PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA FERMENTASI (Aspergillus Niger) TERHADAP KINERJA
REPRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix – coturnix japonica)
SKRIPSI
OLEH:
ASMARIA 030306008
IPT
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA FERMENTASI (Aspergillus Niger) TERHADAP KINERJA
REPRODUKSI BURUNG PUYUH BETINA (Coturnix – coturnix japonica)
SKRIPSI
OLEH:
ASMARIA 030306008
IPT
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Proposal : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda Fermentasi (Aspergillus Niger) terhadap Kinerja Reproduksi Burung Puyuh Betina ( Coturnix – Coturnix Japonica)
Nama : ASMARIA
NIM : 030306008
Departemen : Peternakan
Program Studi : Produksi Ternak
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
( Dr. Ir. Ristika Handarini, MP ) ( Ir. Soehady Aris )
Ketua Anggota
Diketahui Oleh:
( Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP ) Ketua Departemen
ABSTRACT
Asmaria, 2007. “Utilization of Fermented Tree Tomato (Cyphomandra
betacea) skin fruit flour in feed on Reproduction Performance of Quail
(Coturnix-coturnix japonica). The research advised by Dr. Ir. Ristika Handarini,
MP. and Ir. Soehady Aris. This research was caried out in Biological Laboratory Veterinery, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, started from September until October 2007.
The objective of this research was to observe the utilization of fermented tree tomato skin fruit flour in feed on clutch, laying intervals of-egg and skip day of quail (Coturnix-coturnix japonica. This research was conducted by completely randomized design (CRD) which was consists of 5 treatments and 4 replications (each replication used 3 quails). The treatmens were R0= feed without fermented
tree tomato skin fruit flour, R1= feed containing 3% of fermented tree tomato skin
fruit flour, R2= feed containing 6% of fermented tree tomato skin fruit flour, R3=
feed containing 9% of fermented tree tomato skin fruit flour and R4= feed
containing 12% of fermented tree tomato skin fruit flour. The three parameters were clutch (day), laying intervals (hour) of egg and skip day (day).
Results of this research indicated that non significant difference (P>0.05) on all parameters. The longest average of clutch was found in treatment R2 for 4.16 days and the fastest in R3 for 3.10 days. The mean of laying interval varied from 24.16 hours (R3) up to 24.86 hours (R4). The longest mean of skip day was found in treatment R2 (1.87 days) and the lowest was in R4 (1.43 days). In conclusion showed that the fermented tree tomato skin fruit flour can be used until 12% to maintenace the reproduction performance of the quail.
ABSTRAK
Asmaria, 2007 “Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda
Fermentasi (Aspergillus niger) terhadap Kinerja Reproduksi Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Penelitian ini di bawah bimbingan Dr. Ir. Ristika
Handarini, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Soehady Aris selaku anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Medan mulai bulan September 2007 sampai Oktober 2007.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda fermentasi (Aspergillus niger) dalam ransum terhadap clutch, jarak antar bertelur dan lama kosong (skip day) burung puyuh betina (Coturnix-coturnix japonica). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan (setiap ulangan menggunakan 3 ekor puyuh betina). Perlakuan tersebut yakni R0 = ransum tanpa tepung kulit buah terong belanda fermentasi, R1 = ransum mengandung 3% tepung kulit buah terong belanda fermentasi, R2 = ransum mengandung 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi, R3 = ransum mengandung 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi dan R4 = 12% tepung kulit buah terong belanda fermentasi. Data dianalisis dengan sidik ragam dengan parameter clutch, jarak antar bertelur dan lama kosong (skip day).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda
Fermentasi (Aspergillus Niger) Terhadap Kinerja Burung Puyuh (Coturix -
Coturnix Japonica)”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti
ujian akhir di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan kepada
Bapak Ir. Soehady Aris selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi
yang berharga bagi penulis.
Penulisan skripsi ini didasarkan kepada pedoman penulisan skripsi yang
dikeluarkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jika terdapat
kekurangannya penulis mengharapkan saran dan kritik dalam penyempurnaan
skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Asmaria Ginting, lahir pada tanggal 07 September 1985 di G. Serawan,
Sumatera Utara. Anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayahanda S. Ginting dan
Ibunda Alm. K. Br Purba.
Pengalaman hidup yang telah ditempuh penulis hingga saat ini :
Riwayat Pendidikan :
∗ Tahun 1992 memasuki SD Negeri G. Serawan dan tamat tahun 1997.
∗ Tahun 1997 memasuki SLTP N.2 Perdagangan dan tamat tahun 2000.
∗ Tahun 2000 memasuki SMU Negeri 17 Medan dan tamat dari kelas IPA
tahun 2003.
∗ Tahun 2003 memasuki Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera
Utara Medan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
∗ Tanggal 6 Juni sampai dengan 6 Agustus 2006 mengikuti Praktek Kerja
Lapang (PKL) di PT. Lela Wangsa Sentana Desa Pangkalan Batu
Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat.
∗ Pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2007 mengadakan penelitian di
Laboratorium Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan.
Pengalaman organisasi :
∗ Anggota Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Tahun 2004.
∗ Anggota Himpunan Mahasiswa Departemen Peternakan (HMD) di bidang
Kewirausahaan Periode 2006-2007.
∗ Ketua Pekan Olah Raga Peternakan (PORPET) I bulan Mei tahun 2007.
∗ Bulan April tahun 2006 mengikuti acara ”Penanaman Seribu Pohon” di
desa Sipiso-piso Kabupaten Karo yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa
Karo (IMKA) Mbuah Page Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
∗ Asisten di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah tahun 2006-2007 .
∗ Mengikuti seminar nasional HPDKI di AULA Suratman FP-USU.
∗ Mengikuti seminar Pelatihan Percepatan Pengembangan Ternak
Ruminansia di Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Desember tahun
2007.
∗ Mengikuti Pelatihan Petugas Inseminasi Buatan di Dinas Peternakan Jawa
Tengah Ungaran pada bulan Maret tahun 2008
∗ Asisten di Laboratorium Ilmu Reproduksi dan Inseminasi Buatan tahun
2007-2008.
∗ Mengikuti Sosialisasi Monitoring Evaluasi Pembangunan Dinas
Peternakan Provinsi Sumatera Utara di Medan tanggal 3 Juli 2008.
∗ Mengikuti Sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Peternakan
Balai Penyelidik dan Pengujian Veteriner Regional I Medan pada tanggal
10 Juli 2008.
∗ Bulan November 2008 mengikuti acara ”Penanaman Seribu Pohon” di
Desa Tongging yang diadakan oleh Indosat bekerjasama dengan Parintal
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... ABSTRAK...
i ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iii
KATA PENGANTAR... Peran Aspergillus Niger dalam Proses Fermentasi……… Karaketristik Burung Puyuh... Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh ...
Protein... Energi... Lemak ... Vitamin... Mineral... Kinerja Reproduksi Burung Puyuh ... Clutch... Jarak Antar Bertelur ... Lama Kosong (Skip Day)...
4
BAHAN DAN METODE PENELITIAN...
Tempat dan Waktu Penelitian... Bahan dan Alat Penelitian... Metode Penelitian ...
HASIL DAN PEMBAHASAN...
Pembahasan... Clutch... Jarak Antar Bertelur... Lama Kosong (Skip Day)...
22 22 23 24
KESIMPULAN DAN SARAN...
Kesimpulan... Saran...
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...
DAFTAR TABEL
No.
Hal.
1. Komposisi kimia terong belanda per 100 gram bahan………. 5
2. Komposisi kimia terong belanda sebelum dan sesudah fermentasi
(Aspergillus Niger)……… 5
3. Kebutuhan nutrisi burung puyuh………... 9
4. Konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur……….. 11
5. Kemampuan berproduksi pada beberapa macam unggas…………. 13
6. Rataan clutch burung puyuh selama penelitian (hari)………... 20
7. Rataan jarak antar bertelur burung puyuh (jam)………... 21
8. Rataan lama kosong (Skip day) puyuh (hari)………. 21
9. Analisis keragaman clutch burung puyuh selama penelitian………. 22
10. Analisis keragaman jarak antar bertelur burung puyuh……… 23
11. Analisis keragaman lama kosong (Skip day) pada burung puyuh
betina………. 24
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Hasil analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) non fermentasi dan fermentasi
(Aspergillus niger)……….. 29
2. Pengolahan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger (modifikasi metoda
Suryadi, 2007)………... 30
3. Kandungan nutrisi bahan pakan, formulasi ransum puyuh periode starter, formulasi ransum puyuh periode finisher ……… 31
4. Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter dan kandungan
nutrisi ransum puyuh periode finisher……….. 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Burung puyuh banyak terdapat di daerah Indonesia, terutama di daerah-
daerah dekat sungai yang banyak terdapat tumbuh-tumbuhannya, atau hidup liar
dalam semak-semak. Disamping itu burung puyuh juga memiliki kandungan
protein hewani yang sangat tinggi, sehingga seekor burung puyuh dapat
menghasilkan telur antara 200 – 300 butir dalam setahun. Hal lain yang menarik
adalah kekuatan burung puyuh dalam hal daya tahannya terhadap penyakit dan
lebih mudah pemeliharaannya dibandingkan dengan ternak unggas lainnya.
Pemeliharaan burung puyuh dapat meggunakan modal yang lebih sedikit,
tidak seperti unggas lain. Disamping ternak ini cepat berproduksi, juga tidak sulit
menyediakan ransumnya. Burung puyuh juga mempunyai sifat dan kemampuan
untuk menghasilkan daging dan telur yang relatif cepat, nilai gizinya tinggi,
digemari juga dapat dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah (Tarigan dan
Siregar, 1983).
Akan tetapi harga ransum ternak unggas yang semakin mahal pada saat ini
tidak sebanding dengan penghasilan dari produksi yang didapat oleh peternak.
Sehingga salah satu cara pemecahan untuk menekan biaya pakan yang tinggi ini
adalah dengan cara mencari pakan alternatif. Pakan alternatif ini biasanya berasal
dari limbah, baik itu limbah pertanian, perkebunan, limbah rumah tangga, bahkan
limbah dari peternakan itu sendiri.
Diantara limbah-limbah tersebut diatas, limbah pertanian merupakan jenis
limbah yang pengolahannya lebih sederhana, jumlahnya banyak, tidak kompetitif
relatif murah dan kandungan gizinya cukup tepat untuk diberikan sebagai salah
satu komponen bahan penyusun pakan untuk burung puyuh.
Kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) merupakan limbah
industri besar (pabrik pengolahan makanan dan minuman), industri sedang
(restoran), dan industri kecil (rumah tangga). Sehingga ketersediaanya cukup
potensial sebagai bahan pakan ternak. Namun bila dilihat dari kandungan
nutrisinya terong belanda memiliki nilai protein sebesar 4.34%, kadar lemak
sebesar 7.53 %, kadar air 10.58%, bahan kering 89.41%, kadar abu sebesar 8.8%,
serat kasar sebesar 21.87%, dan setelah difermentasi dengan Aspergillus niger
proteinnya menjadi sebesar 13.92%, kadar lemak sebesar 8.28%, kadar air 8.56%,
bahan kering 91.44%, kadar abu sebesar 9.92%, serat kasar sebesar 10.48%
(Analisa Laboratoium Bahan Pakan Ternak USU, 2007) .
Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan faktor pembatas dalam
penyusunan ransum burung puyuh sehingga bahan pakan yang berasal dari kulit
buah terong belanda ini perlu difermentasi guna meningkatkan nilai nutrisinya
sehingga dapat dimanfaatkan dalam ransum dalam jumlah yang sesuai.
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimiawi pada substrat
organik melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Fardiaz,
1987). Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tersebut meliputi perubahan molekul kompleks seperti protein,
lemak dan karbohidrat menjadi molekul sederhana dan mudah dicerna
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti pemanfaatan tepung kulit
buah terong belanda (Cyphomandra betaceae) fermentasi Aspergillus niger yang
diberikan dalam ransum burung puyuh dengan berbagai tingkat pemberian.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda
(Cyphomandra betacea) yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger
terhadap kinerja reproduksi burung puyuh betina (Coturnix- coturnix japonika)
Hipotesis Penelitian
Dengan pemberian ransum yang mengandung tepung kulit buah terong
belanda (Cyphomandra betacea) yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger
berpengaruh terhadap clucth, jarak antar bertelur dan skip day.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai syarat untuk melakukan penelitian dalam memperoleh gelar sarjana
pada Fakultas Pertanian Departemen Peternakan Universitas Sumatera Utara.
2. Memberikan informasi bagi peternak dalam pengembangan usaha peternakan
burung puyuh.
3. Sebagai bahan informasi bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya
TINJAUAN PUSTAKA
Terong Belanda Sebagai Pakan Ternak
Tanaman ini di Indonesia juga dikenal sebagai terong menen dan dalam
bahasa Inggris disebut sebagai tree tomato. Asalnya dari Pegunungan Andes di
Amerika Selatan, khususnya di Peru. Kemudian menyebar ke berbagai wilayah di
Indonesia dan terong belanda ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Di daerah
tropis terong belanda bisa tumbuh hingga ketinggian 1.000 meter dari permukaan
laut. Di banyak negara tanaman ini telah dibudidayakan dalam kebun-kebun atau
untuk tumpang sari dengan tanaman jeruk. Daerah yang membudidayakan buah
terong belanda di Indonesia ialah daerah Sumatera utara tepatnya didaerah Tanah
Karo. Perbanyakan bisa dilakukan dengan menanam biji, disambung dengan
tanaman yang masih sejenis, bahkan juga bisa diperbanyak dengan stek.
Sosok tanaman terong belanda berupa perdu dengan ketinggian 2-3 meter.
Pangkal batangnya pendek dan cabangnya lebat. Daunnya bulat, berselang-seling,
dan berbulu Bunga muncul dalam rangkaian kecil dari ketiak daun, berwarna
merah jambu hingga biru muda, berbau harum. Buahnya berbentuk buah buni
bulat lonjong dengan meruncing ke ujung. Buah bergelantungan dengan tangkai
panjang, berwana lembayung ke merah-merahan. Daging buahnya banyak
mengandung sari buah, agak asam, berwarna kuning kehitam-hitaman. Bijinya
pipih dan tipis. Penampang melintang buah terong belanda sangat mirip dengan
belahan buah tomat. Selain warnanya sama, keduanya banyak mengandung air.
Buah terong belanda ini dimanfaatkan sebagai buah yang dimakan segar,
dan sangat digemari sebagai minuman yang disajikan dalam bentuk jus
(Soetasad dan Muryanti, 1995). Kegunaan buah terong belanda adalah mengobati
penyakit tekanan darah rendah, menghilangkan gatal-gatal pada kulit serta untuk
cuci perut. Bahkan bisa pula untuk bahan kosmetik alamiah seperti mengeringkan
kulit muka yang bermiyak dan mencegah timbulnya jerawat (Imamuddin, 1987).
Terong belanda mempunyai nutrisi yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia terong belanda
Komponen Kandungan (/100 g bahan)
Kalori (kal) 48.00
Protein (g) 1.50
Lemak (g) 0.30
Karbohidrat (g) 11.30
Kalsium (mg) 13.00
Fospat (mg) 24.00
Besi (mg) 0.80
Vit.A (SI) 0
Vit. B1 (mg) 0.04
Vit. C (mg) 17.00
Air (g) 85.90
B.D.D (%)* 73.00
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1989) *) Bahan dapat dicerna
Setelah dianalisis (Tabel 2), ternyata kandungan gizi kulit buah terong
belanda yang telah fermentasi dengan Aspergillus Niger mempunyai potensi
untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak karena protein kasarnya mengalami
peningkatan 13.92% dan serat kasarnya dapat diturunkan dari 21.87% menjadi
Tabel 2. Komposisi kimia terong belanda sebelum dan sesudah fermentasi (Aspergillus Niger)
Komposisi Sebelum fermentasi Sesudah fermentasi
Bahan Kering (%)* Kadar Air (%)* Kadar Abu (%)* Protein Kasar (%)* Serat Kasar (%)* Lemak (%)*
Energi Metabolisme (kkal)**
89,41 ** = Laboratorium Nutrisi Ternak, IPB Bogor (2007)
Peran Aspergillus Niger dalam Proses Fermentasi
Aspergillus Niger adalah sejenis kapang dari genus: Aspergillus, famili:
Eurotiaceae, ordo: Eurotiales, sub kelas: Plectomycetidae, kelas: Ascomycetes,
sub divisi: Ascomycotina, dan divisi: Aastigmycota (Hardjo et al., 1989).
Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dapat dipakai
secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau unggu coklat. Kapang ini
mempunyai bagian yang khas, yaitu bersepta,spora yang bersifat aseksual dan
tumbuh memanjang di atas stigma, mempunyai sifat aerobic sehingga dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 5 – 37oC (Fardiaz,1989).
Hardjo et al., (1989) juga menyatakan bahwa Aspergillus niger didalam
pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat
didalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut
disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti
selulosa, pati dan protein harus dipisah terlebih dahulu sebelum diserap kedalam
sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler
Menurut Lehninger (1991), Kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim
urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya
digunakan untuk pembentukan asam amino. Aspergillus niger mempunyai
pertumbuhan yang paling tinggi dan kehilangan bahan kering yang tinggi
dibandingkan dengan Aspergillus oryzae dan Rhyzophus oryzae dan Yuniah
(1996) melaporkan bahwa Aspergillus niger mampu menurunkan kadar serat
kasar.
Karakteristik Burung Puyuh
Puyuh atau dalam bahasa asingnya disebut “quail”, masih cukup banyak
mewarisi sifat-sifat burung liar. Sifat liar ini hampir dijumpai pada setiap bangsa
puyuh (Rasyaf, 1983). Bangsa-bangsa burung puyuh yang terdapat di dunia, yang
terkenal berasal dari marga Turnix, Coturnix, dan Arborophilla (Anonimous,
1983).
Dari berbagai jenis burung puyuh liar, hanya genus Coturnix-coturnix
japonica salah satu strain yang telah mengalami pemuliabiakan dan strain ini
sangat digemari sebagai makanan lezat dan bergizi (Nugroho dan Mayun, 1986).
Menurut Agromedia (2002), klasifikasi burung puyuh sebagai berikut :
Kelas : Aves (bangsa burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasionaidae
Family : Phasianidae
Sub Family : Phasianidae
Genus : Coturnix
Dibanding jenis puyuh lainnya, jenis ini dapat menghasilkan 250 – 300
butir/ekor selama setahun. Puyuh betina mulai bertelur setelah umur 35 hari.
Sifat-sifat tertentu dari coturnix seperti kemampuannya menghasilkan 3 – 4
generasi/tahun. Telurnya berwarna cokelat tua, putih dengan bintik-bintik hitam,
biru. Ciri-ciri jantan dewasa diidentifikasikan dengan bulu-bulu warna cokelat
muda pada bagian atas kerongkongan dan dada yang merata. Betina dewasa
warnanya mirip dengan jantan, kecuali bulu pada kerongkongan dan dada bagian
atas warna cinnamoan lebih terang, dihiasi dengan totol-totol cokelat tua, bentuk
badannya kebanyakan lebih besar dibanding jantan (Listiyowati dan Roospitasari,
1993 ).
Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh
Listiyowati dan Roospitasari (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting
dalam keberhasilan beternak burung puyuh adalah faktor pakan (nutrisi), selain itu
faktor tata laksana (manajemen) dan bibit. Faktor pakan meliputi cara pemberian
dan kebutuhan gizi menurut tingkat umurnya. Hal ini juga didukung oleh
pendapat Anggorodi (1979) bahwa kebutuhan gizi pada ternak tergantung pada
umur, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, fase produksi serta keadaan
kesehatan ternak, besar ternak, jenis burung puyuh, lingkungan, tahap produksi,
kadar protein dan energi ransum.
Tillman et al., (1983) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan, produksi,
reproduksi, dan hidup pokok, hewan memerlukan zat gizi, unsur gizi tersebut
adalah protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan air. Hal ini juga didukung oleh
Rasyaf (1984) yang menyatakan bahwa kekurangan salah satu unsur gizi tersebut
Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2000) anak burung puyuh yang
baru berumur 0 – 3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolisme
2900 kkal/kg. Pada umur 3 – 5 minggu kadar protein ransum yang diberikan
dikurangi menjadi 20% dan energi metabolismenya menjadi 2600 kkal/kg.
Burung puyuh dewasa berumur lebih dari lima minggu, kebutuhan protein dan
energinya sama dengan burung puyuh umur 3 – 5 minggu. Kebutuhan nutrisi
burung puyuh dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan nutrisi burung puyuh
Puyuh sedang tumbuh Puyuh
bibit Zat Nutrisi
0-3 Minggu 3-5 minggu dewasa
Energi Metabolisme (kkal/kg) Protein (%)
Sumber: NRC (1997)
Protein
Protein dalam ransum unggas sangat penting bagi kehidupan karena zat
tersebut merupakan protoplasma dalam sel hidup. Pemberian ransum yang
mengandung protein dengan kadar asam amino esensial yang seimbang, akan
memberikan kesempatan pada ternak untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan
pertumbuhan (Murtidjo,1989).
Kebutuhan protein untuk burung puyuh pada fase pertumbuhan (umur 0 –
6 minggu) yang dianjurkan adalah antara 24 – 25%, sedangkan untuk anak puyuh
puyuh untuk pertumbuhan optimal. Setelah dewasa kelamin burung puyuh akan
bertelur, untuk itu tingkat protein yang dianjurkan adalah 20% ( Rasyaf, 1993).
Energi
Kebutuhan energi burung puyuh pada fase pertumbuhan berkisar antara
2600 – 2900 kkal/kg (NRC, 1977). Menurut Murtidjo (1992) istilah energi yang
umum digunakan dalam pakan ternak unggas adalah energi metabolisme. Tinggi
rendahnya kadar energi metabolisme dalam ransum unggas akan mempengaruhi
sedikit banyaknya ternak unggas mengkonsumsi ransum.
Lemak
Lemak dibutuhkan sebagai sumber asam-asam lemak esensial, sebagai dan
pelarut bagi vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Lemak juga berfungsi
sebagai sumber energi yang tersimpan dalam tubuh (Tillman et al., 1989).
Kebutuhan lemak disesuaikan dengan kebutuhan puyuh berdasarkan umurnya.
Pada masa awal pemeliharaaan kebutuhan lemak sekitar 4.8%, dan setelah itu
meningkat dengan kisaran 5.3 – 5.5% (Tabel 3).
Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang merupakan komponen bahan
makanan alami, tetapi berbeda dengan karbohidrat, lemak, protein, dan air,
ditemukan dalam makanan dalam jumlah yang sangat kecil, penting untuk hidup
pokok, pertumbuhan, kesehatan hewan, jika kekurangan dalam makanan maka
akan menimbulkan gejala-gejala penyakit dan tidak dapat disintesis dalam tubuh,
Vitamin merupakan unsur gizi yang dibutuhkan oleh burung puyuh.
Vitamin ini merupakan komponen organik, kebanyakan tidak disintesa di dalam
tubuh puyuh, walaupun jumlah yang dibutuhkan kecil sekali. Bersamaan dengan
unsur gizi lain, mineral juga sangat penting untuk kehidupan puyuh. Tanpa
mineral yang cukup sesuai yang dibutuhkan maka produksi yang optimal tidak
akan terjadi (Rasyaf, 1984).
Vitamin merupakan senyawa organik yang harus selalu tersedia walaupun
dalam jumlah yang sangat kecil, untuk metabolisme jaringan normal secara
langsung maupun tidak langsung.Defesiensi vitamin pada puyuh mengakibatkan
kerugian seperti lebih mudah terserang penyakit sehingga menurunkan
produktifitas bahkan menimbulkan kematian (Listiyowati dan Roospitasari,
2000).
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi seekor
ternak atau puyuh dalam jangka waktu tertentu. Dalam mengkonsumsi ransum,
ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum,
jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi. Konsumsi
ransum ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari pakan yang diberikan serta
penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur
dan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah ransum pada
ternak (Anggorodi, 1995). Hal ini didukung oleh pendapat Wahyu (1992) bahwa
konsumsi ransum dipengaruhi oleh iklim, kesehatan, palatabilitas ransum, bentuk
fisik ransum, stress, besar badan dan produksi telur. Konsumsi ransum puyuh
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur puyuh. Perincian
konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur
Umur (minggu) Konsumsi ransum (g/hr/ekor)
0 – 1 1 – 3 3 – 5 >5
3 9 17 20
Sumber : Hardjosworo (1992)
Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
bobot badan, umur dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang
diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakasi, 1983).
Mineral
Kebutuhan kalsium dan fosfor sangat penting dalam pembentukan dan
mempertahankan kerangkaan manusia dan hewan. Diantara unsur-unsur mineral,
kalsium merupakan unsur mineral yang penting dalam menentukan kualitas kulit
telur (James, 1987).
Kinerja Reproduksi Burung Puyuh
Secara umum kemampuan reproduksi burung puyuh bervariasi tergantung
pada spesies, umur, pakan, cahaya, manajemen (pengendalian penyakit, cara
pemeliharaan), suhu. Burung puyuh memasuki dewasa kelamin ditandai dengan
kemampuan ovulasi pertama kali. Dewasa kelamin dapat dipercepat dan
diperlambat dengan cara pembatasaan pakan dan pemberian cahaya
Menurut redaksi (2002) kemampuan produksi telur burung puyuh sangat
dipengaruhi oleh umur burung puyuh. Burung puyuh betina mulai bertelur pada
umur sekitar 42 hari. Pada permulaan masa bertelur, produksinya akan cepat
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Burung puyuh mencapai puncak
produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13, setelah berumur 26 minggu produksi
telur akan menurun drastis. Hal ini didukung oleh Yasin (1988) yang menyatakan
bahwa secara garis besar yang mempengaruhi jumlah telur adalah faktor genetik,
pakan, perkandangan, suhu, rontok bulu, penyakit dan stres.
Clutch
Ayam bertelur pada hari yang berurutan disebut clutch. Setelah itu, satu
hari atau beberapa hari ayam tidak bertelur. Lamanya clutch bervariasi dari 2
sampai 30 hari sebelum hari kosong (puyuh tidak bertelur). Jumlah telur per
clutch berkisar 3 – 8 butir. Lamanya clutch sangat konsisten secara individual.
Ayam petelur yang baik memiliki clutch yang panjang sedangkan ayam petelur
yang buruk memiliki clutch yang pendek (Suprijatna et al., 2005).
Tabel 5. Kemampuan berproduksi pada beberapa macam unggas
Spesies Rata-rata clutch
(butir)
Jarak antar bertelur (jam)
Jarak antar bertelur ialah waktu yang dibutuhkan seekor burung puyuh
betina untuk menghasilkan satu butir telur. Sebagian besar unggas betina bertelur
berurutan dengan interval 23 – 26 jam. Apabila waktunya menjadi lebih lama
(lebih dari 24 jam) maka setiap telur akan dikeluarkan lebih dari 1 hari. Sehingga
ada masa satu hari yang kosong (Suprijatna et al., 2005)
Lama kosong (Skip day)
Setelah beberapa hari bertelur (dalam periode satu clucth ), pada umumnya
unggas istirahat sementara bertelur selama sekitar satu sampai 8 hari. Masa inilah
yang disebut dengan masa kosong (skip day). Selanjutnya unggas akan memasuki
clucth berikutnya. Unggas dengan kemampuan reproduksi baik, mempunyai masa
skip day yang pendek sekitar 1 – 2 hari. Sebaliknya, unggas dengan kemampuan
reproduksi buruk mempunyai masa skip day yang panjang sekitar 5 – 8 hari
(Suprijatna, 2005). Semakin lama masa skip day, maka total produksi telur selama
masa produksi akan rendah atau berada dibatas minimum kisaran produksi.
Produksi minimum burung puyuh sekitar 130 butir/tahun (Wilson, 1980). Namun
laporan lain menyebutkan produksi minimum yang cukup tinggi yaitu 250
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A.
Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Medan, berada pada ketinggian 25 meter dari permukaan laut. Penelitian
berlangsung dimulai dari bulan September sampai Oktober 2007.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain :
a. DOQ (Day Old Quail) sebanyak 60 ekor
b. Ransum yang terdiri dari: jagung halus, bungkil kedele, bungkil
kelapa, dedak halus, tepung ikan, premix dan minyak
c. Air minum
d. Vitamin, obat-obatan dan desinfektan
e. Tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Alat yang digunakan antara lain :
a. Kandang sebanyak 20 buah dengan ukuran 30x30x25 cm
b. Tempat pakan dan minum
c. Lampu sebagai alat penerangan dan pemanas
d. Alat pembersih kandang (ember, sapu)
e. Handsprayer
f. Alat tulis dan kalkulator
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 3 ekor
puyuh.
Perlakuan yang diberikan adalah:
T0 = Ransum dengan 0% tepung kulit buah terong belanda fermentasi.
T1 = Ransum dengan 3% tepung kulit buah terong belanda fermentasi.
T2 = Ransum dengan 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi.
T3 = Ransum dengan 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi.
T4 = Ransum dengan 12% tepung kulit buah terong belanda fermentasi.
Denah penelitian yang akan dilaksanakan adalah :
T0U4 T3U4 T4U4 T0U1 T2U2
T1U2 T2U1 T3U3 T1U3 T4U1
T4U3 T2U4 T0U3 T1U4 T0U2
T3U2 T4U2 T3U1 T1U1 T2U3
Keterangan : T = Perlakuan (T0...T4) U = Ulangan ( U1...U4)
Menurut Hanafiah (2000) model matematik yang digunakan untuk RAL adalah:
Yij = μ + τ i + Σij
Dimana:
Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j
i = Perlakuan (i = 0,...4)
μ = Nilai rata-rata
τi = Pengaruh faktor perlakuan ke-i
Σij = Pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j
Ulangan yang didapat berasal dari rumus :
T (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n – 5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Parameter penelitian
Clucth (hari)
Puyuh bertelur pada hari yang berurutan disebut clutch. Dihitung berapa
jumlah telur yang dihasilkan selama satu clutch dalam satuan butir. Untuk setiap
ekor burung puyuh diambil rataan dari 3 clutch.
Jarak antar bertelur (jam)
Jarak waktu yang dibutuhkan seekor burung puyuh betina untuk
menghasilkan satu butir telur dengan telur yang berikutnya dihitung dalam jam
(jarak antar bertelur).
Lama Kosong (Skip day)
Skip day (masa kosong bertelur), dihitung lama masa tidak bertelur antar
clutch dalam satuan hari.waktu yang dibutuhkan burung puyuh untuk
Pelaksaan Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian berukuran 30 x 30 x 5 cm
sebanyak 20 buah. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat
minum, lampu pijar yang berfungsi sebagai alat penerangan. Sebelum digunakan
kandang terlebih dahulu difumigasi dengan menggunakan larutan KMNO4 yang
dicampur dengan Formalin. Semua peralatan dicuci dan dibersihan dengan
menggunakan deterjen.
Penempatan Burung Puyuh
Puyuh sebelum dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan
sexing sesuai perlakuan. Puyuh yang digunakan adalah sebanyak 60 ekor puyuh
betina. Pengambilan data dimulai pada minggu ke-8.
Pemberian Pakan dan Air Minum
Pemberian ransum diberikan kepada puyuh sesuai dengan perlakuan.
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum. Pengisian pakan diakukan
hati-hati agar tidak ada pakan yang tumpah pada saat pengisian. Vitamin dan
obat-obatan diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada malam hari penerangan
dinyalakan untuk memudahkan puyuh makan dan minum di malam hari. Lampu
Penyusunan Ransum
Ransum yang diberikan disusun sendiri sesuai dengan perlakuan formulasi
ransum. Ransum disusun seminggu sekali mencegah rusaknya ransum dan
timbulnya ketengikan.
Pemeliharaan
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, penerangan diatur
sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang nyaman untuk puyuh.
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan setiap hari. Telur setiap hari dikumpulkan dan
dihitung berdasarkan perlakuan. Pengambilan data dilakukan setelah burung
puyuh berumur 8 minggu.
Analisis Data
Data hasil penelitian dicatat dan ditabulasi untuk dilakukan analisis ragam,
apabila terdapat hasil yang signifikan (nyata), maka dilakukan uji lanjut sesuai
dengan KK (Koefisien Keragaman) untuk mengetahui perbedaan pengaruh tiap
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Clutch
Clutch merupakan suatu periode dimana burung puyuh bertelur pada hari
yang berurutan, setelah itu satu hari atau beberapa hari kemudian burung puyuh
tidak bertelur. Untuk mengetahui hasil rataan clutch burung puyuh selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan clutch burung puyuh selama penelitian (hari)
Ulangan Perlakuan
1 2 3 4 Rataan ± SD
T0 4.52 2.75 3.75 4.90 3.98 ± 0.95
T1 3.96 5.18 3.20 3.52 3.97 ± 0.87
T2 5.13 4.22 4.07 3.20 4.16 ± 0.79
T3 3.34 3.16 2.95 2.95 3.10 ± 0.19
T4 3.38 4.10 3.53 3.13 3.54 ± 0.41
Rataan 4.07 3.88 3.50 3.54 3.75 ± 0.64
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan clutch yang tertinggi adalah pada
perlakuan (T2) 4.15 yaitu dengan menggunakan 6% tepung kulit buah terong
belanda fermentasi dan yang terendah pada perlakuan T3 yaitu 3.1 hari dengan
menggunakan 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi.
Jarak antar bertelur
Jarak antar bertelur merupakan waktu yang dibutuhkan seekor burung
puyuh betina untuk menghasilkan satu butir telur. Untuk mengetahui jarak antar
bertelur burung puyuh betina dengan pemberian tepung kulit buah terong belanda
Tabel 7. Rataan jarak antar bertelur burung puyuh (jam)
Ulangan Perlakuan
1 2 3 4 Rataan ± SD
T0 24.31 25.41 24.17 24.41 24.58 ± 0.57 T1 23.07 24.19 24.74 24.76 24.19 ± 0.79 T2 25.09 24.45 24.80 24.75 24.77 ± 0.26
T3 23.84 24.47 24.18 24.15 24.16 ± 0.26
T4 25.68 24.77 24.13 24.85 24.86 ± 0.64
Rataan 24.40 24.66 4.40 24.58 24.51 ± 0.50
Dari Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa rataan persentase jarak antar
bertelur tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (dengan pemberian 12% tepung kulit
buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger)sebesar 24.86 jam dan terendah
pada perlakuan T3 (dengan pemberian 9% tepung kulit buah terong belanda
fermentasi Aspergillus niger ) yaitu sebesar 24.16 jam.
Lama kosong (skip day)
Lama kosong (skip day) merupakan waktu yang dibutuhkan seekor burung
puyuh betina untuk istirahat sementara sebelum bertelur kembali, skip day
biasanya sekitar satu sampai delapan hari. Dari hasil penelitian diperoleh rataan
lama kosong (skip day) yang diberi ransum seperti yang tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan lama kosong (skip day) puyuh (hari)
Ulangan Perlakuan
1 2 3 4 Rataan ± SD
T0 1.37 1.75 3.8 2.07 2.25 ± 1.07
T1 1.63 1.55 1.81 1.06 1.51 ± 0.32
T2 2.16 2.17 1.34 1.82 1.87 ± 0.39
T3 1.79 1.9 1.78 1.94 1.85 ± 0.08
T4 1.47 1.38 1.42 1.46 1.43 ± 0.04
Rataan 1.68 1.75 2.03 1.67 1.78 ± 0.38
Dari Tabel 10 dapat dilihat lama kosong (Skip day) burung puyuh terlama
terdapat pada T0 yaitu ransum kontrol (tanpa menggunakan tepung kulit buah
terung belanda fermentasi Aspergillus niger) yaitu 2.25 hari dan yang tercepat
pada perlakuan T4 (dengan tepung terung belanda fermentasi 9%) yaitu 1.43 hari.
Pada perlakuan pemberian tepung kulit buah terung belanda ternyata skip day
cenderung lebih cepat dibandingkan perlakuan kontrol (2.25 hari).
Pembahasan
ClutchClutch merupakan satu periode bertelur secara berturut-turut pada burung
puyuh. Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus Niger terhadap panjang clucth burung
puyuh (coturnix-cotunix japonica). Selama penelitian dapat diketahui dengan
melalui uji keragaman seperti tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Analisis keragaman clutch burung puyuh selama penelitian
SK DB JK KT Fhit Ftabel
0.05 0.01
Perlakuan 4 2.92 0.73 1.47tn 3.06 4.89
Galat 15 7.45 0.49
Total 19
Keterangan : KK = 18.84% tn = tidak nyata
Dari analisis keragaman diatas menunjukkan bahwa pemberian tepung
kulit buah terong belanda fermentasi berpengaruh tidak nyata terhadap panjang
clutch burung puyuh. Dimana hasil analisis keragaman clutch pada Tabel 9
menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel 0.05 yang berarti pemberian
tepung kulit buah terong belanda fermentasi (Aspergillus Niger) tidak
12% pemberian tepung kulit buah terong belanda fermantasi). Hal ini disebabkan
karena jenis dan kemampuan burung puyuh yang cukup baik untuk menghasilkan
telur dengan campuran pakan tepung kulit buah terong belanda fermentasi.
Didukung oleh pernyataan Suprijatna et al. (2005), bahwa lamanya clutch sangat
konsisten secara individual, ayam petelur yang baik memiliki waktu clutch yang
panjang sedangkan ayam petelur yang buruk memiliki clutch yang pendek. Tidak
adanya pengaruh yang nyata terhadap clutch menunjukkan bahwa perlakuan
dengan penggunaan tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger
sampai level 12% dalam ransum tidak memberikan perbedaan yang nyata pada
clutch burung puyuh.
Jarak antar bertelur
Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah
terong belanda fermantasi terhadap jarak antar bertelur burung puyuh selama
penelitian dilakukan uji keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 10.
Hasil analisis keragaman jarak antar bertelur pada Tabel 10 menunjukkan
bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel 0.05 berarti pemberian tepung kulit buah
terong belanda fermantasi berpengaruh tidak nyata terhadap jarak antar bertelur
terhadap semua perlakuan (3%, 6%, 9%, dan 12% pemberian tepung kulit buah
terong belanda fermentasi).
Tabel 10. Analisis keragaman jarak antar bertelur burung puyuh.
SK DB JK KT Fhit Ftabel
0.05 0.01
Perlakuan 4 1.54 0.38 0.40tn 3.06 4.89
Galat 15 14.50 0.96
Total 19
Jarak antar bertelur puyuh menunjukkan tidak beda nyata dengan kisaran
antara 24.16 sampai 24.86 jam menunjukkan bahwa pada masa clutch, setiap
harinya burung puyuh bertelur. Rataan jarak antar bertelur pada penelitian ini
masih dalam kisaran hasil penelitian Suprijatna et al. (2005) yaitu berkisar antara
23 – 26 jam. Bila jarak antar bertelur lewat dari 24 jam, maka telur akan
dikeluarkan pada hari berikutnya.
Lama kosong (skip day)
Setelah beberapa hari bertelur dalam periode satu clutch, pada umumnya
unggas istirahat bertelur selama 1 sampai 8 hari. Untuk mengetahui pengaruh
pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi dalam ransum terhadap
lama kosong (skip day) burung puyuh maka dilakukan analisis keragaman seperti
tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis keragaman lama kosong (skip day) pada burung puyuh betina
SK DB JK KT Fhit Ftabel
0.05 0.01
Perlakuan 4 1.69 0.42 1.49tn 3.06 4.89
Galat 15 4.24 0.28
Total 19
Keterangan: KK = 29.72% tn = tidak nyata
Dari analisis keragaman diatas menunjukkan bahwa pemberian tepung
kulit buah terong belanda tidak berpengaruh nyata terhadap lama kosong (skip
day) burung puyuh. Tidak ada pengaruh yang nyata dari ini disebabkan karena
waktu yang dibutuhkan unggas untuk bertelur tidak sama, dimana umumnya
unggas istirahat sementara bertelur selama sekitar 1 – 8 hari (Suprijatna et al.,
produksi baik mempunyai masa skip day yang pendek sekitar 1 – 2 hari,
sebaliknya unggas dengan kemampuan produksi buruk mempunyai masa skip day
yang panjang sekitar 5 – 8 hari.
Kemampuan produksi telur burung puyuh akan mulai bertelur umur 35 –
42 hari, kemampuan produksi telur burung puyuh akan mengalami kenaikan
hingga mencapai puncak produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi
(1995) yang menyatakan dengan perawatan yang baik burung puyuh betina akan
bertelur 200 butir pada tahun pertama berproduksi dan periode bertelur selama 9 –
12 bulan dengan lama hidup 2 – 2.5 tahun.
Rekapitulasi hasil penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka hasil rekapitulasinya dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rekapitulasi clutch, jarak antar bertelur dan lama kosong (skip day)
Perlakuan Clutch
(hari)
Jarak antar bertelur (jam)
Skip day (hari)
T0 3.98tn 24.58tn 2.25tn
T1 3.96tn 24.76tn 1.51tn
T2 4.15tn 24.75tn 1.87tn
T3 3.10tn 24.15tn 1.85tn
T4 3.53tn 24.85tn 1.43tn
Dari rekapitulasi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung
kulit buah terong belanda dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0.05) pada
semua parameter yaitu clutch, jarak antar bertelur dan skip day burung puyuh
betina (Coturnix-coturnix japonica). Hal ini berarti pemberian tepung kulit buah
mempengaruhi clutch, jarak antar bertelur dan skip day burung puyuh betina
(Coturnix-coturnix japonica).
KESIMPULAN DAN SARAN
KesimpulanPemberian tepung kulit buah terong belanda pada ransum puyuh sampai
level 12 memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap clutch, jarak antar
bertelur dan lama kosong (skip day).
Saran
Penggunaan tepung kulit buah terong belanda (Ciphomandra betaceae)
fermentasi Aspergillus niger sampai level 12% dapat digunakan dalam ransum
DAFTAR PUSTAKA
Anah, L dan T. Lindajati, 1987. Peningkatan Kadar Protein Onggok Dengan Cara Fermentasi Media Padat. Proceeding Seminar Nasional Peternakan dan Veternier, Bogor.
Anonimous, 1983. Pemeliharaan Burung Puyuh. Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Gedung Johor, Medan
Anggorodi, H.R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.
Departemen Kesehatan R.I., 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan Bhratara Karya Aksara.
Fardiaz, S., 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Hanafiah . K. 2000. Rancangan Percobaan Untuk Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Palembang
Hardjo, S, N.S. Indrasti dan B. Tajuddin, 1989. Biokenveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Hardjosworo, P.S., 1992. Berternak Puyuh. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Imamuddin, H., 1987. Trubus No.210 Tahun XVIII, Buah Langka Terong Belanda Buah Para Sinyo, Zaman Belanda, Puslitbang Biologi, LIPI.
James, R.G., 1987.Animal Nutrition and Feeding Delmar Publisher, inc. USA.
Junaedi, M., 2002.Burung Puyuh. UNDIP.Semarang.
Lehninger, W. W., 1991. Dasar-Dasar Biokimia 1. Erlangga, Jakarta.
Listiyowati, E dan K. Roospitasari, 1993. Puyuh Tata Laksana Budisaya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Listiyowati, E dan K. Roospitasari, 2004. Puyuh Tata Laksana Budisaya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Murtidjo, B.A., 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
Nugroho dan I.Gst.K.Mayun, 1986. Berternak Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang.
National Research Council, 1977. Nutrient Requirement of Poultry National Academy of Science, Washington.
Parakasi, A, 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik, Angkasa Bandung, Bandung.
Randall., 1986. Raising Japanesse Quail Departement of Agriculture, New South Wales.
Raharjo, P.C., 1986. Beternak Puyuh. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M., 1983. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1984. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta.
Redaksi AgroMedia., 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Sarwono, B., 1993. Beternak Ayan Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soetasad A.A dan S. Muryanti, 1995. Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang, Penebar Swadaya, Jakarta.
Sungguh, A., 1993. Kamus Lengkap Biologi. Gaya Media Pratama, Jakarta.
Suprijatna,E.U, Atmomarsono dan R.Kartasudjana., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tarigan, P dan A.P.Siregar., 1983. Pemeliharaan Burung Puyuh. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Jakarta.
Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Ygyakarta.
Wahyu, Y., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lampiran 1. Hasil analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) non fermentasi dan fermentasi (Aspergillus niger)
Analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea)
Kandungan bahan Sebelum
fermentasi
Sesudah fermentasi
Kadar air Bahan kering Kadar abu Serat kasar Protein kasar Kadar lemak EM*
10,58 89,41 8,8 21,87
4,34 7,53 2710,08
8,56 91,44
9,92 10,48 13,92 8,28 2887,2
Lampiran 2. Pengolahan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger (modifikasi metoda Suryadi,2007)
Kulit buah terong belanda
Dipotong kecil
Dikeringkan dengan oven dengan suhu 60 0C selama 24 jam
Digiling halus
Tepung kulit buah terong belanda
Dicampur dengan air perbandingan 1:2
Direbus selama 30 menit dengan suhu 100 oC
Didinginkan, dicampur dengan urea sebanyak 2%
Dicampur dengan gula merah sebayak 2%
Setelah merata dicampur dengan Aspergillus niger sebanyak 2%
Diperam selama 4 hari
Dioven selama 1 hari dengan suhu 60 0C
Digiling
Lampiran 3. Kandungan nutrisi bahan pakan, formulasi ransum puyuh periode starter, formulasi ransum puyuh periode finisher
Kandungan nutrisi bahan pakan
Bahan pakan EM Bungkil k. kedelai TKBTBF *
Keterangan : * Tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Formulasi ransum puyuh periode starter (%)
Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4
Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF *
Keterangan: * Tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Formulasi ransum puyuh periode finisher (%)
Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4
Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF *
Lampiran 4. Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter dan kandungan nutrisi ransum puyuh periode finisher
Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter
Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4
Kandungan nutrisi ransum puyuh periode finisher