• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI DESA MERAK BELANTUNG KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POTENSI EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI DESA MERAK BELANTUNG KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI DESA MERAK BELANTUNG KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN

LAMPUNG SELATAN

Oleh

SARWO EDY SAPUTRA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

POTENSI EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI DESA MERAK BELANTUNG KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN

LAMPUNG SELATAN Oleh

SARWO EDY SAPUTRA

Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan merupakan desa yang terletak di wilayah pesisir. Desa ini memiliki potensi ekowisata yang besar terutama ekosistem mangrovenya. Meskipun Desa Merak Belantung memiliki banyak potensi sumberdaya wisata namun belum diteliti lebih lanjut dari aspek-aspek yang mendukung daerah ini untuk dikembangkan menjadi objek wisata mangrove, sehingga data dan informasinya masih bersifat umum. Sedangkan untuk pengembangan wisata suatu daerah diperlukan kajian mendalam dari berbagai aspek. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan daya tarik wisata mangrove yang ada di Desa Merak Belantung serta menghitung nilai keindahan dari potensi tersebut sehingga dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata yang mendukung kelestarian alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Desember 2013, metode pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan (obsevation) dan wawancara secara langsung dengan responden untuk memberikan penilaian terhadap keindahan potensi wisata. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif dan scenic beauty estimation.

Hasil penelitian menunjukan bahwa potensi dan daya tarik objek wisata mangrove di Desa Merak Belantung adalah ekosistem mangrove, aliran sungai mangrove, muara sungai dan pantai, seni tari dan kerajinan tangan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah fotografi, berenang, pengamatan burung (bird watching), dan berkano. Potensi dan daya tarik wisata mangrove Desa Merak Belantung berdasarkan metode scenic beauty estimation (SBE) adalah tinggi dengan nilai SBE sebagai berikut; aliran sungai mangrove (20), pantai (42), dan muara sungai mangrove (19).

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Hutan Mangrove ... 6

1. Pengertian Hutan Mangrove ... 6

2. Struktur Vegetasi Mangrove ... 7

3. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ... 8

B. Ekowisata ... 11

1. Pengertian Pariwisata ... 11

2. Potensi dan Daya Tarik Wisata ... 13

3. Pengertian Objek Wisata ... 14

4. Ekowisata ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 18

(6)

D.Jenis Data yang Dikumpulkan ... 19

E. Metode Pengumpulan Data ... 20

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22

(7)

d. Rumah makan... 46

4. Infrastruktur ... 47

a. Jalan Utama ... 47

b. Aksesbilitas ... 48

c. Jaringan Listrik... 48

B. Pendugaan Nilai Keindahan ... 48

1. Penilaian Berdasarkan Latar Belakang Pekerjaan Responden . 48 2. Penilaian Berdasarkan Metode Scenic Beauty Estimation ... 50

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Tabel 4 – 8 ... 54

Panduan Pertanyaan ... 62

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2001). Hutan mangrove memiliki berbagai fungsi dan manfaat yang berperan penting dalam kehidupan manusia, baik secara ekologi, sosial, maupun ekonomi.

Hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut, dan juga memerangkap sedimen (Kusmana, 2007). Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan bukan kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan masih banyak lagi (Kustanti, 2011).

(9)

2

mengalami kerusakan akibat eksploitasi yang kurang terkendali, konversi ke bentuk pemanfaatan lain, pencemaran, bencana alam, dan lain-lain (Kusmana, 2008).

Mengingat pentingnya hutan mangrove bagi keberlangsungan hidup manusia, sudah sewajarnya diperlukan suatu perencanaan pengelolaan yang mempertimbangkan keberlanjutan atau kelestariannya. Segala potensi yang ada, baik berupa produk dan jasa lingkungan, harus digali seluas-luasnya secara bijaksana dan terencana untuk memberikan manfaat pada manusia dan pembangunan.

Dewasa ini, ekowisata merupakan salah satu pendekatan untuk mewujudkan pembangunan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Ekowisata didefinisikan oleh International Ecotourism Society sebagai : “a responsible travel to natural areas which conserves the environment and improves the welfare of local

people”(Linberg, 1993). Sementara itu, menurut Hadinoto (1996), ekowisata

(10)

Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan merupakan desa yang terletak di wilayah pesisir. Desa ini memiliki potensi wisata yang besar terutama ekowisata baik berupa pantai atau ekosistem mangrove. Meskipun Desa Merak Belantung memiliki banyak potensi sumberdaya wisata namun belum diteliti lebih lanjut dari aspek-aspek yang mendukung daerah ini untuk dikembangkan menjadi objek wisata mangrove, sehingga data dan informasinya masih bersifat umum. Sedangkan untuk pengembangan wisata suatu daerah diperlukan kajian mendalam dari berbagai aspek. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian mengenai potensi wisata mangrove di Desa Merak Belantung sehingga dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata yang mendukung kelestarian alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Potensi dan daya tarik wisata apa yang terdapat di kawasan dan sekitar hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

(11)

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui potensi dan daya tarik wisata di kawasan dan sekitar hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

2. Mengetahui nilai keindahan potensi dan daya tarik wisata mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai potensi ekowisata mangrove yang terdapat di Desa Merak Belantung.

2. Sebagai masukan kepada pengambil kebijakan terutama pemerintah daerah dan instansi terkait dalam mengembangkan potensi wisata yang akan datang serta sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut

E. Kerangka Pemikiran

(12)

Perencanaan pengelolaan hutan mangrove akan lebih optimal dalam aplikasinya apabila telah diketahui secara pasti potensi yang ada di dalamnya. Potensi yang ada tidak hanya meliputi potensi biotik, tetapi juga faktor abiotik beserta lingkungannya. Untuk mengetahui potensinya maka perlu dilakukan penelitian mengenai potensi hutan mangrove bagi pengembangan ekowisata.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan Mangrove

1. Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove sering kali disebut dengan hutan bakau. Akan tetapi sebenarnya istilah bakau hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan penyusun hutan mangrove, yaitu Rhizopora spp. Oleh karena itu, istilah hutan mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku untuk mangrove forest (Dahuri, 1996).

Mangrove merupakan pohon yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (intertidal trees), ditemukan di sepanjang pantai tropis di seluruh dunia. Pohon mangrove memiliki adaptasi fisiologis secara khusus untuk menyesuaikan diri dengan garam yang ada di dalam jaringannya. Mangrove juga memiliki adaptasi melalui sistem perakaran untuk menyokong dirinya di sedimen lumpur yang halus dan mentransportasikan oksigen dari atmosfer ke akar. Sebagian besar mangrove memiliki benih terapung yang diproduksi setiap tahun dalam jumlah besar dan terapung hingga berpindah ke tempat baru untuk berkelompok (Kusmana, 1997).

Bangen (2001) menyebutkan karakteristik hutan mangrove sebagai berikut:

(14)

b. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.

c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permil).

2. Struktur Vegetasi Mangrove

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Di dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam 4 famili: Rhizoporaceae (Rhizopora, Bruguiera dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen 2001).

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona (Noor dan Suryadiputra,1999), yaitu:

a. Mangrove Terbuka.

(15)

8

b. Mangrove Tengah.

Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona ini umumnya didominasi oleh Rhizopora spp. Selain itu sering juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. (Noor dan Suryadiputra, 1999 dan Bengen, 2001).

c. Mangrove Payau.

Zona ini berada di sepanjang sungai berair payau sampai tawar. Zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa dan Sonneratia (Noor dan Suryadiputra, 1999). d. Mangrove Daratan.

Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang utama ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus, Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus spp. dan Xylocarpus moluccensis. Zona ini memiliki kekayaan jenis tinggi daripada zona lainnya (Noor dan Suryadiputra, 1999).

3. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

(16)

a. Fungsi dan Manfaat Biologis/Ekologis.

Hutan mangrove sebagai sebuah ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik terdiri dari vegetasi mangrove yang meliputi pepohonan, semak, dan fauna. Sedangkan komponen abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove adalah pasang surut air laut, lumpur berpasir, ombak laut, pantai yang landai, salinitas laut, dan lain sebagainya.

Secara biologi hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah berkembang biak (nursery ground), tempat memijah (spawning ground), dan mencari makanan (feeding ground) untuk berbagai organisme yang bernilai ekonomis khususnya ikan dan udang. Habitat berbagai satwa liar antara lain, reptilia, mamalia, dan lain-lain. Selain itu, hutan mangrove juga merupakan sumber plasma nutfah.

(17)

10

b. Fungsi dan Manfaat Fisik.

Secara fisik hutan mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan dan gelombang dan angin kencang, mencegah intrusi garam (salt intrution) ke arah darat, mengolah limbah organik, dan sebagainya (Kusmana, 2008).

Istiyanto, Utomo dan Suranto (2003) menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun tersebut. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan dalam pertimbangan awal bagi perencanaan penanaman hutan mangrove bagi perendaman penjalaran gelombang tsunami di pantai.

Vegetasi mangrove juga dapat menyerap dan mengurangi pencemaran (polutan). Jaringan anatomi tumbuhan mangrove mampu menyerap bahan polutan, misalnya seperti jenis Rhizophora mucronata dapat menyerap 300 ppm Mn, 20 ppm Zn, 15 ppm Cu , dan pada daun Avicennia marina terdapat akumulasi Pb³ 15 ppm, Cd³ 0,5 ppm, Ni³ 2,4 ppm (Mukhtasor, 2007)

c. Fungsi dan Manfaat Ekonomi atau Produksi.

(18)

masyarakat, misalnya untuk bahan bakar (kayu bakar, arang, alkohol); bahan bangunan (tiang-tiang, papan, pagar); alat-alat penangkapan ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tanin untuk penyamak); tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan, minuman dan obat-obatan (gula, alkohol, minyak sayur, cuka); peralatan rumah tangga (mebel, lem, minyak untuk menata rambut); pertanian (pupuk hijau); chips untuk pabrik kertas dan lain-lain (Kustanti, 2011)

Dari kawasan hutan mangrove dapat diperoleh tiga macam manfaat. Pertama, berupa hasil hutan, baik bahan pangan maupun bahan keperluan lainnya. Kedua, berupa pembukaan lahan mangrove untuk digunakan dalam kegiatan produksi baik pangan maupun non-pangan serta sarana/prasarana penunjang dan pemukiman. Manfaat ketiga berupa fungsi fisik dari ekosistem mangrove berupa perlindungan terhadap abrasi, pencegah terhadap rembesan air laut dan lain-lain fungsi fisik.

B. Ekowisata

1. Pengertian Pariwisata

Secara etimologis, kata “pariwisata” berasal dari Sansekerta yang terdiri dari

„pari‟ dan „wisata‟ yang artinya: pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar

(19)

12

dilakukan dari satu tempat ke tempat yang lain, dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan tour (Yoeti, 1996).

Adapaun definisi pariwisata menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut (Yoeti, 1996):

a. Herman V. Schulard dari Austria.

Pada tahun 1910 membuat batasan yang menekankan pada sudut pandang ekonomi yaitu: pariwisata adalah sejumlah kegiatan terutama yang ada kaitannya dengan perekonomian. Secara langsung berhubungan dengan masuknya orang asing –asing melalui lalu lintas di suatu negara tertentu kota dan daerah, dan pendapat ini dibenarkan oleh J. James dan S.J. Spallane, “ pariwisata seringkali dipandang sebagai berkembang atau mundur, maka banyak negara atau pemerintah dipengaruhi secara ekonomis”.

b. K. Kraf dan Hunzicker.

Batasan yang bersifat teknis dikemukakan oleh dua guru besar Swiss, yaitu K. Kraf dan Hunzicker yang juga dianggap sebagai Bapak Ilmu Pariwisata yang

terkenal mengatakan bahwa “kepariwisataan adalah keseluruhan dari gejala-gejala

yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan orang asing tersebut tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara

tersebut”.

(20)

bukan untuk menetap atau bertempat tinggal di daerah tersebut dengan mencari nafkah di tempat yang Ia kunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan yang dilakukan tersebut guna kepuasan bertamasya dan berekreasi serta untuk memenuhi keinginan individu yang melaksanakannya.

2. Potensi dan Daya Tarik Wisata

Potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Dengan kata lain, potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya (Pendit, 2003).

Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (1996) adalah segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti:

a. Alam ( Nature), yaitu segala sesuatu yang berasal dari alam yang dimanfaatkan

dan diusahakan di tempat objek wisata yang dapat dinikmati dan memberikan

kepuasan kepada wisatawan. Contohnya, pemandangan alam, pegunungan, flora

dan fauna.

b. Budaya (Culture), yaitu segala sesuatu yang berupa daya tarik yang berasal dari

seni dan kreasi manusia. Contohnya, upacara keagamaan, upacara adat dan tarian

(21)

14

c. Buatan Manusia (Man made), yaitu segala sesuatu yang berasal dari karya

manusia, dan dapat dijadikan sebagai objek wisata seperti benda-benda sejarah,

kebudayaan, religi serta tata cara manusia.

d. Manusia ( Humanbeing), yaitu segala sesuatu dari aktivitas manusia yang khas

dan mempunyai daya tarik tersendiri yang dapat dijadikan sebagi objek wisata.

Contohnya, Suku Asmat di Irian Jaya dengan cara hidup mereka yang masih

primitife dan memiliki keunikan tersendiri.

Pengertian Daya Tarik Wisata menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab I, pasal 5, menyebutkan sebagai

berikut ”daya tarik wisata” adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

3. Pengertian Objek Wisata

Objek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan (something to see). Di luar negri objek wisata disebut tourist atraction (atraksi wisata), sedangkan di Indonesia lebih dikenal dengan objek wisata.

Mengenai pengertian objek wisata, kita dapat melihat dari beberapa sumber antara

lain:

a. Peraturan Pemerintah No.24/1979.

Objek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta

sejarah bangsa dan tempat keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk

(22)

b. SK MENPARPOSTEL No.KM 98/PW:102/MPPT-87.

Objek wisata adalah tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata

yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan

sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan.

Menurut Yoeti (1996), suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata (DTW) yang

baik, harus mengembangkan tiga hal agar daerah tersebut menarik untuk dikunjungi,

yakni:

a. Adanya sesuatu yang dapat dilihat (something to see), maksudnya adanya sesuatu

yang menarik untuk dilihat, dalam hal ini objek wisata yang berbeda dengan

tempat-tempat lain (mempunyai keunikan tersendiri). Disamping itu perlu juga

mendapat perhatian terhadap atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagi

entertainment bila orang berkunjung nantinya.

b. Adanya sesuatu yang dapat dibeli (something to buy), yaitu terdapat sesuatu yang

menarik yang khas untuk dibeli dalam hal ini dijadikan cendramata untuk dibawa

pulang ke tempat masing-masing sehingga di daerah tersebut harus ada fasilitas

untuk dapat berbelanja yang menyediakan souvenir maupun kerajinan tangan

lainnya dan harus didukung pula oleh fasilitas lainnya seperti money changer dan

bank.

c. Adanya sesuatau yang dapat dilakukan (something to do), yaitu suatu aktivitas

yang dapat dilakukan di tempat itu yang bisa membuat orang yang berkunjung

merasa betah di tempat tersebut.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu objek wisata yang baik dan

(23)

16

keunikan dan daya tarik untuk dikunjungi dan juga didukung oleh fasilitas pada saat

menikmatinya.

4. Ekowisata

Ekowisata diperkenalkan pertama kali oleh Ceballos-Lascurain (Higham, 1997) yang mendefinisikan bahwa ekowisata sebagai kunjungan ke daerah-daerah yang masih bersifat alami yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi dan menikmati pemandangan alam dengan tumbuhan satwa liar serta budaya (baik masa lalu maupun sekarang) yang ada di tempat tersebut.

Menurut Yoeti (1996) berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Dari definisi ini ekowisata dipandang dari tiga perspektif yaitu:

a. Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam.

b. Ekowisata sebagai pasar yang merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan.

(24)

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwista berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Dalam prakteknya hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata, seperti:

a. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya

b. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, pengelolaan wisata, serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka.

c. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil (Higham, 1997).

(25)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang Potensi Ekowisata Hutan Mangrove ini dilakukan di Desa Merak Belantung, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilaksanakan antara bulan April sampai Desember 2013.

B. Objek dan Alat Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah potensi ekowisata di Desa Merak Belantung, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Alat yang digunakan adalah:

1. Identifikasi objek wisata menggunakan kamera, binokuler, alat tulis dan buku pedoman lapangan.

2. Pengumpulan data pengunjung, masyarakat dan stakeholders menggunakan panduan pertanyaan dan kamera.

C. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini dibatasi pada beberapa kegiatan yaitu;

(26)

2. Objek wisata yang dinilai keindahannya berupa foto atau gambar objek tegakan mangrove, pemandangan lepas, gejala keunikan alam dan fasilitas pendukung kegiatan wisata.

3. Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri.

4. Responden yaitu pengunjung objek wisata (Pantai Embe) yang paling dekat dengan objek penelitian.

D. Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian terdiri dari:

1. Data Primer

Data primer adalah data pokok yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan untuk menunjang wisata meliputi potensi penawaran (supply).

a. Jenis-jenis mangrove yang terdapat di lokasi wisata

b. Daya tarik alam, budaya masyarakat dan jenis kegiatan wisata.

c. Karakteristik dan persepsi responden serta harapan pengembangan terhadap tempat wisata.

d. Fasilitas dan pelayanan seperti tempat ibadah, warung makan, dan MCK. e. Akomodasi yaitu tempat penginapan.

f. Aksesbilitas menuju tempat wisata.

(27)

20

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian dan publikasi yang ada serta peraturan dan perundang-undangan yang telah dibuat. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

a. Fisik meliputi letak dan luas, topografi, iklim, geologi, tanah, dan biologi. b. Peraturan dan institusi meliputi tentang pengelolaan hutan, konservasi,

pariwisata, peraturan daerah dan institusi yang berkaitan dengan wisata. c. Sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar meliputi jumlah penduduk,

jenis kelamin, mata pencaharian tingkat pendidikan, agama dan budaya masyarakat.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui metode pengamatan langsung di lapangan dan wawancara.

a. Pengamatan langsung di lapangan

1) Data mengenai jenis mangrove, potensi ekowisata baik berupa objek dan daya tarik wisata maupun fasilitas pendukung dilakukan dengan menggunakan metode observasi. Dalam melakukan metode observasi didampingi oleh anggota masyarakat atau perangkat desa yang mengetahui letak objek dan daya tarik wisata.

(28)

b. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan pihak pengunjung (wisatawan) Pantai Wisata Embe, hal ini dikarenakan Pantai Embe merupakan objek wisata yang paling dekat dengan areal penelitian (ekosistem mangrove). Berdasarkan data jumlah pengunjung, rata-rata tiap bulan Pantai Embe dikunjungi oleh 453 wisatawan.

Menurut Arikunto (2002) mengingat keterbatasannya waktu, biaya,dan tenaga serta faktor yang lainnya, jika jumlah populasinya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya. Mengingat jumlah populasi dari penelitian ini adalah 453 maka pengambilan sampel dilakukan dengan metode Slovin yaitu;

=

e = Toleransi kesalahan (error tolerance)

(29)

22

atau gambar suatu objek dinilai 8 berarti dianggap lebih indah daripada foto atau gambar yang mendapatkan nilai 7.

Penilaian responden terhadap suatu foto atau gambar didasarkan keindahan yang dilihat secara visual melalui objek foto atau gambar. Setiap foto atau gambar secara keseluruhan ditampilkan secara cepat dengan maksud mengkondisikan reponden terhadap kisaran penilaian dan foto yang akan dinilai sebelum penilaian dilakukan. Pada saat penilaian, foto atau gambar ditunjukkan selama 5 detik, hal ini dilakukan agar responden memberikan penilaian hanya berdasarkan pada penglihatan (Utami, 2004).

2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur berupa hasil penelitian (skripsi dan tesis) serta data dari dinas kehutanan, kantor kecamatan dan instansi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data ini secara umum dikumpulkan dan disusun secara deskriptif dalam bentuk tabulasi.

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Potensi dan Daya Tarik Wisata

Potensi dan daya tarik wisata berdasarkan pada hasil observasi dan eksplorasi di lapangan serta pendapat para pihak yang dipilih secara purposive, kemudian data disajikan dalam tabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

2. Pendugaan Nilai Keindahan Alam

(30)

diberikan oleh responden terhadap foto atau gambar suatu objek, dimana setiap objek diambil pada satu sudut pandang pengambilan foto atau gambar. Pada masing-masing gambar dihitung frekuensi (f), frekuensi komulatif (ef), peluang komulatif (cp), nilai z untuk setiap foto atau gambar dan nilai z rata-rata. Potensi pembanding dalam perhitungan SBE ini adalah objek yang memiliki nilai z rata-rata terkecil. Selanjutnya nilai SBE suatu foto atau gambar dihitung dengan ZLS-p : Rata-rata nilai z untuk gambar atau foto pembanding

(31)

24

� = (�� − Ῡ)

2

� −1

Keterangan :

s : Standar deviasi

Ῡ : Nilai tengah

Yi : Nilai pengamatan ke – i n : Jumlah pengamatan

(32)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :

1. Potensi dan daya tarik objek wisata mangrove di Desa Merak Belantung adalah ekosistem mangrove, aliran sungai mangrove, muara sungai dan pantai, seni tari dan kerajinan tangan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah fotografi (photography), berenang(swimming), pengamatan burung (bird watching), berkano (canoeing), menyusuri hutan mangrove (mangrove walk), dan memancing (fishing).

2. Potensi dan daya tarik wisata mangrove Desa Merak Belantung berdasarkan metode scenic beauty estimation (SBE) adalah tinggi dengan nilai SBE sebagai berikut; pantai (42), aliran sungai mangrove (20), muara sungai mangrove (19), dan tegakan mangrove (0).

B. Saran

1. Perlu adanya aturan dan regulasi yang jelas dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan hutan mangrove di Desa Merak belantung.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka. Cipta. Jakarta.

Beeton, S. 2000. Ecotoursim: A Practical Guide for Rural Communities. Brown Prior Anderson. Australia.

Bengen, D.G. 2001. Panduan Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. IPB Press. Bogor.

Dahuri, R. dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan SecaraTerpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Daniel, T.C dan Boster, R.S. 1976. Measuiring landscap Esthetic : The Scenic Beauty Estimation Method. USDA Forest Service. Research and Paper RM 167 Rocky Mountain Forest and Range Experiment Station Forest Sercive U.S. Departemen of Agriculture.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 p.

Hardinoto, K. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Higham, J. 2007. Critical Issues in Ecotourism: Understanding a Complex TourismPhenomenon. Elsevier Ltd. Barlington.

Ismayanti. 2011. Pengantar Pariwisata. Grasindo. Jakarta.

Istiyanto, D. C., K. S. Utomo, dan Suranto. 2003. Pengaruh Rumpun Bakau

terhadap Perambatan Tsunami di Pantai. Makalah pada Seminar Nasional

“Mengurangi Dampak Tsunami: Kemungkinan Penerapan Hasil Riset”. Yogyakarta, 11 Maret 2003.

Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Ekosistem Sumber Daya Mangrove. Ditjen Bangda PKSPL-IPB. Bogor.

. dkk. 2008. Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia. Departemen Kehutanan & Korea International Cooperation Agency. Jakarta.

(34)

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Noor, Y.R, Khasali M dan Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengelolaan

Mangrove diIndonesia. Wetland International Indonesia Program. Jakarta. Page, S.J, dan Dowling RK. 2002. Ecotourism. Pearson Education. London. Pendit, N.S. 2003. Ilmu Pariwisata,Sebuah Pengantar Perdana. PT. Prandya

Paramita. Jakarta.

Rahardjo, B. 2004. Ekotourisme Berbasis Masyarakat dan Pengelolaan SumberdayaAlam. Pustaka LATIN. Bogor.

Rahardjo, S 2004. Menelusuri Pariwisata Budaya di Indonesi. UI Press. Jakarta. Satyasari, I. 2010. Evaluasi Pengembangan Ekowisata Mangrove: Studi Kasus di

Bedul, Resort Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Trimukti, T. 2012. Preferensi Masyarakat Terhadap Berbagai Tipe Vegetasi yang Dirancang untuk Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) Way Halim Bandar Lampung. Skripsi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung.

Udono, B. 2008. Sukses Menjadi Pemandu Wisata Profesional. Kesaint Blanc. Jakarta.

Utami, M.R. 2004. Penilaian Kualitas Visual Vegetasi Ruang Terbuka Hijau (Rth) di Kota Bandar Lampung dengan Metode Scenioc Beauty

Estimation. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Unila. Bandar lampung.

Widagdo, S. 1998. Studi Tentang Reduksi Kebisingan Menggunakan Vegetasi dan Kualitas Visual Lansekap Jalan Tol Jagorawi. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yoeti, O. A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Angkasa. Bandung.

Yuniake. 2003. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove dan Partisipasi Masyarakatdi Kawasan Nusa Lembongan Bali. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)

Tabel 6. (Lanjutan).

Tabel 7. Hasil Penilaian Rata-rata Responden terhadap Potensi Wisata.

(41)

60

Tabel 8. Nilai Z Masing-masing Foto Potensi Wisata

Foto 1 Foto 2

Foto 3 Foto 4

Keterangan Tabel;

Nilai F : Skala penilaian yang digunakan F : Frekuensi penilaian

CF : Comulative frekuensi CP : Comulative probability

Z : Nilai pendugaan keindahan

(42)

Perhitungan Nilai SBE

SBEx= (ZLS-x– ZLS-p) X 100

Keterangan :

SBEX : Nilai pendugaan keindahan pemandangan ke – x ZLS-x : Rata-rata nilai z untuk gambar atau foto ke – x ZLS-p : Rata-rata nilai z untuk gambar atau foto pembanding

Tabel 9. Perhitungan Nilai SBE Masing-masing Foto Potensi Wisata

No. Foto Z Rata-rata Z Pembanding Pengali SBEi

1 1,16 0,96 100 20

2 1,38 0,96 100 42

3 0,96 0,96 100 0

4 1,15 0,96 100 19

Tabel 10. Klasifikasi Keindahan Foto Potensi Wisata

No. Foto Yi SBEi Tingkat Keindahan

(43)

PANDUAN PERTANYAAN

POTENSI HUTAN MANGROVE BAGI PENGEMBANG EKOWISATA DI DESA MERAK BELANTUNG KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN

LAMPUNG SELATAN

Mohon diisi sesuai dengan pendapat dan pandangan Bapak/Ibu/Saudara.

Maksud panduan pertanyaan ini adalah untuk bahan masukan penulisan skripsi. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – November 2013, untuk itu dimohon partisipasinya kepada Bapak/Ibu/saudara dalam rangka kesempurnaan tulisan ini untuk memberikan pendapatnya.

1. Apakah anda sering berdarmawisata ?

a. Ya b. Tidak

2. Seberapa sering biasanya anda berwisata ?

a. Sekali seminggu c. Sekali sebulan b. Sekali setahun d. ... 3. Objek wisata apa yang biasanya anda kunjungi ?

a. Pantai c. Wahana air

(44)

4. Kegiatan apa yang biasanya anda lakukan di tempat wisata ? a. Rekreasi c. Studi/Penelitian

b. Berkemah d. ... 5. Dalam rangka apa biasanya anda berwisata ?

a. Acara sekolah/organisasi c. Acara Pribadi b. Acara keluarga d. ...

6. Darimana anda mendapatkan informasi mengenai tempat wisata yang akan dikunjungi ?

a. Kawan/Tetangga/Saudara c. Media Elektronik b. Media Cetak d. ...

7. Apakah anda mengetahui apa itu hutan mangrove ?

... ... ... 8. Apakah anda mengetahui apa manfaat dan fungsi hutan mangrove ?

... ... ... 9. Pernahkah anda melihat secara langsung hutan mangrove ?

... ... 10.Bila pernah, dimanakah anda melihat hutan mangrove ?

... ... 11.Dalam rangka atau kegiatan apa anda mengunjungi hutan mangrove?

... ... 12.Menurut anda apa yang paling menarik dari hutan mangrove?

(45)

64

Bagian II

Berikan penilaian sesuai dengan pendapat anda mengenai objek dan daya tarik wisata yang akan ditayangkan dengan nilai 1 – 10.

Keindahan Pemandangan

Rendah Tinggi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar/Foto

(46)

Gambar 12. Potensi Wisata 1 pada Penelitian Bulan Juli 2013.

(47)

66

Gambar 14. Potensi Wisata 3 pada Penelitian Bulan Juli 2013..

(48)

Gambar

Tabel 4 – 8  .................................................................................................
Tabel  6.  Hasil Penilaian Responden terhadap Potensi Wisata.
Tabel 6. (Lanjutan).
Tabel 6. (Lanjutan).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sinkopasi dapat banyak kita temukan dalam musik Afrika dan Eropa. Sinkopasi juga merupakan ciri utama dari musik drum Afrika yang terdiri dari berbagai macam instrumen

Nilai BOD5 air Sungai Lembu di Desa Logas Kecamatan Singingi masih di bawah ambang Baku Mutu Lingkungan Perairan, Pengukuran BOD5 sangat penting dalam pengelolaan kualitas air,

[r]

Hal ini sesuai dengan Sunarya dkk (1991) dalam Antari dan Sundra (2005) kandungan Pb lebih banyak pada tanaman tepi jalan yang padat kendaraan bermotor di- bandingkan dengan

Performa karyawan yang tinggi akan mengarahkan pada dukungan organisasi yang lebih baik sehingga karyawan merasa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli

[r]

tersebut juga menunjukkan bahwa indikator-indikator dari variabel laten lainnya kebijakan push and pull policy, pembangunan ekonomi yang merata dan peningkatan taraf

dimaksud oleh Labforensik Polri, dan dinyatakan dengan surat keterangan hasil uji balikstik. e) Jumlah Senjata api dan amunisi, yang dapat dimiliki dan digunakan yaitu : 1)