Untuk Me Jurusan Pendidi
FAKULTAS
UNIVER
SKRIPSI
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat
uk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata-ndidikan Ilmu Sosial, Program Studi Pe(Strata-ndidikan
Oleh:
EPI SULASTRI
NPM: 12.87202.008
LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDID
IVERSITAS PGRI PALANGKA RAYA
PALANGKA RAYA
2016
ata-1) kan Geografi
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi dan Daya Dukung Kawasan Hutan Gambut Jumpun Pambelom, Tumbang Nusa, Pulang Pisau adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Palangka Raya, Desember 2016
Epi Sulastri
and TEGUH PRIBADI.
Tourism based on ecological and social sustainability is now more widely known as one of the charms of favorable economic and continuously promoted heavily in conservation efforts. Peat forest of Jumpun Pambelom (JP) is one of the new tourist destinations in the form of peat ecosystem unspoiled. JP be a conservation area managed privately and became one of the pilot management of peatland in Palangkaraya. The poteantial of peat forest of JP measured for sustainable tourism development. The visitor behavior survey conducted to measure visitor demographics. The carrying capacity of the area is used to measure the relationship between an activity and the amount of use that will used visitors JP is generally visitors with special purposes with the mission of education and conservation as the main motivation. Despite having potensis low tourist attraction. JP as peat ecosystem sustainability based ecotourism should be developed further. Promotion and addition of facilities and infrastructure of nature can increase tourist visits. JP travel lanes are physically able to accommodate visitors amounted to 134 per day. If exceed the carrying capacity of the region could pose a major threat to the ecosystem. To overcome this it is necessary to increase the value of the carrying capacity of the region to extend the boardwalk path.
dan TEGUH PRIBADI.
Pariwisata berbasiskan kelestarian ekologi dan sosial saat ini semakin luas dikenal sebagai salah satu daya tarik ekonomi yang menguntungkan dan terus dipromosikan secara gencar dalam upaya konservasi alam. Hutan gambut Jumpun Pambelom (JP) merupakan salah satu destinasi wisata baru di Palangka Raya berupa kawasan ekosistem gambut yang masih alami. JP berupa yang dikelola secara privat yang dikelola untuk tujuan konservasi pengelolaan lahan gambut di Palangka Raya. Di sini kita mendeskripsikan karakteristik pengunjung yang datang ke JP, menilai potensi wisata alam sekaligus daya dukung lingkungan JP. Pengunjung yang berkunjung dipilih secara insidental kemudian disigi dalam rangka pengumpulan data karakteristik demografi pengunjung. Penilaian obyek dan daya tarik wisata alam (ODWTA) digunakan sebagai panduan penilaian potensi wisata alam JP. Selanjutnya, daya dukung kawasan dihitung berdasarkan jumlah maksimal pengunjung yang dapat ditampung di kawasan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan pengunjung. Pengunjung JP pada umumnya adalah pengunjung dengan tujuan khusus dengan misi pendidikan dan konservasi sebagai motivasi utamanya. Meskipun memiliki potensis daya tarik wisata yang rendah. JP sebagai ekowisata berbasis kelestarian ekosistem gambut layak dikembangkan lebih lanjut. Promosi dan penambahan sarana dan prasarana wisata alam dapat dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. JP memiliki daya dukung kawasan sebesar 134 orang/hari dengan panjang jalur yang dapat dimanfaatkan 604,38 m dan waktu yang dihabiskan pengunjung untuk melakukan kegiatan di lapangan selama empat jam. Peningkatan daya tarik wisata dapat dilakukan dengan melakukan penambahan sarana dan prasarana obyek wisata alam. Di samping itu, pengelola JP melakukan promosi yang lebih intensif tentang daya tarik JP.
Epi Sulastri. Potensi dan Daya Dukung Kawasan Hutan Gambut Jumpun Pambelom, Tumbang Nusa, Pulang Pisau. Dibimbing oleh Dedy Norsandi dan Teguh Pribadi.
Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan di hutan gambut Jumpun Pambelom (JP). Ekowisata yang bertujuan untuk mendukung upaya –upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Pengembangan hutan gambut JP harus sesuai dengan fungsi kawasan dan daya dukungnya, untuk itu harus diketahui karakteristik pengunjung, potensi ekowisata, dan kemampuan daya dukung kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik pengunjung, menilai potensi hutan gambut JP dan mengukur daya dukung kawasan hutan gambut JP.
Analisis karakteristik pengunjung diukur berdasarkan statistik deskritif. Analisis potensi hutan gambut JP diukur berdasarkan penilaian ODTWA yang dikembangkan oleh Dirjen PHKA 2003. Analisis daya dukung hutan gambut JP diukur berdasarkan jumlah maksimal wisatawan yang dapat ditampung dikawasan tanpa menimbulkan kerusakan kawasan.
Pengunjung hutan gambut JP umumnya adalah pengunjung khusus dengan tujuan pendidikan lingkungan hidup seperti pelajar atau mahasiswa. Hutan gambut JP memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi baru ekowisata di Palangka Raya, dengan melakukan peningkatan daya tarik wisata, seperti penambahan sarana dan prasarana obyek wisata alam. Disamping itu pengelola hutan gambut JP melakukan promosi yang lebih intensif tentang daya tarik hutan gambut JP. Kemampuan daya dukung hutan gambut JP sebesar 134 orang/hari dengan panjang jalur yang dapat dimanfaatkan 604,38 meter.
Penulis dilahirkan di Desa Kanitap, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi
Kalimantan Tengah pada tanggal 28 Maret 1995 sebagai putri ketiga dari empat
bersaudara, anak dari bapak Derman dan ibu Linsie. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Gohong Rawai lulus pada tahun 2006,
kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Rungan pada tahun 2006 dan lulus
tahun 2009; lulus SMAN 1 Rungan pada tahun 2012. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan S1 Program studi Pendidikan Geografi, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Palangka Raya. Penulis
mendapatkan beasiswa dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tegah untuk
membantu menyelesaikan pendidikan S1.
Selama menempuh pendidikan S1, penulis aktif dalam keorganisasian
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas PGRI Palangka Raya sebagai
wakil ketua BEM periode 2014 - 2016, Pengurus Persekutuan Mahasiswa Kristen
(PMK) Universitas PGRI Palangka Raya. Penulis menyajikan makalah dengan
judul “Potensi Jumpun Pambelom Sebagai Ekowisata Berbasis Kelestarian
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih setiaNya yang
tak pernah usai sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini
berjudul “Potensi dan Daya DukungKawasan Hutan Gambut Jumpun Pambelom,
Tumbang Nusa, Pulang Pisau” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada program studi pendidikan geografi, fakultas keguruan dan ilmu
pendidikan, Universitas PGRI Palangka Raya.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dedy Norsandi, S.Pd., M.S selaku
pembimbing pertama dan Teguh Pribadi, S.Hut., M.Si selaku pembinbing kedua
yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan, masukan dan saran dengan
penuh kesabaran, yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini.
Ungkapan terimakasih disampaikan juga kepada Ir. Januminro, M.Si dan
Ir. Evi Veronika, M.Si selaku pengelola Jumpun Pambelom yang sudah memberi
izin, bantuan dan masukkannya selama penelitian ini. Terimakasih juga
disampaikan kepada Dr. Dadang Sudirman, M.Si dan Fahrul Raji yang sudah
banyak memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Daniel, Thony, Frengky Yosua dan
Apriando yang sudah membantu penulis mengumpulkan data selama di lapangan.
Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Palangka Raya, 8 November 2016
i
Daftar Tabel ... iii
Daftar Gambar ... iii
Daftar Lampiran ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan ... 3
D. Manfaat ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
A. Ekowisata ... 5
B. Destinasi wisata ... 10
C. Daya Dukung Ekowisata ... 12
D. Ekosistem Gambut ... 14
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
B. Variabel Penelitian ... 18
C. Defenisi Operasional ... 18
D. Rancangan Penelitian ... 21
E. Populasi dan Sampel ... 22
F. Data dan Cara Pengambilan Data ... 23
G. Prosedur Penelitian ... 23
H. Analisis Data Penelitian ... 24
BAB IV HASIL... 26
A. Kondisi Fisik ... 26
B. Karakteristik Pengunjung ... 32
C. Potensi Ekowisata ... 34
D. Daya Dukung Kawasan ... 35
BAB V PEMBAHASAN ... 37
A. Karakteristik Pengunjung ... 37
B. Potensi Ekowisata ... 38
C. Daya Tarik Obyek Wisata ... ... 41
ii DAFTAR PUSTAKA ... 47
iii 1. definisi opersional untuk variabel potensi ekowisata, daya
dukung kawasan ekowisata dan karakteristik pengunjung ... 19
2. Ringkasan teknik pengambilan data ... 24
3. Ringkasan karakteristik pengunjung ... 33
4. Hasil penilaian potensi ODTWA Hutan Gambut JP ... 35
5. Daftar daya dukung kawasan Hutan Gambut JP dibandingkan dengan beberapa tempat lain ... 35
DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Hutan Gambut JP yang dikembangkan menjadi destinasi wisata ... 17
2. Kondisi Fisik Hutan Gambut JP ... 27
3. Vegetasi yang terdapat di Hutan Gambut JP... 28
4. Vegetasi pengayaan yang terdapat di Hutan gambut JP ... 29
5. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di Hutan Gambut JP ... 30
iv
No. Halaman
1. Angket Karakteristik Pengunjung Hutan Gambut JP ... 50
2. Lembar Observasi ... 52
3. Contoh Isian Angket Karakteristik Pengunjung ... 62
4. Contoh Isian Observasi ODTWA ... 65
5. Rekapitulasi Penilaian ODTWA ... 76
6. Denah Fasilitas Hutan Gambut JP ... 87
7. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 88
8. Permohonan Izin Penelitian ... 90
9. Kartu Bimbingan Skripsi ... 91
1
Dataran dan lautan di Indonesia membentuk kekayaan tumbuhan dan hewan
yang terbesar di dunia. Iklim tropis dengan posisi geografi yang terletak di antara
Asia dan Australia telah menghasilkan kawasan fauna dan flora yang tidak dapat
dibandingkan dengan negara manapun di dunia. Kekayaan flora dan fauna yang
dimiliki Indonesia membuat Indonesia mempunyai kedudukan yang terhormat di
dunia. Indonesia memiliki: 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12%
binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibia, 17% burung, 25% ikan, 15%
serangga, tetapi luas daratan Indonesia hanya 1,32% dari seluruh luas daratan
yang ada di dunia. Indonesia menanggung beban berat sebagai negara terkaya
akan keanekaragaman hayati dan di kawasan sensitif. Dibandingkan dengan
Brazil, yang cukup luas dan semua biota terbentang dalam kesatuan lahan, biota
Indonesia tersebar di lebih dari 17.000 pulau. Sehingga membuat jumlah populasi
setiap individu tidak besar dan distribusinya sangat terbatas. Di sisi lain, Indonesia
juga mempunyai keanekaragaman budaya, agama dan etnik yang tersebar di
pantai, savana, pengunungan, dan desa-desa tradisional. Konsenkuensinya
pengembangan sistem pemanfaatan keanekaragaman hayati tampaknya harus
berbeda. Pengembangan sumber daya alam yang non-ekstratif dan non-konsumtif
seperti ekowisata harus menjadi pilihan utama (Supriatna, 2008).
Pariwisata berbasiskan kelestarian ekologi dan sosial (ekowisata) saat ini
semakin luas dikenal sebagai salah satu daya tarik ekonomi yang menguntungkan
tropika. Kondisi alam yang asli dan budaya lokal unik di banyak daerah sangat
potensial dikembangkan untuk kegiatan wisata (Purwanto, 2014).
Ekowisata bukan hanya kegiatan di destinasi alam, tak tersentuh (asing) dan
jauh jaraknya saja tetapi merupakan keseluruhan kegiatan yang terdiri dari lima
tahap, yang meliputi: perencanaan, perjalanan menuju destinasi, kegiatan di
destinasi, perjalanan pulang dari destinasi, dan rekoleksi. Oleh karenanya definisi
ekowisata harus mencakup keseluruhan tahapan tersebut dengan tetap mengacu
pada tiga pilar pembangunan berkelanjutan pada aspek ekologi, sosial-ekonomi
dan sosial budaya. Sehingga definisi ekowisata secara holistik adalah kegiatan
wisata yang keseluruhan tahapannya mengacu pada prinsip berkelanjutan dan
dapat dilakukan pada semua bentuk kegiatan pariwisata (Purnomo, 2013).
Ekowisata tidak hanya diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
secara regional maupun lokal untuk peningkatan kesejahteran masyarakat, dan
kelestarian sumber daya alam dan keanekaragaman hayati sebagai obyek
sekaligus daya tarik wisata. Ekowisata mengutamakan upaya konservasi sumber
daya alam, pengembangan ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan secara baik, benar, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Pengembangan ekowisata harus menggunakan kaidah-kaidah berkelanjutan yang
dapat menciptakan peluang peningkatan ekonomi bagi masyarakat lokal dan
memberi perlindungan kawasan konservasi dan lindung, membuka ruang untuk
memberikan penghormatan hak atas sumber daya alam, baik bersifat perorangan
maupun kelompok demi terciptanya keuntungan dan kesetaraan kepentingan
Namun demikian, beberapa daerah yang memiliki potensi wisata telah rusak
oleh karena ketidaktahuan dalam pemanfaatan, perencanaan dan pengelolaannya
(Purwanto, 2014). Peningkatan permintaan wisata ke daerah-daerah yang alami
akan berdampak pada penurunan kawasan yang alami baik secara kualitas
maupun kuantitasnya.
Salah satu potensi ekowisata yang menjadi destinasi baru adalah kawasan
ekosistem gambut yang masih alami. Hutan gambut Jumpun Pembelom (JP)
merupakan salah satu kawasan konservasi yang dikelola secara privat dan menjadi
salah satu percontohan pengelolaan lahan gambut di Palangka Raya. Kawasan
tersebut selain sebagai tempat konservasi ekosistem gambut juga mulai dibuka
untuk dikunjungi oleh wisatawan. Namun demikian, potensi ekowisata yang ada
belum dikaji secara rinci begitu juga dengan kapasitas daya dukung kawasan
tersebut terhadap kedatangan pengunjung ke lokasi tersebut
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah yang akan diungkap
dari penelitian ini adalah 1) bagaimana karakteristik pengunjung yang mendatangi
hutan gambut JP? 2) Apakah hutan gambut JP memiliki potensi ekowisata yang
layak dikembangkan sebagai salah satu destinasi wisata alam baru di sekitar Kota
Palangka Raya? dan 3) Berapa kapasitas maksimal pengunjung yang mampu
ditampung oleh hutan gambut JP agar tetap memberikan kenyaman bagi
pengunjung sekaligus tidak merusak hutan gambut JP?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti ini adalah 1) Mendeskripsikan karakteristik pengunjung huta
3) Mengukur daya dukung kawasan hutan gambut JP agar memenuhi persyaratan
kelestarian kawasan hutan gambut JP sebagai destinasi wisata..
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat-manfaat teoritis dan praktis:
1. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan hasil penilaian dalam salah satu cabang kajian wisata alam
(ekowisata), khususnya tentang pengukuran potensi wisata alam dan daya
dukung kawasan wisata alam.
2. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelolaan hutan gambut JP dalam
penerapan kebijakan pengelolaan untuk mencapai kawasan yang secara
5
Pariwisata adalah suatu aktivitas manusia untuk bersenang-senang, bisnis,
dan tujuan lain di luar tempat lingkungan mereka dan tinggal tidak lebih dari satu
tahun (Utama & Mahadewi, 2012). Hakikat berpariwisata adalah suatu proses
kepergian sementara dari seseorang menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya.
Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena
kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun
kepentingan lain seperti hanya sekedar hanya ingin tahu dan untuk menambah
pengalaman. Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan
wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar
tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang
mengahasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan wisata
adalah suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan antara lain
untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu
hal yang baru (Suwantoro, 1997).
Perjalanan wisata mensyaratkan tiga hal sebagai berikut: 1) perjalanan
dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lain, di luar tempat kediaman orang
tersebut biasa tinggal; 2) tujuan perjalanan semata-mata untuk bersenang-senang,
dan tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya; 3) semata-mata sebagai
konsumen di tempat yang dikunjungi (Utama & Mahadewi, 2012).
Sistem pariwisata terdiri atas tiga komponen, yaitu: wisatawan, elemen
geografi dan industri pariwisata. Wisatawan merupakan komponen yang sangat
pengalaman manusia, sesuatu yang dinikmati, diantisipasi, dan diingat sepanjang
hidupnya; elemen kedua, yaitu elemen geografi meliputi pasar yang dapat
mendorong minat seseorang untuk berwisata, tujuan wisata dan tempat transit dari
suatu rute perjalanan wisata; elemen ketiga, ialah industri pariwisata yang
menyangkut usaha dan organisasi yang mengatur produk pariwisata (Teguh,
2015).
Menurut World Conservation Union (WCU), ekowisata adalah perjalanan
wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan
menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi,
tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi
serta menghargai partisipasi penduduk lokal. Ekowisata adalah kegiatan
perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur
pendidikan, sebagai suatu sektor yang mempertimbangkan warisan budaya,
partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi
sumber daya alam dan lingkungan (Nugroho, 2011).
Secara konseptual, ekowista dapat didefinisikan sebagai suatu konsep
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung
upaya-upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat
setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata dapat
didefenisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab
di tempat-tempat alami yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi
berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan dan
Ekowisata lebih lanjut dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni ekowisata
sebagai produk, sebagai pasar dan sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai
produk ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber daya
alam. Sebagai pasar ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada
upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan ekowisata
merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata secara
ramah lingkungan (Purwanto, 2014).
Pengembangan ekowisata selain mengembangkan prinsip dasar konservasi
sebaiknya juga mencerminkan dua prinsip lainnya, yakni prinsip edukasi dan
prinsip wisata. Prinsip edukasi bahwa pengembangan ekowisata harus
mengandung unsur pendidikan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang
menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen pelestarian terhadap
pelestarian lingkungan, dan budaya. Sedangkan prinsip wisata menyatakan
bahwa pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan dan
pengalaman orisinil kepada pengunjung serta memastikan usaha ekowisata dapat
berkelanjutan (Purwanto 2014).
Ekowisata di Indonesia dipahami sebagai suatu konsep pengembangan dan
penyelenggaraan pariwisata yang berbasis: 1) pemanfaatan lingkungan untuk
perlindungan dan pelestarian; 2) berintikan partisipasi aktif masyarakat; 3)
penyajian produk bermuatan pendidikan, pembelajaran dan rekreasi; 4)
berdampak negatif minimal; 5) memberikan sumbangan positif terhadap
pembanguna ekonomi daerah, yang diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan
Pengembangan jasa ekowisata diharuskan memiliki manajemen yang
profesional, mencakup: 1) pemasaran yang sepesifik menuju tujuan wisata.
Strategi pemasaran menempati posisi penting untuk menjangkau dan menarik
pengunjung seluruh dunia. Mereka diharapkan menjadi sumber informasi bagi
pengunjung lainnya agar dapat membantu konservasi lingkungan dan
pengembangan masyarakat lokal; 2) keterampilan dan layanan kepada pengunjung
secara intensif. Layanan ekowisata adalah pengalaman dan pendidikan terhadap
lingkungan. Kepuasan pengunjung akan tercapai melalui ragam layanan yang
sabar dan efektif; 3) keterlibatan penduduk lokal dalam memandu dan
menerjemahkan objek wisata. Penduduk lokal akan memiliki insentif konservasi
lingkungan apabila ia dilibatkan dalam jasa-jasa ekowisata, pemberian informasi,
dan memeroleh manfaat yang pantas; 4) kebijakan pemerintahan dalam kerangka
melindungi aset lingkungan dan budaya. Kebijakan penataan ruang,
pemberdayaan kemasyarakatan akan mencegah mekanisme pasar beroperasi
diwilayah tujuan ekowisata; dan 5) pengembangan kemampuan penduduk lokal.
Penduduk lokal dan lingkungannya adalah kesatuan utuh wilayah ekowisata.
Mereka perlu dikembangkan potensi dan partisipasinya untuk memeroleh
keuntungan agar tercipta insentif dan motivasi untuk ikut mengkonservasi
lingkungannya (Nugroho, 2011).
Ekowisata dalam pengembangan pariwisata di Indonesia memiliki banyak
kemampuan untuk membangun pariwisata rakyat yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Beberapa aspek dari ekowisata yang mendukung hal tesebut diatas
adalah: Pertama, ekowisata sangat bergantung pada kualitas sumber daya alam,
daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata. Kualitas, keberlanjutan, pelestarian
SDA, peninggalan sejarah, dan budaya merupakan komponen penting dalam
pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang
yang sangat besar untuk mempromosikan pelastarian keanekaragaman hayati
Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal. Kedua,
pelibatan masyarakat. Pengetahuan tentang alam dan budaya serta kawasan daya
tarik wisata pada dasarnya telah dimiliki masyarakat setempat. Oleh karena itu,
pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada
tingkat pengelolaan (Supriatna, 2008).
Ketiga, ekowista meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam,
nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah
kepada pengunjung dan masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan dan
pengalaman. Nilai tambah ini memengaruhi perubahan perilaku dari pengujung,
masyarakat dan pengembang pariwisata, agar sadar dan lebih menghargai alam,
nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, pertumbuhan pasar
ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kenyataan memperlihatkan
kecenderungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowista baik di
tingkat internsional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang
mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkenginan untuk
mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkaatkan
kesadaran, penghargaan, dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai peninggalan
sejarah dan buadaya setampat. Kelima, ekowisata sebagai sarana mewujudkan
ekonomi berkelanjutan. Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan
melalui kegiatan-kegiatan yang non-ekstraktif dan non-konsumtif, sehingga
meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelengaraan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata dan mewujudkan ekonomi berkelanjutan
(Supriatna, 2008).
B. Destinasi Wisata
Destinasi pariwisata adalah area geografis atau tempat yang dikunjungi dan
dialami (dilihat, dirasakan) oleh pengunjung. Sifat destinasi pariwisata beragam,
tidak selalu sama dengan batas administrasi. Destinasi bisa saja hanya satu
tempat, tetapi juga terdiri dari berbagai lokasi pariwisata yang memiliki identitas
yang kuat karena kondisi alam geografis (Teguh, 2015).
Lima unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang
pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata, yaitu: 1) objek dan daya tarik
wisata. Objek wisata yang merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran
wisatawan kesuatu daerah tujuan wisata.; 2) prasarana wisata. Prasarana wisata
adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh
wisatawan dalam perjalanannya didaerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air,
telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain sebagainya; 3) sarana wisata. Sarana
wisata adalah kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani
kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya; 4) infrastruktur.
Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasanana wisata,
baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik; 5) lingkungan.
Lingkungan adalah berbagai objek dan daya tarik wisata akan mengundang
Adapun komponen-komponen destinasi wisata menurut Teguh (2015)
terdiri dari enam komponen, yaitu: 1) daya tarik; 2) akses: adanya transportasi
lokal dan terminal; 3) fasilitas: ketersediaan berbagai fasilitas seperti akomodasi,
restoran, tempat hiburan, tempat perbelajaan, dan pelayanan lain; 4) manusia,
organisasi, dan tata kelola yang ditujukan memastikan pelayanan, aktivitas dan
fasilitas; 5) citra; dan 6) harga.
Empat aspek (4A) dalam penawaran produk pariwisata, yaitu: 1) daya tarik
(attractions). Ketersediaan daya tarik pada daerah tujuan wisata untuk menarik
wisatawan, dapat berupa keindahan alam maupun keunikan masyarakat dan
budayanya; 2) transportasi (accesabilitity). Ketersediaan alat-alat transportasi agar
wisatawan domestik dan manca negara dapat dengan mudah mencapai tujuan
tempat wisata; 3) fasilitas (amenities). Ketersediaan fasilitas utama maupun
pendukung pada sebuah destinasi berupa akomodasi, restoran, fasilitas penukaran
valas, pusat oleh-oleh dan fasilitas pendukung lainnya yang berhubungan dengan
aktivitas wisatawan pada sebuah destinasi; 4) kelembagaan (ancillary). Aspek ini
berupa pemandu wisata, biro perjalanan, pemesanan tiket, dan ketersediaan
informasi tentang destinasi (Utama & Mahadewi, 2012).
Konsumen ekowisata adalah mereka yang menginginkan liburan dengan
sensasi alam yang tinggi. Mereka bersedia meluangkan waktu yang relatif panjang
dan cukup uang untuk memuaskan keinginannya selama liburannya. Karenanya,
pengelolaan jasa ekowisata perlu menyediakan akomodasi dan sajian wisata
dengan kemasan yang baik, aman dan memuaskan. Terlebih beberapa pengunjung
kebanyakan adalah pengunjung berusia lanjut sehingga perlu diberikan kenyaman
C. Daya Dukung Wisata
Daya dukung dapat dilihat pada aspek kapasitas fisik, ekologis, ekonomi,
infrastruktur, dan perseptual. Perhitungan daya dukung sosial yang
memungkinkan terjadinya tata kelola destinasi pariwisata yang berkelanjutan.
Sedangkan daya dukung fisik adalah kemampuan suatu tempat dalam menunjang
kehidupan makhluk hidup secara optimal dalam periode waktu yang panjang.
Daya dukung pariwisata bersifat site spesific dan dinamis, dipengaruhi oleh jenis
dan autentisitas aktivitas, jumlah dan karakteristik pengguna, waktu dan distribusi
waktu, dn kondisi lingkungan yang terjadi saat itu. Indikator daya dukung
ekologis adalah kondisi tapak seperti luas, jenis, intensitas pengguanaan, tingkat
kebisingan, kualitas air dan jumlah wisatawan; Indikator daya dukung psikologis
adalah motivasi, persepsi, aspirasi wisatawanyang ditentukan oleh kondisi musim
(seasonality). jumlah wisatawan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan
penurunan kualitas biofisik, potensi gangguan terhadap tumbuhan dan satwa;
secara psikologis menimbulkan konflik penggunaan ruang dan menurunkan
kualitas pengalaman wisata.(Teguh, 2015).
Tingkat daya dukung psikologis meliputi: 1) daya tarik dan proses
lingkungan lahan (natural environment features and procesess); 2) stuktur
ekonomi dan pembangunan ekonomi (economic structure and economic
development); 3) struktur dan organisasi sosial (social sructure and organization);
4) organisasi politik (political organization); dan 5) tingkat pembangunan
pariwisata (level of tourist developent) di destinasi pariwisata masih sangat
Daya dukung sebagai suatu istilah yang digunakan untuk mengukur
hubungan antara suatu aktivitas dan jumlah penggunaan yang akan digunakan.
Hal tersebut akan memasukkan suatu manajemen pengelolaan suatu area rekreasi
yang diharapkan tingkat atraksi dan petunjuk yang diatur untuk mencerminkan
kualitas dan sesuai harapan wisatawan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai
daya dukung bersifat dinamis dan tidak ada kemutlakkan untuk suatu area
rekreasi, hanya bagaimana agar jumlah daya dukung rekreasi maksimum tersebut
dapat menampung wisatawan selama periode rentang waktu yang ditentukan dan
menyediakan perlindungan yang sesuai bagi sumber daya dan kepuasan para
wisatawan (Utari, 2014).
Komponen-komponen yang dapat mengukur daya dukung, yaitu: 1) daya
dukung fisik yang berhubungan dengan kemampuan lingkungan kemampuan ini
sangat bergantung pada kapasitas dari sumber daya, sistem dan kemampuan
lingkungan untuk mengasimilasi dampak seperti kemampuan ekologi lahan, iklim
seperti pengaruh frekuwensi dan curah hujan; 2) daya dukung biologi yang
berhubungan dengan ekosistem dan penggunaannya secara ekologi termasuk di
dalamnya flora dan fauna, habitat alamiah, dan bentang alam; 3) daya dukung
sosial budaya masyarakat terutama masyarakat penerima wisatawan sebagai
contoh: keragaman budaya dan kebiasaan penduduk (Purnomo, 2013).
Dalam menentukan daya dukung jumlah maksimum, daya dukung fisik
dan daya dukung sosial harus dipertimbangkan bersama-sama sebab keduanya
berkaitan erat. Daya dukung fisik sendiri diartikan sebagai suatu area yang dapat
didukung dengan tanpa adanya perubahan kualitas yang diinginkan pada suatu
dapat diperoleh angka berapa luas area yang dibutuhkan bagi wisatawan untuk
secara leluasa dan memuaskan dalam berwisata. Kebutuhan area untuk aktivitas
wisatawan berdasarkan faktor pemulihan, dimana setiap aktivitas yang berbeda,
luasannya berbeda karena angka faktor pemulihannya berbeda. Dalam hal ini daya
ekologis sebagai nilai perhitungan angka daya dukung dengan
mempertimbangkan faktor pemulihan. Secara teoritis daya dukung sosial dicapai
ketika kepuasan pengunjung mulai merosot dengan masing-masing kenaikan
jumlah pengunjung yang berkerumun (Utari, 2014).
D. Ekosistem Gambut
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh
adanya penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal dari
reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini terjadi
karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan
organik di lantai hutan yang basah/tergenang tersebut. Secara fisik, lahan gambut
merupakan tanah organosol atau tanah histosol yang umumnya selalu jenuh air
atau terendam sepanjang tahun kecuali didrainase. Gambut terbentuk dari
timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun
belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh
kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh
proses deposisi dan tranportasi (Barchia, 2006).
Ekosistem gambut adalah kawasan penampung air yang memberikan
gambut mempunyai beragam keunikan dan kekayaan sumber daya alam tersimpan
di dalamnya. Ekosistem gambut merupakan tempat penimbunan karbon yang
telah berlangsung dalam ribuan tahun. Reklamasi rawa gambut dalam upaya
pengembangan agroekosistem binaan menyebabkan terganggunya keseimbangan
pada carbon budget. Dua tipe utama gambut, yaitu: 1) gambut topogen yang
terbentuk pada wilayah depresi di belakang tanggul dimana gambut ini bersifat
eutrofik dan biasaanya kaya akan unsur hara; 2) gambut ombrogen yang terbentuk
pada wilayah penggenangan dengan sumber air yang hanya berasal dari air hujan,
gambut ini miskin unsur hara (Barchia, 2006).
Karakteristik lahan gambut, yaitu: 1) karakteristik fisik gambut penting
dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density,
BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan),
dan mengering tidak balik (irriversible drying). Kadar air lahan gambut berkisar
antara 100-1.300% dari berat keringnya, sehingga gambut mampu menyerap air
sampai 13 kali bobotnya, kadar air yang tinggi menyebabkan berat isi rendah.
Volume gambut akan menyusut bila lahan didrainase mengakibatkan terjadinya
penurunan permukaan tanah. Rendahnya berat isi gambut dapat menyebabkan
daya menahan beban menjadi rendah pula, mengering tidak balik adalah ketidak
mampuan gambut untuk menyerap air; 2) karakteristik kimia lahan gambut sangat
ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di
dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di
Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi
besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin,
suberin, protein, dan senyawa lainnya (Agus & Subiksa, 2008).
Konservasi lahan gambut diartikan sebagai upaya melestarikan lahan
gambut sehingga terhindar dari kerusakan baik fisik, kimia maupun biologi.
Pemanfaatan dan pengembangan lahan gambut perlu pembatasan yang sesuai
kaidah-kaidah pengelolaan berkelanjutan untuk menghindari kerusakan lahan dan
lingkungan serta hilangnya fungsi lahan gambut sebagai penyangga lingkungan,
termasuk untuk merendam tingkat emisi gas rumah kaca dari lahan gambut
sendiri. Upaya konservasi, restorasi terhadap lahan gambut dan rehabilitas
terhadap lahan-lahan yang telah rusak dalam kerangka mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim perlu diperluas dan ditingkatkan. Dasar-dasar
perencanaan dalam pengembangan dan konservasi lahan gambut antara lain
tentang penataan ruang kawasan, unit pengelolaan air, infrastruktur, institusi dan
17
Penelitian ini dilaksanakan di hutan gambut JP dengan alamat Jalan Trans
Kalimantan (Palangka Raya-Banjarmasin) Km 30,5 yang berada di Desa
Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau (Gambar 1).
Penelitian ini dilaksanakan Bulan April sampai November 2016.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan subtantif dan
metodologis sebagai berikut: 1) kawasan JP adalah kawasan gambut yang dikelola
secara privat atau partikelir dan dijadikan sebagai kawasan konservasi gambut; 2)
kawasan ini dikelola sebagai kawasan ekowista dengan tujuan pendidikan
lingkungan hidup, pelestarian keanekaragaman tanaman langka dan demplot
penyuluhan pengelolaan lahan gambut swadaya; 3) pengelolaan EJP merupakan
pelopor sekaligus pos siaga kebakaran hutan dan lahan; dan 4) hutan gambut yang
dikelola oleh JP merupakan penerima Kehati Award dan Kalpataru tahun 2015.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah unsur dari objek yang diteliti atau ciri-ciri yang
melekat pada obyek atau subyek penelitian tersebut. Variabel penelitian
merupakan kondisi-kondisi yang dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi
oleh peneliti (Utama & Mahadewi, 2012). Variabel yang dikaji dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Potensi ekowisata adalah kondisi-kondisi dan/atau faktor-faktor yang
menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah destinasi wisata
(Purwanto, 2014);
2. Daya dukung kawasan ekowisata adalah jumlah maksimum orang yang
boleh mengunjung suatu tempat wisata pada saat bersamaan tanpa
menimbulkan kerusakan lingkungan fisik, ekonomi, sosial budaya, dan
penurunan kepuasan wisatawan (Sariet al.2015);
3. Karakteristik Pengunjung adalah ciri-ciri yang khas atau melekat pada
pengunjung yang menjadi identitas pengunjung.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah konsep atau pengertian dasar tentang sifat-sifat
atau konsep-konsep penting yang diamati sehingga membuka peluang bagi
peneliti lain untuk melaksanakan hal serupa dan melakukaan pengujian kembali
(Utama & Mahadewi, 2012). Definisi operasional diejawantahkan dalam
indikator-indikator yang membatasi istilah variabel yang digunakan dalam
penelitian ini. Ukuran ketiga variabel adalah sebagai berikut: 1) potensi ekowisata
diukur berdasarkan penilaian yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
tarik wisata alam (ODWTA). Penilaian potensi ekowisata diukur berdasarkan 15
dimensi (Purwanto, 2014); 2) daya dukung fisik ekowisata diukur berdasarkan
dua dimensi atau indikator yaitu: panjang area yang dapat dimanfaatkan dan
waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk kegiatan berwisata (Yulianda et
al. 2010cit Muflihet al. 2015); 3) karakteristik pengunjung diukur berdasarkan
12 dimensi atau indikator (Hastari, 2005). Penjelasan lebih lanjut masing-masing
dimensi atau indikator masing-masing variabel disarikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Definisi oprerasional untuk variabel potensi ekowisata, daya dukung kawasan ekowisata, dan karakteristik pengunjung.
Variabel Dimensi Indikator
Keunikan sumber daya alam (SDA); Banyaknya potensi SDA;
Aksesibilitas Kondisi dan jalan darat dari ibu kota provinsi;
Bandara udara terdekat;
Waktu tempuh dari ibu kota provinsi; Frekuensi dari ibu kota provinsi; Pusat informasi obyek wisata.
Elemen Institusi Kegiatan sosialiasai yang dilakukan; Dukungan para pihak;
Mutu pelayanan;
Tabel 1. Lanjutan
Variabel Dimensi Indikator
Potensi Ekowisata (lanjutan)
Potensi Pasar Jumlah penduduk per provinsi; Tingkat kebutuhan wisata.
Iklim Pengaruh iklim terhadap lama waktu
kunjungan;
Suhu udara pada musim kemarau; Jumlah bulan sering rata-rata per tahun;
Kelembaban rata-rata pertahun.
Keamanan Keamanan pengunjung.
Sarana dan prasarana wisatawan
Jenis sarana pelayanan di dalam dan sekita ODTWA;
Jarak air bersih terhadap obyek; Dapat tidaknya air dilairkan ke obyek;
0 s/d 50 sejenis tak sejenis; 51–100 sejenis tak sejenis; 101–150 sejenis tak sejenis; 151–200 sejenis tak sejenis. Penurunan kualitas
lingkungan
Permasalahan lingkungan yang mungkin terjadi.
Daya dukung kawasan Jumlah pengunjung;
Tabel 1. Lanjutan
Kelompok usia Rata-rata usia setelah lulus SD dengan jarak antar kelompok 10 tahun.
Asal Status kewarganegaraan.
Pendidikan Jenjang pendidikan formal.
Pekerjaan Jenis pekerjaan formal.
Pendapatan Pendapatan tetap resmi bulanan. Bentuk kunjungan Status atau peserta kunjungan wisata. Lama kunjungan Selisih antara waktu kepulangan
dengan kedatangan. Frekuensi kunjungan Jumlah.
Pengeluaran kunjungan
Biaya yang dikeluarkan untuk wisata.
Informasi tentang hutan gambut JP
Sumber informasi tentang hutan gambut JP.
D. Rancangan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan pertimbangan bahwa pernyataan penelitian akan lebih mudah
terjawab melalui deskripsi kuantitatif. Pendekatan tersebut memperlakukan
subyek sebagai sasaran untuk teknik pengumpulan dan analisis data. Pendekatan
kuantitatif dipilih karena lebih bersifat menyederhanakan kompleksitas data dan
informasi tentang subyek penelitian untuk menjelaskan keterkaitan dan saling
pengaruh beragam variabel. Meskipun demikian, pendekatan kualitatif tetap
digunakan untuk menginterpretasi wisatawan yang akan dianalisis (Teguh, 2015).
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sigi
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bermaksud mendeskripsikan dan
mengakumulasikan situasi-situasi atau kejadian-kejadian yang diambil sebagai
data. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk mencari hubungan, menguji
hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna atau implikasi. Penelitian
deskriptif bertujuan menggambarkan atau memecahkan masalah secara sistematis,
faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah
tertentu (Rianse & Abdi, 2009).
E. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh obyek penelitian (Rianse & Abdi 2009). Populasi
pengunjung hutan gambut JP adalah seluruh pengunjung hutan gambut JP dalam
kurun waktu tiga bulan terakhir (April – Juni 2016). Sampel adalah bagian
populasi yang memiliki sifat-sifat yang sama dari obyek merupakan sumber data.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
sampling insidental untuk memilih pengunjung yang akan dijadikan sebagai
responden. Jumlah sampel studi dihitung dengan persamaan Slovin yang dikutip
oleh Sarjono & Julianita (2011), sebagai berikut:
= N
Nd + 1
Keterangan:
n : jumlah sampel
N : jumlah pengunjung hutan gambut JP dari bulan April sampai Maret 2016 (71 pengunjung)
d : batas maksimum yang bisa diterima dengan asumsi 5% (0,05)
= 71
71(0,05) + 1
F. Data dan Cara Pengambilan Data Penelitian
Pengumpulan data adalah tahapan yang disusun secara sistematik dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Data penelitian digolongkan
dalam dua kategori yaitu data primer dan data sekunder. Data primer di peroleh
langsung dari subyek atau obyek penelitian dengan mengunakan alat pengukuran
atau alat pengambilan data. Sedangkan, data sekunder adalah data yang diperoleh
lewat pihak lain atau tidak langsung diperoleh peneliti. Jenis-jenis data primer
dan data sekunder dapat berupa data kuntitatif berupa angka adapun data kualitatif
berupa katagori-katagori (Utama & Mahadewi, 2012).
Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini
berupa angket dan lembar pengamatan. Angket yang digunakan dan
dikembangkan oleh Hastari (2005) dengan beberapa modifikasi. Potensi
ekowisata diukur berdasarkan lembar pengamatan tentang ODTWA (Dirjen
PHKA, 2003 cit Purwanto, 2014). Ringkasan teknik pengambilan data disajikan
pada Tabel 2.
G. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian ini terdiri
dari dua tahapan, yaitu: 1) persiapan. Persiapan penelitian meliputi pengurusan
perizinan, penelusuran pustaka dan pengadaan perlengkapan pendukung ke
lapangan, dan pengumpulan data sekunder; 2) pelaksanaan penelitian meliputi:
penyebaran angket kepada wisatawan/pengunjung hutan gambut JP, pengamatan
lapangan, wawancara dengan narasumber; dan 3) pembuatan laporan yang terdiri
Tabel 2. Ringkasan teknik pengambilan data.
Variabel Jenis Data Sumber data Teknik Pengumpulan
data
Kuantitatif Observasi lapangan; Lembar pengamatan lapangan
Potensi ekowisata diukur berdasarkan penilaian ODTWA yang
dikembangkan oleh Dirjen PHKA (2003). Metode ini menggunakan sistem
penskoran dan pembobotan terhadap indikator-indikator yang digunakan untuk
mendapatkan penilaian dan pengembangan obyek wisata alam. Hasil rekaputulasi
penilaian dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur dan sub-subunsur yang
ada telah maksimal atau perlu ditingkatkan kembali. Hasil ini dapat digunakan
sebagai bahan rekomendasi dalam pengelolaan obyek dan daya tarik wisata
(Purwanto, 2014).
Daya dukung kawasan dihitung berdasarkan jumlah maksimal pengunjung
yang dapat ditampung di kawasan ekowisata pada waktu tertentu tanpa
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan pengunjung. Potensi
ekologis maksimum pengunjung (K) ditentukan oleh kondisi sumber daya dan
jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Panjang dan luas waktu wilayah yang
menampung wisatawan tanpa mengganggu kelestarian (Yulianda et al. 2008 cit
Muflihet al. 2015).
=
Keterangan :
DDK : Daya dukung kawasan (pengunjung);
K : potensi ekologis maksimum pengunjung persatuan unit area (satu wisatawan per 50 meter);
Lp : panjang area yang dapat dimanfaatkan wisatawan (meter); Lt : Unit area untuk kategori tertentu (meter);
Wt : waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam);
Wp : waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam).
Karakteristik pengunjung diukur berdasarkan statistika deskriptif. Statistik
deskritif digunakan untuk menganlisis data dengan cara mendeskripsiksikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Metode yang
26 1. Kondisi fisik
Hutan Gambut Jumpun Pambelom (JP) merupakan kawasan hutan yang
berstatus hak milik terletak di jalan Lintas Palangka Raya-Banjarmasin Km 30,5.
Secara admistrasi berada di wilayah Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren
Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Jumpun Pambelom
berasal dari bahasa Dayak yang bermakna hutan sebagai sumber kehidupan.
Awalnya kawasan ini adalah lahan eks Hak Pengelolaan Hutan (HPH) yang
beroperasi sejak tahun 1973 dan berakhir sekitar tahun 1993. Setelah tidak aktif
lagi akibat masuk dalam lokasi pengembangan lahan gambut satu juta hektar dan
adanya pengembangan wilayah dengan terbukannya akses jalan lintas
Kalimantan, maka kawasan tersebut kemudian menjadi kawasan yang tidak
terkelola dengan baik. Kawasan yang terlantar dan rusak berat kemudian
dipelihara dengan baik dengan melakukan perkayaan jenis tanaman sehingga saat
ini telah menjadi hutan sekunder dengan potensi jenis dan kerapatan yang cukup
baik. Saat ini kawasan telah ditumbuhi dengan berbagai jenis pohon khas rawa
gambut dengan ketinggian mencapai lebih dari 25 meter dan diameter batang
berkisar 50 cm (Pengelola hutan gambut JP. 2014).
2. Struktur flora dan fauna
Vegetasi yang hidup pada kawasan ini adalah jenis-jenis yang tumbuh
dalam ekosistem hutan gambut. Struktur vegetasi yang nampak pada hutan
gambut JP yaitu; rerumputan didominasi purun, paku-pakuan jenis hawuk (Pteris
patut (Planchonia valida) dan keput bajuku (Ixora havilandii). Jenis pionir yang
ada berdasarkan hasil inventarisasi terdapat 68 jenis tumbuhan yang terbagi dalam
18 famili, antara lain: galam (Melaleuca leucadendron), tumih (Cambretocarpus
rotundatus), terentang (Campnosperma sp). Jenis intermediet yang ada adalah
jelutung rawa (Dyera sp), pulai (Alstonia pneumatophora), punak (Tetramerista
glabra), ramin (Gonystylus bancanus), belangeran (Shorea balangeran), meranti
(Shorea pauciflora), Jelutung (Dyera), malam-malam (Diospyros malam),
pasir-pasir (Urandra secundiflora), pisang-pisang (Mezzeatia parvifolia), nyatoh
(palaquium cochreari), jambu-jambu (Eugenia sp), dan bintangur (Calophyllum
Kunstleri). Beberapa vegetasi yang terdapat di hutan gambut JP disajikan pada
Gambar 3.
(a) (b)
(a)
(b) (c)
Gambar 3. Vegetasi yang terdapat di hutan gambut JP. (a) pohon tumih; (b) tumbuhan bawah yang didominasi oleh pakis; (c) pohon belangeran.
Hutan gambut JP telah diperkaya dengan beberapa jenis tanaman yang
dilindungi seperti Jelutung (Dyera), ramin (Gonystylus bancanus), Pasak Bumi
(Eurycoma longifolia), Tanggaring (Nephelium cuspidatum), Ulin (Eusideroxylon
zwageri), dan Gaharu (Aquilaria malacencis) (Gambar 4). Berdasarkan
pengamatan sekitar kawasan Jumpun Pambelom merupakan habitat sejumlah
satwa seperti orang utan, beruang, babi hutan, kijang, kera, burung dan tupai.
(Channa striata), lele (Clarias sp), papuyu (Anabas testudineus), kapar (Belontia
hesselti), sambaling (Bettai), karandang (Channa pleuropthalmus), dan tapah
(Wallago leeri) (Pengelola JP. 2014).
(a) (b)
Gambar 4. Vegetasi pengayaan yang terdapat di hutan gambut JP. (a); pohon jelutuh hasil adopsi pohon tahun 2015 (b) pohon ulin.
3. Fasilitas yang tersedia
Fasilitas yang tersedia di hutan gambut JP antara lain: halaman parkir yang
luas yang mampu menampung sekitar 20 mobil, kolam ikan tempat sampah pada
beberapa lokasi. JP juga di lengkapi dengan ruang kantor sekaligus difungsikan
sebagai perpustakaan, penyedian layanan informasi tentang hutan gambut JP dan
toko cindera mata. Hutan gambut JP juga menyediakan fasilitas pendukung
kegiatan wisata seperti titian, gazebo, toilet. Hutan gambut JP juga menyediakan
persemaian, fasilitas sumur bor, kanal sekat sebagai percontohan perangkat
pengelolaan gambut. Fasilitas-fasilitas yang ada di hutan gambut JP disajikan
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(a) (b)
(c) (d)
(e)
B. Karakteristik Pengunjung
Pengunjung hutan gambut JP didominasi oleh kaum perempuan (>50%) dan
lebih dari tigaperempat pengunjung JP memiliki status belum menikah. Mayoritas
pengunjung hutan gambut JP adalah dewasa muda dengan usia 21-30 tahun
(>50%). Pengunjung hutan gambut JP umumnya merupakan mahasiswa yang baru
selesai dari pendidikan lanjutan tingkat atas (>70%). Pengunjung dengan
pendidikan sarjana menempati porsi sebanyak 30% dari total pengunjung hutan
gambut JP. Umumnya mereka adalah mahasiswa (>70%) yang lebih dari
separonya belum memiliki pendapatan tetap sendiri dan berpendapatan kurang
dari satu juta rupiah. Selama kurun waktu tersebut, hutan gambut JP hanya
dikunjungi oleh wisatawan domestik (Tabel 3).
Pengunjung hutan gambut JP dilakukan secara rombongan (>90%) dengan
lama kunjungan berkisar dua sampai empat jam. Umumnya mereka berkunjung
untuk kali pertama. Bentuk kunjungan secara rombongan menyebabkan mereka
tidak melakukan belanja di hutan gambut JP < Rp. 200.000 (>25%). Informasi
tentang hutan gambut JP didominasi dari informasi yang bersumber dari
teman/kolega (>50%). Posisi kedua, informasi tentang hutan gambut JP diperoleh
dari sekolah atau universitas (>10%). Hal ini dimungkinkan karena kunjungan ke
hutan gambut JP biasanya terkait dengan kegiatan praktikum ataupun hal-hal yang
Tabel 3. Ringkasan Karakteristik Pengunjung
- Belum Menikah 47 78,3
3. Kelompok Usia
- Dalam Negeri 60 100,0
5. Pendidikan
- Pegawai Swasta 5 8,3
- Wiraswasta 2 3,3
- Rombongan Wisata 57 95,0
- Sekolah 1 1,7
- Pertama Kali 54 90,0
Tabel 3. Lanjutan.
12. Informasi tentang Jumpun Pambelom
- Internet 2 3,3
- Sosial Media 6 10,0
- Teman/Kolega 42 70,0
Penilaian potensi ODTWA kawasan hutan gambut JP menggunakan
pedoman ODTWA yang dikembangkan oleh Dirjen PHKA (2003). Kriteria yang
dipakai sebagai dasar penilaian potensi kawasan JP meliputi: daya tarik obyek
wisata; aksebilitas; kondisi masyarakat sekitar; elemen institusi; potensi pasar;
akomodasi; pengelolaan dan pelayanan; iklim; keamanan; sarana dan prasarana
wisata; ketersediaan air bersih; hubungan dengan obyek wisata sekitar; penurunan
kualitas lingkungan; daya dukung kawasan; dan pangsa pasar. Hasil klasifikasi
penilaian potensi ODTWA kawasan hutan gambut JP disajikan pada Tabel 4,
yang merupakan indeks dari hasil penilaian tiap-tiap kriteria tersebut diatas.
Berdasarkan hasil penilaian kriteria dapat diketahui bahwa hutan gambut JP
memiliki potensi ODTWA dalam kategori sedang. Namun demikian, hutan
gambut memiliki potensi dan layak untuk dikembangkan. Hutan gambut JP dapat
dikembangkan dengan persyaratan tertentu yang memerlukan perhatian dan
pembenahan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian ODTWA. Beberapa kriteria
potensi pasar dan keamanan memerlukan perhatian lebih lanjut untuk
dikembangkan menjadi destinasi ekowisata.
D. Daya Dukung Kawasan
Bersadarkan perbandingan dengan beberapa ekowisata hutan gambut JP
memiliki daya dukung kawasan sebesar 134 orang/hari dengan panjang jalur yang
dapat dimanfaatkan 604,38 m dan waktu yang dihabiskan pengunjung untuk
kegiatan 4 jam.
Tabel 4. Hasil penilaian kriteria potensi ODTWA di hutan gambut JP
Kriteria
Daya tarik obyek wisata 1440 630 43.75 Rendah
Aksebilitas 850 750 88.23 Tinggi
Kondisi masyarakat sekitar 1200 950 79.16 Sedang
Elemen institusi 1800 975 54.16 Rendah
Potensi pasar 950 255 26.84 Rendah
Akomodasi 90 90 100 Tinggi
Pengelolaan dan Pelayanan 360 280 77.77 Sedang
Iklim 480 280 58.33 Sedang
Keamanan 150 75 50 Rendah
Sarana dan prasarana wisata 450 255 56.66 Sedang
Ketersediaan air bersih 720 810 91.66 Tinggi
Hubungan dengan obyek
Wisata di sekitarnya 100 70 70 Tinggi
Penurunan kualitas lingkungan 180 120 66.66 Sedang
Daya dukung kawasan 450 360 80 Tinggi
Pangsa pasar 270 351 141.17 Tinggi
Tabel 5. Daftar daya dukung kawasan JP dibandingkan dengan beberapa ekowisata di beberapa tempat.
No. Ekowista Lp Wp DDK
1. Jumpun Pambelom1 604,38 m 4 134 orang/hari
2. Pesisir Tanjung Pasir2 1.240 m 2 162 orang/hari
3. Hutan Mangrove di Pantai Sari Ringgung3
1.566 m 6 87 orang/hari
37
Hutan gambut JP saat penelitian ini dilakukan didominasi oleh pengunjung
berjenis kelamin perempuan. Meskipun hasil ini berbeda dengan hasil penelitian
sejenis (Hastari, 2005; Deni, 2010; Purnomo, 2013; Utari, 2014). Namun secara
umum laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan wisata yang sama (Pramono
& Kunarso, 2008). Lebih lanjut, pengunjung hutan gambut JP didominasi oleh
pengunjung yang berusia muda (21-30 tahun). Hal ini sesuai dengan pendapat
Purnomo (2013) yang menyatakan bahwa pengunjung wisata alam umumnya
didominasi oleh remaja dewasa. Kunjungan wisatawan muda kedestinasi wisata
alam dalam rangka berpetualang, mencari tantangan, motivasi fisik, serta alasan
pendidika dan penelitian. Disamping itu keberadaan destinasi wisata baru menjadi
alasan wisatawan muda berkunjung. Keberadaan yang dekat dengan Kota
Palangka Raya menjadi pertimbangan lain dalam memilih hutan gambut JP
sebagai destinasi. Wisatawan cendurung melakukan perjalanan wisata pada
destinasi-destinasi wisata terdekat dengan aksebilitas mudah.
Adapun pengunjung hutan gambut JP umumnya adalah pelajar/mahasiswa.
Hasil sigi ini sejalan dengan sigi yang dilakukan di Arboretum Nyaru Menteng
(Hastari, 2005), dan Pulau Sempu (Purnomo, 2013), Kebun Raya Cibodas (Utari,
2014) yang menyatakan bahwa pengunjung di kedua destinasi didominasi oleh
pelajar/mahasiswa. Mereka melakukan kunjungan secara berombongan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hastari (2005) dan Purnomo (2013) yang menyatakan
bahwa bentuk kunjungan yang umum pada destinasi wisata alam adalah
muda berstatus pelajar/mahasiswa dilakukan dalam rangka mengekplorasi diri
dengan melakukan perjalanan di destinasi wisata alam (Sariet al.,2015).
Pendidikan yang tinggi meningkatkan pemahaman mereka tentang
konservasi sehingga mereka berminat untuk menikmati kepariwisataan alam
(Purnomo, 2013). Hal ini didukung dengan fakta di lapangan bahwa mereka
melakukan kunjungan untuk kali pertama dalam rangka perkuliahan dan kegiatan
konservasi. Kegiatan ekowisata utamanya diperuntukkan untuk kegiatan
penelitian, pendidikan, konservasi, serta penjelajahan dan petualangan
(Kurniawati, 2012). Wisatawan muda umumnya merupakan wisatawan yang tidak
loyal dan memiliki rasa penasaran terhadap sesuatu hal yang baru. Hal ini
dibuktikan dengan kunjungan mereka ke hutan gambut JP didominasi oleh
pengunjung dengan Status kunjungan pertama kali. Informasi yang diperolah
hanya dari teman/kolega semakin memperkuat dugaan ini.
B. Potensi Ekowisata
Potensi ekowisata dapat ditunjukkan oleh adanya obyek wisata yang
memiliki daya tarik bagi pengunjung (Hastari 2005). Berdasarkan hasil penilaian
terhadap hutan gambut JP diketahui bahwa kawasan ini memiliki potensi dan
layak untuk dikembangkan. Jumpun Pambelom merupakan kawasan hutan
gambut yang memiliki keunikan, keindahan, keaslian, dan keanekaragaman flora
langka. Disamping itu aksebilitas yang tinggi, keberadaan akomodasi pendukung
kegiatan wisata yang lengkap, hubungan dengan obyek wisata sekitarnya yang
erat dan beragam, daya dukung kawasan yang masih baik, dan ketersediaan air
bersih yang memadai menjadi faktor pendukung hutan gambut JP untuk
kealamian ekosistemnya dapat menjadi daya tarik hutan gambut JP. Kurniawati
(2012) mengungkap bahwa tingkat kealamian ekosistem gambut merupakan salah
satu daya tarik pengunjung untuk berwisata di Ekowisata Gambut Baning di
Sintang.
Secara umum, suatu destinasi wisata menarik untuk dikunjungi oleh
wisatawan antara lain: 1) letaknya dekat; 2) mudah dijangkau dan nyaman; 3)
memiliki atraksi yang menarik baik berupa satwa liar ataupun kekhasan kawasan
tersebut; 4) kemudahan untuk melihat atraksi tersebut; 5) memiliki beberapa
keistimewaan yang berbeda; 6) memiliki budaya yang menarik; 7) penyajian
atraksi yang unik; 8) memiliki obyek daya tarik wisata yang beragam; 9) cukup
dekat dengan destinasi wisata lain yang menarik bagi wisatawan sehingga
menjamin kegiatan paket wisata; 10) memiliki pemandangan yang sangat indah;
dan 11) ketersediaan makanan dan akomodasi lainnya (Hastari, 2005). Lebih
lanjut, perkembangan kepariwisataan alam harus mempertimbangkan
faktor-faktor seperti daya tarik obyek wisata, transportasi, akomodasi, fasilitas
penampung, dan infrastruktur (Effendi & Sujali, 1989).
Hutan gambut JP memiliki daya tarik yang rendah sehingga kurangnya
minat pengunjung. Namun demikian, jumlah destinasi wisata yang kurang
beragam di palangka raya dapat menjadi faktor pendorong kunjungan wisatawan
ke hutan gambut JP. Lebih lanjut dijelaskan oleh (Muflih et al., 2015) bahwa
daya tarik sangat berhubungan dengan aktivitas pengunjung. Komponen daya
tarik wisata yang rendah dari hutan gambut JP dapat ditingkatkan dengan
penambahan fasilitas wisata di sana. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain: 1)
interpretasi, papan petunjuk arah, dan naungan/gazebo (Kurniawati, 2012; Sari et
al., 2015); 2) pembuatan menara pengamatan burung (Sari et al., 2015); 3)
fasilitas lain seperti: bangunan pusat informasi, persemaian tanaman hutan
gambut, kios cinderamata, dan kios makan (Kurniawati, 2012); 4) kegiatan
outbond (Deni, 2010); 5) fotografi (Purnomo, 2013); 6) pemandu wisata
(Kurniawati, 2012; Sari et al., 2015); 7) paket pembelajaran lingkungan hidup
yang menarik (Afra et al., 2008; Purnomo, 2013), khususnya pengetahuan tentang
ekosistem gambut; 8) fasilitas toilet dan tempat ibadah (Afra et al., 2008; Deni,
2010).
Elemen institusi hutan gambut JP yang rendah dapat dilakukan dengan
pembangunan jejaringan kerja sama yang melibatkan semua pemangku
kepentingan hutan gambut JP. Pemangku kepentingan yang dapat dilibatkan
dalam pengembangan hutan gambut JP antara lain: seperti ekowisatawan,
masyarakat setempat, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat, dan
pemerintah (Purnomo, 2013). Sedangkan potensi pasar yang rendah dapat
dioptimalkan dengan peningkatan promosi tentang hutan gambut JP dan
kerjasama para pemangku kepentingan. Perlindungan dan penjagaan kawasan
dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan kawasan dari bahaya kebakaran
lahan. Potensi keamanan terbesar dari hutan gambut JP adalah resiko kebakaran
lahan yang seringkali terjadi. Penetapan teknologi kanal sekat dan sumur bor
selain untuk perlindungan kawasan juga dapat dijadikan sebagai wahana edukasi
C. Daya Tarik Obyek Wisata
Penilaian terhadap potensi daya tarik obyek wisata hutan gambut JP
tergolong rendah (Tabel 4). Unsur yang digunakan dalam penilaian kriteria
potensi daya tarik obyek wisata hutan gambut JP yaitu keindahan alam, keunikan
sumber daya alam, banyaknya sumber daya alam yang menonjol, keutuhan
sumber daya alam, kepekaan sumber daya alam, jenis kegiatan wisata alam,
kebersihan dan keamanan kawasan.
Keindahan alam kawasan hutan gambut JP yaitu kondisi lingkungan obyek
yang masih utuh, sehingga membuat pemandangan sepanjang perjalanan
menelusuri titian terlihat sangat alami. Flora khas Kalimantan Tengah yang
beragam seperti gaharu, pasak bumi, ulin, jelutung, ramin, tumih, tanggaring dan
berbagai jenis anggrek menjadi sumber daya alam yang unik dan menonjol di
hutan gambut JP Keutuhan dan kepekaan sumber daya alam hutan gambut JP
yaitu ekosistemnya.
Beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan hutan gambut JP
yaitu: 1) Treking dapat dilakukan oleh pengunjung dengan menyusuri jalur titian
yang sudah ada; 2) pendidikan dan penelitian meliputi pengenalan jenis flora,
ekosistem gambut serta pendidikan pengembangan sumber daya masyarakat
sekitar hutan gambut JP. Kegiatan penelitian akan menyediakan data dasar yang
dapat dipergunakan oleh pihak pengelola dalam pengembangan ekowisata.
Kebersihan lokasi hutan gambut JP tidak ada pengaruh dari sampah, industri,
pemukiman penduduk, alam, dan corat-coret. keamanan kawasan hutan gambut JP
Elemen Institusi
Penilaian terhadap elemen institusi tergolong rendah (Tabel 4) karena status
kawasan hutan gambut JP hutan hak milik, pemantapan kawasanpun masih belum
ada, pengelolaan kawasan hutan gambut JP dilakukan masyarakat sendiri dan
mendapat dukungan dari berbagai pihak. Dokumen perencanan yang di miliki
hutan gambut JP yaitu Rencana Pengelolaan Lima tahun (RPL). Pengelolaan
kawasan hutan gambut JP masih difokuskan pada perlindungan dan perawatan
terhadap ODTWA.
Potensi Pasar
Potensi pasar untuk kawasan hutan gambut JP masih tergolong rendah
(Tabel 4) hal ini disebabkan kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah
hanya + 36 jiwa/km2 . Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas 153.564 km2
dengan jumlah penduduk 2.439.858 jiwa. Dimasa mendatang peningkatan
pendapat perkapita, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tingkat kejenuhan
penduduk yang tinggi akan mendorong perilaku masyarakat untuk berwisata, yang
nantinya diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan ke kawasan hutan
gambut JP.
Keamanan
Kriteria potensi ODTWA di hutan gambut JP yang tergolong sedang yaitu
kondisi masyarakat disekitar kawasan yang ikut mendukung pengembangan hutan
gambut JP sebagai kawasan ekowisata. Mayarakat disekitar kawasan yang
sebagian besar mata pencahriannya sebagai buruh bangunan dan sawit dengan
tingkat pendidikan sebagian besar lulusan SLTP. Tingkat kesuburan tanah di
potensial. Dalam pengelolaan dan pelayanan hutan gambut JP memiliki
perencanaan, penggorganisasian, pelaksana dan penegendalian pemanfaatan
terhadap obyek wisata, kemampuan berbahasa, keramahan dan kesiapan dalam
pelayanan perlu ditingkatkan lagi. Dari segi sarana dan prasaran serta kualitas
lingkungan hutan gambut JP perlu ditingkatkan lagi seperti penambahan sarana
pelayanan, sarana interpretasi dan pengelolaan terkait permasalahan kunjungan
dikawasan hutan gambut JP supaya tidak menimbulkan permasalahan lingkungan
seperti sampah, penginjakan tanaman bawah, pemadatan tanah dan pencemaran
air.
Kriteria penilaian terhadap potensi ODTWA tergolong tinggi Tabel 4.
Aksebilitas yang mudah dijangkau pengunjung dan didukung dengan akomodasi.
Akomodasi merupakan salah satu kriteria yang diperlukan dalam kegiatan
berwisata bagi pengunjung yang berasal dari jauh. Kawasan hutan gambut JP
tidak jauh dari ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, sehingga akomodasi yang
digunakan yang berada di Palangka Raya. ketersediaan air yang cukup banyak
sepanjang tahun bahkan disaat musim kemarau. JP merupakan satu-satunya
kawasan ekowisata berupa hutan gambut dengan segala keunikannya di
Kabupaten Pulang Pisau. Obyek wisata sejenis baru ditemukan dalam radius
51-150 km yang menyerupai hutan gambut JP, yaitu: 1) wisata Taman Nasional
Sebangau; 2) wisata Arboretum Nyaru Menteng; 3) wisata Pulau Kaja; dan 4)
wisata Hutan Ulin Mungku Baru. Disamping itu daya dukung kawasan dan