• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENULIS EKSPRESIF SEBAGAI TERAPI MENURUNKAN KECEMASAN DAN DEPRESI PADA MAHASISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENULIS EKSPRESIF SEBAGAI TERAPI MENURUNKAN KECEMASAN DAN DEPRESI PADA MAHASISWA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MENULIS EKSPRESIF SEBAGAI TERAPI MENURUNKAN

KECEMASAN DAN DEPRESI PADA MAHASISWA

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi

Disusun Oleh:

Natasha Rahadianita

15010111140146

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga

makalah Psikoterapi yang berjudul “Menulis Ekspresif sebagai Terapi Menurunkan

Kecemasan dan Depresi pada Mahasiswa” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu, yaitu kepada:

1. Bu Farida Hidayati, S. Psi, M. Si, selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Psikoterapi

2. Teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro 3. Semua pihak terkait yang telah membantu

Penulis menyadari tanpa adanya kerjasama antara pihak-pihak yang terkait yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penulis, makalah Pengantar Psikoterapi tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak tersebut yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah Pengantar Psikoterapi.

Penulis pun juga menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan apabila ditemui banyak kesalahan dalam proposal penelitian ini. Semoga makalah ini juga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Mei 2013

(3)

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… 1

DAFTAR ISI …..……….………… 2

BAB I PENDAHULUAN ………..… 3

A. Latar Belakang Masalah ………..… 3

B. Rumusan Masalah ………... 5

C. Tujuan ………..………….... 5

D. Manfaat ……….... 6

BAB II TEORI ………... 7

A. Kecemasan ………... 7

Dampak Kecemasan ………. 8

B. Depresi ………. 8

Simtom Depresi ……… 9

Penyebab Depresi ……… 9

C. Terapi Menulis Ekspresif ………. 10

Menulis Ekspresif ……… 10

Teknik Menulis Ekspresif ……… 12

Tujuan dan Manfaat Menulis Ekspresif ……….. 14

BAB III PEMBAHASAN ………..… 15

BAB V PENUTUP ……… 18

A. Kesimpulan ………..……….. 18

B. Saran ……….. 19

(4)

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman yang serba maju ini, banyak sekali tuntutan yang harus dilakukan oleh setiap orang untuk dapat bergerak dinamis sesuai dengan pergerakan zaman yang terkait dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Seseorang dituntut untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan yang begitu pesat serta dituntut untuk dapat bersaing dengan orang lain agar dapat diterima dan diakui. Seseorang dengan pendidikan rendah tentu tidak akan mendapat pekerjaan bagus dengan penghasilan yang tinggi, kecuali jika memiliki kreativitas yang tinggi. Inilah yang menuntut seseorang untuk mampu bergerak cepat mengikuti perubahan agar tidak tertinggal dengan membuat inovasi-inovasi baru. Di zaman dahulu, pendidikan sarjana sudah merupakan pendidikan yang sangat tinggi. Berbeda dengan saat ini di mana sudah banyak sekali orang yang memperoleh gelar sarjana. Bahkan banyak pengangguran yang berasal dari lulusan sarjana. Untuk zaman sekarang, sarjana saja tidak cukup untuk mampu bersaing di dunia kerja. Saat ini juga sudah banyak sekali orang dengan gelar master dan doktor dengan ribuan pengalaman yang tentu saja lebih diincar oleh dunia pekerjaan. Tidak heran jika mahasiswa sekarang dituntut untuk dapat berpikir maju dan diberikan wejangan oleh orang tua maupun guru untuk dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.

Mahasiswa merupakan generasi muda yang dicetak sebagai penerus bangsa. Sebagai penerus bangsa, tentu mahasiswa dituntut memiliki keahlian dan keterampilan yang lebih dengan pemikiran yang jauh ke depan sebagai upaya untuk mengatasi tantangan global yang semakin kompleks. Namun, tentu banyak hal yang dihadapi oleh mahasiswa terkait dengan permasalahan pada saat berada di dunia perkuliahan, seperti tugas yang semakin rumit dan banyak, mahasiswa yang dituntut memiliki pemikiran

focus on problem solving dalam menjawab kasus di kehidupan nyata, masalah pribadi, hingga penyusunan skripsi. Hal ini membuat emosi mahasiswa menjadi cenderung sensitif dan labil. Banyak mahasiswa yang diliputi oleh kecemasan akan permasalahan di kampusnya. Kecemasan ini tentu akan berdampak pada tingkat emosi yang lebih serius, seperti depresi.

(5)

4 dapat mengakibatkan munculnya gejala depresi hingga benar-benar muncul depresi. Depresi merupakan hal yang normal jika masih berada pada ambang yang wajar. Namun, depresi bisa menjadi abnormal jika sudah berada di luar ambang kewajaran. Depresi dan berkurangnya kesejahteraan psikologis merupakan permasalahan kesehatan yang utama pada orang muda (Allgower dkk, 2001). Ditambahkan oleh Michael dkk (2006), menyatakan bahwa perasaan depresi merupakan pengalaman yang cukup umum di kalangan mahasiswa. Kecemasan dan depresi harus segera ditangani agar tidak menimbulkan hal yang lebih parah. Simptom depresi harus segera dikenali dan jika sudah berada pada depresi ringan harus segera ditangani agar tidak berlanjut pada depresi yang lebih parah. Penyaluran emosi secara positif sangat diperlukan untuk mengurangi kecemasan dan depresi pada mahasiswa. Salah satu cara yang positif untuk menyalurkan emosi sedih, tertekan, cemas, hingga depresi adalah melalui menulis ekspresif.

Menulis ekspresif merupakan suatu psikoterapi di mana menulis memberikan mereka jalan untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran yang ada dalam otak dengan poin yang terpenting dalam terapi tersebut adalah kegiatan menulis itu sendiri. Penulis bisa mengungkapkan perasaan cemas yang mereka rasakan. Perasaan yang telah tersalurkan melalui tulisan tersebut bisa sangat membantu seseorang dalam mengurasngi kecemasan dan depresi serta emosi negatif dalam diri dan dapat meningkatkan emosi positif. Hal ini tentu sangat membantu seseorang sebagai cara katarsis yang baik dalam memulihkan kondisi jiwa yang kurang baik. Menulis ekspresif dapat dijadikan sebagai psikoterapi dalam membantu klien mengatasi dan mengontrol emosi seperti kecemasan dan kondisi tertekan dan sedih seperti depresi.

Pennebaker juga menemukan bukti bahwa sel-sel T-limfosit para mahasiswa menjadi lebih aktif dalam rentang waktu enam pekan setelah mereka menulis peristiwa-peristiwa yang menekan. Indikasinya terletak pada stimulasi sistem kekebalan tubuh. Studi-studi lain juga menunjukkan bahwa setelah mengikuti latihan menulis maka orang cenderung lebih jarang mengunjungi dokter, bekerja lebih baik dalam tugas sehari-hari, dan memperoleh skor yang lebih tinggi dalam uji psikologi.

(6)

5 manfaatnya. Pada terapi tersebut, pasien diminta mencurahkan seluruh perasaan mereka. Baik tentang ketakutan yang dihadapi, hal-hal yang mengganggu pikiran, maupun harapan. Dengan begitu, pasien terhindar dari stres berkepanjangan.

Dr Robin Fivush, profesor psikologi Emory University, Atlanta mengatakan banyak pasien dapat mengungkapkan kegelisahan yang ada di dalam diri mereka. Terapi ini bukan sekadar tentang berpikir, menulis, dan menumpahkan emosi dalam tulisan, tetapi juga perenungan.

Menulis ekspresif ini perlu dikembangkan supaya karena selain berguna untuk menyalurkan emosi negatif dengan cara positif, menulis ekspresif juga mampu meningkatkan ketenangan dalam diri. Terapi melalui menulis ekspresif merupakan pendekatan kontemporer di mana hal ini berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang ada di mana probematika yang dihadapi seseorang semakin kompleks. Menulis ekspresif ini juga berkaitan dengan pendekatan kognitif behavior di mana klien bisa mengekspresikan perasaan dan pikirannya supaya lebih positif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat dibuat adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan kecemasan dan depresi?

2. Apa yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dan depresi? 3. Apa yang dimaksud dengan menulis ekspreif?

4. Bagaimana cara melakukan terapi menulis ekspresif?

5. Apa saja manfaat yang bisa diperoleh melalui menulis ekspresif?

C. Tujuan

Adapun tujuannya antara lain:

1. Untuk mengetahui pengertian kecemasan dan depresi.

2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dan depresi.

3. Untuk mengetahui pengertian menulis ekspresif.

4. Untuk mengetahui cara melakukan terapi menulis ekspresif.

(7)

6

D. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui makalah mengenai terapi menulis ekspresif ini, yaitu:

1.Secara praktis dapat menambah pengetahuan mengenai menulis ekspresif dan mampu menerapkan menulis ekspresif sebagai teknik psikoterapi dengan menyalurkan emosi melalui tulisan.

(8)

7

BAB II

TEORI

A.

Kecemasan

Kecemasan merupakan reaksi emosional individu terhadap kejadian atau situasiyang tidak pasti sehingga ketika harus menghadapi sesuatu yang tidak pasti, maka timbul perasaan terancam. Hal ini yang ditandai dengan perilaku menghindar atau melarikan diri (Kartono, 1981; Atkinson, Atkinson, dan Hilgard, 1981; Greenberg dalam Romas & Sharma, 2000; Lubis, 2009).

Menurut Spielberger (dalam Carducci, 2009), kecemasan dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Kecemasan Sesaat (State Anxiety)

State anxiety merupakan respon individu terhadap suatu situasi. Hal ini terkait dengan reaksi emosional yang terdiri dari perasaan yang tidak menyenangkan kemudian secara sadar merasakan ketegangan dan ketakutan dengan aktivasi terkait dengan sistem saraf otonom.

b. Kecemasan Dasar (Trait Anxiety)

Trait anxiety merupakan karakteristik individu yang pencemas akan mempengaruhi intensitas cemas saat merespon berbagai macam situasi sebagai sesuatu yang berbahaya atau mengancam.

Respon kecemasan individu merupakan state anxiety. Namun, respon kecemasan seseorang tidak bisa terlepas dari trait anxiety karena trait anxiety merupakan karakteristik pencemas dari seorang individu. Individu yang memiliki trait anxiety tinggi akan cenderung merespon lebih cemas dibandingkan individu dengan trait anxiety rendah. Menurut Spielberger (dalam Groth-Marnta, 2003) hanya trait anxiety yang bisa diturunkan kecemasannya melalui intervensi.

Saat individu merasa cemas, mereka akan memilih salah satu teknik coping. Lazarus Folkman (1985) membagi coping dalam dua jenis, yaitu:

a. Problem-Focused Coping

Fokus pada permasalahan yang terjadi.

b. Emotion-Focused Coping

(9)

8

Dampak Kecemasan

Dampak kecemasan bermacam-macam. Berikut merupakan dampak kecemasan:

1. Menurunnya kapasitas kognitif seseorang dalam menyelesaikan persoalan yang kompleks. Hal ini terjadi dikarenakan kemampuan kognitifnya terpecah antara kecemasannya dan tugas yang ada (Eysenck dalam Suharnan, 2005)

2. Memengaruhi performance individu dalam aktivitasnya. Individu yang mengalami kecemasan akan menampilkan performance yang berbeda daripada saat individu tidak mengalami kecemasan (Powell, 2004).

3. Terjadi gangguan terhadap hubungan sosial dan depresi. Begitu seseorang mengalami kecemasan, ia akan menghindari hal-hal yang membuatnya merasa terancam. Orang tersebut menjadi menutup diri terhadap lingkungannya. Ketiadaan orang lain membuat kecemasannya semakin parah hingga ke tingkat depresi (Clark dalam Romas & Sharma, 2000).

B.

Depresi

Depresi merupakan respon normal terhadap berbagai stress kehidupan. Depresi dianggap abnormal bila di luar kewajaran dan berlanjut terus sampai saat-saat dimana kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali (Atkinson, 1991). Ciri-cirinya antara lain tidak ada harapan, patah hati, mengalami ketidakberdayaan berlebihan, selalu memikirkan kekurangan diri dan rasa tidak berarti. Menurut Beck (1985), depresi

merupakan suatu “primary mood disorder” atau sebagai suatu “affective disorder”.

Kemudian Beck memandang depresi dalam komponen-komponen sebagai berikut: a. Depresi merupakan kesedihan yang berkepanjangan dan keadaan jiwa yang apatis

(komponen afektif)

b. Depresi merupakan cara berpikir yang salah dalam memandang realitas di luar dan di dalam diri sendiri, sehingga terbentuk konsep diri yang negatif yang berlanjut pada perasaan rendah diri (komponen kognitif)

c. Depresi merupakan gangguan terhadap fungsi fisiologis yang antara lain menyebabkan sukar tidur dan hilangnya nafsu makan serta seksual (komponen fisiologis)

(10)

9

Simtom Depresi

Beck (1985) mengungkapkan bahwa simptom depresi tidak hanya berupa gangguan afek saja, tetapi dapat muncul dalam bentuk sebagai berikut:

a.Perubahan suasana hati yang spesifik, seperti kesedihan, merasa sendiri dan apatis. b.Konsep diri yang negatif diikuti dengan menyalahkan diri dan mencela diri sendiri. c.Keinginan regresif dan menghukum diri sendiri, keinginan untuk menghindar,

bersembunyi dan keinginan untuk mati.

d.Perubahan-perubahan vegetatif seperti anoreksi, insomnia dan kehilangan nafsu makan.

e.Perubahan dalam tingkat aktivitas seperti retardasi dan agitasi.

Beck (1985) memandang gangguan depresi sebagai kontinuitas, jadi lebih dipandang secara kuantitatif (ada perbedaan tingkat dan derajat simtomnya) daripada kualitatif (ada tidaknya simtom). Perbedaan antara orang yang menderita depresi dengan yang tidak hanya pada rentang dan derajat ada tidaknya simtom yang muncul.

Penyebab Depresi

Menurut sudut pandang psikoanalisa (Davison & Neale, 2001), timbulnya gangguan depresi ditekankan pada konflik yang tidak disadari dihubungkan dengan kesedihan dan kehilangan. Freud (Davison & Neale, 2001) menyatakan bahwa potensi depresi dihasilkan sejak awal masa kanak-kanak. Selama periode oral, kebutuhan seorang anak kurang terpuaskan atau terpuaskan secara berlebihan, menyebabkan individu menjadi fiksasi pada tahap ini dan tergantung pada pemenuhan khusus secara instingtif. Fiksasi pada tahap oral akan mengembangkan suatu kecenderungan untuk tergantung pada orang lain dalam mempertahankan self-esteem.

(11)

10

C.

Terapi Menulis Ekspresif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990, h. 1180) menjelaskan terapi sebagai usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan oenyakit, dan perawatan penyakit. Sedangkan pada Kamus Besar Psikologi (Chaplin, 1999, h. 501) mendefinisikan terapi sebagai suatu perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi psikologis.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990, h. 1219) menjelaskan menulis sebagai membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya), melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan.

Menulis Ekspresif

Utari dan Kumara (2003, h. 1-22) menggunakan sebuah buku bernama Pelangi Hatiku yang digunakan sebagai media terapi menulis dan menggambar pada pasien anak-anak. Kedua peneliti tersebut mendefinisikan menulis ekspresif sebagai satu bentuk terapi yang dilakukan dengan menulis pada media tertentu yang berguna sebagai sarana pengenalan, pengelolaan, dan katarsis emosi untuk mengurangi stress dan distress. Terapi menulis merupakan salah satu teknik yang digunakan di dalam terapi ekspresif (Malchiodi, 2007).

Menulis ekspresif berbeda dengan menulis biasa karena dengan menulis ekspresif, individu diberikan program menulis sehingga bentuk terapi yang diberikan

didampingi oleh pakar kesehatan (L’Abate, 2001).

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa menulis pengalaman emosional mempunyai manfaat yang besar sebagai alat terapeutik dalam beberapa permasalahan

(12)

11 memperbaiki suasana hati dan pertumbuhan yang positif pasca trauma bagi para PTSD, meskipun efek terapinya tidak mampu menurunkan tingkat keparahan gejala PTSD. Sejalan dengan itu Pennebaker (1997), menjelaskan bahwa menulis mengenai pengalaman emosional, peristiwa traumatik dan kejadian menekan yang menyebabkan stres atau situasi stressful akan berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang, kemampuan untuk mengelola dan menurunkan stres, mendapatkan insight atau pemahaman, mengurangi keluhan-keluhan fisik, meningkatkan sistem kekebalan tubuh bahkan meningkatkan prestasi akademik dan kinerja pekerjaan.

Penelitian terbaru Pennebaker berfokus pada sifat bahasa, dan emosi di dunia nyata. Orang-orang menggunakan kata-kata yang kuat menjadi refleksi kepribadian mereka dan dunia sosial. Selama ini, menulis ekspresif selalu dikaitkan dengan keuntungan terhadap kesehatan dan meningkatnya sistem imun (Pennebaker dan Beall, 1986; Dalton dan Glenwick, 2009) dan meningkatkan pemikiran positif serta rasa optimis pada caregiver manula yang mengalami stress sejak lama (Mackenzie, Wiprzycka, Hasher, & Goldstein, 2008). Pennebaker (2002) mengatakan bahwa menulis tidak hanya memberikan keuntungan kesehatan, tetapi juga mengurangi kecemasan dan depresi.

Menulis merupakan suatu bentuk ekspresi katarsis dan self-help yang telah dipraktikkan selama bertahun-tahun (Riordan, 1996). Menurut Riordan, Benjamin Rush yang seorang dokter memberikan instruksi kepada pasiennya untuk menulis simtom yang mereka alami dan menemukan bahwa proses menulis dapat menurunkan tegangan pada pasiennya dan memberikan informasi yang lebih banyak tentang masalah mereka.

Adanya penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman emosional dianggap sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik. Sebaliknya, menulis hal-hal yang tidak sampai melibatkan unsur emosi di dalamnya, seperti membuat deskripsi mengenai kegiatan sehari-hari atau deskripsi suatu tempat misalnya, tidak menghasilkan efek yang sama.

(13)

12 derajat tertentu penyingkapan diri. Apakah terapi tersebut adalah bersifat direktif atau evokatif, orientasi insight atau behavioral, pasien dan terapis harus bekerja bersama untuk mendapatkan suatu cerita yang koheren yang menjelaskan masalah dan secara langsung maupun tidak untuk menghasilkan suatu penyembuhan. Penyingkapan masalah pribadi mungkin memiliki nilai terapeutik yang menakjubkan dalam dan pada dirinya sendiri.

Teknik Menulis Ekspresif

Teknik yang digunakan dalam penelitian Pennebaker dan Beall (Pennebaker, 2002 h. 51-53) adalah dengan membentuk sekelompok sukarelawan yang diminta untuk menuliskan baik pengalaman traumatis maupun topik-topik khayalan. Setiap orang akan dating sendiri-sendiri ke laboratorium dan menulis sesuai instruksi yang diberikan tanpa menuliskan identitas. Sukarelawan ini diminta untuk menulis terus-menerus selama lima belas menit setiap hari selama empat hari berturut-turut.

Lepore (1997, h. 1030-1036) melakukan penelitian dengan menggunakan prosedur terapi menulis dari Pennebaker, yaitu tiga samapi emapt hari menulis selama 25 menit di ruangan laboratorium yang nyaman, private, pencahayaan rendah dalam jaminan kerahasiaan yang terjaga. Pada penelitian ini kelompok eksperimen selama satu pertemuan di laboratorium diminta terbuka menuliskan pikiran dan perasaan tentang ujian yang akan dihadapi, dampak terhadap tujuan masa depan dan rencana alternative yang dimilikinya.

Penelitian yang dilakukan Utami dan Kumara (2003, h. 1-22) dilakukan dengan

menyediakan sebuah buku bernama ‘Pelangi Hatiku’ sebagai sara pengekspresian emosi

dalam bentuk apresisasi seni melalui tulisan dan gambar. Dalam penelitian tersebut, menulis lebih efektif karena minimnya penggunaan gambar yang mendukunng cerita subjek. Gambar yang muncul tidak spontan, namun masih menggambarkna perasaan yag dimiliki.

Menulis ekspresif dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan (Frisina, Borod, & Lepore, 2004; Pennebaker 2004; Smyth, 1998). Dalam prosesnya, menulis mengurangi kecenderungan seseorang merenungkan hal yang dikhawatirkannya karena memungkinkan individu untuk menguji kembali situasi yang dialaminya sehingga keinginan untuk memikirkan kekhawatirannya menurun (Klein, dan Boas, 2001).

(14)

13 trauma, orang-orang yang diminta menuliskan emosi-emosi yang terjadi di sekitar trauma dan perasaan sekarang (tidak diminta mengisahkan trauma itu sendiri) , orang-orang yang diminta menuliskan pengalaman dengan memusatkan diri pada faktasecara detail, tanpa melibatkan emosi, serta kelompok kontrol yang hanya diminta untuk menuliskan topik khayalan atau topik yang tidak relevan pada tiap sesi.

Instruksi yang diberikan kepada orang-orang yang diminta meuliskan pikiran dan perasaan mengenai trauma adalah:

Saat Saudara diminta untuk masuk ke dalam ruangan tempat Saudara menulis, dan pintu sudah dirtutup, saya minta Saudara menulis tanpa berhenti tentang pengalaman yang paling menggelisahkan atau paling traumatis dalam kehidupan Saudara. Saudara tidak usah terallu memikirkan masalah tata bahasa, ejaan, atau struktir kalimat. Dalam tulisan itu, saya minta Saudara membahas pikiran dan perasaan yang terdalam tentang peristiwa tersebut, terserah kepada Saudara untuk menulis apa saja yang diinginkan. Akan tetapi, apapun pilihan Saudara, itu haruslah yang sangat kuat mempengaruhi Saudara. Idealnya, peristiwa itu belum pernah dibicarakan orang lain secara detail. Meskipun demikian, Saudara harus membebaskan diri Saudara dan mengungkapkan emosi dan pikiran terdalam yang dimiliki. Dengan kata lain, tulislah semua tentang apa yang sudah terjadi dan apa perasaan Saudara tentang hal itu. Akhirnya, Saudara bisa menulis tentang trauma yang berbeda atau trauma yang sama dalam setiap kegiatan di ruang tertutup ini. Pilihan trauma yang akan Saudara tuliskan sepenuhnya terserah Saudara.”

(15)

14

Tujuan dan Manfaat Menulis Ekspresif

Salah satu bagian dari terapi ekspresif adalah terapi menulis yang digunakan sebagai media menyembuhan dan peningkatan kesehatan mental (Malchiodi, 2007). Secara umum tujuan dari terapi menulis diantaranya:

1.Meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri maupun orang lain dalam bentuk tulisan dan literatur lain

2.Meningkatkan kreatifitas, ekspresi diri dan harga diri 3.Memperkuat kemampuan komunikasi dan interpersonal

4.Mengekspresikan emosi yang berlebihan (katarsis) dan menurunkan ketegangan 5.Meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi masalah dan beradaptasi

(Davis, 1990).

Manfaat menulis ekspresif berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Melianawati (2004) bahwa menulis ekspresif mampu menurunkan skor ketegangan emosi pada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan emosinya. Penelitian yang dilakukan oleh tim biomedis Amerika yang dipimpin psikolog Pennebaker menemukan bahwa menulis ekspresif dapat membantu individu untuk membantu sistem kekebalan tubuh dalam melawan infeksi (Lowe, 2006). Jadi, dengan menulis dapat menjadi sarana untuk merefleksikan kecemasan menyelesaikan masalah yang dirasakan mahasiswa sebagai usaha mengurangi pengekangan yang mereka rasakan akibat kecemasan yang dirasakan. Teori postulet perubahan kognitif (Pennebaker & Seagal dalam Graybean, Sexton, & Pennebaker, 2002), menyatakan bahwa menulis juga membantu seseorang mereorganisasi pikiran dan perasaan mengenai pengalaman traumatik dan membuatnya lebih koheren atau terpadu mengenai kejadian di dalam hidupnya.

Studi lain dilakukan oleh James W. Pennebaker, guru besar psikologi University of Texas. Hasil penelitiannya selama 15 tahun yang dituangkan dalam buku “Opening

Up : The Healing Power of Expressing Emotions” mengungkapkan setidaknya ada tiga

manfaat menulis, yakni:

a.Menulis dapat meningkatkan kekebalan tubuh

(16)

15

BAB III

PEMBAHASAN

Menulis ekspresif memang memiliki beragam manfaat dalam meredakan masalah atau konflik diri yang muncul di mana emosi yang disertakan merupakan emosi negatif seperti perasaan sedih, marah, malu, tertekan, dan cemas. Bahkan menulis ekspresif dapat dijadikan terapi yang efektif dalam menangani pasien yang mengalami stress dan depresi. Dengan menyalurkan perasaan dan pikiran melalui tulisan, pasien diharapkan mampu mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Setidaknya perasaan negatif itu sedikit berkurang karena perasaan negatif yang dirasakan pasien ikut keluar beserta dengan tulisan yang dibuat.

Problem psikologis yang saat ini sering berkembang yaitu masalah yang dialami oleh mahasiswa di mana selain dituntut untuk berpikir luas dan ke arah yang lebih maju, mahasiswa memiliki segelintir problema yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Masalah tersebut meliputi masalah dengan mata kuliah di kampus, dosen, teman, skripsi, masalah pribadi seperti dengan keluarga atau kekasih. Mahasiswa rentan untuk mengalami kecemasan akibat rentetan masalah dan bisa berdampak pada depresi. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode terapi yang efektif di mana menulis ekspresif bisa membantu mahasiswa mengurangi kecemasan dan depresi. Menulis ekspresif ini merupakan terapi yang mudah dilakukan dan murah sekaligus memiliki berbagai manfaat yang luar biasa.

(17)

16 Partisipan penelitian yang telah mengikuti terapi menulis ekspresif telah menunjukkan terjadinya pelepasan emosi seperti apa yang telah diungkapkan oleh Pennebaker dan Beall (dalam Baikie & Wilhelm, 2005), bahwa 17 partisipan menjadi terbantu dengan membuat ia mampu untuk mengekspresikan masalah-masalah dan perasaan-perasaannya pada orang yang membebaskan dan mengerti dirinya sehingga kelegaan yang sangat setelah membeberkan perasaan dan keprihatinan mereka pada terapis. Adanya penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman emosional inilah yang dianggap oleh Riordan (1996) sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik.

Graf (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa seseorang memperoleh keuntungan baik fisik dan psikologis setelah mengungkapkan suatu rahasia. Ekspresi emosi dapat meningkatkan kemampuan mengatasi persitiwa kehidupan yang menekan, termasuk gagasan bahwa ekspresi emosi meningkatkan insight dan self-understanding, resolusi kognitif, dan melihat pengalaman masa lalu dengan cara yang berbeda. Masalah yang banyak menekan mahasiswa dapat menimbulkan kecemasan berlebih hingga depresi bila tidak ditindaklanjuti dengan benar. Adanya pengungkapan perasaan melalui tulisan dapat mengurangi tekanan yang dialami oleh mahasiswa. Pengalaman menceritakan kisah hidup emosional, termasuk lewat tulisan, memberikan kesempatan kepada individu untuk mengatur dan membuat masuk akal pengalaman-pengalaman mereka.

Sedangkan Lipore (1997, h. 1030-1036) melakukan penelitian mengenai hubungan ekspresi emosional (yang dilakukan dengan cara menulis) pikiran yang mengganggu dan gejala depresi pada 70 orang yang akan mengikuti ujian. Proses menulis ini dilakukan untuk memfasilitasi proses kognitif dari pengalaman yang memberikan tekanan dengan memaksa seseorang untuk menghadapi (merenungkan dan mengevaluasi) stimulus stres dan tanggapannya.

(18)

17 penyalahguna NAPZA, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa menulis pengalaman emosional dapat menurunkan tingkat distres karena membantu individu untuk belajar membuka diri, bersentuhan dengan diri pribadi dan mengenal emosinya dengan lebih baik.

Menulis ekspresif merupakan emotional coping yang dapat membantu mahasiswa mengekspresikan emosi di dalam diri. Menulis ekspresif dapat membantu mengeluarkan segala bentuk emosi negatif dan mengurangi tekanan yang dialami. Hal ini membantu agar mahasiswa lebih dapat berpikir jernih dalam menghadapi dan menyelesaikan segala persoalan yang ada. Di dalam menulis ekspresif, mahasiswa dapat mengalami proses terapi di mana segala hal yang menjadi penghambat dan penekan tersebut dikeluarkan. Setelah semua hal buruk berhasil dikeluarkan melalui tulisan tersebut, mahasiswa akan mengalami proses yang melegakan di mana beban yang dialami berkurang beserta tulisan tersebut. Saat proses akhir ini terjadi di mana mahasiswa telah selesai menuliskan perasaannya, mereka akan merasa lebih tenang dan plong. Dengan menulis ekspresif, mahasiswa akan mengalami suatu proses katarsis dengan pelepasan emosi negatif melalui tulisan dan mengalami proses terapeutik. Proses inilah yang menjadi proses terapi di mana dalam menulis ekspresif bukan tulisan biasa yang dituliskan, tetapi tulisan yang mengekspresikan perasaan dan pikiran individu terkait dengan pengalaman masa lalu yang mungkin kurang baik dan mengenai hal-hal yang ditakuti supaya setelah hal yang kurang baik tersebut berhasil dikeluarkan, mahasiswa mampu memiliki perasaan positif dan segala persoalan yang dihadapi mahasiswa tidak dijadikan sebagai penghambat untuk maju.

(19)

18

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menulis ekspresif sebagai satu bentuk terapi yang dilakukan dengan menulis pada media tertentu yang berguna sebagai sarana pengenalan, pengelolaan, dan katarsis emosi untuk mengurangi stress dan distress. Terapi menulis merupakan salah satu teknik yang digunakan di dalam terapi ekspresif (Malchiodi, 2007).Menulis merupakan suatu bentuk ekspresi katarsis dan self-help yang telah dipraktikkan selama bertahun-tahun (Riordan, 1996). Adanya penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman emosional dianggap sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik.

Problem psikologis yang saat ini sering berkembang yaitu masalah yang dialami oleh mahasiswa meliputi masalah dengan mata kuliah di kampus, dosen, teman, skripsi, masalah pribadi seperti dengan keluarga atau kekasih. Mahasiswa rentan untuk mengalami kecemasan akibat rentetan masalah dan bisa berdampak pada depresi. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode terapi yang efektif di mana menulis ekspresif bisa membantu mahasiswa mengurangi kecemasan dan depresi.

Michael dan kawan-kawan (2006) yang menyatakan bahwa perasaan depresi memang merupakan pengalaman yang cukup umum di kalangan mahasiswa. Terapi menulis ekspresif sebagai media katarsis memiliki pengaruh meringankan terhadap depresi ringan. Proses katarsis yang diperoleh ketika menulis ekspresif pengalaman-pengalaman emosional pada seseorang yang mengalami gangguan depresi akan dapat memberikan keuntungan bagi dirinya untuk menurunkan simtom-simtom yang mengganggu dan meningkatkan kesejahteraan psikologis maupun fisik.

(20)

19

B. Saran

Mahasiswa dapat mengekspresikan perasaannya dengan menulis kapan saja. Menulis ekspresif dapat dilakukan sebelum tidur dengan menuliskan apa saja yang dialami setelah seharian penuh beraktivitas, baik pengalaman yang bersifat baik maupun tidak. Dengan demikian, sebelum tidur seseorang dapat merelakskan otak dan perasaannya tanpa membawa beban pikiran ke dalam tidurnya sehingga keesokan harinya, individu dapat memulai hari baru dengan melakukan aktivitas dengan lebih semangat dan berpikir positif. Karena, di dalam menulis ekspresif, mahasiswa dapat mengalami proses terapi di mana segala hal yang menjadi penghambat dan penekan tersebut dikeluarkan. Setelah semua hal buruk berhasil dikeluarkan melalui tulisan tersebut, mahasiswa akan mengalami proses yang melegakan di mana beban yang dialami berkurang beserta tulisan tersebut. Saat proses akhir ini terjadi di mana mahasiswa telah selesai menuliskan perasaannya, mereka akan merasa lebih tenang dan

(21)

20

DAFTAR PUSTAKA

Aku Suka Menulis. 2011. Menulis Itu Menyehatkan, (online), (http://akusukamenulis.wordpress.com/2011/09/29/menulis-itu-menyehatkan/). Diakses tanggal 02 Mei 2013

Fikri, Harry Theozard. 2012. Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional dalam Terapi Ekspresif terhadap Emsoi Marah Para Remaja. Jurnal Universitas Putra Indonesia YPTK, Padang, Sumatera Barat Vol. IX No. 2

Herdiani, Wahyuning Sri. 2012. Pengaruh Expressive Writing pada Kecemasan Menyelesaikan Skripsi. Jurnal Ilmiah Vol. 1 No. 1 Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Mardyaningrum, Maria Bernadette Sri. 2007. Efektivitas Terapi Menulis terhadap Emosi Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Soegijapranata, Semarang

Maryadi, Kalina. Divonis Kanker, Menulislah!, (online), (http://indonesiaindonesia.com/f/14283-divonis-kanker-menulislah/). Diakses tanggal 02 Mei 2013

Referensi

Dokumen terkait

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi puisi sebagai media ekspresi emosi terhadap penurunan tingkat stres pada mahasiswa baru.. Desain penelitian ini

Selain itu juga dilakukan uji Wilcoxon pada kelompok kontrol, sehingga diperoleh hasil r = -0.13 dengan sig = 0.715 (p > 0.05), yang berarti bahwa terapi menulis ekspresif

Selain itu, dari hasil cerita yang ditulis oleh B juga diketahui bahwa tidak terlihat. usaha B untuk menghentikan teman yang mem bully nya tersebut atau

Diakses pada tanggal 19 Februari 2015 dari

Saya mengucapkan terimakasih atas kesedian dan waktu yang telah adik-adik luangkan untuk memberikan jawaban atas pernyataan tersebut..

Biasanya bila seseorang memiliki rasa sakit atau emosi tertentu yang disebabkan oleh objek diluar diri, bisa dalam bentuk kejadian (yang menimbulkan

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu dalam proses-proses fisik, psikologis seseorang dalam mengendalikan

Kedua, anak-anak mengatasi situasi dengan strategi positif, seperti melihat keuntungan berada di rumah, kurang terpengaruh secara emosional dan perilaku Pada penelitian profil koping