1
Tugas Esai 2
Nama : Deden Habibi Ali Alfathimy
NPM : 170210100122
MK : Analisis Kebijakan Luar Negeri, HI FISIP Unpad Smt.V/2013 (mengulang)
Liberalisme dan Analisis Kebijakan Luar Negeri
Analisis kebijakan luar negeri atau foreign policy analysis (FPA), sebagai salah satu bidang kaji di dalam studi Hubungan Internasional, tetap dipengaruhi oleh grand theories
Hubungan Internasional. Salah satu di antaranya, selain Realisme, adalah Liberalisme. Liberalisme sendiri merupakan salah satu grand theory yang paling awal berkembang dalam studi HI. Pada mulanya kita mengenalnya dalam bentuk pemikiran Idealisme. Era idealisme dimulai sejak awal 1900 hingga akhir 1930 yang dimotivasi oleh keinginan kuat untuk menghindari perang (Candradewi, 2010). Prinsip esensial dari Liberalisme sendiri adalah kebebasan individu (freedom of the individual) yang nantinya akan menghadirkan hak-hak
(rights) dan pelembagaan (institutions) sebagai imbas dari pola interaksi etika-moral dalam menghormatinya (Doyle dalam Smith, 2008).
Teori liberal dibedakan dari teori rasionalis lainnya, seperti realisme dan institusionalisme, oleh dua asumsi unik tentang politik dunia: (1) Negara-negara mewakili kelompok-kelompok sosial, yang dilihat sebagai preferensi negara, dan (2) Interdependensi antara preferensi negara mempengaruhi kebijakan negara (Moravcsik, 2010).
Konsep Liberalisme terhadap negara sangat menentukan bagaimana suatu kebijakan luar negeri dianalisis dengan penekanannya pada unsur domestik suatu negara. Meskipun begitu, argumen-argumen dasar tersebut telah berkembang dalam berbagai mazhab baru Liberalisme, mulai dari Liberalisme Internasionalisme, Liberalisme Institusionalisme, Liberalisme Republikanisme, hingga Liberalisme Interdependensi sehingga pendekatan analisis kebijakan luar negerinya pun berbeda.
Liberalisme Internasionalisme
Dua pemikir yang muncul dari liberal internasionalisme adalah Immanuel Kant dan Jeremy Bentham. Pemikiran liberal mereka tentu saja tidak jauh dari kacamata mereka memandang situasi politik pada masa hidupnya yakni pada era enlightenment (Candradewi, 2008). Kant melihat dunia internasional seolah carut marut karena tidak adanya suatu hukum dan norma yang legitimate mengatur perilaku aktor-aktor politiknya. Menurut Kant, perdamaian bisa dicapai apabila terdapat hukum internasional dan kontrak federal antarnegara untuk meninggalkan perang.
2
legal-nya adalah hukum internasional. Artinya, kebijakan luar negeri suatu negara selama dalam menjunjung nilai-nilai kebebasan individu, seperti demokrasi, tidaklah terbatas.
Liberal Institusionalisme
Liberalisme institusionalisme menyatakan bahwa diperlukan aktor-aktor baru selain negara untuk menciptakan perdamaian (Hadianti, 2013). Pelembagaan nilai-nilai, norma-norma, maupun ketentuan-ketentuan umum yang berlaku lintas-batas negara harus dibakukan dalam aktor-aktor yang berdiri sendiri, yakni organisasi-organisasi internasional maupun perusahaan multinasional (multinational-corporations/MNCs). Prominen utama dari pemikiran ini adalah Robert Keohane (Sorensen, 2006).
Lembaga-lembaga internasional sangat memengaruhi pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara sebagai salah satu faktor luar. Faktor ini diperkuat dengan dianggap secara nyatanya organisasi-organisasi internasional sebagai aktor di dalam tatanan politik dunia.
Liberal Republikanisme
Sebuah sumber terakhir preferensi suatu negara adalah struktur representasi politik dalam negeri. Identitas dan kepentingan yang terkait dengan globalisasi, teori liberal republikanisme ini menekankan cara-cara di mana lembaga-lembaga domestik dan agregat praktek dan mengirimkan tekanan tersebut, mentransformasikannya menjadi kebijakan negara. Variabel kunci dalam liberalisme republik, yang meninjau kembali ke teori Kant, Wilson, dan lain-lain, adalah sifat representasi politik dalam negeri, yang membantu menentukan preferensi sosial yang mendominasi kebijakan negara-sehingga mendefinisikan
national-interest atau "kepentingan nasional" (Moravcsik, 2010).
Di dalam studi analisis kebijakan luar negeri, pendekatan berdasarkan pelaku atau
agent-based approach dalam kategori societal actor approach. Sifatnya yang bottom-up
sangatlah relevan di dalam sistem demokrasi (Moravcsik,1997 dalam Carisnaes, 2008). Kebijakan luar negeri merupakan representasi kepentingan masyarakat (society).
Liberal Interdependensi
Keohane bersama Nye menyodorkan kritik terhadap realisme dengan adanya konsep
complex-interdependence untuk lebih canggih menggambarkan politik global. Mereka berpendapat bahwa selalu ada kemungkinan untuk kemajuan dalam hubungan internasional dan bahwa masa depan tidak perlu terlihat seperti masa lalu (Korab-Karpowicz, 2013). Konsep ini menjadi penopang Liberal Interdependensi.
Menurut Profesor Wu Yong dari Yanshan University, inti dari liberal interdependensi adalah:
Modernisasi meningkatkan tingkat dan ruang lingkup saling-ketergantungan
3
Berdasarkan saling ketergantungan yang kompleks, aktor transnasional semakin penting,
Kekuatan militer adalah instrumen kurang berguna,
Kesejahteraan (welfare)—bukan keamanan (security)—menjadi tujuan utama dan perhatian negara, dan
Itu berarti dunia hubungan internasional lebih kooperatif.
Penekanan pada aspek ekonomi sebagai bidang hubungan antarnegara inilah titik utama dari pemikiran liberal interdependensi. Dengan adanya saling-ketergantungan ini, perang bisa dihindari. Moravcsik (1997) menyebut pemikiran ini sebagai commercial liberalism.
Dalam analisis kebijakan luar negeri, tentunya hal ini sangatlah kompleks. Mengurai hubungan yang terjadi antarnegara yang digambarkan dalam konsep-konsep di atas tentunya bisa melibatkan hampir seluruh pendekatan, baik berbasis sistem/struktur maupun agen (Smith, 2008).
Ketetapan Liberalisme tentang Perdamaian
Inti dari seluruh pemikiran liberalisme di atas bermuara pada usaha perdamaian tanpa perang. Keempatnya menekankan pada aspek-aspek tertentu yang bisa saja saling bertentangan maupun melengkapi. Liberal internasionalisme pada nilai, liberal institusionalisme pada aktor non-negara, liberal republikanisme pada masyarakat, dan liberal interdependensi pada saling-ketergantungan untuk kesejahteraan. Dari sekian banyak instrumen kebijakan luar negeri (Smith, 2008), militer akan menjadi satu-satunya yang dihindari oleh para pendukung pemikiran Liberalisme.[]
Referensi:
Candradewi, Renny (2010) "LIBERALISME DAN NEO-LIBERALISME HUBUNGAN
INTERNASIONAL: TEORINYA", Blog, 1 April 20120,
<http://frenndw.wordpress.com/2010/04/01/liberalisme-dan-neo-liberalisme-hubungan-internasional-teorinya/>.
Hardianti, Ika Devi (2013) "Liberalisme", Blog, 13 Maret 2013, <http://ikadevihardianti-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-74551-THI-Liberalisme.html>.
Jackson, Robert and George Sorensen (2006) Introduction to International Relations: theories and approaches, Oxford, OUP, 3rd ed, p104.
4
Moravvcsik, Andrew (2010) "LIBERAL THEORIES OF INTERNATIONAL RELATIONS:
A PRIMER", Princeton University,
<http://www.princeton.edu/~amoravcs/library/primer.doc>.
Smith, Steve, et al (2008) Foreign Policy: Theories, Actors, Cases. New York: Oxford University Press.