• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pak (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pak (1)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak

Oleh : Ria Puspita Sari

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu ABSTRAK

Luasnya lahan perkebunan kakao di Indonesia yang mencapai 1.167.000 ha mengakibatkan tingginya produksi buah kakao yang diikuti dengan tingginya limbah kakao berupa kulit buah kakao. Produksi kulit buah kakao mencapai 74 % dari produksi buah kakao. Namun tingginya produksi limbah kakao ini tidak diiringi dengan pemanfaatan secara maksimal. Salah satu alternatif yang baik untuk mengatasi hal ini adalah dengan memanfaatkan kulit buah kakao sebagai bahan pakan ternak. Kulit buah kakao berpotensi sebagai bahan pakan pengganti konsentrat karena harga yang relatif murah dan jumlah yang banyak serta kandungan protein kasar yang relatif tinggi mencapai 10 % dalam bentuk segar dan 16,60 % dalam bentuk kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Pemberian kulit buah kakao fermentasi 10 % dalam ransum itik tidak menunjukkan pengaruh negatif terhadap konsumsi ransum. 22 % pemberian dalam ransum ayam broiler mampu meningkatkan produktivitas broiler dan pemberian pada taraf 20-40 % dari total ransum mampu menurunkan kadar kolesterol daging broiler.

Kata kunci : Kulit buah kakao, limbah kakao, kakao fermentasi, Aspergillus niger.

Pendahuluan

Indonesia memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Luas areal perkebunan di Indonesia mencapai 16 juta hektar. Salah satunya adalah perkebunan kakao yang mencapai 1.167.000 ha (Guntoro, 2006). Selama lima tahun terakhir ini produksi kakao terus meningkat sebesar 7,14% per tahun atau 49.200 ton pada tahun 2004 (Baharuddin, 2007). Jika proporsi limbah mencapai 74 % dari produksi, maka limbah kulit buah kakao mencapai 36.408 ton per tahun. Hal ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.

Selain itu adanya harga bahan pakan konsentrat yang mahal menjadikan limbah kulit kakao berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dikarenakan tingginya persentase produksi kulit kakao dengan harga yang relatif terjangkau. Bahkan di daerah-daerah penghasil buah kakao, kulit buah kakao belum dimanfaatkan, hanya menumpuk sebagai limbah.

Kulit buah kakao merupakan limbah agroindustri yang berasal dari tanaman kakao yang umumnya dikenal dengan tanaman coklat. Komposisi buah kakao terdiri dari 74% kulit, 24% biji kakao dan 2% plasenta. Berdasarkan komposisi tersebut, kulit buah kakao merupakan komposisi terbesar dari produksi buah kakao. Setelah dilakukan analisis proksimat, kakao mengandung 22% protein dan 3 – 9% lemak (Nasrullah dan Ela, 1993) sehingga memungkinkan dijadikan sebagai pakan alternatif bagi ternak. Limbah kakao bisa menghasilkan bahan konsentrat yang harganya relatif terjangkau. Pemanfaatan limbah dapat meningkatkan produktivitas (pertumbuhan, produksi susu, telur dan lain-lain) (Guntoro, 2006).

(2)

cara dilakukan fermentasi terlebuh dahulu maupun tanpa perlakukan fermentasi. Fermentor yang dapat digunakan untuk proses fermentasi dapat menggunakan Aspergillus Niger dan hasil fermentasi dapat dimanfaatkan untuk ternak ruminansia seperti ayam dan babi (Anonim, 2001).

Berdasarkan penerapan di atas, diketahui bahwa penggunaan kulit buah kakao belum banyak diaplikasikan sebagai bahan pakan alternatif bagi ternak. Dengan pertimbangan tersebut maka perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan kulit buah kakao sebagai bahan pakan bagi ternak.

Potensi Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak

Produk sampingan atau limbah dari buah kakao hampir sebagain besar berupa kulit buah kakao yang mencapai 74 % dari produk utama buah kakao. Tingginya persentase kulit buah kakao ini belum maksimal dimanfaatkan. Salah satu alternatif dalam pemanfaatan kulit buah kakao adalah dengan menjadikannya sebagai bahan pakan ternak baik ternak ruminansia maupun ternak unggas. Selain kuantitas yang banyak yang mencapai 36.000 ton/tahun, harganya relatif murah dan mudah didapat serta kandungan protein kasarnya cukup tinggi yang mencapai 10 % (Roesmanto, 1991). Jika difermentasi dengan Aspergillus niger kadar proteinnya mencapai 16,60 % (Guntoro, 2006). Berdasarkan hasil analisa proksimat (Nasrullah dan Ela, 1993) kandungan protein kakao mencapai 22%. Berdasarkan analisa kimia, limbah kakao mengandung zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan untuk pakan. Menurut Zainuddin et al. (1995) kulit buah kakao mengandung 16,5% protein, 16,5 MJ/kg dan 9,8% lemak dan setelah dilakukan fermentasi kandungan protein meningkat menjadi 21,9%.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kulit Buah Kakao sebelum dan sesudah Fermentasi

Sumber : Guntoro 2006

Berdasarkan tabel kandungan nutrisi di atas, persentase nutrisi kulit buah kakao non fermentasi jika dibandingkan dengan kulit buah kakao fermentasi mengalami perbedaan kandungan nutrisi terutama protein kasar dan serat kasar. Kandungan protein kasar kulit buah kakao fermentasi mengalami peningkatan dan serat kasarnya menurun. Proses fermentasi ini mampu meningkatkan kualitas nutrisi kulit buah kakao. Proses fermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan protein kasar dari 8,11 % menjadi 16,61 % dan mampu menurunkan serat kasar dari 16,42 % menjadi 10,15 %. Penggunaan Aspergillus niger sebagai fermentor bahan pakan ternak sering dilakukan karena adanya sifat dari kapang yang mampu menghasilkan enzim-enzim yang berguna untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan protein kasar bahan pakan. Namun penggunaan kulit buah kakao dalam bentuk segar terbatas dikarenakan adanya zat antinutrisi berupa theobromin sebesar 0,17 – 0,20 %. Tabel 2. Kandungan Theobromin (zat anti nutrisi) pada Bagian-Bagian Buah Kakao

Bagian Buah Kakao Kandungan theobromin (%) - Kulit buah

- Kulit biji - Biji

(3)

Sumber : Wong, et al (1986)

Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak Pemberian Kulit Buah Kakao Pada Ternak Kambing

Berikut ini adalah hasil penelitian pemberian cangkang buah kakao pada ternak kambing:

No Uraian Rata- rata ( kg/hr/ek )

Polmas Majene

1 Berat badan ternak kambing percobaan

• Berat badan awal 12,875 kg 16,00 kg

• Berat badan akhir 20,067 kg 21,53 kg

• Pertambahan berat badan 0,23 0,184

2 Berat badan ternak kambing kontrol

• Berat badan awal 12,325 kg 15,11 kg

• Berat badan akhir 15,797 kg 18,117 kg

• Pertambahan berat badan 0,112 0,097

Sumber : BPTP Sulawesi Selatan 2001

Berdasarkan tabel diatas, ternak kambing yang diberi pakan kulit buah kakao menunjukkan adanya pertambahan berat badan dengan rata- rata 0,239 kg/hr/ek. Selain menunjukkan pertambahan berat badan, ternak kambing yang mengkonsumsi kulit buah kakao memberikan tampilan performans bulu yang mengkilat dan mata berbinar, ternak terlihat lebih sehat serta aktif.

Berdasarkan hasil penelitian di desa Ongko dan Baruga Sulawesi Selatan, pemberian kulit buah kakao kepada ternak dapat berupa kulit kakao segar dan dalam bentuk tepung. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kulit buah kakao terhadap ternak kambing lebih dominan dalam bentuk segar. Hal ini disebabkan karena pemberian pakan berupa kulit buah kakao dalam bentuk segar lebih mudah didapatkan dibandingkan dalam bentuk lainnya. Hasil penelitian menunjukkan kulit buah kakao segar yang dikeringkan dengan sinar matahari kemudian dicincang dapat langsung digunakan sebagai pakan ternak (Baharuddin, 2007). Namun, pemberian limbah kulit buah kakao secara langsung pada ternak justru akan menurunkan berat badan ternak. Hal ini dikarenakan tingginya kadar lignin dan selulosa yang terdapat pada kulit buah kakao. Oleh karena itu sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh ternak dan untuk meningkatkan nilai protein kasarnya.

Pemberian Kulit Buah Kakao pada Ternak Sapi

(4)

Sumber : Guntoro,et al 2006

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat terjadi kenaikan berat badan awal sapi dari 261 kg mencapai 315,11 kg dengan PBB (Pertambahan Berat Badan) 636 g/ekor/hari selama mengkonsumsi kulit buah kakao olahan (fermentasi). Peningkatan bobot badan ini dikarenakan adanya kandungan gizi yang tinggi di dalam kulit buah kakao fermentasi dibandingkan hijauan sehingga pemberiannya dalam ransum sapi mampu meningkatkan jumlah zat-zat makanan yang terserap oleh tubuh ternak (James dan David, 1998).

Pemberian Kulit Buah Kakao Pada Itik

Hasil penelitian Warmadewi (2008) menunjukkan bahwa penggunaan 10 % pod kakao dalam ransum ternyata tidak berpengaruh terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi oleh itik. Akan tetapi, pada level 20 % dan 30 %, penggunaan pod kakao dalam ransum secara nyata meningkatkan konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kandungan serat kasar ransum sebagai akibat penggunaan pod kakao yang mengandung serat kasar tinggi.

Peningkatan kandungan serat kasar dalam ransum menyebabkan laju aliran ransum dalam saluran pencernaan menjadi cepat (Bidura et al., 1996) sehingga konsumsi ransum itik akan meningkat. Di samping itu, peningkatan serat kasar dalam ransum akan mengurangi efisiensi penggunaan energi metabolis (ME) yang disebabkan oleh terjadinya pengalihan sebagian fraksi energi netto untuk aktivitas energi muskuler yang dibutuhkan untuk aktivitas tambahan gizard dan untuk mendorong sisa makanan sepanjang saluran pencernaan itik (Lloyd et al., 1978).

Penggunaan pod kakao pada tingkat 20 % dan 30 % menyebabkan penurunan berat badan akhir itik. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi serat kasar sebagai akibat dari penggunaan pod kakao. Serat kasar tidak dapat dicerna oleh ternak unggas sehingga secepatnya dikeluarkan dari saluran pencernaan yang menyebabkan peluang penyerapan zat makanan menjadi berkurang (Bidura, 2007). Serat kasar yang tinggi menyebabkan penurunan kecernaan energi (Siri et al., 1992) dan penyerapan lemak (Sutardi 1997) sehingga pertambahan berat badan itik menurun. Berdasarkan penelitian Wenk dan Hadorn (l994), peningkatan kandungan serat kasar ransum dari 3,2 % menjadi 9,1 % dan 11,2 % secara nyata menurunkan berat badan dan karkas ayam. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Puspani (2005) yang mendapatkan bahwa peningkatan serat kasar ransum menyebabkan terjadinya penurunan koefisien cerna bahan kering dan koefisien cerna bahan organik ransum sehingga penyerapan nutrien ransum menjadi rendah.

Penggunaan 10 % pod kakao dalam ransum tidak berpengaruh secara nyata terhadap penampilan itik Bali jantan umur 2 – 8 minggu. Akan tetapi, tingkat penggunaan 20 % dan 30 % pod kakao dalam ransum nyata menurunkan penampilan itik Bali jantan umur 2 – 8 minggu.

Pemberian Kulit Buah Kakao Pada Ayam

(5)

produktivitas telur tetapi memberikan peningkatan produktivitas. Penggunaan pada ayam pedaging hingga 5% tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan, namun penggunaan di atas level tersebut akan menyebabkan turunnya laju pertumbuhan ayam (Zainuddin et al., 1995). Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya theobromin yakni zat antinutrisi pada kulit buah kakao yang dapat menghambat pencernaan (Zainuddin et al., 1995).

Penggunaan pod-kakao yang disuplementasi probiotik dan enzim dalam ransum mampu menurunkan kadar kolesterol broiler. Menurut Siri et al.(1992), kecernaan energi menurun dengan semakin meningkatnya kandungan serat kasar ransum. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum ternyata dapat menurunkan kadar kolesterol dan perlemakan dalam tubuh ternak ayam (Bidura et al.,1996). Penurunan kadar kolesterol tersebut disebabkan karena fraksi serat kasar yaitu lignin mampu mengikat kolesterol ransum sebesar 29,2% (Linder, 1985). Serat kasar mampu menurunkan kolesterol dengan jalan mengisi ventrikulus dan menurunkan lemak sebesar 25g/100g daging ayam (USDA, 1997). Sejalan dengan Suwidjayana dan Bidura (1999) bahwa suplementasi ragi tape dalam ransum dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida daging dada itik. Syamsuhaidi (1997) melaporkan, bahwa semakin tinggi pemberian duckweed (20-40%) sebagai sumber serat pada broiler umur 3-8 minggu cenderung menghasilkan kolesterol daging yang semakin rendah. Terjadinya penurunan kolesterol, dikarenakan adanya kemampuan serat kasar untuk memperbaiki ekosistem mikroflora saluran pencernaan. Penambahan 0,20% enzim optizyme atau ragi dalam ransum yang mengandung pod kakao dapat menurunkan akumulasi lemak tubuh dan kadar kolesterol daging broiler umur enam minggu.

Kesimpulan

 Kulit buah kakao dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun ternak unggas dengan pemberian dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kulit buah kakao fermentasi.

 Pemberian dalam bentuk segar sangat terbatas dikarenakan adanya zat antinutrisi berupa theobromin yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas pada ternak.

 Kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan PK menjadi 16,60 % dan menurunkan SK menjadi 10,15 %. Pemberian kulit buah kakao fermentasi kepada ternak mampu meningkatkan produksi dan produktivitas ternak ruminansia dan unggas.

 Kulit buah kakao yang diberikan di dalam ransum ayam broiler mampu menurunkan kadar kolesterol daging ayam broiler.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. Urip Santoso, S. Ikom., M. Sc selaku dosen pembimbing mata kuliah Penyajian Ilmiah yang memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Daftar Pustaka

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2001. Sosialisasi dan Diseminasi Teknologi Pengkajian Ternak dengan Pemanfaatan Limbah Kakao. Instalasi Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (IPPTP). Makassar.

(6)

Baharuddin, W. 2007. Mengelola Kulit Buah Kakao Menjadi Bahan Pakan Ternak. http://DisnakSulsel.Info/

Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. UPT Penerbit Uiniversitas Udayana, Denpasar.

Bidura IGNG, Udayana IDGA, Suasta IM, Yadnya TGB. 1996. Pengaruh Tingkat Serat Kasar

Ransum Terhadap Produksi dan Kadar Kolesterol Telur Ayam. Denpasar. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Unud.

Guntoro, S., Sriyanto, N. Suyasa dan M. Rai Yasa. 2006. Pengaruh Pemberian Limbah Kakao Olahan terhadap Pertumbuhan Sapi Bali (Feeding of Processed Cacao by-Product to Growing Bali Cattle). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Ngurahrai, Denpasar.

Guntoro, S. dan I-M. Rai Yasa. 2005. Penggunaan Limbah Kakao Terfermentasi Untuk Pakan Ayam Buras Petelur. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Juli 2005. 8(2).

James, Blakely and David H. Bade. 1998. The Science of Animal Husbandry. Fourth Edition. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Linder MC. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Ed. II. (Terjemahan: Parakkasi, A). Jakarta:

Universitas Indonesia, Press.

Lloyd, L.E., B.E. McDonald and E.W. Crampton. 1978. The Carbohidrates and Their Metabolism. In : Fundamental of Nutrion. 2 nd Ed. W.H. Freeman and Co., San Francisco.

Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak di

Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang.

Puspani, E. 2005. Penggunaan Pollard Dalam Ransum yang Disuplementasi Ragi tape terhadap Penampilan dan Penurunan Kadar N-Amonia Ekskreta Broiler. Tesis, Program

pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.

Siri S, Tobioka H, Tasaki J. 1992. Effects of Dietary Cellulose Level on Nutrient Utilization in

Chickens. AJAS 5(4): 741-746.

Sutardi T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Fapet IPB. Bogor.

(7)

Syamsuhaidi. 1997. Penggunaan Duckweed (Family Lemnaccae) Sebagai Pakan Serat Sumber

Protein dalam Ransum Ayam Pedaging. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

United State Department of Agriculture (USDA) 1997. Washington DC: Poultry Grading Manual.

Warmadewi, A, Putra Wibawa, I.G.N.G Bidura. 2008. Pengaruh Tingkat Penggunaan Pod Kakao

Dalam Ransum terhadap Penampilan Itik Bali Umur 2-8 Minggu. Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Wenk, C., and R. Hadorn. 1994. The Effect of Different Sources of Dietary Fibre on Energy Utilization in Broiler. P. 195 – 202. In. Energy Metabolism of Farm Animal. Proc. Of the 13th Symp. Mojocar, Spain 18 – 24 Sept. 1994. EAAP Publication No. 76, Spain.

Wong HK, Osman AH, Idris MSH.1986. Utilization of Cocoa by-Product as Feed. In Ruminant

Feeding Systems Utilizing Fibrous Agricultural residues. Dixon RM (Ed). Los Banos, Philippines. Pp 99-103.

Zainuddin, D., Sutikno, T. Haryadi dan Hernomoadi. 1995. Kecernaan dan Fermentasi Limbah

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pendekatan secara subjektif dalam penciptaan karya seni fotografi memberi kebebasan kepada fotografer untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan secara

ROM pasif adalah latihan yang diberikan pada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang dan sendi dimana klien tidak dapat..

Vartiainen toivoi, että Viisikielisen avulla viides herätysliike voisi rakentaa hyviä tunnuspiirteitä, joita hän koki viidennellä herätysliikkeellä olevan vähän.. Hän

pada TKBK 2 (cukup kritis) Karakteristik berpikir dalam tahap klarifikasi adalah mengidentifikasi masa - lah secara utuh berdasarkan kalimat yang terdapat dalam tugas, membuat gambar

Adapun cara lain yang dapat dilakukan perusahaan dalam meningkatkan laba adalah dengan cara meningkatkan total pendapatan, tetapi cara ini memiliki konsekuensi adanya

[r]

[r]

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan judul