• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP KEJADIAN DISPLASIA SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI KABUPATEN BARRU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP KEJADIAN DISPLASIA SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI KABUPATEN BARRU"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP KEJADIAN

DISPLASIA SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM

ASETAT (IVA) DI KABUPATEN BARRU

Aminah

1

, Arman

2

, Muh.Khidri Alwi

3

1Pasca Sarjana UMI Makassar

2Pasca Sarjana UMI Makassar

3Pasca Sarjana UMI Makassar

(Alamat Korespondensi: Aminahmrm238@gmail.com/ 085343766970)

ABSTRAK

Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita diseluruh dunia. Dialami oleh lebih dari 1,4 juta perempuan diseluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk untuk menganalisis hubungan penggunaan alat kontrasepsi dengan kejadian displasia serviks melalui deteksi dini inspeksi visual asam asetat (IVA) di Kabupaten Barru.Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Barru. Dengan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study dengan populasi adalah seluruh Pasangan Usia Subur yang sudah menikah,berusia 15 sampai 49 tahun yaitu 123 responden.Tidak ada hubungan antara Pemakaian alat kontrasepsi terhadap kejadian displasia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.373), tidak ada hubungan antara umur ibu terhadap kejadian displasia serviks dcengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.249), dan ada hubungan antara usia menikah terhadap kejadian displasia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.023). dan ada hubungan antara paritas terhadap kejadian displasia serviks dcengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.008). Diharapkan Masyarakat terutama wanita agar menghindari pamaparan dan bisa terhindar dari risiko kanker serviks. Wanita yang berusia ≥ 35 tahun untuk melakukan pemeriksaan IVA untuk deteksi dini kanker serviks.

Kata kunci : Alat Kontrasepsi ,displasia serviks, pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

PENDAHULUAN

Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita diseluruh dunia. Dialami oleh lebih dari 1,4 juta perempuan diseluruh dunia (Ferlay et al,

2001). Setiap tahun, lebih dari 460.000 kasus

terjadi dan sekitar 230.000 perempuan meninggal karena penyakit tersebut (Buku Acuan KEMENKES RI, 2015).

World Health Organization (WHO) 2013,

ditemukan 528.000 kasus baru kanker serviks dan 85 % terjadi pada daerah yang kondisinya kurang berkembang. Dan 231.000 jumlah wanita yang meninggal berasal dari negara berkembang, 1 dari 10 wanita berasal dari negara maju. Sementara Amerika Serikat pada tahun 2014 didapatkan 12.360 kasus baru terinfeksi kanker serviks yang mengakibatkan terjadi 4.020 kematian akibat kanker serviks. Tingkat kematian akibat kanker serviks menurun dikarenakan pencegahan dan deteksi dini (American

Cancer Society,2014).

Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita. Kanker serviks telah

menempati urutan terbanyak kedua setelah kanker payudara. Bahkan penderita kanker serviks semakin meningkat dari tahun ketahun terutama pada negara berkembang. Kanker serviks sulit dideteksi dan begitu terdeteksi sering kali sudah berada pada stadium lanjut sehingga sulit untuk ditangani. Hal tersebut menyebabkan kanker serviks menjadi momok bagi setiap penderitanya (Sisca Nida mayrita, 2012)

Di Indonesia berdasarkan data yang diperoleh kanker leher rahim menempati urutan kedua dari kanker pada wanita. Angka estimasi insiden rate kanker leher rahim dibeberapa kota :Jakarta 100/100.000; Bali 152/100.000; Tasikmalaya 360/100.000; Sidoarjo 49/100.000 ( Buku Acuan KEMENKES RI, 2015)

(2)

(Globocan/IARC 2012). Angka ini meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker leher rahim 16 per 100.000 perempuan

(Globocan/IARC 2012). Jenis kanker tertinggi

pada pasien rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia tahun 2010 adalah kanker payudara (28,7%), disusul kanker leher rahim (12,8)(Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015)

Skrining merupakan upaya deteksi dini untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis yang belum jelas dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu. Upaya ini dapat dilakukan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesungguhnya menderita suatu kelainan. Skrining kanker serviks dilakukan dengan tes IVA.

Sampai dengan tahun 2014, program telah berjalan pada 1.986 Puskesmas di 304 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi di Indonesia. Cakupan hasil kegiatan dari 2007 sampai 2014, yaitu telah dilakukan skrining terhadap 904.099 orang (2,45%), hasil IVA positif sebanyak 44.654 orang (4,94%), suspek kanker leher rahim sebanyak 1.056 orang (1,2 per 1.000 orang) (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015)

Perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini (skrining) atau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukan adanya hasil abnormal. Tidak melakukan deteksi dini secara teratur merupakan faktor terbesar penyebab terjangkitnya kanker serviks pada seorang wanita, terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Wahyuningsih, 2014).

Kebanyakan panduan menganjurkan untuk melakukan skrining pertama dalam waktu 3 tahun pertama setelah aktif secara seksual karena ada beberapa faktor yang menjadi resiko atau secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan Human Papilloma Virus (HPV) sehingga terjadi lesi prakanker (displasia). Beberapa faktor tersebut adalah ekonomi, faktor aktivitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah pasangan seks, multiparitas, kurang menjaga kebersihan genetalia, merokok, riwayat penyakit kelamin dan penggunaan kontrasepsi hormonal jangka panjang (Dianda, 2009).

Berdasarkan data riset kesehatan tahun 2013 jumlah penderita kanker serviks di indonesia sebanyak 98.692 kasus (Pusat data dan informasi 2015). Jumlah penderita kanker serviks dari tahun ketahun mengalami fluktuasi (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Provinsi

sulawesi selatan). Pada tahun 2009 tercatat 1.011 kasus, 1.141 kasus (2010), 210 kasus (2011), 2.066 kasus (2012) dan 536 kasus (2013). Berdasarkan survailans yang merupakan laporan tahunan penyakit menular untuk kanker serviks baik rawat jalan maupun rawat inap pada tahun 2010 dan 2011 tertinggi dikabupaten enrekang sebanyak 127 kasus, dan makassar menempati urutan ketiga sebanyak 60 kasus disusul kabupaten bone sebanyak 25 kasus. Fluktuasi kanker serviks dari tahun ketahun disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan pengetahuan perempuan yang sudah menikah tentang pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks. (Yunianti, 2014).

Menurut data dari RSUD Barru didapatkan data Displasia serviks padatahun 2014 sebanyak 20 orang, tahun 2015 sebanyak 31 orang, tahun 2016 sebanyak 52 orang. Angka kejadian ini terus meningkat ditahun 2017 dengan adanya program pemerintah pelaksanaan deteksi dini displasia serviks menggunakan tes IVA di puskesmas.

Untuk pemecahan masalah tersebut diatas maka perlu dilakukan metode skrining alternative yang mampu mengenali lesi prakanker (displasia). Metode alternatif tersebut skrining inspeksi visual asam asetat (cuka) kedalam leher rahim dapat ditangani secara dini (BKKBN,2006 dan Nova, 2012).

Penelitian terkait resiko penggunaan kontrasepsi hormonal dan riwayat IMS dengan kejadian displasia serviks yang diteliti oleh Suriani (2011), antara lain menganalisis tentang kontrasepsi hormonal dengan kejadian lesi prakanker rahim menggunakan metode IVA yang dilakukan dikecamatan Payangan. Penelitian didaerah berbeda dengan metode yang sama, dilakukan triwahyuningsih tahun 2013 dijatinegara, didapatkan bahwa lama penggunaan pil kontrasepsi ≥ 4 tahun mempunyai peluang 42 kali untuk mengalami kejadian displasia serviks dibanding dengan wanita yang menggunakan pil kontrasepsi < 4 tahun (Wahyuningsih T, 2013).

Fitri D (2013), meneliti tentang pemakaian pil KB di Poliklinik Onkologi Rumah Sakit Dr sutomo Surabaya menyatakan bahwa pemakaian pil KB kombinasi tidak berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim. Lebih lanjut renee (2012), dalam penelitiannya di Nashville, Ttennessee menyatakan paparan progesteron pada kontrasepsi suntikan tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap perubahan hasil sitologi/Pap smear (Sudirtayasa, 2015).

(3)

subur dan yang telah melakukan pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) sebanyak 48 orang dan yang terdeteksi IVA positif sebanyak 2 orang, dan yang aktif menjadi akseptor keluarga berencana (KB) sebanyak 4669 orang, dan yang menggunakan kontrasepsi hormonal sebanyak 4106 yang terdiri dari pil, suntik dan implant, MOW sebanyak 140 orang, Kondom sebanyak 215 orang sedangkan yang menggunakan AKDR sebanyak 208 orang. (Data BKKBN kab Barru, 2016).

Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi dengan kejadian displasia serviks melalui pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Kabupaten Barru”

BAHAN DAN METODE

Lokasi, populasi, dan sampel

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif..Sampel dalam penelitian ini adalah semua pelaksana program di puskesmas. Sampel diambil secara Total sampling, yaitu tehnik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah 123 orang.

Pengolahan Data

a. Editing, yaitu proses dimana peneliti

melakukan klarifikasi, konsistensi dan kelengkapan data yang sudah terkumpul untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam pengisian koesioner.

b. Coding, yaitu memberikan kode tertentu

pada setiap koesioner sehingga mudah dibaca oleh mesin pengelola data.

c. Entering, yaitu memindahkan data yang

telah diubah menjadi kode kedalam mesin pengelola data.

d. Cleaning, yaitu memastikan bahwa seluruh

data yang telah dimasukkan kedalam mesin pengelolah data sesuai dengan yang sebenarnya.

Analisis data a. Analisis Univariat

Pada analisis univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi hormonal, non hormonal dan pemakaian non kontrasepsi dengan kejadian displasia serviks melalui

pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh masing-masing variabel independent yaitu penggunaan kontrasepsi hormonal, non hormonal dan non kontrasepsi dengan variabel dependent yaitu displasia serviks dengan menggunakan analisis Korelasi yang merupakan suatu analisis untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara dua variabel.

HASIL PENELITIAN

1. Univariat

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan Hasil Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Kab. Barru

Tabel 2. Distribusi Responden Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kab. Barru

Tabel 2. diketahui bahwa 92

responden (74,8%) dengan

menggunakan alaat kontrasepsi hormonal dan 31 responden (25,2%) dengan pengguna alat kontrasepsi non hormonal.

2. Bivariat

Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi dengan Hasil IVA

Tabel 3. Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi dengan Hasil Inspeksi Visual Asam Asetat di Kab. Barru

(4)

Tabel 3. diketahui bahwa 123 responden dengan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan hasil positif sebanyak 11 orang (68,8%) dan yang negatife sebanyak 81 orang (75,7%) dan penggunaan kontrasepsi non hormonal dengan hasil positif sebanyak 5 orang (31,3%) dan yang negatife sebanyak 26 orang (24,3) dengan nilai p ≥ 0,05 yaitu 0,373 ≥ 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi terhadap kejadian hasil Inspeksi Visual Asam Atetat.

PEMBAHASAN

Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi dengan Hasil Inspeksi Visual Asam Atetat

Bahwa 123 responden dari tiga puskesmas, maka terdapat penggunaan alat kontrasepsi hormonal dipuskesmas Lisu sebanyak 42 orang (79,2%), di puskesmas Pekkae sebanyak 33 orang (70,2%) dan puskesmas Padongko sebanyak 17 orang (73,9) dan penggunaan alat kontrasepsi non hormonal dipuskesmas Lisu sebanyak 11 orang (20,8%), di puskesmas Pekkae sebanyak 14 orang (29,8%) dan puskesmas Padongko sebanyak 6 orang (26,1).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil Gambaran pemakaian alat kontrasepsi responden yang mengikuti pemeriksaan IVA pemakaian alat kontrasepsi terbanyak menggunakan metode kontrasepsi efektif terpilih Metode kontrasepsi terpilih yang banyak dipilih responden yaitu KB suntik. Hasil wawancara kepada responden diketahui responden memilih memakai alat kontrasepsi suntik karena alat kontrasepsi suntik di nilai lebih efektif dan efisien dilihat dari harga, waktu dan cara penggunaan. KB suntik di nilai responden lebih efektif untuk menunda kehamilan berikutnya. Harga KB suntik yang terjangkau membuat KB ini dijadikan pilihan utama. Cara pemakaian yang mudah yakni dengan melakukan suntik di bokong dengan rentan waktu satu bulan atau tiga bulan di nilai lebih sederhana dari pada minum pil yang harus dilakukan setiap hari.

Kontrasepsi suntikan adalah pencegah kehamilan yang pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat tersebut pada wanita subur. Obat ini berisi Depo Medroxi Progesterone Acetate(DMPA). Penyuntikan dilakukan pada otot Intra Muskuler (IM) di bokong (gluteus) yang dalam atau pada pangkal lengan (deltoid) (Maryani, 2005). Efektivitas kontrasepsi suntik adalah antara 99 % dan 100 % dalam mencegah kehamilan. Tingkat kegagalan kontrasepsi suntik sangat kecil. Keefektifannya 0,1 –0,4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama pemakaian (Everett, 2007).

Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya praktis, harganya relatif murah dan aman (Mochtar, 2005).

Hasil Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suprijono yang menyebutkan penggunaan alat kontrasepsi pada respondennya yang terbanyak menggunakan KB suntik yaitu sejumlah 34 orang (28,3%) (Suprijono, 2008). Pengguna KB paling banyak memilih menggunakan suntik dengan persentase tertinggi pada kelompok perempuan usia 20-24 tahun sebesar 42,5 %. Pilihan berikutnya adalah pil dengan persentase tertinggi pada kelompok perempuan usia 35-39 tahun (Wijaya, 2010).

Dari hasil penenlitian bahwa 123 responden dengan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan hasil positif sebanyak 11 orang (68,8%) dan yang negatife sebanyak 81 orang (75,7%) dan penggunaan kontrasepsi non hormonal dengan hasil positif sebanyak 5 orang (31,3%) dan yang negatife sebanyak 26 orang (24,3) dengan nilai p ≥ 0,05 yaitu 0,373 ≥ 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi terhadap kejadian hasil Inspeksi Visual Asam Atetat. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan wanita yang melakukan pemeriksaan IVA tidak berisiko kanker serviks. Hal ini dikarenakan wanita memiliki pola hidup yang sehat. Kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat yaitu dengan makan- makanan berupa sayuran dan buah, mengurangi makanan berlemak dan berpengawet serta melakukan aktivitas fisik paling tidak 30 menit setiap hari. Karakteristik pemeriksaan IVA di menunjukkan paritas anak <3 dan frekuensi status kawin menikah satu kali tidak termasuk berisiko kanker serviks. Hasil penelitian inidukung oleh penelitian sebelumnya yang manyatakan hasil pemeriksaan IVA dengan hasil pemeriksaan negatif adalah (92.1 %) ( Ari, 2012).

(5)

akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan ( Syifanoe, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai koefisien kontingensi lebih mendekati nol, maka hubungan yang terjadi lemah.Hasil output diatas diketahui bahwa signifikansi (Approx Sig)adalah 0,406 lebih dari 0,05 maka Ho di terima, jadi tidak ada hubungan penggunaan alat kontrasepsi terhadap kejadian dispalsia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual asam Asetat.

Beberapa penemuan hasilnya tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan adanya hubungan pemakaian alat kontrasepsi dengan risiko kanker serviks. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker serviks pada wanita pekerja seks.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode kontrasepsi barier ( diafragma atau kondom ) akan menurunkan risiko kanker serviks. Hal ini dikarenakan serviks dilindungi dari kontak langsung bahan karsinogen dari cairan semen. Hampir semua spersimida mengandung surfaktan kimia aktif untuk menghentikan virus yang ditularkan secara sexual.

Adanya peningkatan risiko karsinoma serviks akibat alat kontrasepsi suntik sangat sulit karena banyaknya factor yang membingungkan, tetapi semua kontrasepsi hormon, termasuk suntik sedikit berperan dalam meningkatkan risiko karsinoma serviks (Glasier, 2006).

Peneliti tidak mendapatkan informasi mengenai lama pemakaian alat kontrasepsi yang digunakan karena sebagian penelitian menyebutkan bahwa penggunaan jangka panjang dari kontrasepsi hormonal dipercaya berhubungan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Semakin lama seseorang menggunakan kontrasepsi hormonal, semakin tinggi risiko untuk mendapatkan kanker serviks. Hormon yang terkandung pada kontrasepsi hormonal dapat mengubah kepekaan sel serviks terhadap HPV. Penelitian lain menunjukkan bahwa risiko kanker serviks semakin meningkat selama seorang wanita menggunakan kontrasepsi oral, tetapi resikonya kembali turun lagi

setelah kontrasepsi oral dihentikan. Penelitian terbaru di dapatkan hasil bahwa risiko kanker serviks adalah dua kali lipat pada wanita yang mengambil pil KB lebih dari 5 tahun, namun resiko kembali normal 10 tahun setelah mereka hentikan ( Melva, 2008 ).

Faktor risiko kanker serviks yang lain menurut karakteristik responden yaitu usia ≥35 tahun. Sebagian besar kanker banyak terjadi pada usia lanjut, risikonya meningkat dua kali lipat setelah umur 35 tahun. Meningkatnya risiko ini merupakan gabungan dari meningkat dan bertambah lamanya pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh karena bertambahnya umur ( Setyarini, 2009 ). Selain itu paparan asap rokok juga sapat menjadi faktor risiko kanker serviks. Bahan-bahan kimia yang ditemukan dalam rokok seperti nikotin setelah terhisap melalui paru-paru dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh melalui aliran darah sampai ke serviks. Penelitian meyakini bahwa bahan-bahan kimia tersebut dapat merusak DNA pada sel-sel serviks dan berkontribusi terhadap berkembangnya kanker serviks. ( Nurwijaya dkk, 2010 ).

KESIMPULAN

1. Karakteristik responden yang melakukan pemeriksaan IVA di kabupaten Barru adalah sebagian besar Usia ≥35 tahun, 2. Pemakaian alat kontrasepsi responden

yang mengikuti pemeriksaan IVA di Kabupaten Barru sebagian besar responden menggunakan metode kontrasepsi efektif terpilih.

3. Tidak ada hubungan antara Pemakaian alat kontrasepsi terhadap kejadian displasia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.373).

SARAN

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul rahman. 2010. Batasan Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam. (Online)

(akamabbas.co.id/2014/02/batas-umur-perkawinan-menurut-hukum.html, diakses tanggal 07/02/2017)

Alga, Kartiman. 2012. Batasan Usia Pernikahan dalam Undang-Undang,

(Online)(Http://www.bbc/indonesia/berita indonesia/2015/06/150618 indonesia mk nikah, Diakses tanggal 8/02/2017)

American Cancer Society. 2014. Cervical cancer causes, risk factor n prevalention topics. (Http ://wwwcancer.org/Cancer/Cervicalcencer/detailedguide/cervical-cencer-risk-faktor, diakses tanggal 08 Februari 2017)

Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta

BKKBN. 2006. Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program KB Nasional Meteri Konseling. Jakarta : BKKBN.

BKKBN. 2012. Evaluasi Program Kependudukan dan KB. Semarang : BKKBN

Gambar

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

10 İki veya daha fazla çifte bağ içeren yağ asitlerinin potasyum tuzlarıdır.Üretiminde keten tohumu, ayçiçeği, mısırözü gibi linoleik veya linoleik asit bakımından

Lebih dari itu, tingkat kepuasan pelanggan atas kualitas layanan pada suatu perguruan tinggi juga dapat dikaitkan dengan perkembangan jumlah calon mahasiswa yang masuk

Indikator ketercapaian penelitian ini adalah setidaknya 60% siswa mencapai motivasi belajar kategori tinggi (indikator yang dilakukan sebesar 66,67% atau lebih

Kisi-kisi instrumen untuk mengukur kepuasan kerja karyawan ini disajikan untuk memberikan informasi mengenai butir-butir yang akan di jadikan soal dalam melakukan

Penghantar untuk jaringan distribusi primer yang biasa digunakan adalah.. tembaga atau

Dalam melakukan implementasi aplikasi sistem pakar untuk menganalisis tinggi atau rendahnya resiko bagi perusahaan asuransi yang dijalankan dengan sistem

Dengan pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai pappasang, maka bangsa Indonesia yang sangat terbuka dengan arus globalisasi dapat menjaga etika dan moralitas