Syarifuddin dengan FDRnya bersama dengan Partai Buruh memutuskan untuk bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

(6)

menuduh pemerintahan Hatta telah membawa Negara Indonesia pada “penjajahan baru” dalam bentuk lain. Meskipun mendapat kecaman dan tentangan keras dari Musso dengan FDR tetapi Hatta tetap melaksanakan programnya terutama

Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera). Musso menentang karena dengan program ini menyebabkan berkurangnya kader komunis di TNI. Tetapi upaya Musso mengalami kegagalan karena kabinet Hatta didukung oleh partai besar seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang tergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Mr. Latuharhary.

Pertentangan politik tersebut meningkat menjadi insiden bersenjata di Solo

awalnya hanya terjadi antara FDR/PKI dengan komunis (Tan Malaka yang tergabung dalam Gerakan Revolusi Rakyat). Insiden selanjutnya terjadi antara FDR/PKI dengan pasukan TNI. Tujuan insiden tersebut adalah menjadikan Surakarta sebagai daerah kacau (wild west), sedangkan daerah Madiun dijadikan basis gerilya. Sebagai puncaknya pada tanggal 18 September 1948, di Madiun tokoh-tokoh Madiun memproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesia sehingga terjadi

pemberontakan PKI Madiun. Pihak pemberontak berhasil menguasai kota Madiun dan Radio Gelora Pemuda.

Djokosuyono sebagai gubernur Militer PKI menyatakan bahwa bagian terpenting dari revolusi adalah membersihkan tentara Republik Indonesia dari golongan reaksioner dan kolonial. Menurut Musso, Soekarno-Hatta telah menjalankan politik kapitulasi terhadap Belanda dan Inggris serta hendak menjual tanah air kepada kaum kapitalis. Padahal persetujuan Renville yang mereka kecam merupakan hasil tokoh PKI sendiri, yaitu Amir Syarifuddin ketika menjabat sebagai Perdana Mentri.

(7)

TOKOH PEMBERONTAKAN DI/TII

1. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo

Pada zaman pergerakan nasional, Kartosuwiryo merupakan tokoh pergerakan Islam Indonesia yang cukup disegani. Selama pemerintahan Jepang, Kartosuwiryo menjadi anggota Masyumi. Bahkan, ia terpilih sebagai Komisaris Jawa Barat merangkap Sekretaris I. Dalam kehidupannya, Kartosuwiryo mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk memujudkan cita-citanya,

(8)

kemudian dijadikan sebagai bagian dari pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Dengan demikian, kedudukan Kartosuwiryo semakin kuat.

Pada bulan Februari diselenggarakan sebuah konferensi di Casayong, Jawa Barat. Dalam konferensi itu diputuskan untuk mengubah ideologi Islam dari partai menjadi Negara. Masyumi Jawa Barat dibekukan dan sebagai gantinya diangkat

Kartosuwiryo sebagai imam bagi umat Islam Jawa Barat. Untuk menyempurnakan keputusan itu, maka dibentuklah Tentara Islam Indonesia (TII) dan sebagai

puncaknya pada tanggal 7 Agustus 1949 diadakan Proklamasi pendirian Negara Islam Indonesia (NII).

2. Amir Fatah

Amir Fatah ialah seorang komandan laskar Hizbullah di Tulangan, Sidoarji, dan Mojokerto. Setelah mendapat pengikut, Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri untuk bergabung dengan DI/TII pada tanggal 23 Agustus 1949 di Desa

Pengarasan, Tegal. Amir Fatah Kemudian diangkat sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia.

(9)

Tengah ini menjadi semakin kuat setelah Batalion 624 pada Desember 1951 membelot dan menggabungkan diri dengan DI/TII di daerah Kudus dan Magelang.

Untuk mengatasi pemberontakan-pemberontakan tersebut, Pemerintahan RI membentuk pasukan khusus yang disebut dengan Banteng Raiders. Pasukan Raiders ini melakukan serangkaian operasi kilat penumpasan DI/TII, yaitu Operasi Gerakan Banteng Negara (OGBN) di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini, kemudian diganti oleh Letnan Kolonel M. Bachrun, dan selanjutnya dipegang oleh Letnan Kolonel A. Yani. Berkas operasi tersebut, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dapat ditumpas pada 1954. Adapun yang mengatasi pembelotan Batalion 624, pemerintah melancarkan Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.

3. Kahar Muzakkar

(10)

semua anggotanya diangkat menjadi tentara pemerintah, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ditolak, karena keanggotaan APRIS melalui seleksi. Penolakan itu mengecawakan, karena yang lolos seleksi justru Andi Aziz dan anak buahnya yang bekas tentara KNIL. Kekecawaan memuncak ketika Letkol Warouw diangkat sebagai komandan Korps Cadangan Tentara Nasional (CTN), sehingga Kahar Muzakkar melarikan diri ke hutan dan memproklamasikan diri sebagai bagian dari NII pimpinan Kartosuwiryo.

Gerakan DI/TII secara bertahap dapat dipadamkan. Operasi militer yang

paling lama adalah pengkapan Kartosuwiryo yang baru memperoleh hasil

pada tanggal 14 Agustus 1962. Melalui pengadilan Mahkamah Angkatan

Darat, Kartusowiryo dijatuhi hukuman mati.

TOKOH PEMBERONTAKAN

PRRI/PERMESTA

1. Kolonel Maludin Simbolon

(11)

3. Dahlan Djambek

(12)

Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan daerah.Pada Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang eks-divisi

Banteng.Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang tuntutan perbaikan dalam tentara AD dan pemimpin negara.Pertemuan tersebut menyebabkan terbentuknya dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Dewan-dewan yang di bentuk antara lain :

1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.

2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein

3. Dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh Dahlan Djambek.

4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.

Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi.Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah pusat yaitu dengan pernyataan:

a. Melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat

b. Mulai tanggal 22 desember 1956 tidak lagi mengakui kabinet Djuanda.

(13)

Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di Sumatera Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan melalui Keputusan Presiden No.200/1956 yang menyatakan bahwa karesidenan Sumatera Timur dan Tapanuli, serta semua perairan yang mengelilingnya dinyatakan dalam darurat perang (SOB).

Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir Februari 1957, Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual mengadakan ”pertemuan pendapat dan ide” dengan para Staffnya. Pertemuan tersebut melahirkan konsepsi yang isinya antara lain disebutkan bahwa penyelesaian keamanan harus segera dilaksanakan agar pembangunan semesta segera dapat dimulai.

Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur Makasar yang dihadirioleh tokoh militer dan sipil pada tanggal 2 Maret 1957. Pertemuan tersebut melahirkan Piagam Perjuangan Semesta yang ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur . Wilayah gerakan tersebut meliputi kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.untuk melancarkan program kerja Permesta, maka Kol. Ventje Sumual menyatakan bahwa daerah Indonesia Timuur dalam keadaan bahaya SOB Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer untuk menjaga

ketenteraman rakyat dan demi terlaksananya cita-cita Piagam Perjuangan Permesta .

Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut oleh kaum separatis Permesta. Kol Somba, Komandan Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara dan Tengah mengumumkan bahwa sejak 17 Februari 1958, mendukung PRRI dan menyatakan memisahkan diri dari pusat. Permesta menjadi praktis sayap timur PRRI . Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi.

Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke

Manado.Disini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata.Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan ekonomi mereka.Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self determination).

Para pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak manapun untuk mencapai tujuannya mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas dari pemerintah pusat. Berkaitan dengan pengeboman Manado oleh pasukan RI, maka perwakilan

Permesta mengadakan hubungan dengan para pemberontak Permesta di Filiphina, dan menemui pejabat CIA untuk mendapatkan bantuan persenjataan. Pemimpin Permesta di Taiwan meminta bantuan kepada pemerintah setempat untuk

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe 2 yang rutin dan tidak rutin menjalankan empat pilar terapi pengelolaan

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kualitas

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan

Kepulauan  Kuril   dan  Sakhalin Selatan  diserahkan  kepada  Uni  Soviet  (Rusia),

Dalam strategi baru ini, Ministry of European Union Affairs yang mewakili pemerintahan Turki ingin menekankan bahwa hubungan antara Turki dan Uni Eropa

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pda tanggal 03-05 Maret 2014 di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto dengan menggunakan kuesioner terhadap 10 lansia diperoleh data

Preparation of beginning of didactical design refers to three things: the learning obstacles identification result of fractions material of grade 4 th ,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 0,80 gr/cm3 sampai dengan 0,91 gr/cm3, nilai kerapatan tertinggi pada