• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN - Hubungan DPR RI dan Presiden dalam Konstruksi Sistem Multi Partai Pada Pemerintahan SBY-Boediono Tahun 2009-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN - Hubungan DPR RI dan Presiden dalam Konstruksi Sistem Multi Partai Pada Pemerintahan SBY-Boediono Tahun 2009-2014"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara

sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara

untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah

prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,

yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang

saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.

Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga

lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip

checks and balances.

Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia ini yang menanamkan

pemahaman demokrasi sejak Indonesia merdeka. Demokrasi di Indonesia dari masa

ke masa mengalami perubahan setiap zamannya. Hal ini ditandai oleh banyaknya

sistem demokrasi yang dianut Indonesia hingga di era reformasi saat ini. Dengan

adanya refomasi politik maka amat penting dilakukan reformasi sistem dan jumlah

partai, serta budaya politik atas dasar paradigma baru yang sama sekali berbeda dan

yang lebih baik. Maka setiap bentuk dan sistem partai politik harus berorientasi pada

(2)

kepentingan golongan. Dengan demikian berdirinya suatu pertain didasarkan atas

prinsip keberpihakan kepada kepentingan bersama, kepentingan rakyat yang

majemuk1

1

Al Chidar, 1 syawal 1419 H, Pemilu; Pertarungan Ideologi Partai-Partai Islam Versus Partai-Partai Sekuler, Jakarta:Dalrul Falah, Hal 3

.

Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama

penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Dengan

kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk

melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan

kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat

tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan

alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus

guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional. Pentingnya keberadaan Partai

Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan

perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan

calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik

dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan

menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat

mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas

menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi

(3)

Partai-partai yang jumlahnya yang begitu banyak itu diakomodir dalam suatu

sistem yang kita kenal dengan sistem multi-partai. Sistem multi-partai merupakan

suatu sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan sistem ini

merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk, baik secara cultural

maupun secara sosial ekonomi. Setiap golongan dalam masyarakat cenderung

memelihara keterikatan dengan asal usul budayanya dan memperjuangkan

kepentingan melalui wadah politik tersendiri karena banyak partai yang bersaing

untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melaui pemilihan umum, yang

terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang secara

bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen2

2

Ramlan Surbakti, 2010, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : KPG, Hal,161-162

.

Pasca berakhirnya rezim orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto

dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapatkan kesempatan

untuk mendirikan partai, atas dasar itu pemerintah mengeluarkan UU No.2/1999

tentang partai politik. Perubahan yang didambakan adalah suatu sistem dimana

partai-partai tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, akan tetapi juga tidak

memberikan peluang kepada eksekutif untuk terlalu kuat. Sebaliknya, kekuatan

eksekutif dan legislatif diharapkan menjadi setara sebagaimana diamanatkan didalam

UUD 1945. Partai politik tumbuh seperti jamur dimusim hujan. Hal itu

memungkinkan dalam sistem Kepartaian Indonesia yaitu sistem kepartaian multi

(4)

Pada pemilihan umum 1999 jumlah partai politik yang memenuhi syarat

menjadi peserta pemilu adalah 48 partai politik, dimana perolehan suara sepuluh besar

dalam pemilu 1999 yaitu: PDIP dengan 33,11% suara dengan 153 kursi, Partai Golkar

dengan 25,97% suara dan 120 kursi, PPP dengan 12,55% suara dan 58 kursi, PKB

dengan 11,03% suara dan 51 kursi, PAN dengan 7,35% suara dan 34 kursi, PBB

dengan 2,81% suara dan 13 kursi, Partai Keadilan dengan 1,4% suara dan 7 kursi,

PKP dengan 1,0% suara dan 4 kursi, PNU dengan 0,6% suara dan 5 kursi, PDKB

dengan 0,5% suara dan 5 kursi.3

Pada pemilihan umu tahun 2004 yang lolos verifikasi ada 24 partai politik.

Dimana hasil pemilu 2004 yang menempati sepuluh besar yaitu: Partai Golkar dengan

21,58% suara dan 128 kursi, PDIP dengan 18,53 suara dan 109 kursi, PKB dengan

10,57% suara dan 52 kursi, PPP dengan 8,15% dan 58 kursi, Partai Demokrat 7,45%

suara dan 57 kursi, PKS dengan 7,34% dan 45 kursi, PAN dengan 6,44% suara dan 52

kursi, PBB dengan 2,62% suara dan 11 kursi, PBR dengan 2,44% suara dan 13 kursi, PDIP yang memperoleh suara palingbanyak, ternyata

tidak dapat menjadikan Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDIP) menjadi

presiden RI yang keempat. Dengan adanya koalisi partai islam dan beberapa partai

baru yang menjadi kubu tersendiri di DPR, yang dikenal sebagai poros tengah, posisi

PDIP menjadi lemah. Pada saat itu koalisi partai-partai islam berhasil memenangkan

KH. Abdurrahman Wahid dari PKB yang hanya memperoleh 51 kursi di DPR

menjadi Presiden Keempat RI.

3

(5)

serta PDR 2,13% suara dan 12 kursi.4

Pemilihan umum selanjutnya adalah tahun 2009 yang terdapat 38 partai politik

nasional. Dimana hasil pemilihan umum tahun 2009 yaitu: Partai Demokrat dengan

28, 85% suara dan 150 kursi, Partai Golkar dengan 14,45% suara dan 107 kursi, PDIP

dengan 14,03% suara dan 97 kursi, PKS dengan 7,88% suara dan 57 kursi, PPP

dengan 5,32% suara dan 37 kursi, PKB dengan 4,94% suara dan 27 kursi, Partai

GERINDRA dengan 4, 46% suara dan 26 kursi, serta Partai HANURA dengan 3,77%

suara dan 18 kursi.Dari hasil pemilu tahun 2009, perolehan suara Partai Demokrat

mencapai 300 persen . partai yang belum genap satu dasawarsa ini tidak hanya

mampu melipatgandakan perolehan sura partai sajtetapi sekaligus mengalahkan

partai-partai besar yang selama ini mendominasi politik kepartaian pasca reformasi.

Partai Golkar dan PDIP turun drastis dan berada dibawah perolehan suara Partai Pemilu tahun 2004 merupakan pemilihan

umum pertama di Indonesia yang presiden dan wakil presidennya dipilih langsung

oleh rakyat. Dimana menurut pasal 5 UU No.23 tahun 2003 tentang syarat partai

politik mencalonkan presiden dan wakil presiden adalah 15% jumlah kursi DPR atau

20% dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu legislatifhal ini jelas

bahwa hanya Partai Gokar dan PDIP yang dapat mencalonkan Presiden dan wakil

presiden sendiri. Namun faktanya justru Partai Demokrat yang hanya memperoleh

7,45% suara berhasil menghantarkan Ketua Dewan Pembinanya yaitu Susilo

Bambang Yudhoyono menjadi Presiden Kelima RI dengan dibantu koalisi PKS, PBB,

PKPI.

4

(6)

Demokrat. Begitu pula pada pemilu presiden dan wakil presiden, pasangan yang di

usung oleh Partai Demokrat dan koalisinya Sosilo Bambang Yudhoyono-Boediono

juga mampu mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto.5

Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana

kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif,

dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat

dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih

ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran

konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi

presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran

tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Dalam sistem

presidensial, pemilu diadakan dua kali pertama untuk memilih anggota parlemen dan

kedua untuk memilih presiden.6

Sejarah pemerintahan presidensial Indonesia dimulai sejak diberlakukannya

UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi negara. Pelembagaan

sistem presidensial itu dimulai bersamaan dengan kelahiran Republik Indonesia

sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tepatnya sehari setelah proklamasi

kemerdekaan RI, UUD sebagai konstitusi tertinggi yang kemudian dikenal dengan

UUD 1945 disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Sejak 18 Agustus 1945, sistem presidensial secara resmi dilembagakan melalui

5

Sigit Pamungkas, Ibid, Hal; 201

6

(7)

konstitusi.7

Sistem kepartaian berhubungan erat dengan stabilitas dan instabilitas

pemerintahan. Hal ini terkait erat dengan kompatibilitas dengan sistem pemerintahan,

sistem dua partai sering disebut sebagai sitem kepartaian yang paling ideal untuk

semua sistem pemerintahan, baik sistem presidensial maupun sistem parlementer.

Sedangkan sistem multi partai hanya cocok pada sistem parlementer. Sistem multi

partai dengan sistem presidensialisme dianggap kombinasi yang tidak sesuai. Sistem

multi partai dalam pemerintahan presidensialisme berakibat rendahnya keberlanjutan

stabilitas demokrasi.

Sistem presidensial yang digunakan oleh UUD 1945 memberikan

kekuasaan yang besar bagi presiden, disamping sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan, presiden juga memegang kekuasaan membentuk undang-undang

dengan persetujuan DPR. Hal ini tercantum pada pasal 5 ayat 1 UUD 1945 sebelum

amandemen.

8

Bagaimana dengan Indonesia yang menggunakan sistem multi partai dan

sitem pemerintahan presidensialisme? Ada beberapa persoalan yaitu; pertama, upaya

membatasi jumlah partai peserta pemilu agar tidak terlampau banyak sulit dicapai.

Kedua, sistem check and balance menjadi tidak terwujud atau tidak jelas.

Pemerintahan diisi beberapa wakil dari parpol, tetapi tidak tergabung dalam koalisi

yang permanen. Begitu pula pihak oposisi. Tidak ada koalisi oposisi yang mantap.

Akibatnya, kebijakan pemerintah acapkali ditolak oleh parpol yang notabene punya

wakil di kabinet. “Koalisi” Parpol bersatu tergantung pada isyunya. Ketiga,

7

Hanta Yuda, Ibid¸ Hal: 78

8

(8)

terwujudnya persaingan dan kerjasama parpol yang tidak jelas. Bayangkan,

parpol-parpol di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten tidak diisi atau didukung oleh

parpol-parpol yang sama. Kabinet didukung oleh parpol-parpol yang di beberapa

provinsi bersaing menjadi lawan dalam pemilihan kepala daerah.

Pada pemerintahan yang dibangun oleh Susilo bambang yudhoyono-Boediono

atau pada sistem presidensial tahun 2009-2014. Presiden masih terjebak dalam logika

politik insentif. Dimana presiden menggunakan model trnsaksionla, dimana loyalitas

dukungan dari partai koalisi ditukar dengan akomodasi posisi dalam kabinet

pemerintahan. Sehingga posisi dalam kabinet adalah insentif untuk loyal. Model

insentif itu ternyata tidak selamanya berhasil karena dalam perjalanannya, partai

koalisi justru seringkali terbelah dalam menyikapi kebijakan presiden. Itu artinya

dukungan dari kubu-kubu partai yang berkoalisi terhadap inisiatif kebijakan presiden

berubah-ubah dan tidak bersifat permanen. Bahkan, partai-partai koalisi seringkali

terlibat dalam pusaran konflik dalam proses pengambilan keputusan di parlemen.

Dalam konteks semacam itu, Presiden SBY sering kali mengambil dua pilihan

strategis: pertama, mengancam untuk menghukum (punishment) partaiyang tidak

loyal untuk dikeluarkan dari kabinet pemerintahan. Kedua, memperbesar politik

akomodasi (insentif) dalam pembagian kekuasaan sehingga partai koalisi tetap loyal

dengan kebijakan presiden. Kedua strategi ini ditunjukan dengan wacana reshuffle

kabinet serta akomodasi kepentingan partai koalisi dalam Sekretariat Gabungan

(Setgab), sampai saat ini, penggunaan ancaman untuk membangun kepatuhan partai

(9)

momen berikutnya, partai-partai tetap saja bermanuver di parlemen dengan beragam

kepentingannya.9

Sementara itu, sistem multi partai yang kita anut dapat menyebabkan

ketidakharmonisan antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang bisa

mengarah pada kebuntuan antar kedua lembaga tersebut apabila yang menguasai

lembaga kepresidenan dan yang menguasai lembaga legislatif berasal dari partai yang

berbeda. Salah satu kelemahan sistem dalam hal ini adalah ketegangan antara lembaga

legislatif dan lembaga eksekutif. Jika presiden mewakili partai lan, maka kesempatan

presiden untuk bisa menyelesaikan kegiatan sesuai dengan UU akan terlambat

sekalipun keadaan yang terbaik ia tetap saja membutuhkan para politisi di parlemen.

Kondisi pemerintahan presidensial di Indonesia pada periode 2009-2014 yang

tidak stabil dan tidak konsisten dalam mengimplementasikan UUD 1945 tentang

sistem presidensial di Indonesia. Koalisi kabinet yang terbangan di Indonesia pada

priode ini merupaka koalisi yang sifatnya sementara dan pragmatis karena hanya

didasarkan pada kepentingan partai politik.koalisi yang terbangun bukan didasari oleh

ideologi atau persamaan tujuan dan cita-cita partai tersebut. Hal tersebut yang

membuat penulis tertarikuntuk meneliti tentang Bagaimana Hubugnan DPR RI dan

Presiden dalam Kerangka Sistem multi partai dan sistem presidensial di Indonesia

tahun 2009-2014

9

(10)

I.2. Perumusan Masalah

Pada sistem presidensial yang dijalankan pemerintahan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono selama ini, yang telah berjalan 10 tahun dinilai tidak efektif.

Dalam pemerintahannya Pressiden Susilo Bambang Yudhoyono membangun suatu

koalisi untuk memperkuat kekuasaannya. Koalisi yang dibangun memunculkan

sebuah anomali sistem politik di Indonesia dan itu terus berlansung dalam

pemerintahan SBY priode 2009-2014. Anomali yang dimaksud ialah sistem

presidensial berjalan seiring multipartai. Partai politik bahkan cenderung menjadi

dominan. Hal itu dapat dilihat dari proses pemilihan umum presiden yang dinilai

sangat brgantung pada pemilihan legislatif. Maka yang menjadi perumusan masalah

penelitian ini adalah “Bagaimana Hubugnan DPR RI dan Presiden dalam Kerangka

Sistem multi partai dan sistem presidensial di Indonesia tahun 2009-2014.?

I.3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan

penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi

faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja

yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan

membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraisan yang

sitematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan

(11)

1. Faktor tebentuknya partai-partai koalisi yang mengusung Susilo Bambang

Yudhoyono menjadi Presiden Indonesia 2009-2014

2. Hubugnan DPR RI dan Presiden dalam Kerangka Sistem multi partai dan

sistem presidensial di Indonesia tahun 2009-2014.

I.4. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana sistem multi-partai di Indonesia

2. Memahami bagaimana sistem presidensial di Indonesia

3. Mendeskripsikan dan memahami bagaimana Bagaimana Hubugnan DPR RI

dan Presiden dalam Kerangka Sistem multi partai dan sistem presidensial di

Indonesia tahun 2009-2014

I.5. Signifikansi Penelitian

1. Secara pribadi penelitian mampu mengasah kemampuan peneliti dalam

melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan memberikan

(12)

2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan

mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai Partai Politik dan sistem

Pemerintahan.

3. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu

pengetahuan dalam Ilmu Politik, dan menjadi referensi/kepustakaan bagi

Departemen Ilmu Politik Fisip USU.

I.6. Konseptualisasi dan Teori

6.1 Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan diartikan sebagai tatanan yang terdiri dari komponen

pemerintahan yang saling mempengaruhi dalam pencapaian tujuan dan menjaa

pemerintahan. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga

kestabilan suatu Negara itu. Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga

kestabilan masyarakat, menjaga kekuatan politik, pertanahan, ekonomi, keamanan

sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana

seharusnya masyarakat busa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan

tersebut. Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk

menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan Negara dalam waktu relatif

lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyat itu sendiri.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak ada satupun sistem pemerintahan suatu

(13)

oleh karena itu sering kita temui hanyalah perbandingan pemerintahan dengan

patokan-patokan perbandingan tertentu. Namun dapat juga digolongkan kedalam

beberapa sistem pemerintahan yang ada di dunia sekarangini. Pengelompokan sistem

pemerintahan ini tidak lain untuk lebih jauh melihat perbedaan dan kesamaan dari

berbagai sistem pemerintahan, dengan mengetahui tolak ukur pertanggungjawaban

pemerintah suatu negara terhadap rakyat yang diurusnya.

6.1.1 Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam sistem presidensial peran dan karakter individu presiden lebih

menonjol dibanding dengan peran kelompok, organisasi, atau partai politik. Oleh

karena itu, jabatan presiden hanya dijabat oleh seorang yang dipilih rakyat dalam

pemilu yang berarti presiden bertanggung jawab langsung pada rakyat. Dalam sistem

ini presiden presiden dipilh oleh rakyat maka sebagai kepala eksekutif ia hanya

bertanggung jawab kepadan rakyat sehingga kedudukan eksekutif tidak bergantung

pada parlemen. Sebagai kepala eksekutif presiden menunjuk pembantu-pembantunya

yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka hanya bertanggung

jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet tidak tergantung dan tidak

memerlukan dukungan kepercayaan dari parlemen, maka para menteri tidak bisa

dihentikan oleh parlemen.

Komposisi kabinet dalam sistem presidensial bukan berasal dari proses tawar

menawar dengan partai politik yang berarti sifat kabinet adalah kabinet profesional

(14)

tetapi pada penilaian visi, pengetahuan dan kemampuan mengelolah departemen.

Dalam sistem presidensial, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang langsung

oleh presiden. Selaku kepala negara presiden adalah simbol representasi negara atau

simbaol pemersatu bangsa sementara selaku kepala pemerintahan presiden harus

bertanggung jawab penuh pada jalannya pemerintahan.

Prinsip-pronsip dasar atau ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu10

1. Majelis tetap menjadi majelis saja, tidak ada peleburan fungsi eksekutif

da legislatif

:

2. Ekssekutif tidak dibagi, hanya ada seorang presiden yang dipilih oleh

rakyat untuk masa jabatan tertentu. Presiden dipilih untuk masa jabatan

yang pasti, dan dibatasi untuk beberapa kali masa jabatan

3. Kepala pemerintahan adalah kepala Negara

4. Presiden mengangkat kepala departemen/menteri yang merupakan

bawahannya

5. Presiden adalah eksekutif tunggal, pemerintahan presidensial

cenderung bersifat individual

6. Anggota majelis tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan dan

sebaliknya

7. Eksekutif bertanggungjawab kepada konstitusi. Majelis meminta

presiden bertanggung jawab kepada konstitusi melalui proses dakwaan

atau mosi tidak percaya

10

(15)

8. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa majelis. Majelis

tidak dapat mencopot presiden dari jabatannya, begitupun presiden

tidak dapat membubarkan majelis. Sistem ini merupakan sistem check

and balance. Sistem ini memperlihatkan kesalingtergantungan antara

eksekutif dengan legislative

9. Majelis bekedudukan lebih tinggi dari bagian-bagian pemerintahan lain

dan tidak ada peleburan bagian eksekutif dengan legislative seperti

dalam sebuah parlemen. Badan eksekutif dan legislative akan saling

mengawasi dan mengimbangi dan tidak satupun yang lebih dimonan

10.Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada para pemilih,

pemerintah presidensial bergantung pada suara rakyat, apabila anggota

majelis mewakili konstituennya, maka presiden mewakili seluruh

rakyat

11.Tidak ada fokus atau konsentrasi kekuasaan dalam sistem politik, yang

ada adalah pembagian atau fragmentasi kekuasaan.

Matthew Soberg Shugart menyatakan bentuk murni dari presidensial adalah11

1. Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih oleh rakyat secara

langsung dan ia merupakan “Kepala Eksekutif”

:

2. Posisi eksekutif dan legislatif didefenisikan secara jelas dan keduanya

tidak sling bergantung

11

(16)

3. Presiden memilih dan mengarahkan cabinet dan memiliki sejumlah

kewenangan pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional

Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislative adalah transsksional.

Keduanya independen satu dengan lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu

yang berbeda. Posisi legislative tidak lebih tinggi disbanding eksekutif dan

demikian pula sebaliknya. Namun, eksekutif dan legislative terlibat dalam

hubungan pertukaran (transaksional) seputar keputusan-keputusan atau

kebijakan-kebijakan politik bergantung dengan permasalahan yang

mengemuka.

Sesuai amanat konstitusi hasil amandemen, sistem pemerintahan yang

kini berlaku di Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Konstitusi

itu sendiri tidak secara eksplisit menyebut istilah sistem presidensial dalam

keseluruhan batang tubuh UUD Negara Republik Indonesia. Secara subtansial

hampir semua prindip pokok sistem presidensial memang telah dianut oleh

konstitusi Indonesia, terlepas dari persoalan bahwa konstitusi merupakan hasil

dari amandemen12

Banyak ahli yang mendefenisikan arti dari partai politik seperti “Carl

Friedrich”, ia mendefenisikan partai politik ialah sekelompok manusia yang

terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan .

6.2 Partai Politik

12

(17)

pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan

manfaat bagi anggota partainya, baik idealisme maupun kekayaan material serta

perkembangan lainnya13. Sedangkan menurut “Miriam Budiarjo” partai politik adalah

suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,

nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh

kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara

konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka14

Fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan

guna mewujudan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.

Berikut ini dikemukakan sejumlah fungsi partai politik

.

Berdasarkan defenisi-defenisi para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa

partai politik merupakan sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama dalam

sebuah lembaga yang memiliki orientasi untuk merebut dan mempertahankan

kekuasaan agar dapat mewujudkan kebijakan-kebijakan sesuai dengan cita-cita partai

tersebut.

15

Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para

anggota masyarakat. Melalui proses sosialiasasi politik inilah para anggota

masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang

berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh :

a. Sosialisasi Politik

13

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 2008 Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Hal: 160

14

Miriam Budiardjo, Op,.cit,. hal 160

15

(18)

baik secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun

secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam

kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat.

b. Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan

seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam

sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi ini semakin

besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam

sistem politik totaliter, atau manakala partai ini merupakan partai mayoritas dalam

badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem

politik demokrasi. Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan

mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi

kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya,

kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.

c. Partisipasi Politik

Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi

proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan

pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimaksud antara lain mengajukan tuntutan,

membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas

(19)

tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam pemilihan

umum. Dalam hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka kesempatan,

mendorong, dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat yang lain untuk

menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan mempengaruhi proses politik.

Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik.

d. Agregasi Kepentingan

Dalam masyarakat, terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan

acapkali bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan

sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah

tetapi mutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan penerapan teknologi yang

canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dengan kehendak untuk

mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan.Untuk menampung dan memadukan

berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan, maka partai politik

dibentuk.

e. Komunikasi Politik

Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari

pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini

partai politik berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya menyampaikan

segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat sebagaimana

(20)

dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya

dilaksanakan oleh partai-partai politik dalam sistem politik demokrasi.

Dalam melaksanakan fungsi ini partai politik tidak langsung menyampaikan

informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat keperintah, tetapi

merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi dapat dengan mudah

memahami dan kemudian memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

f. Pengendalian Konflik

Konflik yang dimaksud disini adalah dalam arti luas, mulai dari perbedaan

pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok dalam

masyarakat. Dalam negara demokrasi, setiap warga negara atau kelompok masyarakat

berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga

konflik merupakan gejala yang sukar dielakkan. Partai politik sebagai salah satu

lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog

dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi

dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan

kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian

berupa keputusan politik.

6.3 Sistem Kepartaian

Secara umum terdapat tiga pendekatan umumyang menjelaskan terbentuknya

sistem kepartaian, yaitu pendekatan institusional, pendekatan sosiologis, serta

(21)

bahwa sistem kepartaian dikonstruksi oleh sistem pemilu. Pendekatan ini

diperkenalkan oleh Duverger (1946), ia menyebutkan bahwa pada sisstem

pluralitas/mayoritas akan membentuk sistem dua partai, sedangkan pada sistem

proporsional akan cenderung membentuk sistem multi partai.

Dengan mengacu pada pemikiran Duverger dapat dikatakan sistem

proporsional mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru.

Situasi itu akan sangat mempengaruhi bagaimana konsensus atau konfrontasi antara

badan legislatif dengan badan eksekutif.16

Sistem multi partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas lebih dari dua

partai politik yang dominan. Sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat

yang majemuk, baik secara kultural maupun sosial ekonomi. Setiap golongan dalam

masyarakat cenderung memelihara keterikatan dengan asal usul budayanya dan

memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik tersendiri karena banyak partai

yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melaui pemilihan

umum, yang terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang

secara bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen

Berdasarkan pendekatan diatas, jika dilihat

dari sistem kepartaian Indonesia termasuk kedalam negara yang menggunakan sistem

kepartaian multi partai sesuai dengan sistem proporsional yang digunakan dalam

sistem pemilu di Indonesia.

6.3.1 Sistem Multi Partai

Ramlan Surbakti, Op,.cit,hal 161-162

(22)

Penyebab adanya sistem multi partai ini adalah karena adanya aneka ragam

suku, agama, ras, dan golongan yang ada dalam suatu negara. Dalam sistem multi

partai, jika tidak ada partai yang meraih suara mayorritas, maka terpaksa dibentuk

pemerintahan koalisi. Penentu suara, mayoritas adalah setengah tambah satu dari

jumlah anggota parlemen.

Pola multipartai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan

berimbang (proportional representation) yang memberikan kesempatan luas bagi

pertumbuhan partai dan golongan-golongan kecil. Melalui sistem ini

partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang

diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan lain untuk

menggenapkan jumlah suara yang diperlukan18

18

Miriam Budiardjo. 1996. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 210

.

6.4 Parlemen Sebagai Lembaga Perwalian

Teori perwakilan politik, Alfred de Grazio mengemukakan bahwa perwakilan

diartikan sebagi hubungan dimana dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil dimana

wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan

dengan kesepakatan yang dibuatnya. Perwakilan dalam pengertian bahwa seseorang

melakukan tindakan baik yang diperuntukan kepada orang lain. Keterwakilan politik

diartikan sebagai terwakilnya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakil

(23)

Dalam negara modern dewasa ini, raktyat menyelenggarakan kedaultan yang

dimilikinya melalui wakil-wakil yang dipilhnya. Parlemen dinegara demokrasi

disusun sehingga mewakili mayoritas dari rakyat. Anggota-anggota parlemen

umumnya mewakili rakyat melalui partai politik (political representation). Dengan

demikian masyarakat adalah pihak yang diwakili yang mennyerahkan kekuasaan atau

mandat untuk mewakili kepentingannya kepada lembaga perwakilannya dalam proses

politik dan pemerintahan. Bekerjanya peran dan fungsi badan perwakilan rakyat di

satu pihak ditentukan oleh eksistensinya sebagai suatu lembaga politik dan dipihak

lain ditentukan oleh perwujudan sebagai organisasi yang mewadahi proses politik.

Legislatif adalah struktur politik yang berfungsi menbuat undang-undang. Dimasa

kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House

of Representation (Amerika Serikat), atau House of Common (Inggris).

Lembaga-lembaga ini dipilh melalui pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan

berasal dari partai-partai politik19

Parlemen dipandang tidak hanya sebagai lembaga perwakilan rakyat dalam

negara demokrasi, melainkan lebih dipandang sebagai lembaga yang menjalankan

tugas pelaksana kedaulatan rakyat secara luas yakni melaksanakan kerja-kerja

kontinui termasuk melaksanakan pengawasan terhadap presiden dan pemerintah. Jika

dilihat parlemen sebagai pelaksana fungsi legislasi yang melibatkan kerja sama

dengan eksekutif maka hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif dapat

dihubungkan dalam dua kelompok peranan. Pertama, peranan yang bertujuan .

19

(24)

menyalurkan kepentingan dan partisipasi rakya. Kedua, peranan yang bermakna bagi

pemupukan kewibawaan eksekutif atau memberikan legitimasi kepada lembaga

eksekutif. Implementasi dari peranan tersebut dapat mengarahkan interaksi parlemen

dengan eksekutif kepada situai konfrotatif atau saling memperlemah atau meletakkan

parlemen dan eksekutif dalam jalur yang searah dan daling memperkuat.

6.4.1 Fungsi dan Wewenang Parlemen

Diantara fungsi badan legislatif yang piling penting adalah menentukan policy

(kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk Dewan Perwakilan Rakyat

diberi hak inisiatif yaitu hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan

undang-undang yang disusun oleh pemerintah. Selain itu berfungsi mengontrol badan

eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan

kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia

legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus seperti20

a. Hak Interpelasi

:

Badan legislatif memiliki hak interpelasi yaitu hak untuk meminta keterangan

kepada pemerintah mengenai kebijaksanaanya dalam suatu bidang. Dalam hal

dipergunakannya hak interpelasi ini oleh DPR, presiden berkewajiban

memberikan penjelasan dalam sidang plen. Pada sistem pemerintahan

presidensial diterima atau tidaknya penjelasan tesebut tidak memberikan

20

(25)

dampak langsung terhadap kedudukan presiden. Apabila keterangan yang

diberikan eksekutif kurang memuaskan maka hal ini merupakan tanda

peringatan bagi pemerintah bahwa kebijaksanaanya diragukan.

b. Hak petisi

Bebeda dengan hak interpelasi pertanyaan biasanya tidak diikuti oleh

perdebatan terbuka karena sifatnya yang hanya mengharapkan jawaban sesuai

dengan materi jawabannya. Pertanyaan tersebut dapat diajukan baik lisan

maupun tulisan kepada pihak pemerintah untuk kemudian diberikan jawaban

atas pertanyaan tersebut yang dapat dilakukan secara lisan dan tulisan.

c. Hak Angket

Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan

penyelidikan sendiri. Dalam pelaksanaan penyelidikan tersebut, legislatif yang

mengajukan akan membentuk suatu panitia angket yang akan melaporkan

hasil penyelidikannya kepada seluruh anggota legislatif yang bersangkutan.

6.5 Teori Checks and Balances

Kamus hukum mendefinisikan prinsip check and balances sebagai sebuah

sistem aturan yang menegaskan adanya mekanisme saling kontrol di antara cabang

kekuasaan baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang didesain untuk mencegah

terkonsentrasinya kekuasaan dalam satu cabang sehingga mendominasi cabang

(26)

Butterworths Concise Australian Legal Dictionary mendefinisikan Checks and

Balances sebagai berikut; “A system of rules diversifying the membership of, and

mutually countervailing controls interconnecting the executive, legislative, judicial

branches of government, designed to prevent concentration of power within any one

branch at the expense of the others.”

Secara konseptual, prinsip check and balance dimaksudkan agar tidak terjadi

overlapping atau tumpang tindih antara kewenangan lembaga negara sehingga

kekuasaan dalam negara haruslah diatur dengan seksama. Namun demikian,

kelemahan dari pelaksanaan mekanisme check and balance merupakan teori tanpa

ujung, saling mengontrol dan berputar.

Dengan mendasarkan pada spektrum pelaksanaannya, prinsip checks and

balances dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yakni, pertama, pelaksanaan

checks and balances internal dalam cabang kekuasaan tertentu. Kedua, adanya

pelaksanaan checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan. Prinsip pemisahan

kekuasaan membagi tanggungjawab pemerintahan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Sedangkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi disini memiliki fungsi

mencegah cabang-cabang kekuasaan dari penyalahgunaan kekuasaan, seperti

penyalahgunaan untuk tujuan-tujuan khusus , dan kompromi politik. Sebagai ilustrasi

bisa dilihat dari uraian berikut; undang-undang dibuat atas persetujuan bersama DPR

dan Presiden sebagai implementasi fungsi legislasi. Namun cabang kekuasaan

(27)

yang dimilikinya yakni hak untuk menguji apakah suatu undang-undang berlawanan

dengan konstitusi

Implikasi prinsip pemisahan kekuasaan ini adalah kedua lembaga tidak dapat

saling menjatuhkan secara politik. Parlemen memiliki kemandirian karena tidak ada

ancaman pembubaran parlemen oleh presiden. Sebaliknya preiden pun secara

kelembagaan lebih mandiri karena tidak mudah dijatuhkan.

Fungsi utama parlemen dalam sistem presidensial adalah melaksanakan fungi

pengawasa, fungsi legislasi, fungsi anggaran. Instrument yang dapat digunakan

paarlemen untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan

secara efektif adalah hak-hak yang dimiliki oleh anggota parlemen, misalkan hak

angket, hak interpelasi, dan hak petisi. Semua hak tersebut sangat penting sebagai

instrument untuk menjalankan fungsi pengawasanterhadap jalanya pemerintahan.21

Setiap orang yang telah dengan jelas mengetahui tentang teori pemisahan

kekuasaan, tentunya sangat mengenal dengan akrab nama Montesquieu yang

merupakan filsuf Perancis pencetus doktrin pemisahan kekuasaan ( separation of power ) dengan teori yang dinamakan dengan Trias Politica.

6.6 Teori Pemisahan Kekuasaan

22

21

Hanta Yuda,,Op.cit. hal: 20

22

Henry J. Schmandt, Filsafat Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hal. 374

Menyusul setelah

lahirnya teori tersebut kemudian menjadi perdebatan di berbagai belahan dunia, baik

(28)

berbagai buku yang merupakan karya-karya para ahli terutama yang bergerak di

bidang ketatanegaraan. Tentunya sampai sekarangpun berkaitan dengan teori Trias

Politica ternyata masih banyak yang mendiskusikannya bahkan menjadi sebuah

perdebatan hangat di seputar kenegaraan, baik dalam bentuk dukungan sepenuhnya

terhadap gagasan tersebut maupun yang tidak menyetujuinya terutama terhadap

gagasannya tentang adanya pemisahan mutlak terhadap kekuasaan ( separation of power ).

Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut

diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di

suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan

harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Trias Politika yang kini

banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda:

Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat

undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan

Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara

keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta

menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar

undang-undang.23

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut,

diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi

pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and

23

(29)

balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias

Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.

I.7 Metodologi Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif.

Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian

seseorang, lembaga maupun masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang bardasarkan

fakt-fakta yang tampak sebagaimana adanya24

Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran,

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, seta

hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai

mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk

menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu

gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan

atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian

ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan

perbendaharaan teori.

.

25

24

Hadawari Nawawi, 1987, Metodologi Penelitian Ilmu Sosial, Yogjakarta: Gajah Mada University press, hal 63

25

(30)

7.1 Jenis Penelitian

Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi

penelitian kualitaif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode

deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodelogi kualitaif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.26

Teknik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas Penelitian kualitatif dapat

diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi dari kondisi

sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah,

baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.

7.2. Teknik Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui teknik dokumentasi.

Data-data yang bersumber dari beragam media (buku, jurnal, buletin, majalah, skripsi,

dan sebagainya) yang relevan dengan topik penelitian tersebut setelah dihimpun

kemudian dipilah melalui proses pembacaan yang cermat dan pencatatan dalam

rangka untuk menemukan data-data pokok yang dinilai sebagai bahan utama

penelitian yang akan mempermudah penulis dalam melakukan langkah-langkah

(proses) penelitian selanjutnya.

7.3. Teknik Analisis Data

26

(31)

masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran jelas tentang objek yang akan diteliti

dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan

I.8. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk

mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri ke dalam 4 (empat) bab, yakni:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan menguraikan dan menjelaskan mengenai latar

belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan

penelitian, signifikansi penelitian, kerangka teori, metodologi

penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SBY-

BOEDIONO 2009-2014

Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu yang mengenai

objek penelitian yaitu bagaimana Kekuasaan Eksekutif, Kekuasaan

Legislatif, Partai Politik Indonesia dan Sistem Kepartaian serta Sistem

(32)

BAB III : ANALISIS DATA

Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang

diperoleh dari buku-buku, jurnal, majalah, koran, serta internet dan

juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh

dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi

kemungkinan adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kegiatan bermain congklak memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun di TK Bina Asuhan Mayang Pongkai

Metode Penelitian yang digunakan pada paper ini adalah melakukan simulasi untuk mengetahui pengaruh densitas wireless mobile node dan jumlah wireless mobile

Penanaman biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita, sedangkan tenaga kerja laki- laki hanya bertugas membawa benih ke lahan yang akan ditanami. Penanaman di Kabupaten

Proses pembentukan kelembagaan Badan Usaha Milik Desa di Desa Selensen dimulai dari Kebijakan Program Pemberdayaan Desa (PPD) yang dikeluarkan oleh Pemerintah

rumah tangga hanya mempunyai satu telepon. Cara ini memudahkan orang tua memonitor telepon yang masuk maupun ke luar dari masing-masing anggota keluarga. Sementara keluarga

ketiga, yakni citizenship education. Citizenship education lebih cenderung digunakan dalam visi yang lebih luas untuk menunjukkan “ instructional effects ” dan

Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri,

[r]