BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,
yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang
saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga
lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia ini yang menanamkan
pemahaman demokrasi sejak Indonesia merdeka. Demokrasi di Indonesia dari masa
ke masa mengalami perubahan setiap zamannya. Hal ini ditandai oleh banyaknya
sistem demokrasi yang dianut Indonesia hingga di era reformasi saat ini. Dengan
adanya refomasi politik maka amat penting dilakukan reformasi sistem dan jumlah
partai, serta budaya politik atas dasar paradigma baru yang sama sekali berbeda dan
yang lebih baik. Maka setiap bentuk dan sistem partai politik harus berorientasi pada
kepentingan golongan. Dengan demikian berdirinya suatu pertain didasarkan atas
prinsip keberpihakan kepada kepentingan bersama, kepentingan rakyat yang
majemuk1
1
Al Chidar, 1 syawal 1419 H, Pemilu; Pertarungan Ideologi Partai-Partai Islam Versus Partai-Partai Sekuler, Jakarta:Dalrul Falah, Hal 3
.
Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama
penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Dengan
kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk
melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan
kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat
tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan
alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus
guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional. Pentingnya keberadaan Partai
Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan
perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan
calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik
dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan
menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat
mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas
menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi
Partai-partai yang jumlahnya yang begitu banyak itu diakomodir dalam suatu
sistem yang kita kenal dengan sistem multi-partai. Sistem multi-partai merupakan
suatu sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan sistem ini
merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk, baik secara cultural
maupun secara sosial ekonomi. Setiap golongan dalam masyarakat cenderung
memelihara keterikatan dengan asal usul budayanya dan memperjuangkan
kepentingan melalui wadah politik tersendiri karena banyak partai yang bersaing
untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melaui pemilihan umum, yang
terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang secara
bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen2
2
Ramlan Surbakti, 2010, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : KPG, Hal,161-162
.
Pasca berakhirnya rezim orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto
dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapatkan kesempatan
untuk mendirikan partai, atas dasar itu pemerintah mengeluarkan UU No.2/1999
tentang partai politik. Perubahan yang didambakan adalah suatu sistem dimana
partai-partai tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, akan tetapi juga tidak
memberikan peluang kepada eksekutif untuk terlalu kuat. Sebaliknya, kekuatan
eksekutif dan legislatif diharapkan menjadi setara sebagaimana diamanatkan didalam
UUD 1945. Partai politik tumbuh seperti jamur dimusim hujan. Hal itu
memungkinkan dalam sistem Kepartaian Indonesia yaitu sistem kepartaian multi
Pada pemilihan umum 1999 jumlah partai politik yang memenuhi syarat
menjadi peserta pemilu adalah 48 partai politik, dimana perolehan suara sepuluh besar
dalam pemilu 1999 yaitu: PDIP dengan 33,11% suara dengan 153 kursi, Partai Golkar
dengan 25,97% suara dan 120 kursi, PPP dengan 12,55% suara dan 58 kursi, PKB
dengan 11,03% suara dan 51 kursi, PAN dengan 7,35% suara dan 34 kursi, PBB
dengan 2,81% suara dan 13 kursi, Partai Keadilan dengan 1,4% suara dan 7 kursi,
PKP dengan 1,0% suara dan 4 kursi, PNU dengan 0,6% suara dan 5 kursi, PDKB
dengan 0,5% suara dan 5 kursi.3
Pada pemilihan umu tahun 2004 yang lolos verifikasi ada 24 partai politik.
Dimana hasil pemilu 2004 yang menempati sepuluh besar yaitu: Partai Golkar dengan
21,58% suara dan 128 kursi, PDIP dengan 18,53 suara dan 109 kursi, PKB dengan
10,57% suara dan 52 kursi, PPP dengan 8,15% dan 58 kursi, Partai Demokrat 7,45%
suara dan 57 kursi, PKS dengan 7,34% dan 45 kursi, PAN dengan 6,44% suara dan 52
kursi, PBB dengan 2,62% suara dan 11 kursi, PBR dengan 2,44% suara dan 13 kursi, PDIP yang memperoleh suara palingbanyak, ternyata
tidak dapat menjadikan Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDIP) menjadi
presiden RI yang keempat. Dengan adanya koalisi partai islam dan beberapa partai
baru yang menjadi kubu tersendiri di DPR, yang dikenal sebagai poros tengah, posisi
PDIP menjadi lemah. Pada saat itu koalisi partai-partai islam berhasil memenangkan
KH. Abdurrahman Wahid dari PKB yang hanya memperoleh 51 kursi di DPR
menjadi Presiden Keempat RI.
3
serta PDR 2,13% suara dan 12 kursi.4
Pemilihan umum selanjutnya adalah tahun 2009 yang terdapat 38 partai politik
nasional. Dimana hasil pemilihan umum tahun 2009 yaitu: Partai Demokrat dengan
28, 85% suara dan 150 kursi, Partai Golkar dengan 14,45% suara dan 107 kursi, PDIP
dengan 14,03% suara dan 97 kursi, PKS dengan 7,88% suara dan 57 kursi, PPP
dengan 5,32% suara dan 37 kursi, PKB dengan 4,94% suara dan 27 kursi, Partai
GERINDRA dengan 4, 46% suara dan 26 kursi, serta Partai HANURA dengan 3,77%
suara dan 18 kursi.Dari hasil pemilu tahun 2009, perolehan suara Partai Demokrat
mencapai 300 persen . partai yang belum genap satu dasawarsa ini tidak hanya
mampu melipatgandakan perolehan sura partai sajtetapi sekaligus mengalahkan
partai-partai besar yang selama ini mendominasi politik kepartaian pasca reformasi.
Partai Golkar dan PDIP turun drastis dan berada dibawah perolehan suara Partai Pemilu tahun 2004 merupakan pemilihan
umum pertama di Indonesia yang presiden dan wakil presidennya dipilih langsung
oleh rakyat. Dimana menurut pasal 5 UU No.23 tahun 2003 tentang syarat partai
politik mencalonkan presiden dan wakil presiden adalah 15% jumlah kursi DPR atau
20% dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu legislatifhal ini jelas
bahwa hanya Partai Gokar dan PDIP yang dapat mencalonkan Presiden dan wakil
presiden sendiri. Namun faktanya justru Partai Demokrat yang hanya memperoleh
7,45% suara berhasil menghantarkan Ketua Dewan Pembinanya yaitu Susilo
Bambang Yudhoyono menjadi Presiden Kelima RI dengan dibantu koalisi PKS, PBB,
PKPI.
4
Demokrat. Begitu pula pada pemilu presiden dan wakil presiden, pasangan yang di
usung oleh Partai Demokrat dan koalisinya Sosilo Bambang Yudhoyono-Boediono
juga mampu mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto.5
Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana
kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif,
dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih
ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran
konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi
presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran
tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Dalam sistem
presidensial, pemilu diadakan dua kali pertama untuk memilih anggota parlemen dan
kedua untuk memilih presiden.6
Sejarah pemerintahan presidensial Indonesia dimulai sejak diberlakukannya
UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi negara. Pelembagaan
sistem presidensial itu dimulai bersamaan dengan kelahiran Republik Indonesia
sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tepatnya sehari setelah proklamasi
kemerdekaan RI, UUD sebagai konstitusi tertinggi yang kemudian dikenal dengan
UUD 1945 disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sejak 18 Agustus 1945, sistem presidensial secara resmi dilembagakan melalui
5
Sigit Pamungkas, Ibid, Hal; 201
6
konstitusi.7
Sistem kepartaian berhubungan erat dengan stabilitas dan instabilitas
pemerintahan. Hal ini terkait erat dengan kompatibilitas dengan sistem pemerintahan,
sistem dua partai sering disebut sebagai sitem kepartaian yang paling ideal untuk
semua sistem pemerintahan, baik sistem presidensial maupun sistem parlementer.
Sedangkan sistem multi partai hanya cocok pada sistem parlementer. Sistem multi
partai dengan sistem presidensialisme dianggap kombinasi yang tidak sesuai. Sistem
multi partai dalam pemerintahan presidensialisme berakibat rendahnya keberlanjutan
stabilitas demokrasi.
Sistem presidensial yang digunakan oleh UUD 1945 memberikan
kekuasaan yang besar bagi presiden, disamping sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan, presiden juga memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR. Hal ini tercantum pada pasal 5 ayat 1 UUD 1945 sebelum
amandemen.
8
Bagaimana dengan Indonesia yang menggunakan sistem multi partai dan
sitem pemerintahan presidensialisme? Ada beberapa persoalan yaitu; pertama, upaya
membatasi jumlah partai peserta pemilu agar tidak terlampau banyak sulit dicapai.
Kedua, sistem check and balance menjadi tidak terwujud atau tidak jelas.
Pemerintahan diisi beberapa wakil dari parpol, tetapi tidak tergabung dalam koalisi
yang permanen. Begitu pula pihak oposisi. Tidak ada koalisi oposisi yang mantap.
Akibatnya, kebijakan pemerintah acapkali ditolak oleh parpol yang notabene punya
wakil di kabinet. “Koalisi” Parpol bersatu tergantung pada isyunya. Ketiga,
7
Hanta Yuda, Ibid¸ Hal: 78
8
terwujudnya persaingan dan kerjasama parpol yang tidak jelas. Bayangkan,
parpol-parpol di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten tidak diisi atau didukung oleh
parpol-parpol yang sama. Kabinet didukung oleh parpol-parpol yang di beberapa
provinsi bersaing menjadi lawan dalam pemilihan kepala daerah.
Pada pemerintahan yang dibangun oleh Susilo bambang yudhoyono-Boediono
atau pada sistem presidensial tahun 2009-2014. Presiden masih terjebak dalam logika
politik insentif. Dimana presiden menggunakan model trnsaksionla, dimana loyalitas
dukungan dari partai koalisi ditukar dengan akomodasi posisi dalam kabinet
pemerintahan. Sehingga posisi dalam kabinet adalah insentif untuk loyal. Model
insentif itu ternyata tidak selamanya berhasil karena dalam perjalanannya, partai
koalisi justru seringkali terbelah dalam menyikapi kebijakan presiden. Itu artinya
dukungan dari kubu-kubu partai yang berkoalisi terhadap inisiatif kebijakan presiden
berubah-ubah dan tidak bersifat permanen. Bahkan, partai-partai koalisi seringkali
terlibat dalam pusaran konflik dalam proses pengambilan keputusan di parlemen.
Dalam konteks semacam itu, Presiden SBY sering kali mengambil dua pilihan
strategis: pertama, mengancam untuk menghukum (punishment) partaiyang tidak
loyal untuk dikeluarkan dari kabinet pemerintahan. Kedua, memperbesar politik
akomodasi (insentif) dalam pembagian kekuasaan sehingga partai koalisi tetap loyal
dengan kebijakan presiden. Kedua strategi ini ditunjukan dengan wacana reshuffle
kabinet serta akomodasi kepentingan partai koalisi dalam Sekretariat Gabungan
(Setgab), sampai saat ini, penggunaan ancaman untuk membangun kepatuhan partai
momen berikutnya, partai-partai tetap saja bermanuver di parlemen dengan beragam
kepentingannya.9
Sementara itu, sistem multi partai yang kita anut dapat menyebabkan
ketidakharmonisan antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang bisa
mengarah pada kebuntuan antar kedua lembaga tersebut apabila yang menguasai
lembaga kepresidenan dan yang menguasai lembaga legislatif berasal dari partai yang
berbeda. Salah satu kelemahan sistem dalam hal ini adalah ketegangan antara lembaga
legislatif dan lembaga eksekutif. Jika presiden mewakili partai lan, maka kesempatan
presiden untuk bisa menyelesaikan kegiatan sesuai dengan UU akan terlambat
sekalipun keadaan yang terbaik ia tetap saja membutuhkan para politisi di parlemen.
Kondisi pemerintahan presidensial di Indonesia pada periode 2009-2014 yang
tidak stabil dan tidak konsisten dalam mengimplementasikan UUD 1945 tentang
sistem presidensial di Indonesia. Koalisi kabinet yang terbangan di Indonesia pada
priode ini merupaka koalisi yang sifatnya sementara dan pragmatis karena hanya
didasarkan pada kepentingan partai politik.koalisi yang terbangun bukan didasari oleh
ideologi atau persamaan tujuan dan cita-cita partai tersebut. Hal tersebut yang
membuat penulis tertarikuntuk meneliti tentang Bagaimana Hubugnan DPR RI dan
Presiden dalam Kerangka Sistem multi partai dan sistem presidensial di Indonesia
tahun 2009-2014
9
I.2. Perumusan Masalah
Pada sistem presidensial yang dijalankan pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono selama ini, yang telah berjalan 10 tahun dinilai tidak efektif.
Dalam pemerintahannya Pressiden Susilo Bambang Yudhoyono membangun suatu
koalisi untuk memperkuat kekuasaannya. Koalisi yang dibangun memunculkan
sebuah anomali sistem politik di Indonesia dan itu terus berlansung dalam
pemerintahan SBY priode 2009-2014. Anomali yang dimaksud ialah sistem
presidensial berjalan seiring multipartai. Partai politik bahkan cenderung menjadi
dominan. Hal itu dapat dilihat dari proses pemilihan umum presiden yang dinilai
sangat brgantung pada pemilihan legislatif. Maka yang menjadi perumusan masalah
penelitian ini adalah “Bagaimana Hubugnan DPR RI dan Presiden dalam Kerangka
Sistem multi partai dan sistem presidensial di Indonesia tahun 2009-2014.?
I.3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan
penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi
faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja
yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan
membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraisan yang
sitematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan
1. Faktor tebentuknya partai-partai koalisi yang mengusung Susilo Bambang
Yudhoyono menjadi Presiden Indonesia 2009-2014
2. Hubugnan DPR RI dan Presiden dalam Kerangka Sistem multi partai dan
sistem presidensial di Indonesia tahun 2009-2014.
I.4. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana sistem multi-partai di Indonesia
2. Memahami bagaimana sistem presidensial di Indonesia
3. Mendeskripsikan dan memahami bagaimana Bagaimana Hubugnan DPR RI
dan Presiden dalam Kerangka Sistem multi partai dan sistem presidensial di
Indonesia tahun 2009-2014
I.5. Signifikansi Penelitian
1. Secara pribadi penelitian mampu mengasah kemampuan peneliti dalam
melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan memberikan
2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan
mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai Partai Politik dan sistem
Pemerintahan.
3. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu
pengetahuan dalam Ilmu Politik, dan menjadi referensi/kepustakaan bagi
Departemen Ilmu Politik Fisip USU.
I.6. Konseptualisasi dan Teori
6.1 Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan diartikan sebagai tatanan yang terdiri dari komponen
pemerintahan yang saling mempengaruhi dalam pencapaian tujuan dan menjaa
pemerintahan. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga
kestabilan suatu Negara itu. Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga
kestabilan masyarakat, menjaga kekuatan politik, pertanahan, ekonomi, keamanan
sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana
seharusnya masyarakat busa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan
tersebut. Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk
menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan Negara dalam waktu relatif
lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyat itu sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak ada satupun sistem pemerintahan suatu
oleh karena itu sering kita temui hanyalah perbandingan pemerintahan dengan
patokan-patokan perbandingan tertentu. Namun dapat juga digolongkan kedalam
beberapa sistem pemerintahan yang ada di dunia sekarangini. Pengelompokan sistem
pemerintahan ini tidak lain untuk lebih jauh melihat perbedaan dan kesamaan dari
berbagai sistem pemerintahan, dengan mengetahui tolak ukur pertanggungjawaban
pemerintah suatu negara terhadap rakyat yang diurusnya.
6.1.1 Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam sistem presidensial peran dan karakter individu presiden lebih
menonjol dibanding dengan peran kelompok, organisasi, atau partai politik. Oleh
karena itu, jabatan presiden hanya dijabat oleh seorang yang dipilih rakyat dalam
pemilu yang berarti presiden bertanggung jawab langsung pada rakyat. Dalam sistem
ini presiden presiden dipilh oleh rakyat maka sebagai kepala eksekutif ia hanya
bertanggung jawab kepadan rakyat sehingga kedudukan eksekutif tidak bergantung
pada parlemen. Sebagai kepala eksekutif presiden menunjuk pembantu-pembantunya
yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka hanya bertanggung
jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet tidak tergantung dan tidak
memerlukan dukungan kepercayaan dari parlemen, maka para menteri tidak bisa
dihentikan oleh parlemen.
Komposisi kabinet dalam sistem presidensial bukan berasal dari proses tawar
menawar dengan partai politik yang berarti sifat kabinet adalah kabinet profesional
tetapi pada penilaian visi, pengetahuan dan kemampuan mengelolah departemen.
Dalam sistem presidensial, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang langsung
oleh presiden. Selaku kepala negara presiden adalah simbol representasi negara atau
simbaol pemersatu bangsa sementara selaku kepala pemerintahan presiden harus
bertanggung jawab penuh pada jalannya pemerintahan.
Prinsip-pronsip dasar atau ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu10
1. Majelis tetap menjadi majelis saja, tidak ada peleburan fungsi eksekutif
da legislatif
:
2. Ekssekutif tidak dibagi, hanya ada seorang presiden yang dipilih oleh
rakyat untuk masa jabatan tertentu. Presiden dipilih untuk masa jabatan
yang pasti, dan dibatasi untuk beberapa kali masa jabatan
3. Kepala pemerintahan adalah kepala Negara
4. Presiden mengangkat kepala departemen/menteri yang merupakan
bawahannya
5. Presiden adalah eksekutif tunggal, pemerintahan presidensial
cenderung bersifat individual
6. Anggota majelis tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan dan
sebaliknya
7. Eksekutif bertanggungjawab kepada konstitusi. Majelis meminta
presiden bertanggung jawab kepada konstitusi melalui proses dakwaan
atau mosi tidak percaya
10
8. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa majelis. Majelis
tidak dapat mencopot presiden dari jabatannya, begitupun presiden
tidak dapat membubarkan majelis. Sistem ini merupakan sistem check
and balance. Sistem ini memperlihatkan kesalingtergantungan antara
eksekutif dengan legislative
9. Majelis bekedudukan lebih tinggi dari bagian-bagian pemerintahan lain
dan tidak ada peleburan bagian eksekutif dengan legislative seperti
dalam sebuah parlemen. Badan eksekutif dan legislative akan saling
mengawasi dan mengimbangi dan tidak satupun yang lebih dimonan
10.Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada para pemilih,
pemerintah presidensial bergantung pada suara rakyat, apabila anggota
majelis mewakili konstituennya, maka presiden mewakili seluruh
rakyat
11.Tidak ada fokus atau konsentrasi kekuasaan dalam sistem politik, yang
ada adalah pembagian atau fragmentasi kekuasaan.
Matthew Soberg Shugart menyatakan bentuk murni dari presidensial adalah11
1. Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih oleh rakyat secara
langsung dan ia merupakan “Kepala Eksekutif”
:
2. Posisi eksekutif dan legislatif didefenisikan secara jelas dan keduanya
tidak sling bergantung
11
3. Presiden memilih dan mengarahkan cabinet dan memiliki sejumlah
kewenangan pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional
Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislative adalah transsksional.
Keduanya independen satu dengan lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu
yang berbeda. Posisi legislative tidak lebih tinggi disbanding eksekutif dan
demikian pula sebaliknya. Namun, eksekutif dan legislative terlibat dalam
hubungan pertukaran (transaksional) seputar keputusan-keputusan atau
kebijakan-kebijakan politik bergantung dengan permasalahan yang
mengemuka.
Sesuai amanat konstitusi hasil amandemen, sistem pemerintahan yang
kini berlaku di Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Konstitusi
itu sendiri tidak secara eksplisit menyebut istilah sistem presidensial dalam
keseluruhan batang tubuh UUD Negara Republik Indonesia. Secara subtansial
hampir semua prindip pokok sistem presidensial memang telah dianut oleh
konstitusi Indonesia, terlepas dari persoalan bahwa konstitusi merupakan hasil
dari amandemen12
Banyak ahli yang mendefenisikan arti dari partai politik seperti “Carl
Friedrich”, ia mendefenisikan partai politik ialah sekelompok manusia yang
terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan .
6.2 Partai Politik
12
pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan
manfaat bagi anggota partainya, baik idealisme maupun kekayaan material serta
perkembangan lainnya13. Sedangkan menurut “Miriam Budiarjo” partai politik adalah
suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka14
Fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan
guna mewujudan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.
Berikut ini dikemukakan sejumlah fungsi partai politik
.
Berdasarkan defenisi-defenisi para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa
partai politik merupakan sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama dalam
sebuah lembaga yang memiliki orientasi untuk merebut dan mempertahankan
kekuasaan agar dapat mewujudkan kebijakan-kebijakan sesuai dengan cita-cita partai
tersebut.
15
Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para
anggota masyarakat. Melalui proses sosialiasasi politik inilah para anggota
masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang
berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh :
a. Sosialisasi Politik
13
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 2008 Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Hal: 160
14
Miriam Budiardjo, Op,.cit,. hal 160
15
baik secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun
secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam
kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat.
b. Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan
seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam
sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi ini semakin
besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam
sistem politik totaliter, atau manakala partai ini merupakan partai mayoritas dalam
badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem
politik demokrasi. Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan
mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi
kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya,
kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.
c. Partisipasi Politik
Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi
proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan
pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimaksud antara lain mengajukan tuntutan,
membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas
tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam pemilihan
umum. Dalam hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka kesempatan,
mendorong, dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat yang lain untuk
menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan mempengaruhi proses politik.
Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik.
d. Agregasi Kepentingan
Dalam masyarakat, terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan
acapkali bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah
tetapi mutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan penerapan teknologi yang
canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dengan kehendak untuk
mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan.Untuk menampung dan memadukan
berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan, maka partai politik
dibentuk.
e. Komunikasi Politik
Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari
pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini
partai politik berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya menyampaikan
segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat sebagaimana
dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya
dilaksanakan oleh partai-partai politik dalam sistem politik demokrasi.
Dalam melaksanakan fungsi ini partai politik tidak langsung menyampaikan
informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat keperintah, tetapi
merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi dapat dengan mudah
memahami dan kemudian memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
f. Pengendalian Konflik
Konflik yang dimaksud disini adalah dalam arti luas, mulai dari perbedaan
pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok dalam
masyarakat. Dalam negara demokrasi, setiap warga negara atau kelompok masyarakat
berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga
konflik merupakan gejala yang sukar dielakkan. Partai politik sebagai salah satu
lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog
dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi
dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan
kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian
berupa keputusan politik.
6.3 Sistem Kepartaian
Secara umum terdapat tiga pendekatan umumyang menjelaskan terbentuknya
sistem kepartaian, yaitu pendekatan institusional, pendekatan sosiologis, serta
bahwa sistem kepartaian dikonstruksi oleh sistem pemilu. Pendekatan ini
diperkenalkan oleh Duverger (1946), ia menyebutkan bahwa pada sisstem
pluralitas/mayoritas akan membentuk sistem dua partai, sedangkan pada sistem
proporsional akan cenderung membentuk sistem multi partai.
Dengan mengacu pada pemikiran Duverger dapat dikatakan sistem
proporsional mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru.
Situasi itu akan sangat mempengaruhi bagaimana konsensus atau konfrontasi antara
badan legislatif dengan badan eksekutif.16
Sistem multi partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas lebih dari dua
partai politik yang dominan. Sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat
yang majemuk, baik secara kultural maupun sosial ekonomi. Setiap golongan dalam
masyarakat cenderung memelihara keterikatan dengan asal usul budayanya dan
memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik tersendiri karena banyak partai
yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melaui pemilihan
umum, yang terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang
secara bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen
Berdasarkan pendekatan diatas, jika dilihat
dari sistem kepartaian Indonesia termasuk kedalam negara yang menggunakan sistem
kepartaian multi partai sesuai dengan sistem proporsional yang digunakan dalam
sistem pemilu di Indonesia.
6.3.1 Sistem Multi Partai
Ramlan Surbakti, Op,.cit,hal 161-162
Penyebab adanya sistem multi partai ini adalah karena adanya aneka ragam
suku, agama, ras, dan golongan yang ada dalam suatu negara. Dalam sistem multi
partai, jika tidak ada partai yang meraih suara mayorritas, maka terpaksa dibentuk
pemerintahan koalisi. Penentu suara, mayoritas adalah setengah tambah satu dari
jumlah anggota parlemen.
Pola multipartai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan
berimbang (proportional representation) yang memberikan kesempatan luas bagi
pertumbuhan partai dan golongan-golongan kecil. Melalui sistem ini
partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang
diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan lain untuk
menggenapkan jumlah suara yang diperlukan18
18
Miriam Budiardjo. 1996. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 210
.
6.4 Parlemen Sebagai Lembaga Perwalian
Teori perwakilan politik, Alfred de Grazio mengemukakan bahwa perwakilan
diartikan sebagi hubungan dimana dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil dimana
wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan
dengan kesepakatan yang dibuatnya. Perwakilan dalam pengertian bahwa seseorang
melakukan tindakan baik yang diperuntukan kepada orang lain. Keterwakilan politik
diartikan sebagai terwakilnya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakil
Dalam negara modern dewasa ini, raktyat menyelenggarakan kedaultan yang
dimilikinya melalui wakil-wakil yang dipilhnya. Parlemen dinegara demokrasi
disusun sehingga mewakili mayoritas dari rakyat. Anggota-anggota parlemen
umumnya mewakili rakyat melalui partai politik (political representation). Dengan
demikian masyarakat adalah pihak yang diwakili yang mennyerahkan kekuasaan atau
mandat untuk mewakili kepentingannya kepada lembaga perwakilannya dalam proses
politik dan pemerintahan. Bekerjanya peran dan fungsi badan perwakilan rakyat di
satu pihak ditentukan oleh eksistensinya sebagai suatu lembaga politik dan dipihak
lain ditentukan oleh perwujudan sebagai organisasi yang mewadahi proses politik.
Legislatif adalah struktur politik yang berfungsi menbuat undang-undang. Dimasa
kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House
of Representation (Amerika Serikat), atau House of Common (Inggris).
Lembaga-lembaga ini dipilh melalui pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan
berasal dari partai-partai politik19
Parlemen dipandang tidak hanya sebagai lembaga perwakilan rakyat dalam
negara demokrasi, melainkan lebih dipandang sebagai lembaga yang menjalankan
tugas pelaksana kedaulatan rakyat secara luas yakni melaksanakan kerja-kerja
kontinui termasuk melaksanakan pengawasan terhadap presiden dan pemerintah. Jika
dilihat parlemen sebagai pelaksana fungsi legislasi yang melibatkan kerja sama
dengan eksekutif maka hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif dapat
dihubungkan dalam dua kelompok peranan. Pertama, peranan yang bertujuan .
19
menyalurkan kepentingan dan partisipasi rakya. Kedua, peranan yang bermakna bagi
pemupukan kewibawaan eksekutif atau memberikan legitimasi kepada lembaga
eksekutif. Implementasi dari peranan tersebut dapat mengarahkan interaksi parlemen
dengan eksekutif kepada situai konfrotatif atau saling memperlemah atau meletakkan
parlemen dan eksekutif dalam jalur yang searah dan daling memperkuat.
6.4.1 Fungsi dan Wewenang Parlemen
Diantara fungsi badan legislatif yang piling penting adalah menentukan policy
(kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk Dewan Perwakilan Rakyat
diberi hak inisiatif yaitu hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan
undang-undang yang disusun oleh pemerintah. Selain itu berfungsi mengontrol badan
eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia
legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus seperti20
a. Hak Interpelasi
:
Badan legislatif memiliki hak interpelasi yaitu hak untuk meminta keterangan
kepada pemerintah mengenai kebijaksanaanya dalam suatu bidang. Dalam hal
dipergunakannya hak interpelasi ini oleh DPR, presiden berkewajiban
memberikan penjelasan dalam sidang plen. Pada sistem pemerintahan
presidensial diterima atau tidaknya penjelasan tesebut tidak memberikan
20
dampak langsung terhadap kedudukan presiden. Apabila keterangan yang
diberikan eksekutif kurang memuaskan maka hal ini merupakan tanda
peringatan bagi pemerintah bahwa kebijaksanaanya diragukan.
b. Hak petisi
Bebeda dengan hak interpelasi pertanyaan biasanya tidak diikuti oleh
perdebatan terbuka karena sifatnya yang hanya mengharapkan jawaban sesuai
dengan materi jawabannya. Pertanyaan tersebut dapat diajukan baik lisan
maupun tulisan kepada pihak pemerintah untuk kemudian diberikan jawaban
atas pertanyaan tersebut yang dapat dilakukan secara lisan dan tulisan.
c. Hak Angket
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan
penyelidikan sendiri. Dalam pelaksanaan penyelidikan tersebut, legislatif yang
mengajukan akan membentuk suatu panitia angket yang akan melaporkan
hasil penyelidikannya kepada seluruh anggota legislatif yang bersangkutan.
6.5 Teori Checks and Balances
Kamus hukum mendefinisikan prinsip check and balances sebagai sebuah
sistem aturan yang menegaskan adanya mekanisme saling kontrol di antara cabang
kekuasaan baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang didesain untuk mencegah
terkonsentrasinya kekuasaan dalam satu cabang sehingga mendominasi cabang
Butterworths Concise Australian Legal Dictionary mendefinisikan Checks and
Balances sebagai berikut; “A system of rules diversifying the membership of, and
mutually countervailing controls interconnecting the executive, legislative, judicial
branches of government, designed to prevent concentration of power within any one
branch at the expense of the others.”
Secara konseptual, prinsip check and balance dimaksudkan agar tidak terjadi
overlapping atau tumpang tindih antara kewenangan lembaga negara sehingga
kekuasaan dalam negara haruslah diatur dengan seksama. Namun demikian,
kelemahan dari pelaksanaan mekanisme check and balance merupakan teori tanpa
ujung, saling mengontrol dan berputar.
Dengan mendasarkan pada spektrum pelaksanaannya, prinsip checks and
balances dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yakni, pertama, pelaksanaan
checks and balances internal dalam cabang kekuasaan tertentu. Kedua, adanya
pelaksanaan checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan. Prinsip pemisahan
kekuasaan membagi tanggungjawab pemerintahan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Sedangkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi disini memiliki fungsi
mencegah cabang-cabang kekuasaan dari penyalahgunaan kekuasaan, seperti
penyalahgunaan untuk tujuan-tujuan khusus , dan kompromi politik. Sebagai ilustrasi
bisa dilihat dari uraian berikut; undang-undang dibuat atas persetujuan bersama DPR
dan Presiden sebagai implementasi fungsi legislasi. Namun cabang kekuasaan
yang dimilikinya yakni hak untuk menguji apakah suatu undang-undang berlawanan
dengan konstitusi
Implikasi prinsip pemisahan kekuasaan ini adalah kedua lembaga tidak dapat
saling menjatuhkan secara politik. Parlemen memiliki kemandirian karena tidak ada
ancaman pembubaran parlemen oleh presiden. Sebaliknya preiden pun secara
kelembagaan lebih mandiri karena tidak mudah dijatuhkan.
Fungsi utama parlemen dalam sistem presidensial adalah melaksanakan fungi
pengawasa, fungsi legislasi, fungsi anggaran. Instrument yang dapat digunakan
paarlemen untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan
secara efektif adalah hak-hak yang dimiliki oleh anggota parlemen, misalkan hak
angket, hak interpelasi, dan hak petisi. Semua hak tersebut sangat penting sebagai
instrument untuk menjalankan fungsi pengawasanterhadap jalanya pemerintahan.21
Setiap orang yang telah dengan jelas mengetahui tentang teori pemisahan
kekuasaan, tentunya sangat mengenal dengan akrab nama Montesquieu yang
merupakan filsuf Perancis pencetus doktrin pemisahan kekuasaan ( separation of power ) dengan teori yang dinamakan dengan Trias Politica.
6.6 Teori Pemisahan Kekuasaan
22
21
Hanta Yuda,,Op.cit. hal: 20
22
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hal. 374
Menyusul setelah
lahirnya teori tersebut kemudian menjadi perdebatan di berbagai belahan dunia, baik
berbagai buku yang merupakan karya-karya para ahli terutama yang bergerak di
bidang ketatanegaraan. Tentunya sampai sekarangpun berkaitan dengan teori Trias
Politica ternyata masih banyak yang mendiskusikannya bahkan menjadi sebuah
perdebatan hangat di seputar kenegaraan, baik dalam bentuk dukungan sepenuhnya
terhadap gagasan tersebut maupun yang tidak menyetujuinya terutama terhadap
gagasannya tentang adanya pemisahan mutlak terhadap kekuasaan ( separation of power ).
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut
diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di
suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan
harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Trias Politika yang kini
banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda:
Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat
undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan
Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara
keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta
menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar
undang-undang.23
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut,
diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi
pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and
23
balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias
Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.
I.7 Metodologi Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian
seseorang, lembaga maupun masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang bardasarkan
fakt-fakta yang tampak sebagaimana adanya24
Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran,
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, seta
hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai
mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk
menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu
gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan
atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian
ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan
perbendaharaan teori.
.
25
24
Hadawari Nawawi, 1987, Metodologi Penelitian Ilmu Sosial, Yogjakarta: Gajah Mada University press, hal 63
25
7.1 Jenis Penelitian
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi
penelitian kualitaif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode
deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodelogi kualitaif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.26
Teknik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas Penelitian kualitatif dapat
diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi dari kondisi
sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah,
baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
7.2. Teknik Pengumpulan Data
Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui teknik dokumentasi.
Data-data yang bersumber dari beragam media (buku, jurnal, buletin, majalah, skripsi,
dan sebagainya) yang relevan dengan topik penelitian tersebut setelah dihimpun
kemudian dipilah melalui proses pembacaan yang cermat dan pencatatan dalam
rangka untuk menemukan data-data pokok yang dinilai sebagai bahan utama
penelitian yang akan mempermudah penulis dalam melakukan langkah-langkah
(proses) penelitian selanjutnya.
7.3. Teknik Analisis Data
26
masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran jelas tentang objek yang akan diteliti
dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan
I.8. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk
mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri ke dalam 4 (empat) bab, yakni:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan menguraikan dan menjelaskan mengenai latar
belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, signifikansi penelitian, kerangka teori, metodologi
penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SBY-
BOEDIONO 2009-2014
Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu yang mengenai
objek penelitian yaitu bagaimana Kekuasaan Eksekutif, Kekuasaan
Legislatif, Partai Politik Indonesia dan Sistem Kepartaian serta Sistem
BAB III : ANALISIS DATA
Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang
diperoleh dari buku-buku, jurnal, majalah, koran, serta internet dan
juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh
dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi
kemungkinan adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah