Sistem Proyeksi yang Cocok untuk Peta
Indonesia
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah yang dibimbing oleh : Julius Joko Budiarto
Disusun oleh :
Sistem Proyeksi yang Cocok untuk Peta Indonesia
1. Proyeksi Polyeder
Sebagai kelanjutan dari proyeksi Lambert, proyeksi Polyeder menerapkan kerucut sebagai bidang proyeksi.
Untuk mengatasi distorsi yang besar, maka diterapkan kerucut yang banyak, yaitu dengan cara menyinggungkan kerucut-kerucut tersebut pada paralel (garis sejajar equator) bumi yang berbeda-beda. Inilah sebabnya kenapa dikatakan sebagai Polyeder.
Besar daerah yang dipetakan dengan proyeksi Polyeder ini adalah sebesar 20’x20’ (lebar meridian dan lebar paralel). Pembagian daerah proyeksi seperti ini, dikenal dengan zona proyeksi. Untuk daerah di luar kawasan tersebut, digunakan kerucut lain yang dising-gungkan pada paralel yang berbeda.
Sistem proyeksi ini banyak digunakan oleh Belanda untuk memetakan Indonesia.
2. Proyeksi Mercator
Proyeksi peta yang diterapkan oleh Mercator untuk pertama kalinya adalah silinder normal konform di mana equator dinyatakan sebagai garis equidistant
Dalam sistem proyeksi Mercator ini, seluruh muka bumi dapat dipetakan walaupun daerah semakin jauh dari equator, baik ke utara maupun ke selatan, semakin besar pengaruh distorsinya.
Terjadi masalah terbesar pada kutub, yaitu bahwa kutub utara maupun selatan, seharusnya berupa titik, tetapi pada proyeksi Mercator menjadi suatu garis.
3. Proyeksi Transverse Mercator
Untuk daerah sekitar equator, proyeksi Mercator dapat memberikan jawaban yang lebih baik agar distorsi yang timbul mengecil. Untuk itu, proyeksi Mercator dikembangkan dalam bentuk silinder tranversal konform.
A. Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)
Pengembangan lebih lanjut dari proyeksi Transverse Mercator (TM) adalah Universal Transverse Mercator (UTM) yang berusaha menyatakan seluas mungkin daerah dalam satu lembar peta yang sama, dengan distorsi sekecil mungkin.
Untuk tujuan itu, UTM menerapkan prisip sebagai berikut :
Silinder di”tembus”kan bumi, dengan meridian potong tertentu (simetrik terhadap
meridian sentral).
Silinder ini menembus juga bumi pada paralel tertentu, baik di utara maupun di
selatan.± 81o
Lebar zona proyeksi sebesar 6o meridian.
Faktor perbesaran pada meridian sentral = 0,9996
Faktor perbesaran pada meridian batas zona (tepi) = 1,0004
Dengan demikian, UTM menggunakan lebar zona proyeksi yang cukup lebar untuk dapat memetakan daerah yang luas.
Sistem UTM (Universal Transvers Mercator ) dengan system koordinat WGS 84 sering digunakan pada pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang
membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder
Pembagian Zona Dalam Koordinat UTM
Seluruh wilayah yang ada di permukaan bumi dibagi menjadi 60 zona bujur. Zona 1 dimulai dari lautan teduh (pertemuan antara garis 180 Bujur Barat dan 180 Bujur Timur), menuju ke timur dan berakhir di tempat berawalnya zona 1. Masing-masing zona bujur memiliki lebar 6 (derajat) atau sekitar 667 kilometer. Garis lintang UTM dibagi menjadi 20 zona lintang dengan panjang masing-masing zona adalah 8 (derajat) atau sekitar 890 km. Zona lintang dimulai dari 80 LS - 72 LS diberi nama zona C dan berakhir pada zona X yang terletak pada koordinat 72 LU - 84 LU. Huruf (I) dan (O) tidak dipergunakan dalam penamaan zona lintang. Dengan demikian penamaan setiap zona UTM adalah koordinasi antara kode angka (garis bujur) dan kode huruf (garis lintang). Sebagai contoh kabupaten Garut terletak pada zona 47M dan 48M, Kabupaten Jember terletak di zona 49M.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Koordinat UTM
Berikut ini adalah beberapa kelebihan koordinat UTM :
Proyeksinya (sistem sumbu) untuk setiap zona sama dengan lebar bujur 6 .
Transformasi koordinat dari zona ke zona dapat dikerjakan dengan rumus yang sama
untuk setiap zona di seluruh dunia.
Penyimpangannya cukup kecil, antara... -40 cm/ 1000m sampai dengan 70 cm/
1000m.
Setiap zona berukuran 6 bujur X 8 lintang (kecuali pada lintang 72 LU-84 LU
memiliki ukuran 6 bujur X 12 lintang).
B. Proyeksi Transverse Mercator 3 o
Salah satu proyeksi peta sebagai pengembangan dari TM dan UTM adalah proyeksi Transverse Mercator 3o.
Sistem proyeksi ini dapat memberikan ketelitian yang lebih tinggi, karena ditujukan untuk pemetaan BPN dalam skala besar. Oleh karena itu, lebar zona proyeksi adalah 3o meridian, agar distorsi jarak tidak besar. Distorsi sudut ditiadakan, karena
menerapkan sistem proyeksi konform.
Proyeksi TM-3o , menerapkan model sebagai berikut :
Silinder di”tembus”kan bumi, dengan meridian potong tertentu (simetrik terhadap
meridian sentral).
Lebar zona proyeksi sebesar 3o meridian.
Faktor perbesaran pada meridian sentral = 0,9999
Faktor perbesaran pada meridian batas zona (tepi) = 1,0001
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, sistem koordinat nasional menggunakan sistem koordinat proyeksi Transverse Mercator Nasional dengan lebar zone 3⁰ atau disingkat TM3 . Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, sistem koordinat TM3 memiliki ketentuan – ketentuan sebagai berikut
1. Meridian sentral zone TM-3 terletak 1,5 derajat di timur dan barat meridian sentral zone UTM yang bersangkutan
2. Besaran faktor skala di meridian sentral yang digunakan dalam Zone TM-3 adalah 0,9999
3. Titik nol semu yang digunakan mempunyai koordinat (X) = 200.000 m barat dan (Y) = 1.500.000 m selatan.
4. Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah spheroid pada datum WGS-1984 dengan parameter a = 6.378.137 meter dan f = 1 / 298,25722357
6. Eksentrisitas II kuadrat (e'² ) = 0,006739497
Perbedaan/Persamaan TM3 dan UTM adalah :
TM3 memiliki lebar zona 3 Derajat, sedangkan di UTM satu zona memiliki lebar 6
Derajat.
Satu Zona UTM dibagi menjadi dua zona TM3. MisalnyaUTM Zona 50 dibagi
menjadi TM3 Zona 50.1 dan TM3 Zona 50.2
Proyeksi TM3 dan UTM sama-sama menggunakan Transverse Mercator
False Easting setiap zona di TM3 adalah 200000, sedangkan di UTM adalah 500000
False Northing setiap zona di TM3 adalah 1500000, sedangkan di UTM adalah
10000000
Central meridian di TM3 berbeda dengan UTM. Tetapi prinsipnya sama. Zona-zona
UTM dibagi dua, meridian di setiap zona yang dibagi dua tersebut otomatis menjadi Central meridian
Scale Factor di TM3 adalah 0,9999 sedangkan di UTM adalah 0,9996
Sumber
http://kaliath.blogspot.com/2013/09/sistem-proyeksi-tm3-utm.html
http://geostev.blogspot.com/2014/10/sistem-proyeksi-peta.html