• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI UNTUK MENANAMKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN BUDI PEKERTI UNTUK MENANAMKAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI UNTUK MENANAMKAN RASA

TANGGUNG JAWAB DAN MORAL ANAK SEKOLAH DASAR

Oleh

Gede Metta Adnyana

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar,FIP Universitan Pendidikan Ganesha

Abstrac .Till now Indonesian nation is being given on to various of social problem and nation morals. Relate to that problems, education of ethic kindness in school becomes important to continue developed and implemented. For that, various of alternative of education implementation strategies ethic kindness in school also continues must dug and assessed its effectivity. Technically, applying of ethic kindness education in school at least can be gone through pass by four strategy alternatives, that is, (1) integration curriculum content of ethic kindness education into all relevant subjects, (2) integration of ethic kindness education in everyday activity, pass by; modeling, off the cuff activity, exhortation, environmental conditioning, and routine activity; (3) integration of ethic kindness education in activity programmed, like integration in social devote activity, visit activity to social pondation (non profit institution), orphan foundation (non profit institution), and also visit to foundation (non profit institution) of handicap child; and (4) pass by communication and cooperation between school and pupil old fellow.

Key word: moral education, implementation, strategy

Abstrak. Sampai saat ini bangsa Indonesia masih terus dihadapkan pada berbagai persoalan sosial dan moral bangsa. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, pendidikan moral/budi pekerti di sekolah menjadi penting untuk terus dikembangkan dan diimplementasikan. Untuk itu, berbagai alternatif strategi implementasi pendidikan budi pekerti di sekolah juga terus perlu digali dan dikaji efektivitasnya. Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi, yaitu, (1) pengintegrasian konten kurikulum pendidikan budi pekerti ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, (2) pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari, melalui; keteladanan, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan, dan kegiatan rutin; (3) pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam kegiatan yang diprogramkan, seperti pengintegrasian dalam kegiatan bakti sosial, kegiatan kunjungan ke panti jompo, panti sosial yayasan yatim piatu, maupun kunjungan ke yayasan anak cacat; dan (4) melalui komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua murid.

Kata Kunci: implementasi, pendidikan moral, strategi.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang (Edgar Dalle dalam anonim, 2013).

Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar manusia tersebut mampu bersaing di era globalisasi seperti sekarang ini.Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dari pendidikan tingkat dasar, yaitu dijenjang sekolah dasar. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui proses pendidikan di sekolah dasar tersebut. Suatu hasil pendidikan dapat dibilang tinggi mutunya apabila kemampuan, pengetahuan, sikap dan pendidikan yang sedang digelutinya dimiliki secara utuh.

(2)

sampai saat ini masih menjadi fokus pembicaraan yang menarik untuk selalu dikaji dan dicarikan solusinya. Hal ini dikarenakan sampai saat ini bangsa Indonesia masih senantiasa dihadapkan pada berbagai permasalahan sosial dan moral yang muncul seperti: (1) masih tingginya kasus tindakan kekerasan, baik yang terjadi antar rekan pelajar atau mahasiswa, antar masyarakat, dalam keluarga, maupun kekerasan yang dilakukan oleh preman atau juga oknum penguasa, (2) perampokan secara sadis yang disertai pemerkosaan atau pembunuhan, (3) meningkatnya dekandensi moral, etika/sopan santun para pelajar, (4) meningkatnya ketidakjujuran pelajar, seperti menyontek, suka bolos, suka mengambil barang milik orang lain, (5) berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang seharusnya dihormati, (6) timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku bunuh diri, (7) semakin lunturnya sikap saling hormat-menghormati dan rasa kasih sayang diantara manusia, serta semakin meningkatnya sifat kejam dan bengis terhadap sesama, (8) maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme serta berbagai persoalan lainnya yang mengarah pada terjadinya dekadensi moral bangsa.

Berdasarkan hal tersebut, bahwa orientasi pembangunan nasional ke arah terbentuknya jati diri bangsa yang disiplin, jujur, bertanggung jawab, serta berakhlak mulia belum dapat diwujudkan bahkan cenderung menurun. Mencermati persoalan demikian, orang kemudian berpaling pada pendidikan. Pendidikan nasional dianggap telah gagal dalam menyemai moral serta karakter bangsa yang berbudi pekerti luhur. Terkadang, demi status sosial, gengsi dan ego maka sebagian orang mencari jalan pintas untuk lebih memilih berbohong daripada mengungkapkan sebuah kejujuran. Jujur sangat identik dengan kebenaran. Mengungkapkan kejujuran sama halnya mengungkapkan kebenaran. Ketika dihadapkan pilihan antara jujur atau prestasi, secara pragmatis pilihannya adalah prestasi. Mengapa ? karena dengan prestasi seseorang mempunyai status sosial, pujian sebagai siswa terbaik walau harus nyontek, punya rumah mewah dari hasil ngemplang pajak, seakan keluarga bahagia walau hidup dengan selingkuh, gelar doktor hingga professor dengan cara plagiat. Semua itu seakan prestasi. Prestasi yang diperoleh dengan cara mengabaikan kejujuran.

Berangkat dari berbagai permasalahan di atas, maka banyak pihak mulai memikirkan kembali tentang perlunya pendidikan moral, pendidikan watak atau pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah-sekolah. Oleh karena itu, baik kurikulum berbasis kompetensi maupun kurikulum tingkat satuan pendidikan yang saat ini berlaku, tetap menempatkan pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain dalam pembelajaran. Namun demikian, sebagaimana dinyatakan dalam asumsi kegagalan pendidikan budi pekerti di depan bahwa mengintegrasikan suatu muatan pembelajaran ternyata bukan pekerjaan mudah bagi sebagian besar guru. Karenanya diperlukan strategi tertentu agar pembelajaran pendidikan budi pekerti efektif.

Makna Pendidikan

Ada berbagai ragam makna rumusan pendidikan yang telah dikemukakan oleh para pakar sesuai dengan sudut pandang dan konteks penggunaan masing-masing rumusan tersebut. Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin “educare”berarti memasukkan sesuatu (Hasan Langgulung, 1988: 4). Dalam konsteks ini, istilah pendidikan dapat dimaknai sebagai proses menanamkan nilai-nilai tertentu ke dalam kepribadian anak didik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan dimaknai sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam suatu usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran itu sendiri". Dalam konteks formal, makna pendidikan sebagaimana tertulis dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I adalah:

"Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara".

Dalam konteks filsafat, Driyarkoro (Madya Ekosusilo & Kasihadi, 1989) mengemukakan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah usaha untuk “memanusiawikan manusia”. Dalam konteks tersebut pendidikan tidak dapat dimaknai sekedar membantu pertumbuhan secara fisik saja, tetapi juga keseluruhan perkembangan pribadi manusia dalam konteks lingkungan manusia yang memiliki peradaban. Pendidikan di tinjau dari sudut pandang masyarakat menurut Hasan Langgulung (1988: 3) berarti :

(3)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan sekolah pada dasarnya merupakan salah satu harapan masyarakat (sebagai wakil orang tua) untuk mewariskan atau menanamkan nilai-nilai moral/budi pekerti yang bersumber pada norma, etika, tradisi budaya yang dianutnya kepada generasi mereka. Oleh karena itu bagi masyarakat, lembaga pendidikan disamping diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berfikir dan ketrampilan hidup, juga diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai budaya luhur kepada anak didiknya.

Pengertian Pendidikan

Terdapat bebrbagai pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli, yang dilihat dari sudut pandang mereka masing-masing. Menurut H. Horne (dalam anonim, 2013) pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. Senada dengan pendapat tersebut, John Dewey (dalam anonim, 2013) mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, tentang Pengertian Pendidikan , yang berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima sesuatu yang di namakan hak.Tanggung jawab merupakan perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,karena tanpa tanggung jawab,maka semuanya akan menjadi kacau (anita, 2010).Contohnya saja adalah jika seorang ayah tidak melakukan tanggung jawabnya mencari nafkah,maka keluarganya akan sengsara. Bagaimanapun juga tanggung jawab menjadi nomor satu di dalam kehidupan seseorang.Dengan kita bertanggung jawab,kita akan dipercaya orang lain,selalu tepat melaksanakan sesuatu,mendapatkan hak dengan wajarnya. Seringkali orang tidak melakukan tanggung jawabnya,mungkin di sebabkan oleh hal hal yang membuat orang itu lebih memilih melakukan hal di luar tanggung jawabnya.Sebagai contohnya,seorang pelajar mempunyai tanggung jawab belajar,sekolah,tapi karena ada game/ajakan teman yang tidak baik untuk bolos sekolah,maka seorang anak itu bisa saja melalaikan tanggung jawabnya untuk bermain/bolos sekolah. Jika kita melalaikan tanggung jawab,maka kualitas dari diri kita mungkin akan rendah.Maka itu,tanggung jawab adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan,karena tanggung jawab menyangkut orang lain dan terlebih diri kita.

Makna Budi Pekerti

(4)

Indonesia.

Budi pekerti secara operasional merupakan suatu prilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan, misalnya cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah dan sebagainya. Pendidikan budi pekerti sering juga diasosiasikan dengan tata krama yang berisikan kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Tata krama terdiri atas kata tata dan krama. Tata berarti adat, norma, aturan. Krama sopan santun, kelakukan, tindakan perbuatan. Dengan demikian tata krama berarti adat sopan santun menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa budi pekerti pada dasarnya merupakan sikap dan prilaku seseorang, keluarga, maupun masyarakat yang berkaitan dengan norma dan etika. Oleh karena itu, berbicara tentang budi pekerti berarti berbicara tentang nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, atau norma budaya/adat istiadat suatu masyarakat atau suatu bangsa.

Makna Pendidikan Budi Pekerti

Pada hakekatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Haidar (dalam anonim, 2013) mengemukakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik agar mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang antara lahir-batin, jasmani-rohani, material-spiritual, dan individu-sosial. (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001). Sedang secara operasional, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk membentuk peserta didik sebagai pribadi seutuhnya yang tercermin dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa Indonesia melalui kegiatan bimbingan, pelatihan dan pengajaran. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001). Tujuan pendidikan Budi Pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur (Haidar dalam anonym, 2013). Hal ini mengandung arti bahwa dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia ke dalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.

(5)

pendidikan budi pekerti dicapai mulai dari memiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal tersebut, dan selanjutnya berperilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apa yang disikapinya.

Pendidikan budi pekerti, adalah meliputi ketiga aspek tersebut. Seseorang mesti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Selanjutnya bagaimana seseorang memiliki sikap terhadap baik dan buruk, dimana seseorang sampai ke tingkat mencintai kebaikan dan membenci keburukan. Pada tingkat berikutnya bertindak, berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga muncullah akhlak atau budi pekerti mulia. Sebagaimamana dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantoro (1977), bahwa supaya nilai yang ditanamkan dalam pendidikan tidak tinggal sebagai pengetahuan saja, tetapi sungguh menjadi tindakan seseorang, maka produk pendidikan mestinya memperhatikan tiga unsur berikut secara terpadu, yaitu “ngerti-ngerasa-ngelakoni” (mengetahui/memahami, memiliki/menghayati dan melakukan). Hal tersebut mengandung pengertian bahwa agar pendidikan budi pekerti dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka hendaknya bentuk pendidikan dan pengajaran budi pekerti mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara terpadu. Hal senada disampaikan oleh Lickona (Anonim, 2013), bahwa dalam proses pendidikan moral/budi pekerti, hendaknya guru tidak semata-mata terfokus pada pemberian materi tentang konsep-konsep pendidikan moral/budi pekerti kepada peserta didik, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral. Pernyataan tersebut semakin memperkokoh bahwa pendidikan moral hendaknya tidak hanya terfokus pada aspek kognitif saja, tetapi juga harus menyentuh pada aspek afektif dan psikomotorik.

Dunia pendidikan sebagai tempat mencetak generasi intelektual tentu sangat sadar

betul eksistensi dan perannya untuk semakin mencerdaskan anak bangsa agar menjadi

generasi berkualitas dan mampu membangun bangsa ini lebih maju, mampu bersaing dan

bertahan di masa mendatang. Di media pemberitaan juga sering kita dengar adanya

berbagai kasus korupsi yang berasal dari kaum intelektual, terpelajar, bahkan juga dari para

pemimpin/birokrat, aparat hukum yang tersandung korupsi. Kondisi mental korup ini

diarahkan pada gagalnya pembinaan budi pekerti secara individu maupun kolektivitas

sehingga upaya pemberantasan korupsi yang sedang getol diperjuangkan pemerintah selalu

menghadapi tantangan yang tidak mudah.

Dunia pendidikan sedang dilanda cobaan untuk menguji seberapa jauh efektifitasnya

dalam mendidik anak bangsa ini hingga tidak sekedar cerdas secara intelektual namun juga

cerdas secara emosional, memiliki nurani dan budi pekerti dalam menerapkan ilmu dan

pengetahuannya secara benar dan tidak menyimpang. Keberpihakan pada konsep

kebenaran dapat mengacu pada konsep hukum positip yang berlaku, kebenaran agama

karena negeri ini negeri yang berKetuhanan, serta norma luhur warisan para pendahulu

bangsa baik berupa adat tata krama, norma sopan santun dan penghormatan pada asas

universal terhadap hak asasi manusia.

Krisis budi pekerti memang tidak dapat diselesaikan hanya di lingkup pendidikan

karena para pelajar hidup secara nyata di lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Namun

demikian lembaga pendidikan dibentuk dan dibuat memang dipersiapkan tidak sekedar

mengasah otak, namun juga secara disadari maupun tidak, secara langsung atau tak

(6)

Dalam tulisan Parji yang berjudul "Model Strategi Pembelajaran Budi Pekerti Dengan

Pendekatan Konstruktivistik Di Sekolah Menengah Pertama" diulas berbagai dasar teori

pembelajaran budi pekerti yang kiranya cukup sebagai dasar pemikiran kearah mana

pendidikan budi pekerti dalam dunia pendidikan seharusnya dilaksanakan dan bagaimana

wujud pendidikan budi pekerti dapat diaplikasikan dengan mudah dalam dunia pendidikan.

Karena ternyata terdapat berbagai permasalahan pelik yang perlu mendapatkan

penyelesaian. Dibawah ini disajikan cuplikan dasar teori pendidikan budi pekerti dalam

tulisan Parji yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Pendidikan Nomor 2, 2 Juni 2008, hal 82-84.

Pendidikan budi pekerti bertujuan agar siswa mampu memahami, menghayati, dan

menerapkan nilai-nilai budi pekerti luhur yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat

(Depdiknas, 2003a). Artinya pendidikan budi pekerti diharapkan mampu menjadi sarana

untuk mengembangkan karakter bangsa (nation character building) yang lebih beradab.

Melihat pentingnya peran pendidikan budi pekerti yang strategis dalam pembentukan

bangsa yarng beradab maka dalam kurikulum diputuskan bahwa pendidikan budi pekerti

merupakan bagian integral dari semua mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan di

sekolah, termasuk dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) (Depdiknas,

2003b).

Namun dalam perjalanan bangsa sampai saat ini, kondisi tersebut belum terwujud.

Menurut Parji (2002) Pendidikan budi pekerti yang berjalan sampai saat ini ditengarai

berbagai pihak belum berhasil dalam mewujudkan fungsinya, yaitu pembentukan karakter

bangsa yang beradab. Hal ini tampak pada maraknya peristiwa kerusuhan, terorisme,

pembunuhan, perampokan dan peristiwa asusila lainnya.

Berbagai pihak juga menengarai bahwa kegagalan pendidikan budi pekerti yang

terjadi sampai saat ini dikarenakan pendidikan budi pekerti hanya menekankan pada aspek

kognitif saja. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan budi pekerti belum relevan dengan

dinamika psikologis perilaku normal. Bandura menjelaskan bahwa perilaku moral pada

dasarnya merupakan hasil dari interaksi menurut Piaget, resiprokalitas dari aspek kognitif,

afektif, dan pengaruh sosial. Di awal perkembangannya individu belajar norma dan nilai-nilai

moral dari masyarakat melalui berbagal proses interaksi dengan orang lain. Individu belajar

norma dan nilai moral dari proses pengasuhan orang tuanya, bermain dengan teman

sebayanya, bergaul dengan keluarga dan saudaranya dan lain-lain. Berdasarkan interaksi

tersebut secara berkesinambungan individu mengembangkan penilaian moral.

Penilain moral terkait dengan dua hal, yakni a) alasan bagi individu untuk mengikuti aturan

(7)

tindakan orang lain berdasarkan kriteria baik dan buruk. Ketika seseorang membuat

penilaian moral bahwa jujur adalah tindakan yang baik, maka pada dasarnya dia memiliki

alasan mengapa jujur merupakan tindakan yang baik dan berdasarkan nilai kejujuran yang

dikembangkannya dia mampu unuk menilai perilaku dirinya sendiri maupun orang lain dari

segi kejujuran. Khusus mengenai alasan individu mengikuti aturan moral tertentu, ini

berkaitan dengan penalaran moral (moral reasoning).

Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, individu yang telah mengembangkan moral

tertentu tidak secara otomatis akan menerapkan penilaian moral. Hal ini dikarenakan bahwa

penerapan penilai moral dalam tindakan mengikuti pola mekanisme regulasi diri . Penilaian

moral dalam proses regulasi diri merupakan standar moral (moral standard) bagi individu.

Proses regulasi diri dalam menerapkan standar moral dilakukan dengan diawali dari

pemantauan kondisi dimana standar moral tersebut dapat diterapkan, kemudian diikuti

proses regulasi untuk menerapkan standar moral tersebut dalam bentuk runtutan tindakan

yang dilakukannya. Penerapan standar moral ini memberikan individu peranan berharga

(selfworth), tetapi apabila melanggar standar moral yang dikembangkannya maka dia akan

mengembangkan sanksi bagi dirinya (self sanction). Sanksi pribadi (selfsanction)

berkembang selaras dengan perkembangan standar moral. Regulasi diri dalam moralitas

bukan serta merta ditentukan oleh faktor dalam diri (self) saja, melainkan hasil resiprokalitas

antara faktor kognitif, afektif dan pengaruh sosial. Proses regulasi diri moralitas itu sendiri

tidak terjadi apabila tidak diaktivasi oleh individu, sehingga dalam kondisi tersebut individu

melanggar standar moral yang dikembangkannya.

Terdapat banyak manuver sosial psikologis yang memungkinkan individu rnelanggar

standar moral yang telah dikembangkan. Berbagai manuver sosial psikologis tersebut

meliputi justiflkasi moral (moral justification), pembandingan dengan sesuatu yang lebih

rendah (palliative camparison), pelabelan eupimistik (euphemistic labeling) dan berbagai

manuver yang lainnya.

Pemahaman mengenai dinamika psikologis dari perilaku moral memberikan

pedoman bagi pembinaan dan pendidikan budi pekerti. Parji (2002) menggariskan bahwa

pendidikan budi pekerti semestinya berusaha untuk menggunakan pengetahuan moral

secara bermakna, menghargai pandangan dan keyakinan peserta didik, dan melakukan

aktivitas belajar dalam konteks nyata dalam mempelajari nilai budi pekerti, tidak sekedar

bersifat normatif dan indoktrinisasi. Pendidikan budi pekerti sangat terkait dengan

pengembangan kecakapan personal dan sosial. Oleh karena itu, pendidikan budi pekerti

(8)

dan sosial. Individu yang memiliki kecakapan personal dan sosial diharapkan mampu

mengaktualisasikan nilai-nilai budi pekerti luhur yang berlaku di masyarakat dan menjadi

sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global saat ini.

Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan

segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan

moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat

3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1).

Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang

meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran,

empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja

dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat

yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar.

3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM)

yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral.

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat

di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis.

Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi

(ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu

aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan

peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia

lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ

(intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ

(Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang

tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu

SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan

moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.

Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya

menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan

masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja

atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka

bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat

terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya

kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang

(9)

kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung

jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri

seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku

bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan

moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak

menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri

atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah.

Penutup

Pentingnya nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga negara kiranya tidak perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral. Perilaku amoral akan memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan lain-lain yang menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki pegangan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, nilai perlu diajarkan agar generasi sekarang dan yang akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan. Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional. Pada tataran demikian, maka pendidikan yang berorientasikan pada nilai moral, akhlak dan budi pekerti menjadi penting dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia.

Daftar Pustaka

Anonim. 2013. Pengertian pendidikan. Tersedia

padahttp://www.artikelbagus.com/2012/11/pengertian-pendidikan.html. diakses tanggal 25 mei 2013. Anita. 2010. Penertian tanggung jawab, pengabdian dan tanggung jawab. Tersedia pada:http://anitapurwati.wordpress.com/2010/10/31/pengertian-tanggung-jawab-dan-pengabdian-dan-pengorbanana/ diakses tanggal 25 mei 2013.

Dirjen Dikti, Depdikbud. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Bandung: Citra Umbara

Ki Hajar Dewantara, (1977). Pengajaran Budi Pekerti. Yogyakarta: Taman Siswa, Bag.I.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, edisi kedua.

Irawan, sonny. 2013. Pengertian budi pekerti. Tersedia padahttp://anthemdot.blogspot.com/2012/02/hakikat-pendidikan-budi-pekerti.html. diakses tanggal 28 mei 2013.

Parji. 2008."Model Strategi Pembelajaran Budi Pekerti Dengan Pendekatan Konstruktivistik Di Sekolah Menengah Pertama". Jurnal Ilmu Pendidikan Nomor 2, 2 Juni 2008, hal 82-92. Tersedia pada: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/152088292.pdf. diakses tanggal 25 mei 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Madrasahs as educational institutions with Islamic heritage have not been able to escape from the pattern of relationships that create gender bias in education systems

Sahabat MQ/ kasus skandal century/ terus bergulir// Dugaan bila kasus ini akan menyeret sejumlah tokoh/ kini terbukti// Kali ini/ Menteri Keuangan Sri Mulyani/ yang

pada medikasi yang salah pada pasien. c) Jika pasien tidak yakin untuk meminum obat yang telah diresepkan,. verifikasi bahwa pemberi resep telah memesan obat

f. Islam sangat menganjurkan untuk memberikan perhatian kepada anak- anak terlantar, miskin dan yatim. Didalam ajaran Islam, anak-anak terlantar, miskin dan yatim mereka

Setelah melakukan pembelajaran matematika dengan model kooperatif learning tipe TAI pada kelas eksperimen ini, maka untuk mengetahui hasil belajar.. siswa terhadap

5) Dalam mesin ATM juga terdapat denominasi, yaitu satuan uang kertas dalam mesin ATM dan limit penarikannya. Kartu Debit adalah perkembangan lebih lanjut dari kartu ATM

Dari penelitian ini dapat diketahui debit, efisiensi sensibel, efisiensi laten, efisiensi sistem dan daya pompa yang dapat dihasilkan.. Pada penelitian ini akan dibuat model pompa

The second stage is about payment of local minimum wage policy in Malang City from company to Workers. In the implementation process, each company has obliged to pay