LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN
OPTIMALISASI TUGAS PENYIDIK
DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
GUNA MENGHINDARI ISU PELANGGARAN HAM
DI POLSEK LIMUN POLRES SAROLANGUN
NASKAH KARYA PERORANGAN (Studi Kasus Pembakaran Polsek Limun)
Oleh:
SANDHI WIEDYANOE N I M. 15688890
MAHASISWA STIK-PTIK ANGKATAN 68 T.A. 2015 PROGRAM PENDIDIKAN JARAK JAUH POLDA JAWA TENGAH - AKADEMI KEPOLISIAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perang Dunia II merupakan contoh nyata pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kekejaman bagi kemanusiaan serta menjadi pengalaman buruk dunia internasional atas kebebasan hakiki bersifat inhern1
yang dimiliki tiap insan manusia di muka bumi. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan suatu kesepakatan bersama masyarakat internasional yang tertuang dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM), diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi 217 A (III) pada tanggal 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris2. Teks lengkap tersebut
diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta dapat diakses melalui situsnya ini terdiri dari 30 artikel yang telah dijabarkan dalam perjanjian internasional, berisikan tentang pengakuan hak-hak dasar yang melekat pada diri tiap manusia sebagai anugerah dari Tuhan YME sedari lahir.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2011 dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013 mengatakan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai makhluk dari ciptaan Tuhan YME dan hak tersebut dibawa manusia sejak pertama kali dilahirkan sehingga hak tersebut bersifat kodrati, hak asasi ini bukan merupakan pemberian manusia atau negara. Senada dengan pemikiran masyarakat internasional diatas, Bangsa Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi penghargaan terhadap HAM seperti makna yang tertuang dalam landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila. Pancasila mengakui harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME3. Mengandung maksud dan tujuan bahwa
seluruh masyarakat Indonesia wajib menjunjung tinggi harkat dan martabat
1 In.he.ren berarti berhubungan erat (dengan); tidak dapat diceraikan; melekat. Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia.
2 Sumber: un.org
kemanusiaan serta pengakuan terhadap HAM dengan selalu mengedepankan asas keadilan dalam kehidupan bersosial. Penghargaan Negara Republik Indonesia terhadap HAM diwujudkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan membentuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI)4, adalah kementerian dalam Pemerintah
Indonesia yang membidangi urusan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Dukungan masyarakat Indonesia atas pengakuan HAM pun diwujudkan pada tahun 1993 dengan membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM5, adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia
yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai undang-undang6 yang antara lain ; 1. Memelihara
kemanan dan ketertiban masyarakat, 2. Menegakkan hukum, serta 3. Melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Fungsi dan peran Polri sesuai undang-undang dalam hal ini tentunya selalu bersinggungan dengan masyarakat. Profesionalisme Polri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab merupakan suatu keharusan atas kebutuhan masyarakat terhadap rasa aman. Pelayanan prima kepolisian adalah merupakan kewajiban bagi tiap aparat kepolisian dalam melaksanakan tugas-tugasnya mengabdi untuk masyarakat dan negara.
Tanpa terkecuali dalam proses penegakkan hukum di Indonesia, Polri kerap dituntut untuk profesional mengedepankan asas kemanusiaan dalam upaya memenuhi rasa keadilan. Dasar hukum pelaksanaan tugas penegakkan hukum oleh Polri antara lain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum yang bersifat khusus (Lex specialis derogat generali), serta Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Aturan-aturan tersebut harus selalu menjadi pedoman serta sebagai landasan operasional
4 kemenkumham.go.id 5 www.komnasham.go.id
dalam bertindak bagi tiap anggota Polri dalam melakukan upaya penyidikan terhadap dugaan tindak pidana yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Berbicara mengenai penyidikan, adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya7. Tujuan dari
penyidikan itu sendiri adalah demi memenuhi rasa keadilan ditengah-tengah masyarakat agar tercipta ketertiban sosial.
Kewenangan dalam melakukan upaya paksa8 oleh anggota Polri pada
dasarnya selalu bersinggungan dengan HAM. Upaya penegakkan hukum termasuk didalamnya merupakan upaya paksa oleh Penyidik Polri untuk merampas hak-hak serta kebebasan seseorang yang dimilikinya dinilai sah demi hukum dan tidak melanggar undang-undang bilamana dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Namun acap kali beberapa oknum aparat kepolisian mengkhianati pedoman tadi. Upaya penegakkan hukum yang tidak dilaksanakan sesuai Standart Operational Procedure (SOP) memiliki dampak besar atas terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian. Pelanggaran HAM sendiri dijelaskan menurut undang-undang adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku9. Isu-isu pelanggaran HAM
oleh aparat kepolisian itu sendiri sering dibahas diberbagai diskusi, baik dalam diskusi formil maupun informil. Banyaknya pengaduan masyarakat atas dugaan terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian seyogyanya dijadikan cerminan bagi Polri mengintropeksi serta memperbaiki diri guna menjadi Polri yang profesional dan selalu dicintai masyarakat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri menyatakan sudah mengamankan pelaku perusakan Polsek Limun, Jambi, beberapa waktu
7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, klausa pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 poin 2.
lalu. Namun, Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Budi Waseso belum memastikan berapa jumlah orang yang ditangkap dan yang menyerahkan diri.
"Mulai tadi malam sudah dilakukan penangkapan-penangkapan dan pemeriksaan terhadap pelaku," ujarnya, di Bareskrim Polri, Selasa (28/4). Budi menjelaskan, Polri juga sedang mendalami dalam prosedur penanganan terhadap tersangka oleh penyidik. Dengan pendalaman tersebut bisa diketahui apakah terdapat pelanggaran yang dilakukan penyidik dalam penanganan tersangka.
Saat ini, lanjut Budi, Tim dari Polri sedang bekerja untuk mengetahui penyebab perusakan. "Nanti tim Labfor juga kesana, identifikasi datang, Bareskrim datang, nanti kita lihat pendalamannya ya," katanya.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/04/28/nnilmw-polri-dalami-perusakan-terhadap-polsek-limun
Pemberitaan tersebut dilampirkan penulis lewat laman republika.com, menuliskan tentang dugaan adanya pelanggaran HAM oleh anggota penyidik Polsek Limun, Jambi, mengakibatkan tewasnya seorang anggota masyarakat serta berdampak pada pembakaran Polsek setempat oleh massa yang marah atas peristiwa tersebut. Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Limun, Kabupaten Sarolangun, Jambi dibakar massa pada hari Sabtu 25 April 2015 dini hari. Hasil penyelidikan cepat Polisi diketahui bahwa pembakaran itu terkait dengan penanganan kasus narkoba, dimana sebelumnya anggota Polsek dikabarkan menembak mati seseorang yang diduga merupakan pengedar narkoba. Informasi yang dihimpun menyebutkan, bahwa sebelum terjadinya pembakaran Polsek oleh massa, petugas menembak dua pelaku pengedar narkoba yang mengendarai dua unit sepeda motor. Kedua pelaku ditembak karena berusaha melarikan diri saat akan ditangkap.
dilakukan oleh anggota Polsek Limun sehingga berakibat pada kematian Edward sang terduga pelaku pengedaran Narkoba? Lalu bagaimana upaya pimpinan Polri setempat dalam menepis isu pelanggaran HAM yang dilakukan anggota Polsek tersebut? Atas dasar alasan yang cukup menarik inilah penulis mencoba membuat tulisan ilmiah yang berjudul “OPTIMALISASI TUGAS PENYIDIK DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA GUNA MENGHINDARI ISU PELANGGARAN HAM DI POLSEK LIMUN POLRES SAROLANGUN.”
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang coba dituangkan penulis di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses penegakkan hukum yang menjadi tugas dan kewenangan Polri merupakan suatu bentuk pelayanan prima kepolisian dalam memenuhi rasa keadailan ditengah-tengah masyarakat. Proses penegakkan hukum harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengikuti petunjuk dan arahan pimpinan Polri, tertuang dalam aturan resmi yang telah disahkan. Semata-mata tujuan dari berbagai landasan hukum dalam proses penegakkan hukum adalah wujud pelaksanaan tugas yang profesional sebagai upaya mencegah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat penegak hukum pada proses penanganan tindak pidana. Aturan hukum tadi juga berperan sebagai payung hukum yang melegalkan segala tindakan penyidik dalam membatasi bahkan merampas hak-hak seseorang yang diduga ada kaitannya dalam proses penegakkan hukum. Mengenyampingkan aturan hukum tadi berarti tidak melaksanakan tugas secara profesional serta mencederai rasa junjung tinggi atas asas kemanusiaan dalam memenuhi rasa keadilan, dan berdampak terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat negara penegak hukum.
Menurut Prof. Moeljatno S.H., Tindak Pidana (strafbaar feit) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut10. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu kejahatan yang diperangi oleh masyarakat internasional. Oleh karena itu penyelahgunaan serta pengedaran narkoba dapat dikategorikan sebagai
kejahatan luar biasa (Extra-Ordinary Crime)11. Penanganan serta
pemberantasan pengedaran narkoba memerlukan sinergitas antar lembaga baik sosial, hukum, maupun masyarakat, bahkan kerjasama antar negara di seluruh belahan dunia pada proses pelaksanaanya.
Edward Bin Thamrin (Alm.), seorang remaja berusia 18 tahun asal Desa Pulau Aro Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun, Jambi, merupakan tersangka kasus pengedaran narkoba. Dirinya merupakan target Daftar Pencarian Orang (DPO) Polsek Limun Polres Sarolangun atas kasus pengedaran narkoba yang dilakukannya di wilayah hukum Polsek setempat. Edward juga dikenal sebagai bandar narkoba yang sering membawa sabu dari Kecamatan Pelawan ke Desa Mounti, Kecamatan Limun. Bermula ketika pada hari Jumat 24 Maret 2015 Polsek Limun yang telah mendapatkan informasi mengenai pelaku melakukan pengintaian terhadap Edward yang ketika itu
menggunakan sepeda motor Yamaha Vixion warna putih Nomor Polisi BH 2678 QI, dan mencoba meringkusnya di desa Aro, tepatnya di sebuah warung saat yang bersangkutan hendak membeli air mineral. Mengetahui kehadiran polisi, Edward yang dibonceng temannya dengan menggunakan motor Yamaha Vixion mencoba melarikan diri. Petugas tak mau kehilangan tangkapan, mengejar Edward dan berhasil menerjangnya dari belakang. Namun karena lebih lincah akhirnya Edward kembali meloloskan diri. Akhirnya Bripka Sirait, seorang anggota Polsek Limun yang turut melakukan pengejaran terhadap pelaku memilih untuk melumpuhkan Edward dengan timah panas yang mengenai bagian belakang telinga menembus ke bagian hidung bawah Edward. Seketika pelaku terjatuh dari motor dengan luka tembak tepat di bagian kepala. Polisi sempat membawa Edward ke RSU Chatif Quzwain Sarolangun untuk mendapatkan pertolongan medis, sebelum akhirnya korban menghembuskan nafas terakhir.
Sebagian warga yang melihat aksi Polisi tersebut merasa marah, akhirnya sejumlah warga berkumpul untuk ‘memberi pelajaran’ terhadap polisi dengan membakar Mapolsek Limun dan rumah dinas Kapolsek Limun. Warga mengatakan bahwa tindakan petugas itu telah melanggar HAM. Dari informasi yang dihimpun, massa datang dengan menggunakan tiga unit truk. Massa yang marah langsung mengamuk serta membakar Polsek dan rumdin Kapolsek.
Pasca kejadian, situasi telah kembali kondusif. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Polisi Badrodin Haiti pada hari Selasa 28 Maret 2015 didampingi oleh Kepala Kepolisian Daerah Jambi Brigadir Jenderal Polisi Bambang Sudarisman menyempatkan diri hadir ke Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun, Jambi, guna melihat secara langsung kondisi Polsek Limun setelah dibakar warga. Beliau juga melakukan diskusi dengan berbagai elemen masyarakat setempat guna mencegah perkembangan aksi yang merugikan kedua pihak kedepan. Kapolri menambahkan proses pemeriksaan baik terhadap anggotanya yang menembak masyarakat maupun terhadap pelaku pembakaran Polsek tetap berlangsung.
Alangkah bijaksana bila Polri belajar dari permasalahan ini. Polri seyogyanya harus senantiasa dekat dan dicintai masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap Polri sebagai pemelihara kamtibmas, penegak hukum, serta pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dapat terlaksana bilamana terdapat hubungan komunikasi yang baik antara Polri dengan anggota masyarakat. Tentunya hal tersebut diperoleh bila tiap anggota kepolisian secara sungguh-sungguh selalu berupaya optimal dalam tiap peran dan tugasnya di tiap fungsi kepolisian untuk mengabdi pada masyarakat. Untuk itu, penulis berfokus membahas rumusan permasalahan ini pada bagaimana upaya optimalisasi tugas penyidik dalam menangani tindak pidana penyalahgunaan narkoba guna menghindari isu pelanggaran ham di Polsek Limun Polres Sarolangun.
1.3 Persoalan
Dari perumusan masalah tersebut, pokok-pokok permasalahan yang akan penulis bahas adalah :
a. Bagaimana upaya penegakkan hukum terhadap pelaku pengedaran narkoba oleh anggota Polsek Limun?
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
Penulisan Naskah Karya Perorangan ini menggunakan sebuah teori sebagai pisau analisa guna membahas permasalahan tentang upaya penegakkan hukum terhadap pelaku pengedaran narkoba oleh anggota Polsek Limun adalah sebagai berikut :
2.1.1 Teori manajemen POAC
Teori manajemen menurut George Robert Terry (Principles of Management:648) terdiri dari :
1) Perencanaan (Planning), mencakup penetapan tujuan, penegasan strategi, dan pengembangan rencana untuk mengkoordinir kegiatan. 2) Pengorganisasian (Organizing), mencakup tugas-tugas yang
dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas itu dikelompokkan, bagaimana memenuhi kepuasan masyarakat dengan menciptakan rasa aman, adil, dan pelaporan perkembangan pemeriksaan atas pelanggaran Pemilu yang dilakukan pelanggar. 3) Mengarahkan (Actuating), mencakup memotivasi bawahan,
mengarahkan orang lain, menyeleksi saluran-saluran komunikasi, dan memecahkan konflik.
4) Pengendalian (Controlling), meliputi memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan kegiatan itu sesuai dengan yang direncanakan dan mengoreksi penyimpangannya (Robbin, 2003:5)
2.2 Landasan Operasional
Beberapa peraturan perundang-undangan yang akan digunakan penulis dalam penulisan Naskah Karya Perorangan ini antara lain :
2.2.1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
penegakkan hukum.
2.2.2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Undang-Undang tersebut digunakan sebagai dasar hukum penyidikan terhadap pelaku pengedaran narkoba di Polsek Limun a.n Adward Bin Thamrin (18 tahun).
2.2.3 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
Landasan hukum ini digunakan penulis untuk meneliti tentang sejauh mana penggunaan kekuatan kepolisian dalam proses penegakkan hukum oleh pelaku pengedaran narkoba di Polsek Limun, sesuai atau tidaknya dengan aturan hukum yang berlaku tersebut.
2.2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Literatur hukum tersebut digunakan oleh penulis guna menjadi dasar pertimbangan pimpinan dalam upaya menegakkan hukum terhadap aparat kepolisian yang melakukan kesalahan prosedur dalam pelaksanaan tugas-tugas operasional maupun administratif kepolisian. 2.2.5 Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) poin 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
Ketentuan hukum tersebut dapat diterapkan bagi para pelaku pengerusakan serta pembakaran kantor Polsek Limun serta Rumah Dinas Kapolsek Limun beberapa saat lalu. Klausa pada poin 1 ayat (2) Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa para pelaku dapat dijatuhi hukuman 7 (tujuh) tahun penjara.
2.3 Fakta-fakta Kejadian
Segera setelah mendapat informasi tersebut, Unit Reskrim Polsek Limun berangkat menuju lokasi. Benar adanya ternyata pelaku sedang bersantai dengan teman-temannya di warung tersebut. Mengetahui kedatangan petugas, pelaku berupaya melarikan diri dari tangkapan petugas. Mengetahui pelaku melarikan diri, petugas berupaya mengejar pelaku yang ketika itu menggunakan motor Yamaha Vixion berwarna putih Nomor Polisi BH 2678 QI. Aksi kejar-kajaran pun terjadi antara anggota Polsek Limun dengan Pelaku.
Tak ingin buruannya lolos, seorang anggota Polsek Limun bernama Bripka Sirait, mengeluarkan senjata dan mengarahkan bidikan senjatanya kepada pelaku yang sedang mengendarai motor. Tanpa berpikir panjang, Bripka Sirait menarik pelatuk senjatanya dan mengenai pelaku tepat sasaran. Seketika pelaku jatuh tersungkur dan berhasil ditangkap serta diamankan petugas. Setelah petugas melihat kondisi pelaku, ternyata sebuah peluru berlubang di kepala serta tepat bersarang dibagian telinga bawah menembus rahang pelaku. Pelaku terkapar dan keadannya kritis. Petugas kemudian membawanya ke RSU Chatif Quzwain untuk penanganan lebih intensif terhadap lukanya. Namun naas, pelaku tidak dapat bertahan lebih lama. Dirinya tewas karena pendarahan akibat luka tembak di kepala.
Warga setempat yang sempat melihat aksi penembakan tersebut sangat geram. Mereka berkumpul dan berbondong-bondong setelah mengetahui Edward meninggal dunia akibat ditembak aparat, mengunjungi Polsek Limun meminta pertanggungjawaban petugas terhadap aksi penembakan tersebut. Massa yang telah emosi dengan membabi-buta merusak serta membakar kantor Polsek serta Rumah Dinas Kapolsek Limun. Massa menganggap bahwa tindakan petugas kepolisian tersebut adalah arogan dan semena-mena, serta menilai bahwa penembakan tersebut telah melanggar HAM. Akibat dari kejadian pembakaran tersebut, kantor Polsek Limun ludes dilalap api beserta dengan Rumah Dinas Kapolsek Limun.
meninggal dunia. Kapolres Sarolangun selaku Ankum12 anggota Bripka Sirait
segera akan memproses anggotanya tersebut dalam proses Sidang Disiplin. 2.4 Analisa-analisa Kejadian
Berikut penulis mencoba menganalisa terhadap kejadian-kejadian di Polsek Limun Polres Sarolangun, dengan penjabaran sebagai berikut :
a. Terhadap Upaya Penangkapan Pelaku Pengedaran Narkoba
Narkoba menjadi permasalahan yang amat penting dan serius dalam upaya pencegahannya bagi seluruh bangsa-bangsa diberbagai belahan dunia. Tanpa terkecuali di Indonesia, pemberantasan narkoba menjadi fokus dalam upaya pembangunan nasional. Mengapa? Karena penyalahgunaan serta peredaran narkoba dapat merusak satu generasi Bangsa Indonesia.
Polri memiliki wewenang dalam memberantas penyalahgunaan serta pengedaran narkoba di Indonesia. Hal tersebut dipayungi dengan aturan hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotoka. Dimana tersebut pada klausa bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;13
Upaya penangkapan pelaku pengedaran Narkoba atas nama Edward Bin Thamrin (18 tahun) oleh petugas Polsek Limun adalah sah demi hukum sesuai aturan dalam perundang-undangan tentang narkotika. Dalam hal ini proses penangkapan tersebut merupakan pelayanan Polsek Limun terhadap upaya menciptakan rasa aman terhadap ancaman peredaran narkoba diwilayah sekitar.
b. Terhadap Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
Penggunaan senjata api diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (Perkap No 1/2009). Pasal 5 ayat (1) Perkap No 1/2009 ini menyebutkan enam tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yang
terdiri dari:
1. Tahap I : Kekuatan yang memiliki dampak pencegahan
2. Tahap II : Perintah lisan
3. Tahap III : Kendali tangan kosong lunak
4. Tahap IV : Kendali tangan kosong keras
5. Tahap V : Kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri
6. Tahap VI : Kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat Berdasarkan penjelasan diatas, penggunaan senjata api oleh Bripka Sirait terhadap pelaku pengedar narkoba atas nama Edward Bin Thamrin (18 tahun) dianggap kurang tepat. Mengingat tidak ada situasi yang membahayakan anggota Polri yang dilakukan oleh pelaku atas aksi pelaku yang berupaua melarikan diri dari sergapan petugas.
c. Terhadap Aksi Pembakaran Polsek Limun dan Rumdin Kapolsek
Limun
Perbuatan anarkis beberapa oknum warga Kecamatan Limun yang merusak dan membakar kantor Polsek serta Rumah Dinas Kapolsek jelas-jelas dapat dipidanakan dengan menerapkan Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) poin 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Klausa dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa pelanggaran atas aksi bersama-sama tersebut dapat diancam hukuman 7 (tujuh) tahun penjara.
d. Terhadap Sidang Disiplin pada Bripka Sirait
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
a. Dari penjabaran pada Bab II tentang Pembahasan diatas, penulis berkesimpulan bahwa Bripka Sirait, seorang anggota penyidik Polsek Limun Polres Sarolangun dalam melakukan aksinya menembak Edward Bin Thamrin (Alm.) adalah tidak sesuai pada aturan serta ketentuan terhadap Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian oleh anggota Polri. Hal ini sesuai dari ketetapan yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (Perkap No 1/2009). Dimana klausa Pasal 5 ayat (1) Perkap No 1/2009 tersebut menjelaskan tata-cara anggota Polri dalam menggunakan kekuatannya. Kesalahan prosedur tadi sehingga mengakibatkan Edward, salah seorang Daftar Pencarian Orang (DPO) penyalahgunaan serta pengedar narkoba itu meninggal dunia. Atas peristiwa tersebut, perbuatan Bripka Sirait dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian.
b. Sesuai Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, terhadap pelanggaran disiplin anggota Polri atas nama Bripka Sirait dapat dilaksanakan Sidang Disiplin dan penjatuhan hukuman disiplin dan atau hukuman kode etik sesuai kebijakan Pimpinan Polri. Kepastian hukum tersebut guna menepis isu pelanggaran HAM yang timbul akibat aksi penembakan tadi sehingga menyebabkan pelaku meninggal dunia.
3.2 Saran
a. Perlunya meningkatkan keterampilan dan pendidikan kejuruan khususnya dalam hal penyidikan terhadap tiap anggota Polri baik fungsi, peran, tanggungjawab, serta wewenang tiap anggota Polri dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian agar profesional demi mewujudkan pelayanan prima kepolisian.