• Tidak ada hasil yang ditemukan

Flu burung dan flu babi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Flu burung dan flu babi"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

“Perilaku Merokok dan Kesehatan pada Remaja”

Oleh :

NAMA: ROZIANA

BP: 1611213002

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...ii

BAB 1 : PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penelitian...6

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Flu Babi...7

2.1.1 Defenisi Penyakit Flu Babi...7

2.1.2 Epidemiologi Flu Babi...9

2.1.3 Penyebab Flu Babi...10

2.1.4 Cara Penularan Flu Babi...11

2.1.5 Gejala Flu Babi...13

2.1.6 Masa Inkubasi Flu Babi...15

2.1.7 Diagnosis dan Klasifikasi...15

2.1.8 Kelompok Berisiko Flu Babi...17

2.1.9 Pecegahan dan Penanganan Flu Babi...17

2.1.9.1 Pencegahan Flu Babi...17

2.1.9.2 Pengobatan Flu Babi...19

2.2 Flu Burung...20

2.2.1 Defenisi Penyakit Flu Burung...20

2.2.2 Epidemiologi Flu Burung...21

(3)

2.2.4 Cara Penularan Flu Burung...22

2.2.5 Gejala Flu Burung...23

2.2.6 Masa Inkubasi Flu Burung...23

2.2.7 Diagnosis dan Klasifikasi...23

2.2.8 Kelompok Berisiko Flu Burung...23

2.2.9 Pecegahan dan Penanganan Flu Burung...23

2.2.9.1 Pencegahan Flu Burung...23

2.2.9.2 Pengobatan Flu Burung...25

BAB 3 : KESIMPULAN...28

3.1 Kesimpulan...28

3.2 Saran...28

DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari serigkali ditemui orang merokok dimana-mana, baik di kantor, di pasar, maupun tempat umum lainnya atau bahkan di kalangan rumah tangga sendiri. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama. Umunya rokok pertama dimulai saat usia remaja. Sejumlah studi menemukan penghisapan rokok pertama dimulai saat usia 11-13 tahun (Smet, 1994). Studi Mirnet (Tuakli, dkk, 1990) menemukan bahwa perilaku merokok diawali rasa ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Smet (1994) bahwa mulai merokok akibat pegaruh sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Sarafino, 1994).

Oskamp (1984) menyatakan bahwa setelah mencoba rokok pertama, seorang individu akan ketagihan untuk mencoba merokok, dengan alasan-alasan seperti kebiasaan, menurunkan kecemasan, dan mendapatkan penerimaan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa efek positif dari merokok adalah menghasilkan efek mood yang positif dan membantu individu dalam menghadapi masalah yang sulit. Studi Mirnet (Tuakli, dkk, 1990) juga menambahkan bahwa dari survei terhadap para perokok, dilaporkan bahwa orang tua dan saudara yang merokok, rasa bosan, stres dan kecemasan, perilaku teman sebaya merupakan faktor yang menyebabkan keterlanjutan perilaku merokok pada remaja.

Jika dilihat dari keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku negatif, maka kita akan menemukan angka-angka yang mengejutkan dan mengkhawatirkan. Kelompok Smoking and Health memperkirakan sekitar enam ribu remaja mencoba rokok pertamanya setiap hari dan tiga ribu di antaranya menjadi perokok rutin (“Stop”, 2000).

Perilaku merokok pada remaja pada umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatya frekuensi dan intensitas merokok dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin (Laventhal dan Cleary dalam Mc Gee, 2005). Efek dari merokok hanya meredakan kecemasan selama efek dari nikotin masih ada,

(5)

malah ketergantungan dari nikotin dapat membuat seseorang menjadi stres (Parrot, 2004).

Pengaruh ikotin dalam merokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok. Remaja yang sudah kecanduan merokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin (Kandel dalam Baker, dkk, 2004).

Penelitian yang dilakukan Parrot (2004) mengenai hubungan stres dengan merokok yang dilakukan pada orang dewasa dan pada remaja menyatakan bahwa ada perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat membuat orang yang stres menjadi tidak stres lagi. Menurut Parrot (2004), perasaan ini tidak akan lama, begitu selesai merokok, mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar stres tidak terjadi lagi. Keinginan untuk merokok kembali timbul karena ada hubungan antara perasaan negatif dengan rokok, yang berarti bahwa para perokok merokok kembali agar menjaga mereka untuk tidak menjadi stres.

Perilaku merokok lebih tinggi ditemukan oleh orang yang mengalami stres atau tidak. Data yang dihasilkan menyatakan bahwa para perokok yang mengalami stres atau mengalami kejadian hidup yang tidak mnyenangkan susah untuk berhenti merokok. Walaupun perokok menyatakan rokok dapat mengurangi stres tapi kenyataannya berhenti merokok yang dapat mengurangi stres (Siquera dkk, 2001).

Smet (dalam Komasari dan Helmi, 2000) bahwa usia pertama kali merokok pada umunya berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok pada usia sebelum 18 tahun. Data WHO juga semakin mempertegas bahwa jumlah perokok yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja. Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa 64,8% pria dan usia di atas 13 tahun adalah perokok (Tandra, 2003). Bahkan menurut data pada tahun 2000 yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dari 2074 responden pelajar Indonesia usia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) megaku pernah merokok (“Mengapa”, 2004).

(6)

3

Hampir sebagian remaja memahami akibat-akibat yang berbahay dari asap rokok tetapi mengapa mereka tidak mencoba atau menghindar perilaku tersebut? Ada banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (dalam Komasari dan Helmi, 2000), perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dalam diri juga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Erickson (Komasari dan Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedag mencari jati dirinya.

Seseorang yang pertama kali mengkonsumsi rokok mengalami gejala-gejala seperti batu-batuk, lidah terasa getir dan perut mual, namun demikian, sebagian dari pemula yang mengabaikan gejala-gejala tersebut biasanya berlanjut menjadi kebiasaan da akhirya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmata yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco depency (ketergantungan rokok). Artinya, prilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin adalah adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulka stres (Tandra, H., 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2020, diperkirakan rokok akan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan yang menewaskan lebih dari 10 juta orang tiap tahunnya, 2 juta diantaranya terdapat di Cina, jadi menyebabkan lebih dari banyak kematian di seluruh dunia, lebih banyak dari gabungan kematian yang disebabkan HIV, TBC, kematian persalinan, kecelakaan lalu lintas, bunuh diri dan pembunuhan.

Satu dari dua perokok yang merokok pada usia muda dan terus merokok seumur hidup, akhirnya akan meninggalkarena penyakit yang berkaitan dengan rokok. Rat-rata perokok yang memulai rokok pada usia remaja akan meninggal pada usia setengah baya, sebelum 70 tahun, atau kehilangan sekitar 22 tahun harapan hidup normal. Para perokok yang terus merokok dalam jangka waktu panjang akan menghadapi kemungkinan kematian tiga kali lebih tinggi daripada mereka yang bukan perokok (“Mengapa”, 2004).

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan barbagai masalah, yaitu sebagai berikut.

1. Apakah defenisi dan konsep Perilaku? 2. Apa saja bentuk-bentuk Perilaku?

3. Bagaimana proses pembentukan Perilaku? 4. Apakah definisi Rokok?

5. Apakah akibat dari merokok?

6. Apakah besaran masalah dari merokok ?

7. Apakah upaya pencegahan dan penanganan dari Merokok pada Remaja?

1.3 Tujuan Penelitian

(8)

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku

2.1.1 Defenisi dan Konsep Perilaku

Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.

Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.

Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi dua, yakni :

 bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),

 dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),

Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang Pengertian perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya:

1. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972)

2. menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.

3. Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi

(9)

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

4. Menurut HERI PURWANTO, perilaku adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.

5. Menurut PETTY COCOPIO, perilaku adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, obyek atau issue.

6. Menurut CHIEF, BOGARDUS, LAPIERRE, MEAD dan GORDON ALLPORT, menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecendrungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

7. Menurut LOUIS THURSTONE, RENSIS LIKERT dan CHARLES OSGOOD, menurut mereka perilaku adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

8. Menurut ELTON MAYO Studi Hawthorne di Western Electric Company, Chicago pada tahun 1927-1932 merupakan awal munculnya studi perilaku dalam organisasi Mayo seorang psikolog bersama Fritz Roetthlisberger dari Harvard University memandu penelitian tentang rancang ulang pekerjaan, perubahan panjang hari kerja dan waktu kerja dalam seminggu, pengenalan waktu istirahat, dan rencana upah individu dibandingkan dengan upah kelompok.

(10)

3

10. Menurut CHESTER BARNARD, Barnard dalam karyanya The Functions of The Executive menekankan agar organisasi dan individu dapat berhasil, organisasi atau individu tersebut harus mengembangkan kerja sama. Barnard menekankan pentingnya pengakuan terhadap adanya organisasi formal, Barnard merupakan orang pertama yang memperlakukan organisasi sebagai suatu system.

11. Menurut PARKER FOLLET, keduanya memfokuskan studinya pada hubungan antara atasan dan bawahan, Follet meletakkan kelompok diatas individu. Melalui kelompok kemampuan individu dapat dimaksimalkan, organisasi ditentukan oleh kerjasama atasan dengan bawahan dengan meningkatkan partisipasi, komunikasi, kooordinasi, dan pembagian wewenang.

12. Menurut FREDERICK HERZBERG, sama halnya seperti Maslow, Herzbeg dalam studinya juga mengembangkan konsep-konsep motivasi yang mana merupakan penentu utama munculnya motivasi yaitu kondisi tempat kerja, upah kualitas pengawasan dan pengakuan, promosi dan peningkatan profesionalisme.

2.1.2

Penyebaran virus influensa dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong babi, melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus tidak akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja bertahan lama pada babi breeder atau babi anakan.

Kekebalan maternal dapat terlihat sampai 4 bulan tetapi mungkin tidak dapat mencegah infeksi, kekebalan tersebut dapat menghalangi timbulnya kekebalan aktif.

(11)

Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis dan menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia. Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin. Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan kemungkinan Inggris telah dilaporkan.

Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32 tahun, pada bulan September 1988, orang tersebut dirawat di rumah sakit akibat pnemonia dan akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil pemeriksaan ditemukan virus influenza patogen yang secara antigenik berhubungan dengan virus influenza babi (ROTA et al., 1989, WELLS et al.,1991). Setelah diselidiki ternyata pasien tersebut 4 hari sebelum sakit mengunjungi pameran babi. Sementara itu, hasil pengujian HI pada orang yang datang pada pameran babi tersebut menunjukkan sebanyak 19 orang dari 25 orang (76%) mempunyai titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun disini tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk adanya penularan virus (WELLS et al., 1991).

2.1.3 Penyebab Flu Babi

Penyebab influensa yang ditemukan pada babi, bersamaan dengan penyakit yang langsung menyerang manusia. Pertama kali, virus influensa babi diisolasi tahun 1930, sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan hubungan antigenik dengan virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam.

(12)

5

sangat progresif dalam perubahan antigenik yang sangat dramatik sekali (antigenik shift). Pergeseran antigenik tersebut sangat berhubungan dengan sifat penularan secara pandemik dan keganasan penyakit. Hal ini dapat terjadi seperti adanya genetic reassortment antara bangsa burung dan manusia.. Ketiga tipe virus yaitu influensa A, B, C adalah virus yang mempunyai bentuk yang sama dibawah mikroskop elektron dan hanya berbeda dalam hal kekebalannya saja. Ketiga tipe virus tersebut mempunyai RNA dengan sumbu protein dan permukaan virionnya diselubungi oleh semacam paku yang mengandung antigen haemagglutinin (H) dan enzim neuraminidase (N). Peranan haemagglutinin adalah sebagai alat melekat virion pada sel dan menyebabkan terjadinya aglutinasi sel darah merah, sedangkan enzim neurominidase bertanggung jawab terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel darah merah dan juga mempunyai peranan dalam melepaskan virus dari sel yang terinfeksi. Antibodi terhadap haemaglutinin berperan dalam mencegah infeksi ulang oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang sama. Antibodi juga terbentuk terhadap antigen neurominidase, tetapi tidak berperan dalam pencegahan infeksi.

Influensa babi yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh influensa A H1N1, sedangkan di banyak negara Eropa termasuk Inggris, Jepang dan Asia Tenggara disebabkan oleh influensa A H3N2. Banyak isolat babi H3N2 dari Eropa yang mempunyai hubungan antigenik sangat dekat dengan A/Port Chalmers/1/73 strain asal manusia. Peristiwa rekombinan dapat terjadi, seperti H1N2 yang dilaporkan di Jepang (HAYASHI et al., 1993) kemungkinan berasal dari rekombinasi H1N1 dan H3N2. Peristiwa semacam ini juga dilaporkan di Italy, Jepang, Hongaria, Cekoslowakia dan Perancis.

(13)

biakan jaringan (sel lestari) seperti chicken embryo fibroblast (CEF), canine kidney (CK), Madin-Darby canine kidney (MDCK), (FENNER et al., 1986).

Virus influensa tidak dapat tahan lebih dari 2 minggu di luar sel hidup kecuali pada kondisi dingin. Virus sangat sensitif terhadap panas, detergen, kekeringan dan desinfektan. Sangat sensitif terhadap pengenceran tinggi desinfektan mutakhir yang mengandung oxidising agents dan surfactants seperti Virkon (Antec).

2.1.4 Cara Penularan Flu Babi

Cara penularan flu babi ini hampir sama dengan penularan flu biasa, yaitu: 1. Antarmanusia yang terinfeksi virus flu babi. Penderita akan menyebarkan

virus flu babi sehari sebelum gejala flu muncul hingga tujuh hari setelah merasakan sakit.

2. Melalui udara. Misalnya, melalui bersin dan batuk. Penderita flu babi yang menderita batuk atau bersin sebaiknya menggunakan masker hidung dan mulut agar tak menular kepada orang lain. Virus babi terbawa angina dan terhirup oleh manusia.

Kontak tangan dengan penderita yang terinfeksi flu babi, lalu tanpa kita sadari tangan kita menyentuh mata, hidung, dan mulut.

(14)

7

infeksi sekunder pada paru-paru (radang / pneumonia). Flu babi belum terbukti menular malalui konsumsi daging babi atau produk babi. Untuk pencegahan daging yang diolah harus dimasak pada suhu 70 C.

Penularan flu babi (H1N1) pada binatang ini terjadi secara cepat dengan resiko kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi di antara populasi babi satu peternakan, bahkan dapat menyebar ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan pada manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik berasal dari tinja atau unggas yang terserang flu babi.

Manusia terinfeksi virus H1N1 dari babi melalui kontak langsung atau via benda-benda yang terkontaminasi. Flu babi menular dari manusia ke manusia, lalu bercampur dengan virus flu manusia lewat udara (bersin, batuk).

Cara penularan utama virus-virus influenza, termasuk flu babi, adalah dari manusia ke manusia melalui droplets, batuk dan bersin. Bila pasien influenza batuk atau bersin, maka partikel virus influenza A (H1N1) menyebar melalui udara ke mulut dan saluran nafas orang-orang yang berada didekatnya. Atau bila kita menyentuh partikel tersebut, baik yang di udara maupun di tempat yang ada partikel batuk bersin, kemudian menyentuh mulut atau hidung, sebelum cuci tangan

Tingkat keganasan flu babi atau swine flu sebenarnya lebih rendah dari flu burung. Artinya, resiko kematian akibat flu burung mencapai 80 persen sedangkan pada flu babi ‘hanya’ 15 persen. Namun, tingkat penyebaran flu babi begitu cepat, tak sampai sepekan penyebaran flu babi sudah lintas negara dan benua.

2.1.5 Patologi

(15)

RADOSTITS, 1989). Pada pemeriksaan mikroskopik influensa babi, akan terdeteksi adanya necrotizing bronchitis dan bronkhiolitis dengan eksudat yang dipenuhi netrofil seluler. Terjadi penebalan septa alveolar dan perubahan epithel bronchial. Bronchi dipenuhi dengan neutrophil yang kemudian dipenuhi sel mononukleal, pada akhirnya terjadi pneumonia intersisial lalu terjadi hiperplasia pada epithel bronchial. Pada beberapa kasus hanya terlihat kongesti. Adanya pembesaran dan edema pada limfoglandula dibagian servik dan mediastinal. Pada limpa sering terlihat pembesaran dan hiperemi yang hebat terlihat pada mukosa perut. Usus besar mengalami kongesti, bercak dan adanya eksudat kathar yang ringan.

2.1.6 Gejala Flu Babi

Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, demam sampai 41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis.

Terjadi tingkat kematian tinggi pada anak-anak babi yang dilahirkan dari induk babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari setelah dilahirkan. Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti dengan komplikasi. Total kematian babi sangat rendah, biasanya kurang dari 1%. Bergantung pada infeksi yang mengikutinya, kematian dapat mencapai 1-4% (ANON., 1991).

(16)

9

dengan melahirkan selama tejadi wabah penyakit akan menurun sampai 50% dan jumlah anak yang dilahirkan pun menurun.

Masa inkubasi flu babi adalah sekitar 24 hingga 72 jam setelah pengidap terpajan oleh virus. Penyakit ini memiliki gejala yang mirip dengan flu biasa sehingga sulit dikenali. Beberapa indikasi yang biasanya muncul meliputi:

a. Demam. b. Kelelahan. c. Pegal-pegal. d. Sakit kepala.

e. Hidung tersumbat atau beringus. f. Mata yang merah dan berair. g. Sakit tenggorokan.

h. Batuk.

Pengidap flu umumnya tidak membutuhkan penanganan oleh dokter. Tetapi ada sebagian orang yang rentan mengidap komplikasi sehingga membutuhkan pemeriksaan oleh dokter, yaitu jika seseorang mengidap flu dan:

a) Berusia di bawah dua tahun atau di atas 65 tahun. b) Sedang hamil.

c) Mengidap penyakit kronis, seperti asma, gangguan jantung, serta diabetes. d) Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena

mengidap HIV.

e) Memiliki profesi sebagai pekerja medis, misalnya dokter dan perawat. f) Mengalami obesitas.

2.1.7 Masa Inkubasi Flu Babi

Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari (TAYLOR, 1989), tetapi bisa 2 7 hari dengan rata-rata 4 hari (BLOOD dan RADOSTITS, 1989).

2.1.8 Diagnosis dan Klasifikasi

(17)

alantois. Spesimen yang paling baik untuk isolasi virus pada influensa babi adalah cairan hidung yang diambil sedini mungkin atau organ paru yang diperoleh dari bedah bangkai (FENNER et al., 1987) dan tonsils (SANFORD et al., 1989). Mendiagnosis influensa babi dengan metoda imunohistokimia sudah dilaporkan HAINES et al., (1993) dengan menggunakan antibody poliklonal kemudian VINCENT et al., (1997) menggunakan antibodi monoklonal. Kualitas pengujian dengan antibodi monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang pewarnaan yang rendah dan tidak terbatasnya penyediaan antibibodi. Pada kasus penyakit influensa babi yang khronis, diagnosis dapat dilakukan secara serologi dengan memperlihatkan peningkatan antibodi pada serum ganda (paired sera) yang diambil dengan selang waktu 3-4 minggu.

Untuk memeriksa antibodi terhadap virus influenza dapat digunakan uji haemagglutination inhibition (HI) (BLOOD dan RADOSTITS, 1989), Immunodifusi single radial dan virus netralisasi. Kenaikan titer 4x lipatnya sudah dianggap adanya infeksi. Pada uji serologis digunakan kedua antigen H1N1 dan H3N2 (OLSEN et al., 2002).

(18)

11

influenza virus (SIV) pada jaringan yang difiksasi dengan metode imunohistokimia yang menggunakan antibodi monoklonal.

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit influensa A pada babi yang ringan akan dapat menjadi parah karena penyakit lain seperti Pseudorabies (Aujeszky's disease), Haemophillus parasuis, Mycoplasma hyopneumonia, Actinobacillus (H) pleuropneumonia atau Pasteurella multocida.

Keganasan dari infeksi influensa A babi dapat meningkat pula bersamaan dengan adanya infestasi cacing paru-paru, migrasi larva ascaris melalui paru-paru dan serbuan bacteria sekunder. Pada beberapa kasus penyakit mirip influensa (influenza-like illness), tidak dibarengi terisolasinya virus influensa babi ataupun organisme lain, juga terlihat adanya gejala klinis yang sama. Hasil observasi lapangan diperkiraka bahwa terdapat kemungkinan adanya hubungan virus influensa babi (SIV) dengan porcine respiratory coronavirus (PRCV) pada letupan\penyakit pernafasan. Pada observasi di tingkat laboratorium gambaran klinik akan terlihat lebih parah apabila berbarengan dengan penyakit PRCV. Adanya suhu tubuh yang lebih tinggi dari pada infeksi tunggal, juga akan terlihat bersin dan batuk pada infeksi ganda PRCV dan babi yang terinfeksi H3N2 (LANZA et al., 1992). Sedangkan gejala demam, dispnu, pernafasan perut, batuk yang terus menerus dilaporkan merupakan kombinasi penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) dan SIV (REETH et al., 1996).

2.1.9 Kelompok Berisiko Flu Babi

Adapun orang yang mempunyai resiko besar terserang flu babi (H1N1) adalah pekerja peternakan, penjual daging babi, dan pengonsumsi daging babi.

Orang yang menderita flu babi A (H1N1) menurut para ahli akan tetap menularkan penyakitnya sampai hari ketujuh. Jika sampai hari ketujuh ternyata penyakitnya belum membaik maka dianggap orang tersebut masih dapat menularkan penyakitnya sampai gejala flu benar benar hilang. Anak anak khususnya balita memiliki potensi waktu penularan yang lebih panjang.

(19)

tidak keluar rumah dahulu sampai penyakit yang diderita benar benar sembuh kecuali yang bersangkutan segera ke dokter atau ke rumah sakit.

2.1.10 Pecegahan dan Penanganan Flu Babi 2.1.10.1 Pencegahan Flu Babi

Pencegahan penyakit influensa babi yang telah dicoba dengan perlakuan vaksinasi dilaporkan oleh TAYLOR (1986). Dua dosis vaksin oil adjuvan (SuvaxynFlu-3, Duphor) yang diaplikasikan dengan jarak pemberian 3 minggu. Cara ini banyak digunakan di Eropa dengan tujuan untuk melindungi dari penyakit dengan gejala dan penurunan produksi. Vaksin tersebut mengandung A/Swine Ned/25/80 yang dapat melindungi terhadap serangan virus Eropa H1N1 dan A/Port Chalmers/1/73 yang akan melawan hampir seluruh virus strain H3N2. Sementara itu vaksin A/Philippines/2/82 berguna untuk melindungi babi terhadap virus dari strain Bangkok H3N2. Sedangkan Maxi VacTM FLU merupakan vaksin inaktif, oil adjuvant H1N1 yang diaplikasikan pada babi umur 4-5 minggu, kemudian di vaksin ulang setelah 2-3 minggu kemudian. Perlakuan dapat menekan gejala klinis batuk dan anoreksia.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya, seperti:

1. Jaga kebersihan, misalnya dengan mencuci tangan dan kaki sepulang dari bepergian, atau setiap kali akan makan.

2. Hindari memegang mata, hidung, dan mulut, bila tangan kotor.

3. Gunakan masker untuk menutup mulut dan hidung bila beberapa teman dekat sakit flu.

4. Gunakan tisu bila bersin dan batuk. Buang tisu ke dalam keranjang sampah yang tertutup sehingga virus yang terbawa tidak menyebar ke mana-mana. 5. Konsumsi makanan sehat (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral)

dalam jumlah seimbang. 6. Cukup istirahat.

(20)

13

Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja atau kontak langsung dengan babi atau unggas yang terinfeksi flu babi. Beberapa tindakan pencegahan sebagai berikut:

1. Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran pencernaan babi harus menggunakan pelindung (masker, kaos tangan, kaca mata renang, dll).

2. Bahan yang berasal dari saluran cerna babi seperti kotoran harus diletakkan dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang disekitarnya.

3. Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan. 4. Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.

5. Menyemprotkan cairan desinfektan pada kandang dan area peternakan. 6. Melakukan kebersihan lingkungan.

7. Melakukan dan menjaga kebersihan diri.

Namun setidaknya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit flu babi yang ditularkan dari orang ke orang ini. Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memberikan beberapa tips.

a. Tutupi hidung dan mulut dengan tisu jika Anda batuk atau bersin. Kemudian buang tisu itu ke kotak sampah.

b. Sering-seringlah mencuci tangan Anda dengan air bersih dan sabun, terutama setelah Anda batuk atau bersin. Pembersih tangan berbasis alkohol juga efektif digunakan.

c. Jangan menyentuh mulut, hidung atau mulut Anda dengan tangan.

d. Hindari kontak atau berdekatan dengan orang yang sakit flu. Sebab influenza umumnya menyebar lewat orang ke orang melalui batuk atau bersin penderita.

e. Jika Anda sakit flu, CDC menyarankan Anda untuk tidak masuk kerja atau sekolah dan beristirahat di rumah.

2.1.10.2 Pengobatan Flu Babi

(21)

menjaga hewan jangan sampai berdesakan, memperbaiki sistem kandang seperti alas yang baik, memberikan air minum yang banyak dan bersih (BLOOD dan RADOSTITS, 1989).

Usaha pengendalian dalam mengantisipasi datangnya penyakit, terutama pada sekumpulan atau kelompok ternak sangat sulit, karena sekali penyakit datang, sangat sedikit sekali yang dapat dikerjakan. Penyakit dengan sangat cepat menulari babi yang lain. Hewan yang sembuh biasanya hanya dapat tahan atau kebal sampai 3 bulan (EASTERDAY, 1972). RWEYEMAMU, 1970 melaporkan bahwa vaksin inaktif yang berasal dari unggas dengan menggunakan adjuvan sudah mulai digunakan, namun oleh karena adanya perbedaan antigeni maka harus dipikirkan kemungkinan penggunaan vaksin lain yang mengandung strain virus yang didapat dari daerah terkena.

Terapi suportif dasar (misal, terapi cairan, analgesik, penekan batuk) perlu diberikan. Pengobatan antivirus secara empiris perlu diperhatikan untuk kasus flu babi, baik yang sudah pasti, masih dalam kemungkinan, ataupun kecurigaan terhadap kasus ini. Pengobatan pasien rawat inap dan pasien dengan resiko tinggi untuk komplikasi influenza perlu sebagai prioritas.

Penggunaan antivirus dalam 48 jam sejak onset gejala sangat penting dalam hubungannya dengan efektivitas melawan virus influenza. Pada penelitian mengenai flu musiman, bukti akan manfaat pengobatan lebih baik jika pengobatan dimulai sebelum 48 jam sejak onset penyakit. Walau begitu, beberapa penelitian mengenai pengobatan flu mengindikasikan banyak manfaat, termasuk mengurangi kematian atau durasi rawat inap, bahkan pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 48 jam setelah onset penyakit. Lama pengobatan yang direkomendasikan adalah selama 5 hari.

(22)

15

2.2 Flu Burung

2.2.1 Defenisi Penyakit Flu Burung

Flu Burung (Avian Influenza - AI) adalah penyakit unggas yang menular disebabkan virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus ini paling umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan, Kalkun, Itik, Puyuh, dan Angsa) juga berbagai jenis burung liar. Beberapa virus flu burung juga diketahui bisa menyerang mamalia, termasuk manusia (Darel W. 2008 : 17).

Flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baim burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini juga dapat pula mengena pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit pada binatang ini telah ditemukan sejak 100 tahun lalu di Italia, tepatnya 1878. Pada tahun 1924-1925 wabah ini merebak di Amerika Serikat. (Tjandra. 2005 : 2).

Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar dari virion (Horimoto T, Kawaoka Y. 2001 :129-149).

Menurut (soejoedono,et al., 2005) avian influenza (flu burung) adalah penyakit menular yang dapat terjadi pada unggas dan mamalia yang disebabkan oleh virus infl uenza tipe A. Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3–5 hari. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Perilaku hidup bersih dan sehat misalnya mencuci tangan dengan antiseptic, kebersihan tubuh dan pakaian, dan memakai alat pelindung diri (APD) waktu kontak langsung dengan unggas dapat mencegah penularan virus AI.

2.2.2 Epidemiologi Flu Burung

(23)

191 diantaranya meninggal (CFR=61%). Kasus penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tercatat 4 kasus kemudian berkembang menjadi 46 kasus (2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006) dan pada tahun 2007 tertanggal 15 juni sudah dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 66%. Negara yang terjangkit sebagian besar adalah negara-negara di Asia (Thailand, Kamboja, Vietnam, Cina dan Indoneisa) tetapi sekarang sudah menyebar ke Irak dan Turki.

Kasus AI di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di Pekalongan Jawa Tengah pada bulan Agustus 2003. Sampai tahun 2006 penyakit ini sudah menyerang unggas di 29 provinsi yang mencakup 291 kabupaten/kota. Daerah-daerah yang memiliki populasi unggas yang padat dan diikuti populasi penduduk yang padatlah yang akan mengalami banyak kasus pada manusia.

Di Indonesia sejak Juli 2005 sampai dengan pertengahan Juni 2007 tercatat terdapat 100 kasus dengan 80 kematian (CFR=80%). Sebagian besar kasus berasal dari Jawa dan Sumatra. Provinsi terbanyak yang terjangkit penyakit ini adalah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Penyakit ini sudah berjangkit di 11 provinsi dan 37 kabupaten/kota.

2.2.3 Penyebab Flu Burung

Penyebab flu burung adalah virus influenza dari famili Orthomyxoviridae yang termasuk tipe A subtipe H 5, H 7, dan H 9. Virus H9N2 tidaklah menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan H7. Virus flu burung atau avian influenza hanya ditemukan pada binatang seperti burung, bebek dan ayam, namun sejak 1997 sudah mulai dilaporkan “terbang” pula ke manusia. Subtipe virus yang terakhir ditemukan yang ada di negara kita adalah jenis H5N1.

Gejala penyakit flu burung pada manusia adalah demam, anoreksia, pusing, gangguan pernafasan (sesak), nyeri otot dan mungkin konjungtivitis yang terdapat pada penderita dengan riwayat kontak dengan unggas yang terinfeksi semisal peternak atau pedagagang unggas. Gejalanya tidak khas dan mirip gejala flu lainnya, tetapi secara cepat gejala menjadi berat dan dapat menyebabkan kematian karena terjadi peradangan pada paru (pneumonia).

(24)

17

2.2.4 Cara Penularan Flu Burung

Meskipun reservoir alami virus AI adalah unggas liar yang sering bermigrasi (bebek liar), tetapi hewan tersebut resisten terhadap penyakit ini. Menurut WHO, kontak hewan tersebut dengan unggas ternak menyebabkan epidemik flu burung dikalangan unggas. Penularan penyakit terjadi melalui udara dan ekskret (kotoran, urin, dan ingus) unggas yang terinfeksi.

Virus AI dapat hidup selama 15 hari diluar jaringan hidup. Virus pada unggas akan mati pada pemanasan 80 C selama satu menit dan virus pada telur akan matiᵒ pada suhu 64 C selama lima menit. Virus akan mati dengan pemanasan sinarᵒ matahari dan pemberian desinfektan.

Secara genetik virus influenza tipe A sangat labil dan tidak sulit beradaptasi untuk menginfeksi spesies sasarannya. Virus ini tidak memiliki sifat proof reading, yaitu kemampuan untuk mendeteksi kesalahan yang terjadi dan memperbaiki kesalahan pada saat replikasi. Ketidakstabilan sifat genetik virus inilah yang mengakibatkan terjadinya strain/jenis/mutan virus yang baru. Akibat dari proses tersebut virulensi virus AI dapat berubah menjadi lebih ganas dari sebelumnya.

Karakteristik lain dari virus ini adalah kemampuannya bertukar, bercampur, dan bergabung dengan virus influenza strain lain sehingga menyebabkan munculnya strain baru yang bisa berbahaya bagi manusia. Mekanisme ini juga menyebabkan kesulitan dalam membuat vaksin untuk program penanggulangan.

Mekanisme penularan flu burung pada manusia melalui beberapa cara:

1. Virus  unggas liar  unggas domestik  manusia.

2. Virus  unggas liar  unggas domestik  babi  manusia.

3. Virus  unggas liar  unggas domestik  (dan babi)  manusia 

manusia.

Sampai bulan Maret 2006, penularan dari manusia ke manusia lain (human to human transmission) masih sangat jarang. Meskipun demikian, para ahli mengkhawatirkan adanya kasus-kasus kalster keluarga karena merupakan indikator penualaran antar manusia. Munculnya kasus-kasus klaster dalam skala kecil dan simultan yang diikuti klaster-klaster skala besar merupakan tanda munculnya pandemi.

2.2.5 Gejala Flu Burung

(25)

Gejala klinis flu burung pada unggas mirip dengan gejala newcastle disease, atau di indonesia disebut penyakit tetelo atau pileren yang disebabkan oleh paramyxovirus.

Gejala Klinis ternak unggas yang terinfeksi flu burung sebagai berikut:

1. Jengger, pial, dan kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu bewarna biru keunguan.

2. Pembengkakan di sekitar kepala dan muka. 3. Ada cairan yang keluar dari hidung dan mata. 4. Perdarahan di bawah kulit (subkutan)

5. Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki. 6. Batuk, bersin, ngorok.

7. Diare.

8. Tingkat kematian tinggi.

b. Flu burung pada manusia

Orang yang terserang flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa, tetapi kerena keganasan virusnya menyebabkan flu ini juga ganas. Virus influenza biasanya menimbulkan penyakit yang ringan. Tetapi virus flu burung ini sangat ganas dan dapat menyebabkan kematian dalam satu minggu.

Orang yang terkena flu burung mengalami kenaikan suhu tubuh sampai 39C, sakit tenggorokan, batuk, sesak napas dan mengeluarkan lendir bening dari hidung. Kondisi ini dapat diikuti dengan penurunan daya tahan tubuh yang sangat cepat karena biasanya penderita tidak memiliki nafsu makan, diare dan muntah. Dalam waktu singkat gejala gejala tersebut dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan di paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik pada pasien maka dapat menyebabkan kematian.

2.2.6 Masa Inkubasi Flu Burung

1. Pada Unggas : 1 minggu

2. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari.

2.2.7 Diagnosis dan Klasifikasi

(26)

19

mungkin tidak terganggu. Kepastian diagnosis diproduksi dengan pengujian serologic dan isolasi virus yang dilakukan dengan menggunakan Uji serum Netralisasi (Serum Neutralization Test) atau polymerase Chain Reaction.

Diagnosis banding pada flu burung dapat dikacaukan dengan Infectious Laryngotrachetis (ILT), Newcastle Disease (ND), atau fool Chalera (FC). Kombinasi isolasi virus, uji serologic, dan deteksi anigen langsung sering dipakai untuk menentukan status terhadap kelompok unggas terinfeksi, isolasi virus avian influenza dapat dilakukan dengan inklasi langsung pada telur ayam berembrio umur 99-11 hari menggunakan suspense dari paru, trachea, tinja dan organ dalam. Metodde alternative untuk isolasi virus telah bias sigunakan terutama menggunakan kultur jaringn . Virus Avin Influenza telah secara rutin diisolasi dari sampel klinis, namun kegagalan dapat terjadi karena kematian virus oleh kontaminasi bakteri atau virus lain , penyimpanan sampel yang tidak benar, tidak cukup jumlah sampel atau karena unggas terind=feksi diambil sampelnya setelah pancaran virus berhenti. Bila virus telah diisolasi subtype HA dan NA ditentukan secara khas dengan menggunakan uji Hemaglutination Inhibition (NI). Uji cara ini memerlukan suatu panel reagen khusus untuk setiapp sub tipe HA dan NA. virulensi isolate virus dapat diuji menggunakan patogenitas intravena standar yang telahh diketahui.

(27)

2.2.8 Pecegahan dan Penanganan Flu Burung 2.2.8.1 Pencegahan Flu Burung

Menurut Ririh (2006: 187-188) Tindakan pencegahan yang bisa kita lakukan adalah:

1. Menjaga kebersihan diri sendiri antara lain mandi dan sering cuci tangan dengan sabun, terutama yang sering bersentuhan dengan unggas.

2. Membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal kita.

3. Menggunakan Alat Pelindung Diri (masker, sepatu, kaca mata dan topi serta sarung tangan) bagi yang biasa kontak dengan unggas.

4. Melepaskan sepatu, sandal atau alas kaki lainnya di luar rumah.

5. Bersihkan alat pelindung diri dengan de terjen dan air hangat, sedangkan benda yang tidak bisa kita bersihkan dengan baik dapat dimusnahkan.

6. Memilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala flu burung) hindari membeli unggas dari daerah yang diduga tertular flu burung.

7. Memilih daging unggas yang baik yaitu segar, kenyal (bila ditekan daging akan kembali seperti semula), bersih tidak berlendir, berbau dan bebas faeces dan kotoran unggas lainnya serta jauh dari lalat dan serangga lainnya.

8. Sebelum menyimpan telur unggas dicuci lebih dulu agar bebas dari faeces dan kotoran unggas lainnya.

9. Memasak daging dan telur unggas hingga 70 ºC sedikitnya selama 1 menit. Sejauh ini bukti ilmiah yang ada mengatakan aman mengkonsumsi unggas dan produknya asal telah dimasak dengan baik.

10. Pola hidup sehat secara umum dapat mencegah flu seperti istirahat cukup untuk menjaga daya tahan tubuh ditambah dengan makan dengan gizi seimbang serta olah raga teratur dan jangan lupa komsumsi vitamin C.

(28)

21

16. Apabila anda mengunjungi pasien flu burung, ikuti petunjuk dari petugas rumah sakit untuk menggunakan pakaian pelindung (jas lab) masker, sarung tangan dan pelindung mata. Pada waktu meninggalkan ruangan pasien harus melepaskan semua alat pelindung diri dan mencuci tangan dengan sabun.

Bila ada unggas yang mati mendadak dengan tanda –tanda seperti flu burung harus dimusnahkan dengan cara dibakar dan dikubur sedalam 1 meter.

2.2.8.2 Penanganan Flu Burung

Menurut Ririh (2006:189-192), Melihat adanya kondisi peternakan yang memburuk akibat adanya wabah flu burung. Departemen Pertanian mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan ini diharapkan membantu peternakan sehingga dapat menjalankan aktivitas beternak kembali. Departemen Pertanian mengintruksikan pada segenap jajaran Dinas Peternakan di daerah-daerah untuk melakukan hal yang sama saat menemukan adanya indikasi flu burung.

1. Peningkatan biosekuriti

Strategi utama yang harus dilaksanakan adalah dengan meningkatkan biosekuriti. Tindakan karatina atau isolasi harus diberlakukan terhadap peternakan yang tertular. Kondisi sanitasi di kandang-kandang, lingkungan kandang maupun para pekerja harus sehat. Kemudian lalu lintas keluar -masuk kandang termasuk orang dan kendaraan harus secara ketat dimonitor.

Area peternakan yang sehat diciptakan dengan program desinfeksi secara teratur serta menerapkan kebersihan pada saat bekerja, misalnya dengan memakai sarung tangan, masker, dan sepatu panjang.

(29)

2. Depopulasi

Istilah ”depopulasi” adalah tindakan memusnakan unggas atau hewan yang sakit secara terbatas. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh sebagai upaya pemusnahan ini. Pertama, adalah dengan menguburkan unggas yang mati akibat avian influenza. Kedua , peternak dapat melaksanakan depopulasi dengan membakar unggas yang mati akibat terserang penyakit tersebut. Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk memutuskan siklus penyakit.

Tempat dimana dilaksanakan pemusnahan hewan seharusnya ditutup kembali kemudian disiram dengan air kapur atau desinfektan. Seperti diketahui bahwa dalam mengkaji suatu penyakit, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama adalah agent atau penyebab penyakit, dalam hal ini virus avian influenza. Kedua adalah induk semang atau inang, dalam kasus ini yang bertindak sebagai inang adalah unggas, babi, bahkan manusia bila virus menginfeksi .

Hal ketiga yang harus diperhatikan adalah lingkungan (enviromental). Lingkungan inilah tempat agent dan inang melakukan interaksi. Jadi bila lingkungan tidak memberikan peluang maka suatu penyakit atau wabah tidak akan terjadi.

3. Melakukan pengawasan produk unggas

Daging, telur, dan karkas unggas perlu diawasi untuk mencegah penyebaran virus yang masih aktif dan menempel pada produk tersebut. Jika produk mengandung virus yang masih aktif dikhawatirkan akan berpindah ke unggas atau bahkan orang. Beberapa langkah yang dapat digunakan untuk memperoleh daging yang aman dari flu burung antara lain sebagai berikut:

a. Pilih daging yang tidak terdapat bercak merah di bawah kulit .

b. Pilihlah daging segar. Bau daging segar biasanya khas atau tidak berbau anyir.

c. Pilih daging yang tidak lembek.

d. Pastikan dalam pengolahannya benar-benar matang.

4. Memantau lalu lintas unggas

(30)

23

Dalam kondisi wabah seperti sekarang ini maka pengendalian juga berdasarkan perwilayahan ( zoning), ada 3 (tiga) pembagian wilayah dalam upaya pengendalian:

a. Daerah tertular; daerah yang sudah dinyatakan ada kasus secara klinis dan hasil uji laboratorium.

b. Daerah terancam; daerah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular atau tidak memilki batasan alam dengan daerah tertular.

c. Daerah bebas; daerah yang dinyatakan masih belum ada kasus secara klinis mapun secara uji laboratorium, atau memiliki batas alam (propinsi, pulau).

Pembagian wilyah ini merupakan upaya dalam pengendalian suatu wabah sehingga secara sistematik mendukun g program pengendalian. Dalam teknis pelaksanaannya harus dikombinasikan dengan program-program yang lain. Tujuan pengendalian dan pemberantasan sebagai berikut:

a. Mengendalikan wabah dengan menekan kasus kematian unggas

b. Mengendalikan dan mengurangi perluasan penyakit ke wilayah lain di Indonesia.

c. Mempertahankan wilayah yang masih bebas.

d. Mencegah penularan penyakit ke manusia dengan menghilangkan sumber penyakit.

5. Melakukan sosialisasi

(31)

3.1 Kesimpulan

Flu Burung (Avian Influenza - AI) adalah penyakit unggas yang menular disebabkan virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus ini paling umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan, Kalkun, Itik, Puyuh, dan Angsa) juga berbagai jenis burung liar.

Flu burung termasuk jenis penyakit yang sangat menular, menular dengan sangat cepat dan dapat menyebabkan kematian. Penanggulangan penyakit ini harus cepat, tepat, dan cermat karena dapat menyebabkan kematian pada unggas dengan cepat. Selain pada unggas, penyakit ini juga dapat menyerang pada manusia. Penanggulangan pada penyakit ini dengan menjaga kebersihan, hindari kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi dan memasak hewan unggas untuk konsumsi secara matang.

Swine influensa swine (flu, hog flu, pig flu) atau influensa babi adalah penyakit saluran pernafasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influensa tipe A. Gejala klinis penyakit ini terlihat secara mendadak, yaitu berupa batuk, dispnu, demam dan sangat lemah. Penyakit ini dengan sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu 1 minggu, umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila terjadi komplikasi dengan bronchopneumonia, akan berakibat pada kematian

3.2 Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

1.Maharani A. Penyakit Kulit: Perawatan, Pencegahan, dan Pengobatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press; 2015.

2. Darrell Withworth, dkk. 2008. Burung Liar Dan Flu Burung. Jakarta: FAO 3. Ririh Y, Sudarmaji. 2006. Mengenal Flu Burung dan Bagimana Kita

Menyikapinya. Forum Penelitian, 1 (2): 183-196

4. Soejoedono, Retno D. dan Ekowati Handharyani, 2005. Flu Burung Seri Agriwawasan. Depok ; Penebar Swadaya.

5. Yoga A, Tjandra. 2005. Flu Burung di Manusia. Jakarta: UI-PRESS

Referensi

Dokumen terkait

ukur yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut valid. Valid

Masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses

Agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian (pupuk,pestisida,

produksi sebagai dasar penentuan harga jual tapioka; (3) nilai tambah pada proses pembuatan tapioka untuk mengetahui balasan terhadap faktor produksi yang dihasilkan serta kesempatan

Hasil penelitian didapatkan bahwa variabel independen yang berhubungan signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah frekuensi makan (p=0,019), kebiasaan makan gorengan

Menurut peneliti, pada klien prioritas diagnosa aktual adalah defisiensi pengetahuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit ISPA disebabkan karena keluarga

Maju adalah keinginan masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang.. terus membangun, berpikir jauh ke depan dan kreatif bukan hanya

Informasi yang disampaikan oleh petugas kesehatan pada program perbaikan gizi: ASI Eksklusif di puskesmas Pekan Kamis Sumatera Barat dalam memenuhi kebutuhan afektif ibu