• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapasitas Penyangga Lingkungan Geotermal Geotermal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kapasitas Penyangga Lingkungan Geotermal Geotermal"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tema esai: Geothermal a Sustainable Energy for Indonesia

Kapasitas Penyangga Lingkungan Geotermal Terhadap

Pencemaran Arsen (As)

Pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia memasuki babak baru

setelah pemerintah mengumumkan target pencapaian sebesar 23% pada tahun 2025

berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang dalam PP No.79 tahun

2014. Eksplorasi geotermal di tanah air hingga kini masih terdapat beberapa

hambatan, antara lain isu lingkungan yang beredar di masyarakat terkait pencemaran

yang dihasilkan dari eksplorasi geotermal. Lingkungan geotermal memang

menghasilkan pencemar yang terbentuk secara alamiah akibat adanya interaksi fluida

hidrotermal dengan batuan samping. Salah satu pencemar alami pada lingkungan

geotermal adalah arsen yang dapat ditemukan pada mineral-mineral Arsenopirit

(FeAsS), Realgar (AsS), dan Orpiment (As2S3).

Lingkungan dapat menetralkan kondisi dengan toksisitas tinggi dan menyerap

pencemar sekitar daerah geotermal. Kemampuan inilah yang disebut sebagai kapasitas

penyangga atau buffer capacity. Agen penyerap racun arsenik aktif adalah mineral lempung seperti kalolinit, illit, dan montmorilonit. Selain mineral lempung, beberapa

jenis tumbuhan seperti Pteris vittata juga merupakan penyerap arsen aktif dan mampu menetralisir arsen dalam akarnya.

Meskipun alam mampu mereduksi pencemaran yang terjadi, namun potensi

pencemaran arsen masih dapat terjadi pada tahap pengembangan dan produksi. Salah

satu contoh adalah ketidaksempurnaan pada sistem injeksi fluida hidrotermal yang

dapat mencemari akifer air tanah. Oleh karena itu, isu lingkungan tidak seharusnya

menghambat eksplorasi yang dilakukan. Namun fungsi pengawasan dalam berbagai

tahap pengembangan geotermal adalah suatu kewajiban dan menjadi suatu kesadaran

(2)

Kapasitas Penyangga Lingkungan Geotermal Terhadap

Pencemaran Arsen (As)

Extivonus Kiki Fransiskus

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

Pengembangan geotermal sebagai energi baru dan terbarukan di Indonesia

mendapat angin segar beberapa bulan terakhir. Hal ini dapat dilihat dari dukungan yang

diberikan pemerintah pusat terhadap pemanfaatan energi geotermal. Presiden Joko

Widodo dalam sambutannya pada peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi

(PLTP) Kamojang unit 5 di Garut, 5 Juli 2015, menuturkan bahwa pengembangan

energi dari geotermal berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang

dalam PP No.79 tahun 2014,

ditargetkan mencapai 23%

pada tahun 2025 dari saat ini

yang hanya mencapai 5% total

keseluruhan pemakaian energi

nasional. Namun upaya

pemerintah nampaknya belum

mendapat dukungan secara

penuh dari masyarakat terkait eksplorasi geotermal di Indonesia. Salah satu isu yang

menyebabkan terhambatnya eksplorasi geotermal adalah isu lingkungan. Contoh yang

terjadi pada Juni 2015 lalu adalah eksplorasi geotermal di Gunung Lamongan, Jawa

Timur yang mengalami penolakan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM), Laskar Hijau. Menurut Laskar Hijau, terdapat empat dampak merugikan

pengembangan geotermal antara lain pencemaran air, amblesan, fracking dan gempa bumi, serta hancurnya geyser. Dampak-dampak tersebut dinilai merugikanlingkungan

sekitar Gunung Lamongan. Dari fenomena ini timbul pertanyaan, apakah benar sistem

geotermal dan upaya pengembangannya memicu timbulnya pencemaran? Kebijakan Energi Nasional berdasarkan

(3)

Fluida hidrotermal mengandung unsur-unsur pembentuk batuan akibat

interaksi fluida dengan batuan samping. Unsur-unsur tersebut antara lain Na, K, Ca,

Mg, Rb, Cs, Mn, Fe, Al, Cl, B, Li, dan Br yang dapat menghasilkan beberapa senyawa

berbahaya apabila masuk kedalam tubuh organisme. Salah satu polutan yang

dihasilkan secara alami dari sistem geotermal adalah Arsen (As). Arsen adalah unsur

semi logam yang memiliki jenis-jenis tertentu dan banyak terbentuk pada lingkungan

oksidasi. Beberapa arsenik yang umum dijumpai di alam adalah arsenik (III) dan (V).

Sifat kimia yang dimiliki arsen cukup unik yaitu bersifat labil serta tingkat oksidasi dan

bentuk kimiawi yang mudah berubah.

Keterdapatan arsenik dalam sistem geotermal dapat dihasilkan secara alami

(geogenik). Konsentrasi rata-rata arsenik dalam elemen kerak bumi tersebar secara luas

dan memiliki konsentrasi berkisar 5mg As/kg (Backer dan Chesnin, 1975), terutama

pada batuan beku vulkanik. Pada batuan, arsen dapat dijumpai dalam bentuk mineral

sulfida dan bijih besi. Contoh mineral yang mengandung senyawa arsenik adalah

Arsenopirit (FeAsS), Realgar (AsS), dan Orpiment (As2S3). Pengayaan arsenik dapat terjadi pada area geotermal aktif dan dapat memicu pencemaran air permukaan yang

lebih rentan dibanding dengan air tanah. Fakta tersebut memberikan kesan bahwa

peningkatan penggunaan energi geotermal dapat meningkatkan resiko pencemaran air

permukaan akibat akumulasi arsenik sekitar lapangan geotermal.

Lingkungan memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan dari alam dan

menjaga kestabilan hidupnya adalah definisi sederhana dari keseimbangan alam

(balance of nature). Salah satu kemampuan alamiah lingkungan adalah menetralkan kondisi dengan toksisitas tinggi. Pada daerah dengan kondisi hidrotermal aktif, alam

memiliki kemampuan untuk menetralisir zat-zat beracun yang berasal dari fluida

Arsenopirit (FeAsS), Realgar (AsS), dan Orpiment (As2S3) sebagai mineral yang mengandung arsen

(4)

hidrotermal. Lingkungan memproduksi pencemar secara alamiah, namun disisi yang

lain ia mampu menyembuhkan dirinya sendiri. Kemampuan inilah yang disebut

sebagai buffer capacity atau kapasitas penyangga.

Salah satu agen penetral pencemaran alamiah adalah mineral lempung. Mineral

lempung (hydrate alumino-silicate) adalah mineral yang terbentuk melalui proses ubahan terhadap mineral

pembentuk batuan (rock forming minerals) seperti feldspar, mika, dan mineral

ferromagnesian. Mineral

lempung memiliki kemampuan

untuk menyerap kandungan

arsenik yang berasal dari fluida

hidrotermal (Mehmood, A.dkk,

2009). Arsenik jenis As (V)

lebih cepat terserap oleh mineral lempung terutama kaolinit dan montmorilonit (Frost

dan Griffin 1997). Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Goldberg,

2002, menunjukkan bahwa pH maksimum untuk penyerapanAs (V) oleh kaolinit dan

montmorilonit terjadi pada pH 5.0 dan penyerapan maksimum As (III) pada PH 8

sampai 9. Massa arsenik As (V) mengalami penyerapan oleh kaolinit 0.86 mg As(V)/g, montmorilonit 0.64 mg As(V)/g, dan illit 0.52 mg As(V)/g. Hasil yang didapatkan dari

studi penyerapan memperlihatkan bahwa kaolinit adalah mineral lempung dengan

unsur pokok yang sangat aktif dalam penyerapan As (V) serta mudah ditemukan

disekitar lingkungan geotermal aktif.

Selain mineral lempung, penelitian Cailee, Zhao, dan McGrath tahun 2005,

membuktikan bahwa peranan penyerapan arsen dapat dilakukan oleh akar tumbuhan

paku Pteris vittata. Pteris vittata penelitian diberi perlakuan khusus dengan menambahan 0-500 mg As /kg tanah kedalam media tanamnya. Hasil percobaan yang

dilakukan selama 8 jam menghasilkan tanaman Pteris vittata yang diberi perlakuan khusus, tidak mengalami fitotoksisitas unsur As, memiliki tingkat penyerapan As 2,2

(5)

kali lipat lebih tinggi

dari tumbuhan paku lain,

dan mendistribusikan As

76% kedalam tubuhnya

yang memiliki toleransi

tinggi terhadap As dan

melakukan detoksifikasi

As dalam tubuhnya.

Tumbuhan paku ini tersebar luas di hutan tropis Indonesia dan banyak pula dijumpai

di lingkungan geotermal aktif, mengingat lokasi geotermal umumnya berada pada

hutan lindung atau hutan produksi yang belum banyak aktivitas manusia. Kelimpahan

tumbuhan paku ini menjadi biota penyerap arsen efektif pada lingkungan geotermal.

Keberadaan mineral lempung dan juga tumbuhan paku yang terdapat pada

sekitar lingkungan geotermal tentu dapat menjadi pelindung terhadap kontaminasi

arsen yang terjadi secara alamiah. Akan tetapi, beberapa potensi pencemaran arsen

dapat berlangsung melalui beberapa hal yang terjadi pada tahap pengembangan dan

produksi. Pertama, casing

yang buruk dapat

menyebabkan akifer tidak

terisolasi dari fluida hasil

re-injeksi sumur produksi.

Kedua, re-injeksi yang tidak

tepat dapat mengakibatkan

fluida hidrotermal masuk ke

dalam lapisan akifer,

kemudian naik ke

permukaan melalui

sumur-sumur pompa. Ketiga, pembuangan air sisa geotermal ke aliran permukaan

mengakibatkan semakin meluasnya pencemaran arsen di permukaan.

Tanaman paku Pteris vittata sumber: www.mississippiferns.com

(6)

Alam senantiasa menyediakan apa yang manusia butuhkan. Namun terkadang

manusia lalai dan tak menjaga keseimbangan tatanan lingkungan yang telah ada.

Pencemaran arsen yang terjadi secara alamiah pada lingkungan geotermal dapat

dinetralisir dengan berbagai agen penetral yang telah teruji secara ilmiah, contohnya

mineral lempung dan paku-pakuan. Akan tetapi, pencemaran arsen masih dapat terjadi

akibat kegiatan produksi yang tidak bertanggung jawab contohnya kesalahan pada

sumur injeksi yang mengakibatkan bercampurnya larutan hidrotermal dengan air tanah

atau air permukaan. Oleh karena itu, dibutuhkan fungsi pengawasan terhadap kegiatan

eksplorasi maupun tahap produksi oleh berbagai pihak, baik itu pemerintah,

pengembang, dan masyarakat terkait efek yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan

tersebut, terutama berkaitan dengan pencemaran air.

Daftar Pustaka

Aksoy N, Şimşek C,dkk. 2009. Groundwater contamination mechanism in a geothermal

field: a case study of Balcova, Turkey.Journal of Contaminant Hydrogeology.

Manning, Bruce A; Goldberg S. 1997. Adsorption and Stability of Arsenic (III) at the Clay

Mineral-Water Interface. California. USDA-ARS U.S. Salinity Laboratory

Mehmood, A; Hayat, R dkk. 2009. Mechanisms of Arsenic Adsorption in Calcareous Soils.

Rawalpindi, Pakistan. PMAS Arid Agriculture University

Silaban, MSP. 2001. Studi Mineral Lempung Hidrotermal dan Aplikasinya Untuk Operasi

Pemboran Panasbumi. Yogyakarta. Proceeding of the 5th INAGA Annual Scientific

Conference & Exhibitions

Sumber website:

http://www.den.go.id/ (diakses 15 Oktober 2015)

Solichah, Zamrotun. 2015. Laskar Hijau: Eksplorasi Geotermal Gunung Lamongan Berdampak Negatif.

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/159702/laskar-hijau-eksplorasi-geotermal-gunung-lamongan-berdampak-negatif (diakses 10

(7)

LEMBAR IDENTITAS

Judul : Kapasitas Penyangga Lingkungan Geotermal Terhadap

Pencemaran Arsen (As)

Penulis : Extivonus Kiki Fransiskus

Tempat Tanggal Lahir : Banyuwangi, 29 November 1993

Universitas : Institut Teknologi Bandung (ITB)

Fakultas : Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB)

Jurusan : Teknik Geologi\

Alamat : JL. Tubagus Ismail Dalam gg.1 / 153B

Email : xtivanus@gmail.com

Telp/HP : 085797217535 / 085336043575

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini sesuai denganhasil penelitian yang dilakukan Wijayanti et al (2016), Ariani dan Susanti (2015) menyatakan bahwa mahasiswa yang memiliki indeks

Skripsi berjudul “Pengaruh Sari Ubi Jalar Ungu Terhadap Kadar CEC (Circulating Endothelial Cell) Pada Tikus Model Diabetes” telah diuji dan disahkan oleh

Pemimpinyang menilai individu dan emosi bawahan sebagai hal yang lebih penting dari pada tugas dan tujuan. Pemimpin Afiliatif berusaha menciptakan keharmonisan antara

P Bagi anak-anak yang baru lahir: Semoga Bapa memberkati anak-anak dan semoga mereka tetap merupakan warta iman dan harapan dalam hidup kita.. Marilah

Brez dvoma je elaborat Komisije pri Izvršnem svetu LR Slovenije, ki je preu č evala socialno-ekonomski položaj in demografsko podobo italijanske manjšine na obmo č ju Okraja Koper,

Melakukan survey lapangan menggunakan USB Flashdisk yang telah diisi portable apps(aplikasi antivirus yang ada yang ketika dicolokkan ke komputer, tidak perlu lagi

epidermolisis bulosa, sebaiknya diedukasikan mengenai kondisi dan perawatan yang diperlukan oleh anak, pencegahan trauma dengan memakai bantalan pada ekstremitas

Kami tidak bertanggung jawab atas kekeliruan atau kelalaian yang terjadi akibat penggunaan laporan ini, Kinerja dimasa lalu tidak selalu dapat dijadikan acuan