• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLA PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam Dosen Pengampu : Ade Wahidin, Lc.,M.Pd.I.

Disusun Oleh :

Indra Prayoga : 201321048 Irhas Novelani : 201321049

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HIDAYAH

BOGOR

2014 M/ 1435 H

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamulaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh

Maha suci Allah l dan segala puji hanya milik-Nya.Penggenggam segala sesuatu yang telah memberikan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya dalam melakukan segala aktivitas. Shalawat beserta salam semoga di limpahkan selalu kepada sebaik-baiknya manusia yaitu Nabi Muhammad n, dan kepada para sahabatnya, keluarganya, Thabi’in, Thabi’ut-thabiin dan pada umatnya yang tetap berpegang teguh memegang risalahnya.

Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah Allah l, kami dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah “Pola Pendidikan Islam di Andalusia (spanyol)” ini sesuai dengan waktu yang telah di tentukan serta sebagai syarat untuk memenuhi nilai mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Semester III Perkuliahan STAI Al-Hidayah Bogor.

Kami menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan.untuk itu dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Semoga segala partisipasi dan bantuan dari semua pihak dalam penyusunan makalah ini baik itu secara materil ataupun formil menjadi amal ibadah di sisi Allah ldan mendapat balasan yang tak terhingga. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi seluruh mahasiswa.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi. Wabarokatuh.

Bogor, November 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan Penulisan... 2

D. Metode Penulisan... 2

BAB II ANDALUSIA PRA ISLAM... 3

A. Letak Geografis Andalusia (spanyol)... 3

B. Masa Kegelapan (Dark Age)... 4

BAB III POLA PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA ... 7

A. Perkembangan Pola Pendidikan Islam di Andalusia... 7

1. Kuttab... 7

2. Mendirikan Lembaga Pendidikan... 8

3. Pendidikan Tinggi... 10

4. Pengembangan Perpustakaan... 11

B. Faktor Pendukung Pendidikan Islam di Andalusia... 12

BAB IV PENUTUP... 14

A. Kesimpulan... 14

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membicarakan Spanyol Islam1 dalam konteks sejarah pendidikan dan

peradaban Islam sangat menarik untuk dicermati dan dikaji. Sebab, pembahasan ini secara historis membicarakan perjalanan yang Panjang serta jatuh bangunnya umat Islam selama kurun waktu lebih dari 7.5 abad di Daratan Eropa. Hal ini disebabkan ekspansi Islam ke Spanyol merupakan ekspansi wilayah yang paling gemilang dalam catatan sejarah kemiliteran dan peradaban. Di bidang kemiliteran terbukti dengan kemampuan umat Islam-Dinasti Umayyah-menguasai Spanyol dari kekuatan Visigotic yang terkenal cukup kuat waktu itu. Sedangkan di bidang peradaban, Spanyol Islam telah membawa peranan penting dalam konteks sejarah dan kebudayaan. Kepesatan perkembangan peradaban dan kebudayaan yang dikembangkan Spanyol Islam telah membawa Spanyol Islam sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam di barat, sebagaimana halnya dengan Baghdad yang menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam di timur. Kehadiran dan perkembangan kebudayaan peradaban yang dikembangkan Spanyol Islam bukan saja memberikan warna dan ketinggian peradaban dunia Islam, melainkan kehadirannya memainkan peranan penting dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap kebangkitan eropa.2

Sejarah Andalusia adalah satu dari sekian banyak sejarah yang mengungkap keaslian, perjuangan dan hadirnya Islam sebagai satu temali yang terus mencoba mengikat dan mengarahkan umat kepada kehidupan yang hakiki, kebahagiaan yang sebenarnya dan mengarahkan umat kepada suatu peradaban yang Islami. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam telah menanamkan fondasi ilmu pengetahuan di Spanyol, sehingga telah mengangkat harkat Spanyol menjadi gudangnya ilmu pengetahuan di belahan eropa. Hanya karena kefanatikan agama, orang eropa mengusir cendekiawan muslim keluar dari daerahnya, sekiranya hal

1Dalam sejarah Islam, Spanyol Islam lebih dikenal dengan nama Andalusia. Penamaan ini diperuntukkan bagi semenanjung Iberia, yang terdiri atas Spanyol dan Portugal. Lihat :Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid I, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hlm. 144.

(5)

ini tidak dilakukannya maka masyarakat Spanyol niscaya akan lebih maju daripada sekarang ini. Untuk itu, tulisan ini mencoba menelusuri kembali sejarah perkembangan pendidikan yang dikembangkan dunia Islam Spanyol. Semoga makalah ini akan mampu memberikan nuansa dan kebanggan bagi umat Islam , terutama di tengah era modern ini yang hampir menghapus andil Spanyol Islam sebagai “guru” yang membidani perkembangan kebudayaan dunia saat ini.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat di rumuskan beberapa rumusan masalah tentang Pola Pendidikan Islam di Andalusia (Spanyol), diantaranya :

1. Bagaimana kondisi geografis Andalusia (spanyol) dan kehidupannya sebelum datangnya Islam?

2. Bagaimana pola dan perkembangan pendidikan Islam di Andalusia (spanyol)? 3. Apa faktor pendukung perkembangan pola pendidikan Islam di Andalusia

(spanyol)?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah mempelajari tentang Pola Pendidikan Islam di Andalusia (Spanyol) serta pembahasan yang mencakup ruang lingkup di dalamnya seperti perkembangan pendidikan Islam di Andalusia.

D. Metode Penulisan

(6)

BAB II

ANDALUSIA PRA ISLAM

A. Letak Geografis Andalusia (spanyol)

Telah kita ketahui bersama sejarah merupakan satu cerminan yang sangat berharga bagi kehidupan kita, cerminan positif masa lalu yang senantiasa mesti kita ingat dalam rangka mentadaburi kekuasaan Alloh l , menata masa depan dengan bekal positif dari masa lalu, sejarah adalah guru bagi kita jika ia bersifat membimbing ke arah perbaikan dan sebaliknya ia akan menjadi satu masalah besar bagi kita jika sejarah bersifat negatif yang menjerumuskan ke jurang kenistaan moral, cara berfikir dan yang lainnya.

Dalam memahami sejarah tentunya kita memerlukan berbagai fasilitas, baik berupa manuskrip-manuskrip, penelitian terhadap pelaku sejarah tersebut, atau penelitian lapangan, yaitu meneliti suatu daerah yang dahulunya telah menorehkan tinta sejarah yang akan kita teliti, terkait dengan masalah itu kami berusaha menyajikan satu fasilitas dalam memahami atau meneliti sebuah sejarah khususnya yang akan kami bahas, yaitu Pola Pendidikan Islam di Andalusia, dengan menyajikan letak geografis Andalusia itu sendiri.

Negeri Andalusia pada hari ini terletak di Spanyol dan Portugal. Atau juga biasa di kenal sebagai semenanjung Iberia. Luas kedua negara itu sekitar 600.000 km2, atau kurang dari 2/3 luas Mesir. Semenanjung Andalusia dipisahkan dengan

Maroko oleh sebuah selat yang semenjak era penaklukan Islam kemudian dikenal sebagai Selat Gibraltar (yang oleh para penulis dan sejarawan arab dikenal dengan nama Dar Az-Ziqaq); yang lebarnya sekitar 12,8 km antara Sabtah (Cueta) dan Jabal Thariq (Gibraltar).3

Spanyol adalah negara yang terkenal dan populer yang dulunya adalah Andalusia, kepopulerannya dikarenakan adanya satu club sepak bola ternama (Real Madrid). Kabar yang amat menggelitik, masyarakatnya lebih mengenal pemain sepak bola ketimbang pemimpin negara mereka, bahkan dalam daftar

(7)

kekayaan club ternama di dunia, Real Madrid termasuk rangking teratas dalam peringkat pendulangan harta kekayaan.4

Semenanjung Iberia terletak dibagian tenggara Eropa, diatas daratan segitiga yang semakin menyempit saat kita berjalan ke arah timur, dan semakin melebar saat kita berjalan menuju arah barat. Dibagian selatan, ia berbatasan dengan Prancis dengan dibatasi barisan pegunungan yang di kenal sebagai pegunungan Bartat. Air laut mengelilingi wilayah ini dari segala penjuru; yang menyebabkan bangsa arab menyebutnya sebagai Jazirah Al-Andalusia atau pulau Andalusia. Laut Tengah meliputinya dari arah timur dan tenggara, kemudia Laut Atlantik meliputinya dari sisi barat laut, barat, dan utara. Sehingga Pegunungan Pirenia adalah satu-satunya perbatasan darat yang menghubungkan semenanjung ini dengan Eropa, karena di utara ia bertemu dengan Laut Atlantik dan di selatan ia bertemu dengan Laut Tengah (Mediteranian Sea). Pegunungan Pirenia yang menjadi pemisah antara Prancis dan Spanyol membuat seolah-olah semenanjung itu membalikan wajahnya membelakangi Eropa dan mengarah ke arah Maroko. Inilah yang kemudian disepakati oleh para geografis muslim bahwa Andalusia sebenarnya adalah kelanjutan dari Afrika, dan bukan belahan benua Eropa. Apalagi telah diketahui bahwa semenanjung ini memiliki banyak kesamaan ekologis (tanaman dan hewan) dengan Maroko, khususnya kota Sabtah (Cueta) dan Thanjah (Tangier). Adapun dari dalam semenanjung itu sendiri maka kita berhadapan dengan sebuah dataran tinggi yang dikenal denag Maseta, yang dilintasi oleh pegunungan secara horizontal, dipenuhi oleh banyak sungai yang mengalir, seolah-olah ia hidup diatas jalur-jalur air.5 Inilah letak geografis Negeri

Andalusia yang sekarang kita kenal dengan Spanyol.

B. Masa Kegelapan (Dark Age)

Penting kita ketahui kondisi Andalusia sebelum datangnya Islam, untuk mengingatkan kita akan perihnya para pejuang Islam dalam melakukan ekspansi ke suatu daerah yang jauh dari kata manusiawi, harga diri dijual murah bahkan diperjual belikan dengan sesuatu yang sangat hina, keadaan ini menjadikan satu

4Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011 hlm. 95.

(8)

ujian bagi para pejuang Islam didalam menjalankan misinya, yaitu mengIslamisasi mereka, mengajak mereka mentauhidkan Alloh l, dengan adanya hal ini (perjuangan para pejuang Islam) diharapkan menjadi satu motivasi bagi kita didalam menjalankan dan mendakwahkan hak-hak Islam yang dibawah naungan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Eropa pada waktu itu hidup dalam masa-masa kebodohan dan keterbelakangan yang luar biasa, yang biasa disebut dengan masa kegelapan (Dark Age). Kedzhaliman adalah sistem yang berlaku disana para penguasa menguasai harta dan kekayaan negeri, sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan yang parah. Para penguasa menguasai istana dan benteng, sementara rakyat kebanyakan bahkan tidak mempunyai tempat berteduh dan rumah yang layak. Mereka benar-benar berada dalam kemiskinan yang luar biasa. Bahkan mereka diperjualbelikan bersama dengan tanah, moral-moral benar mengalami degradasi. Kehormatan yang diinjak-injak, dan kehidupan sangat jauh dari nilai-nilai yang normal. Kebersiahan individu misalnya tidak kelihatan; sampai-sampai mereka membiarkan rambut mereka tumbuh menjulur diwajah-wajah mereka tanpa merapikannya. Mereka sebagaimana dituturkan oleh para pengembala muslim yang datang ke negeri-negeri tersebut ketika itu, tidak mandi kecuali sekali atau dua kali dalam setahun. Bahkan mereka menganggap bahwa semua kotoran yang menumpuk ditubuh mereka akan menyehatkan tubuh; karena menjadi berkah dan kebaikan untuk mereka.6

Entah apa yang membuat mereka merasa sehat, bugar dan merasa tidak ada masalah dalam kondisi tubuhnya ketika mereka hanya bisa membersihkan badannya hanya satu atau dua kali dalam setahun, masalahnya bukan pada kebersihan yang bisa dan tidaknya mereka lakukan melainkan penyebab apa yang membuat mereka lupa akan kebersihan badannya, itulah dark age masa kegelapan yang kita sebut diatas tentu kita faham istilah kegelapan. Kata gelap berarti lawan dari terang, dengan adanya penerangan kita dapat melakukan suatu hal yang kita inginkan dengan mudah karena dengan washilah penerangan itulah kita dapat tertuntun ke arah yang positif (paling minimalnya). Berbeda dengan istilah gelap atau kegelapan, istilah gelap tentu lawan dari kata terang itu sendiri yang berarti

(9)

dengan adanya kegelapan seseorang akan terhambat dalam melakukan suatu hal yang ia inginkan, baik itu yang bersifat khusus ataupun umum bahkan menyebabkan adanya pembunuhan karakter, gaya hidup, cara pandang ataupun pecahnya suatu sosisalisasi antara ia dengan lingkungannya. Dengan inilah masyarakat Eropa terhinakan sehingga mayoritas diantara mereka tergelapkan dengan adanya otoritas dari pihak penguasa yang bersikap pragmatisme7 dan

hedonisme8, yang lebih mengarahkan kepada kepuasan sepihak tanpa

memperhatikan orang-orang disekelilingnya.

Sebagian penduduk kawasan tersebut malah saling berkomunikasi hanya dengan isyarat, karena mereka tidak mempunyai bahasa lisan, apalagi bahasa yang tertulis. Mereka mempunyai keyakinan yang sebagiannya sama dengan keyakinan kaum Hindu dan Majusi, seperti; membakar orang yang telah meninggal saat kematiannya, ikut membakar istri bersamanya jika sang istri masih hidup, atau membakar budak perempuan bersamanya, atau membakar siapapun yang mencintai mencintai si mayit. Orang-orang mengetahui hal tersebut dan menyaksikannya.9 Sehingga kondisi Eropa secara umum sebelum penaklukan

Islam diliputi oleh keterbelakangan, kedzhaliman, dan kemiskinan yang parah, serta sangat jauh dari sisi peradaban dan kemodernan sedikitpun.

Kekacauan Eropa yang parah itu berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Kecenderungan pada ilmu pengetahuan di Eropa tidak muncul kecuali pada abad ke 11 dan 12 Masehi.10 Pada akhirnya, setelah masa Dark Age di wilayah

Andalusia, Islam tersebar di banyak wilayah semenjak abad permulaan. Ketika kaum muslimin memasuki Andalusia, mereka telah sampai di selatan dan tengah Perancis pada tahun 114 H/ 732 M. Juga telah sampai ke selatan dan barat laut Italia.11

7Didalam kamus ilmiah populer (Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry), pragmatis adalah, berpegang teguh pada kenyataan untuk umum; pengikut pragmatisme; bersifat pragmatisme; memberikan hasil-hasil yang memuaskan dan menambah pengetahuan; mudah dilakukan. Yang dimaksud istilah pragmatisme diatas adalah lebih ke sikap yang dapat memuaskan dirinya sendiri dengan tanpa melihat kondisi lain di sekelilingnya.

8Istilah hedonisme diambil dari kata hedona yang berarti kelezatan atau kenikmatan, sementara istilah hedonisme itu sendiri adalah doktrin yang mengatakan bahwa kebaikan yang pokok dalam kehidupan adalah kenikmatan.

9Rhagib As-Sirjani, Bangkit Dan Runtuhnya Andalusia. Terj. Muhammad Ihsan dan Abdul Rasyad Shiddiq, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013. Hlm. 16.

10Ibid, hlm. 16.

(10)

BAB III

POLA PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA

A. Perkembangan Pola Pendidikan Islam di Andalusia 1. Kuttab

Sebagaimana yang ditulis dalam sejarah peradaban pendidikan Islam, dengan semakin meluasnya wilayah kekuasan Islam, telah ikut memperkaya dan memotivasi umat untuk mendirikan lembaga pendidikan seperti kuttab dan masjid. Begitu pula di andalusia terdapat banyak kuttab-kuttab yang menyebar sampai kepinggiran kota. Pada lembaga ini, para siswa mempelajari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti fikih, bahasa dan sastra, dan kesenian. Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata dengan rapih di saat itu, sehingga Kuttab-kuttab itu mempunyai banyak tenaga pendidik dan siswa-siswanya. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan di antaranya adalah :

a. Fikih

Pemeluk Islam di Andalusia menganut Madzhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fikih dari Madzhab Imam Malik. Tokoh-tokoh yang termasyhur disini di antaranya tersebut nama Ziyad ibnu Abdurahman dan dilanjutkan oleh Ibn Yahya. Yahya sempat menjadi qodi dimasa Hisyam ibn Abdurahman dan masih banyak nama-nama yang lain, seperti Abu Bakar ibn Al-Qutiyah, Munzir ibn Said Al-Baluti dan Ibn Hazm yang sangat populer di kala itu.

Santri pada kuttab mendapatkan pelajaran yang cukup lengkap dari ulama-ulama yang ahli di bidang ilmunya sehingga para siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga menumbuhkan minat belajar dikala itu.

b. Bahasa dan Sastera

(11)

Tokoh-tokoh bahasa tersebutlah seperti Ibn Sayidih, Ibn Malik yang mengarang Al-fiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnati. Di bidang sastra tersohor nama Ibn Abd. Rabbih dengan karya al-‘Iqd al-farid, Ibn Bassam dengan karyanya al-Dzakhirah fi mahasin ahl al- Jazirah, dan al-Fath Ibn Khaqan dengan karyanya kitab al-Qalaid, dan lain-lain.12

c. Sains

Yang terdiri dari Ilmu-ilmu Kedokteran, Fisika, Matematika, Astronomi, Kimia, Botani,13 Zoologi,14 Geologi,15 Ilmu Obat-obatan, juga

berkembang dengan baik. Beberapa tokoh dalam tokoh dalam bidang Astronomi, yaitu Abbas bin Farnas, Ibrahim bin Yahya An-Naqqash, Ibnu Safar, Al-Bitruji. Dalam bidang obat-obatan, antara lain Ahmad bin Iyas, Ibnu Juljul, Ibnu Hazm, Ibnu Abdurrahman bin Syuhaid, dalam bidang kedokteran, yaitu Ummul Hasan binti Abi Ja’far (seorang tokoh dokter wanita), dalam bidang geografi, yaitu Ibnu Jubar, Ibnu Bathutah.16

2. Mendirikan Lembaga Pendidikan

Ketika umat Islam berkuasa di Spanyol, umat Islam telah mendirikan madrasah-madrasah yang tidak sedikit jumlahnya guna menopang pengembangan pendidikannya. Madrasah-madrasah itu tersebar di seluruh daerah kekuasaan Islam, antara lain di Qurthubah (cordova), Isybiliah (seville), Thuailithiah (toledo), Ghranathah (granada) dan lain sebagainya.

Guna melakukan sosialisasi ilmu pengetahuan lebih lanjut, khalifah Abdul Rahman III mencoba merintisnya dengan mendirikan universitas cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan. Dari sini terlihat dengan jelas begitu besarnya perhatian yang diberikan penguasa dalam memajukan pendidikan Islam di Spanyol waktu itu. Dengan kondisi ini tidak heran jika dikatakan bahwa pertumbuhan lembaga pendidikan sebagai sarana pengembangan ilmu

12Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2011. Hlm. 98-99.

13Ilmu tumbuh-tumbuhan

14Studi tentang hewan dan kehidupannya

15Ilmu bumi alam atau pertanahan atau kulit bumi

(12)

pengetahuan tumbuh laksana jamur di musim penghujan. Di Cordova misalnya, telah berdiri lembaga pendidikan, baik sekolah rendah sampai perguruan tinggi kurang lebih sebanyak 800 sekolah, belum lagi sekolah-sekolah yang yang ada di daerah lain seperti Toledo, Seville dan lain sebagainya.

Dari penjelasan diatas, dapatlah dipahami bahwa pola lembaga pendidikan yang ditawarkan pada masa itu telah memiliki kesamaan stratifikasi dengan pendidikan saat ini. Kesamaan itu adalah dengan diterapkannya tingkatan-tingkatan kelas tertentu (sistem klasikal) dalam proses pendidikannya. Hal ini berarti telah ada pengelolaan administrasi pendidikan yang telah rapi pada saat itu, baik yang menyangkut taraf perkembangan peserta didik, fasilitas, maupun materi yang diajarkan.

Untuk sekolah rendah, pendidikan Spanyol Islam menitikberatkan pada pendidikan agama yang meliputi : dasar-dasar agama dan sastera. Sedangkan pada taraf berikutnya meningkat pada materi pendidikan ilmu-ilmu akal, seperti matematika, farmasi, kedokteran, pelayaran, fisika, seni arsitektur, geografi, ekonomi, dan sebagainya. Serta pengembangan ilmu-ilmu naqli (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan A-Qur’an dan Hadits)

(13)

a. Metode bagi pendidikan formal.

Pada pendidikan ini, guru (dosen) duduk diatas podium. Ia memberikan materi pelajaran khususnya pendidikan tinggi dengan membacakan manuskrip-manuskrip. Setelah itu guru menerangkan secara jelas. Kemudian materi itu didiskusikan bersama. Para pelajar diberikan kebebasan untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat, bahkan diperkenankan untuk berbeda pendapat dengan statemen yang diberikan gurunya asal mereka dapat mengajukan bukti-bukti yang mendukung kebenaran pendapatnya. Kesimpulan dari diskusi tersebut kemudian mereka catat, khususnya pada materi yang terbatas buku cetakannya.

Dalam menyampaikan materi pelajaran, seorang dosen dibantu oleh seorang asisten yang bertugas untuk membantu pelajar (mahasiswa) dalam memahami materi yang dipelajarinya. Ia menggunakan tiga langkah dalam presentasinya, yaitu : menerangkan materi secara umum, agak singkat, dan secara detail. Kemudian jika masih ada yang belum mengerti, ia tidak segan-segan untuk mengulangnya kembali. Kemudian mahasiswa menghafalnya, mengulang lagi apa yang dihafalnya, dianalisis dan di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Metode pendidikan bagi pendidikan nonformal.

Model pendidikan ini menggunakan metode halaqoh. Posisi guru berada diantara para pengunjung. Guru mendiktekan sejumlah buku, dan kemudian menjelaskannya secara rinci. Diskusi seperti ini merupakan metode pengajaran yang telah membumi di Spanyol.17

3. Pendidikan Tinggi

Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam di Spanyol merupakan tonggak sejarah peradaban, kebudayaan dan pendidikan pada abad ke delapan dan akhir abad ketiga belas. Universitas Cordova berdiri megah dan menjadi ikon Spanyol , sehingga termasyhur keseluruh dunia.

Universitas ini tegak bersanding dengan Masjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidkan tinggi yang terkenal

(14)

yang setara dengan Universitas Al-Azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad. Perguruan Tinggi ini telah menjadi pilihan utama bagi generasi muda yang mencintai ilmu pengetahuan, baik dari belahan Asia, Eropa, Afrika dan belahan dunia lainnya.

Banyak yang pantas dilirik pada daerah ini, khususnya dalam bidang pendidkan. Perpustakaannya saat itu tiada tara tandingannya, yang menampung kurang lebih empat juta buku yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Buku-buku ini di konsumtifkan untuk seribu lebih mahasiswa yang sedang menuntut ilmu.

Selain itu, terdapat juga Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Pada perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedoktedran, astronomi, teologi , hukum Islam, kimia, dan lain-lain. Pada lembaga ini terdapat para pengajar yang cukup di kenal di antaranya, Yaitu Ibn Qutaibah yang dikenal sebagai ahlu tata bahasa, Abu Ali Qali yang ahli di bidang biologi. Namun, secara garis besar pada perguruan tinggi di Spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan, yaitu filsafat dan sains.18

4. Pengembangan Perpustakaan

Bagaimanapun juga, kelancaran proses pendidikan sangat tergantung dari prasarana-prasarana yang mendukung. Diantaranya adalah fasilitas perpustakaan. Untuk itulash khalifah-khalifah umayyah di Spanyol telah berupaya menyisihkan dana dari kas negara untuk membangun berbagai sarana pendukung tersebut secara intensif. Hal ini dapat dilihat dari upaya khalifah Abdurrahman III (912-961 M) membangun perpustakaan di Granada hingga mencapai 600.000 jilid buku. Upaya yang sama juga dilakukan oleh khalifah Al-Hakam II (961-976 M) tak maun kalah dengan upaya yang dirintis bapaknya. Ia juga membangun perpustakaan terbesar (greatest library) di seluruh Eropa pada masa itu dan masa-masa sesudahnya.

Ambisi untuk mendirikan perpustakaan, bukan hanya dilakukan oleh para khalifah saja. Akan tetapi, ambisi tersebut juga telah dimiliki oleh setiap masyarakat Spanyol Islam. mereka mengoleksi berbagai buku bukan untuk kepentingan dirinya saja. Akan tetapi ia wakafkan untuk dapat dimanfaatkan

(15)

oleh masyarakat umum seperti yang dilakukan oleh Abdul Murif, seorang hakim di Cordova. Ia telah mengoleksi berbagai buku-buku langka. Ia juga memperkerjakan enam orang karyawan untuk menyalin buku-buku tersebut sehingga dapat disebarluaskan pada masyarakat umum. Ia keluarkan biaya secara pribadi yang tidak sedikit untuk melaksanakan ambisinya tersebut.

Besarnya perhatian umat Islam di Spanyol dalam penyediaan sarana perpustakaan perlu rasanya diacungkan jempol dan ditiru oleh umat Islam di daerah lainnya. Ini dapat dilihat dengan berdirinya perpustakaan Khazanatul Humist-tsani di Andalusia. Perpustakaan lain yang didirikan oleh perorangan untuk dimanfaatkan secara umum, bahkan mereka berlomba-lomba untuk mendirikannya. Dengan fenomena ini tidaklah heran jika dalam waktu yang relatif singkat, pertumbuhan perpustakaan Spanyol Islam laksana jamur. Kondisi ini pula yang ikut mendukung bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Spanyol sehingga dengan sekejap telah menyulap daerah Spanyol dari negara yang kaya, makmur dan maju.19

B. Faktor Pendukung Pendidikan Islam di Andalusia

Kemajuan pola pendidikan dan ilmu pengetahuan di Andalusia tidak terlepas dari berbagai faktor pendukung. Baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal dalam hal ini adalah faktor ajaran Islam sebagai motivasi, nilai dan doktrin serta dilihat pula dari Hadits yang berkaitan dengan keutamaan menuntut dan mentransfer ilmu, semua itu merupakan faktor pendorong utama dalam memajukan pola pendidikan Islam di Andalusia,20 ini terlihat dari gairah umat

Islam dalam menyikapi dorongan tersebut. Mereka menyikapi perkembangan pendidikan bukan hanya semata-mata karena mencari kedudukan tertentu dalam pemerintahan akan tetapi tidak lebih karena tuntutan ajaran agama Islam. sedangkan faktor eksternal pendukung pola pendidikan Islam di Andalusia diantaranya :

1. Adanya dukungan dari penguasa, membuat pendidikan Islam cepat sekali majunya, kerena penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan jauh ke depan.

19Ibid, hlm. 85-86.

(16)

2. Adanya beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota di Spanyol yang sangat terkenal (Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada). 3. Banyaknya sarjana Islam yang datang dari ujung timur dan ujung barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Ini menunjukan bahwa, meskipun umat Islam terdiri dari beberapa kesatuan politik, terdapat juga apa yang disebut kesatuan budaya Islam

4. Adanya persaingan antara Abbasyiah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizamiyah di baghdad yang merupakan persaingan positif, tidak selalu dalam peperangan.21

Dari beberapa bacaan dapat disimpulkan bahwa selain dari beberapa faktor diatas pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak terhadap pendidikan, yakni dengan murahnya buku-buku bacaan atau, diberikan penghargaan yang tinggi berupa emas murni kepada penulis atau penerjemah buku, seberat buku yang di terjemahkannya. Hal menarik yang lainnya adalah, pemerintah juga memberikan kepada makanan pokok sehingga masalah pengisian kepala dan pengisian perut tidak terlalu dihiraukan lagi dan relativ murah dijangkau serta didapat oleh masyarakat.22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

21Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Kalam Mulia, 2012. Hlm. 97-98.

(17)

1. Negeri Andalusia terletak di Spanyol dan Portugal. Luas kedua negara itu sekitar 600.000 km2, atau kurang dari 2/3 luas Mesir. Semenanjung

Andalusia dipisahkan dengan Maroko oleh sebuah selat yang semenjak era penaklukan Islam kemudian dikenal sebagai Selat Gibraltar yang lebarnya sekitar 12,8 km antara Sabtah (Cueta) dan Jabal Thariq (Gibraltar). Sebelum islam datang, Andalusia dijuluki Dark Age karena negeri ini ada dalam masa-masa kebodohan dan keterbelakangan yang luar biasa.

2. Pola pendidikan Islam di Andalusia terdiri dari (1) Kuttab, yang dipelajari didalamnya ilmu fiqih, bahasa dan sastera serta sains. (2) Mendirikan lembaga pendidikan, seperti madrasah-madrasah yang tersebar di cordova, seville, toledo, dan granada. (3) Pendidikan Tinggi, seperti Universitas Cordova yang berdiri megah dan menjadi ikon Spanyol. (4) Pengembangan Perpustakaan, seperti pembangunan perpustakaan di Granada hingga mencapai 600.000 jilid buku.

3. Faktor pendukung perkembangan pola pendidikan Islam di Andalusia, diantaranya (1) Faktor internal, dalam hal ini adalah faktor ajaran Islam sebagai motivasi, nilai dan doktrin serta dilihat pula dari Hadits yang berkaitan dengan keutamaan menuntut dan mentransfer ilmu. (2) Faktor eksternal, dalam hal ini adalah adanya dukungan dari penguasa, Adanya beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota di Spanyol yang sangat terkenal, Banyaknya sarjana Islam yang datang dari ujung timur dan ujung barat dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan serta adanya persaingan dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.

(18)

As-Sirjani, Rhagib, 2013. Bangkit Dan Runtuhnya Andalusia. Terj. Muhammad Ihsan dan Abdul Rasyad Shiddiq. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Nizar, Samsul, 2011. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, 1994. Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Al-Usairy, Ahmad, 2013. Sejarah Islam sejak zaman nabi adam hingga abad XX, Jakarta: Penerbit Akbar Media.

Referensi

Dokumen terkait

Bila dikaitkan dengan hipotesis bahwa perusahaan yang go-public harusnya lebih efisien, untuk kasus BUMN hipotesis tersebut dapat diterima namun tidak untuk

Berdasarkan penelitian tentang Prevalensi Skoliosis Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas pada Sekolah Dasar Negeri Sumber

Tabel Hasil Diagnosis Pakar dan Sistem pada Pasien 16 Pakar Sistem Tingkat Penyakit Tingkat Penyakit Gejala kesehatan yang kesehatan yang gigi dan mungkin gigi dan mungkin

Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan atau memperoleh informasi dan data empiris mengenai hubungan antara pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga

Sudiyono (2002) menyebutkan terdapat enam asumsi model cobweb yang harus di penuhi, pertama harga ditentukan oleh struktur persaingan yang terjadi pada proses

 Dalam Verifikasi dan Validasi Data Individu Peserta Didik, peserta didik memiliki tugas untuk memastikan kebenaran data yang diisikan pada aplikasi Dapodik dan mengajukan

Pembimbing Skripsi saudara Mawardi , NIM: 40400112026, mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan pada Fakultas Adab dan Humaniora, setelah dengan saksama meneliti dan mengoreksi

Sedangkan hasil dari pemisahan menggunakan memban keramik menunjukkan penurna kadar logam yang signifikan dibandingkan dengan kolom filtrasi, membran yang paling