• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelanjutan dari Sudut Pandang Hubungan I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kelanjutan dari Sudut Pandang Hubungan I"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Kelanjutan dari Sudut Pandang Hubungan Internasional

Dalam Hubungan Internasional terdapat empat Great Debates. Perdebatan pertama oleh kaum Liberalisme dengan Realisme yang terjadi pada masa setelah Perang Dunia I. Perdebatan kedua adalah perdebatan antara kaum Behavioralisme dengan tradisionalisme. Perdebatan kedua inilah yang memunculkan teori Neorealisme dan Neoliberalisme. Sehingga pada perdebatan ketiga terjadi antara kaum Neorealisme atau Neoliberalisme dengan kaum Neo-Marxisme. Sedangkan, perdebatan yang keempat adalah perdebatan antara Positivisme dengan Pospositivisme.

Pada perdebatan ketiga adalah perdebatan yang dimulai dari serangan antara kaum Neo-Marxisme terhadap Neoliberalisme atau Neorealisme. Neo-realis fokus pada keamanan dan isu militer–area isu high politics (Baylis& Smith, 2001: 193). Neo-liberal internasionalis fokus pada politik ekonomi, isu lingkungan, dan belakangan, isu-isu hak manusia (Baylis& Smith, 2001: 193). Marxisme sendiri adalah teori yang berbicara tentang masyarakat yang menganggap bahwa kesenjangan–kesenjangan antar kelas harusnya dihapuskan, setelah itu menjalaninya secara sama rata sehingga kecil kemungkinan untuk terjadinya konflik. Dengan kata lain, teori ini menjelaskan tentang bagaimana seharusnya tatanan dunia yang baik adalah tanpa kelas ataupun kesenjangan sosial (Goldstein, 2005). Sedangkan, Neo-Marxisme sendiri tidak jauh beda dari paham Marxisme. Neomarxisme tidak hanya memegang kendali atas sistem produksi suatu negara, seperti asumsi Marxisme sebelumnya. Neomarxisme lebih cenderung kea rah yang lebih luas, yaitu sistem internasional.

(2)

keunggulan Neorealisme tidak berarti bahwa penganut pendekatan liberal (pluralis) atau Marxis (globalis) tidak lagi memberi sumbangan bagi wacana Hubungan Internasional, dan sebagian dari mereka bahkan mempertanyakan apakah tiga ‘paradigma’ itu bersaing satu sama lain (Carlsnaes, Risse & Simmons, 2004:21).

Neorealisme sering kali disamakan dengan positivisme di dalam Hubungan Internasional. Tetapi sesungguhnya positivisme cakupannya jauh lebih luas dari Neorealisme. Menurut Nicholson (1996), pada dasarnya ada dua program positivism kontemporer dalam HI: (1) program penelitian kuantitatif, salah satu aliran penting yang berkaitan dengan perdamaian; (2) program analisis rational choice, seperti game theory (Jackson & Sorensen, 1999:296). Sedangkan, Pospositivisme sendiri adalah paham yang mencakup pandangan–pandangan metodologis yang berbeda dan terdiri pula dari beberapa teori di dalamnya, yaitu: rasionalisme, konstruktivisme, teori kritis, posmodernisme, dan feminisme (Jackson & Sorensen, 1999).

Rasionalitas dapat dimasukan dalam kelompok metode yang dapat di analogikan seperti resep makanan, yang memiliki cara–cara dalam tiap langkahnya untuk membuat makanan. Sebagaimana digunakan dalam konteks Hubungan Internasional, ‘rasionalisme’ tampaknya merujuk pada berbagai aplikasi formal dan informa teori pilihan rasional untuk pertanyaan– pertanyaan Hubungan Internasional, pada setiap karya yang menggambarkan tradisi teori mikro–ekonomi dari Alfred Marshall sampai perkembangan terbaru dalam teori permainan evolusi atau paling luas sampai pengujian ‘postivis’ dalam menjelaskan kebijakan negeri dengan mengacu pada pelaku mengejar tujuan (goal-seeking behavior) (Carlsnaes, Risse & Simmons, 2004:106).

(3)

atau melalui penelitian ilmiah dan setelah itu dapat dijelaskan melalui teori ilmiah, tetapi dunia sosial adalah inter–subjektif yang berarti dunia sosial sangat berarti bagi masyarakat yang membuatnya hidup di dalamnya dan yang memahaminya dan dunia sosial dibentuk oleh masyarakat pada waktu tertentu saja (Jackson & Sorensen, 1999). Konstruktivisme sebenarnya adalah pemahaman yang berlapis tiga yang mengenai realitas ilmu sosial dan ilmu sosial juga termasuk dampak dari keduanya, yaitu: (1) mencakup metafisika; (2) teori sosial dan teori Hubungan Internasional; (3) merupakan strategi penelitian (Carlsnaes, Risse & Simmons, 2004).

Pendekatan teori kritis adalah merupakan pendekatan metodologis yang berkembang dari kaum Marxis. Teori kritis dikembangkan oleh sekelompok kecil ilmuwan Jerman yang kebanyakan dari mereka tinggal dalam pengasingan di Amerika Serikat, dikenal secara kolektif sebagai: “Madzhab Frankurt” (Jackson & Sorensen, 1999:299). Teori kritis melangkah lebih jauh mengatakan bahwa ilmu–ilmu sosial juga berbeda dari ilmu alam karena subyek penelitian dipengaruhi oleh pengetahuan tentang diri mereka yang dibuat oleh para sarjana (Carlsnaes, Risse & Simmons, 2004:261). Dalam pendekatan teori kritis, tidak ada pendekatan yang benar– benar bebas–nilai, meskipun ketika hal ini dipermasalahkan pasti akan ada perbedaan antara yang murni politik atau hanya sekedar menjadi upaya memberikan pemahaman dan penjelasan dalam Hubungan Internasional (Jackson & Sorensen, 1999).

(4)

Feminis terhitung terlambat dalam memasuki disiplin ilmu Hubungan Internasional. Sandra Whitworth (1994:2) menyatakan, teori feminis kontemporer berakar dalam gerakan-gerakan sosial yang diarahkan untuk mengubah hubungan kekuasaan yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki (Carlsnaes, Risse & Simmons, 2004:570). Teori pendekatan feminis sendiri memiliki tujuan untuk mengubah tatanan sosial yang ada lalu mengubahnya dengan teori tersebut agar tidak ada lagi diskriminasi ataupun penindasan antara perempuan dan laki-laki.

Pertanyaannya, mengapa muncul pendekatan lain terhadap perspektif yang sudah mapan? Hal ini terjadi karena dua hal: (1) adanya berbagai perspektif yang berbeda yang telah ditimbulkan oleh munculnya teori-teori dalam Hubungan Internasional; dan (2) perspektif yang sudah ada dalam Hubungan Internasional akan mapan pada waktu tertentu. Jadi singkatnya, perspektif dalam Hubungan Internasional memiliki kepentingan dalam kepentingan tertentu dan dengan waktu yang berbeda, tergantung pada tiap isu yang ada.

Kesimpulannya, Hubungan Internasional memiliki berbagai perspektif yang melahirkan teori-teori baru. Teori-teori-teori ini berkembang seiring dengan waktu dalam perkembangan Hubungan Internasional. Banyaknya teori-teori yang muncul ini mengakibatkan terjadinya Great Debates. Tetapi yang penulis lihat, dari beberapa perdebatan tidak ada dari salah satu teori-teori ini yang menang. Masing-masing teori memiliki nilai dalam perspektif dan waktu yang berbeda. Teori-teori yang ada dalam Hubungan Internasional akan semakin berkembang seiring dengan isu-isu yang ada.

Referensi :

(5)

Baylis, John & Smith, Steve (eds.) (2001), The Globalization of World Politics, 2nd edition,

Oxford University Press. Part 2 Chap 7-11

Referensi

Dokumen terkait

Busur Kepulauan ini sendiri terbentuk akibat adanya proses magmatisme yang disebabkan oleh tumbukan antara lempeng samudra dengan lempeng samudra yang diikuti oleh

Target khusus dalam penelitian ini adalah memberikan informasi khusus bagi pelatih taekwondo “bagaimana tingkat VO₂Max atlet Taekwondo PUSLATKOT Kota Kediri

Keciua Aias Peraturan Menteri Dalarn ltegeri Namor 13 Tahun 2aa6 tentang Pedoman pengel*laan Keuangan

Konsep klasifikasi materi bisa merupakan materi yang abstrak bagi siswa.Berdasarkan hasil keikutsertaan pada bimtek PISA 2017, disimpulkan siswa perlu belajar memahami bacaan IPA,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa buku Sepuluh Ribu Pantun Selaksa Santun karya Tusiran Suseno memiliki delapanbelas nilai budi pekerti yaitu religius, jujur,

Berdasarkan hasil penelitian dari 5 dimensi kepuasan kerja yaitu faktor: pekerjaan, atasan, rekan kerja, promosi dan gaji, pada faktor promosi dan atasan menjadi

Nilai signifikansi sebesar 0.000 (lebih kecil dari 0.05), sehingga diambil kesimpulan Ho ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara harapan dan

Skala rating yang akan digunakan adalah alat ukur keterampilan sosial anak yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori mengenai aspek – aspek keterampilan sosial