• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF ini KONDISI FISIKAKIMIA DAN PEMBEBANAN SEDIMEN DI PERAIRAN DANAU MANINJAU UNTUK KELANGSUNGAN USAHA PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG | Aries | 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PDF ini KONDISI FISIKAKIMIA DAN PEMBEBANAN SEDIMEN DI PERAIRAN DANAU MANINJAU UNTUK KELANGSUNGAN USAHA PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG | Aries | 1 PB"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI FISIKA-KIMIA DAN PEMBEBANAN SEDIMEN

DI PERAIRAN DANAU MANINJAU UNTUK KELANGSUNGAN

USAHA PERIKANAN KERAMBA JARING

JURNAL

SUSI ANDRIANI ARIES

NPM. 1110018112003

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

(2)

KONDISI FISIKA-KIMIA DAN PEMBEBANAN SEDIMEN

DI PERAIRAN DANAU MANINJAU UNTUK KELANGSUNGAN

USAHA PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG

1

Susi Andriani Aries,2Hafrijal Syandri,3Suparno 1

Mahasiswa Program Pascasarjana Pengeloaan Sumber Daya Perairan, Pesisir dan Kelautan 2,3)

Dosen Program Pascasarjana Pengeloaan Sumber Daya Perairan, Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta

Abstract

The development of fish farming by cages system very rapidly in Lake Maninjau, causing goldfish and tilapia mass deaths each year, causing material losses are not small for fish farmers. Research carried out by descriptive method is surveying at the location of the research study was conducted research invitation data collection is done at two levels, namely the depth of the surface level and level depth of 15 meters. The results were obtained Maninjau Lake water quality data are analyzed by methods Storet shows water quality of Lake Maninjau classified as poor or heavy polluted. Based on the value of water quality parameters in June namely phosphorus was 45.5 ± 9.4, water transparancy was 0.83 ± 0.19 and chlorophyl-a was 123.7 ± 31.3, in December phosphorus was 68.5 ± 11.2, water transparancy was 0.9 ± 0.2 and chlorophyl-a was 70.75 ± 75.43-a average values obtained in June was 63.32 ± 4.03 and in December was 65.29 ± 0.98, then the lake Maninjau being classified as eutrophic status. Imposition of organic matter in the waters of Lake Maninjau based on the amount of feed and fish production Keramba cage (KJA) for eight years has been accumulated as much as 105,311.97 tons, with the average load per year 13163.9963 ton, and loads per day on average reaches 36 , 57 tons.

(3)

KONDISI FISIKA-KIMIA DAN PEMBEBANAN SEDIMEN

DI PERAIRAN DANAU MANINJAU UNTUK KELANGSUNGAN

USAHA PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG

1

Susi Andriani Aries,2Hafrijal Syandri,3Suparno 1

Mahasiswa Program Pascasarjana Pengeloaan Sumber Daya Perairan, Pesisir dan Kelautan 2,3)

Dosen Program Pascasarjana Pengeloaan Sumber Daya Perairan, Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta

Abstrak

Perkembangan budidaya ikan sistem jaring apung yang sangat pesat di Danau Maninjau, menyebabkan telah terjadi kematian masal ikan mas dan nila setiap tahun sehingga menimbulkan kerugian material yang tidak sedikit bagi petani ikan. Penelitian dilakukan dengan metode deskriftif yaitu melakukan survey langsung di lokasi penelitian Penelitian dilakukan penelitian dengan pengambilan data dilakukan pada dua level kedalaman yaitu level permukaan dan level kedalaman 15 meter. Hasil penelitian diperoleh data kualitas air Danau Maninjau yang dianalisis dengan metode Storet menunjukkan mutu kualitas air Danau Maninjau tergolong buruk atau cemar berat. Berdasarkan nilai parameter kualitas air pada bulan Juni yaitu phosphor 45,5±9,4, kecerahan 0,83±0,19 dan klorophyl-a 123,7±31,3, pada bulan Desember phorphor 68,5±11,2, kecerahan 0,9±0,2 dan klorophyl-a 70,75±75,43 rata-rata didapatkan nilai pada bulan Juni adalah 63,32±4,03 dan pada bulan Desember adalah 65,29±0,98, maka Danau Maninjau tergolong status eutropik sedang. Pembebanan bahan organik di perairan Danau Maninjau berdasarkan kepada jumlah pakan dan produksi ikan Keramba Jaring Apung (KJA) selama delapan tahun telah terakumulasi sebanyak 105.311,97 ton, dengan beban rataan per tahun 13.163,9963ton, dan beban per hari mencapai rata-rata36,57ton.

Kata Kunci : Fisika-kimia, pembebanan sedimen, Danau Maninjau

Pendahuluan

Danau Maninjau merupakan suatu ekosistem air yang mempunyai luas permukaan lebih kurang 9.737,50 hektar telah banyak mengalami perubahan terutama akibat dari berbagai aktivitas manusia yang terdapat di sekitarnya. Danau ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi,

(4)

jenis (Syandri., 2004; Azwir., 2010). Tak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Maninjau sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di Provinsi Sumatera Barat.

Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil dipermukaan bumi dibandingkan dengan nilai habitat laut dan daratan. Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup manusia. Ruang dan lahan di sekitar kawasan danau dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukman,prasarana jalan,saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian,rekreasi dan sebagainya (Connell dan miller,1995 diacu dalam Kumurur,2002).

Danau Maninjau terletak di Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. Danau ini terletak pada posisi 100o 08'53,84" BT–100o14'02,39" dan 0o 14'52,50"-0o,24'12,17" LS. Danau Maninjau merupakan danau tipe vulkono tektonik atau kaldera berbentuk elips yang diduga masih terdapat aktifitas vulkanik di derah tersebut ditandai dengan munculnya belerang pada waktu tertentu. Dari berbagai penelitian di Danau Maninjau memberikan indikasi bahwa telah terjadi penurunan kualitas air, khususnya pada lokasi-lokasi yang banyak terkena dampak dari kegiatan masyarakat seperti usaha perikanan dengan keramba jaring apung (KJA) yang sudah berjumlah sebanyak 13.000 unit (Syandri et al., 2005). Bahkan Trianto et al., (2011) melaporkan berjumlah 15.000 unit. Kegiatan budidaya ikan dalam jaring apung (KJA)

di perairan umum daratan (danau dan waduk) dapat menghasilkan limbah organik yang tinggi dan pada akhirnya akan menghasilkan senyawa nitrit yang tinggi pada perairan melalui proses nitrifikasi (Tjahjo et al., 2001; Tjahjo dan Purnamaningtyas., 2008; Krismono dan Kartamihardja., 2010).

Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air danau yang diambil pada waktu terjadinya kematian masal ikan mas dan nila di perairan Danau Maninjau pada tanggal 31 Desember 2007 menunjukkan bahwa nilai kelarutan oksigen (DO) telah turun pada nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 2,50 mg/l, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas. Selanjutnya nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) sebesar 15 mg/l memberikan indikasi tingginya bahan organik di dalam air. Bahan organik tersebut kemungkinan berasal dari sisa pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan budidaya (Syandri et al., 2008).

Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis parameter kualitas air (fisika,kimia) di lokasi Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Maninjau berdasarkan tingkat kedalaman permukaan dan kedalaman 15 meter; Menganalisis status tropik (kesuburan perairan) pada perairan Danau Maninjau; Menganalisis pembebanan bahan organik dan distribusinya di perairan Danau Maninjau berdasarkan kepada jumlah pakan dan produksi ikanKeramba Jaring Apung (KJA) selama 8 tahun belakangan

Metode Penelitian

(5)

2013 yang dilakukan di Danau Maninjau. Berdasarkan alat Garmin’s

GPSMAP tipe 60CSx Sensors and maps maka titik ordinat posisi lokasi penelitian adalah di Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat, ini terletak pada posisi 100o 08'53,84" BT – 100o14'02,39" dan 0o14'52,50"-0o,24'12,17" LS, elevasi 460-463 m dpl. Lokasi pengambilan sampel air dilakukan pada stasiun 1 (Sigiran), stasiun 2 (Koto Kaciak), dan stasiun 3 (Bayur) dan 4 (Tanpa KJA di Muko-muko).

Bahan yang digunakan adalah H2SO4, KI, NAOH, kertas pH, lakban, batu es, tissue. Sedangkan alat yang digunakan adalah Secchi disk untuk mengukur kecerahan, Kemmere Bottle Sampler untuk mengambil air permukaan dan kedalaman 15, Gerigen, Coolbox. Pengambilan air pada kedalaman 15 meter mengacu kepada penelitian Sulastri et al (1999) dengan tujuan untuk melihat kualitas air pada stratifikasi ke dalaman berbeda.

Pengambilan data dilakukan pada dua level kedalaman yaitu level permukaan dan level kedalaman 15 meter. Beberapa parameter kualitas air seperti pH, kecerahan dan suhu air di ukur dilapangan. Sedangkan parameter kualitas air yang lain di ukur di laboratorium. Pengamatan parameter lingkungan berpedoman kepada APHA (1989).

Hasil dan Pembahasan

Parameter kualitas perairan yang diukur dalam penelitian ini meliputi Suhu, Total Residu Terlarut (TDS), Total Residu Tersuspensi (TSS), pH, BOD5, COD, DO, N-NO3, dan N-NO2 yang berkaitan secara langsung dengan ekosistem danau. Hasil pengukuran tersebut digambarkan pada gambar berikut:

(6)

Suhu

Hasil pengukuran suhu pada lokasi penelitian di permukaan berkisar antara 27,25-28,30 °C. Berdasarkan standar baku mutu air, suhu pada kisaran tersebut termasuk suhu ideal untuk pertumbuhan planton yang terdapat pada perairan Danau Maninjau. Suhu air mempunyai pengaruh yang nyata terhadap proses pertukaran atau metabolisme makhluk hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat,suhu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen yang terlarut dalam air, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan nafsu makan ikan.

Dalam berbagai hal suhu berfungsi sebagai syarat rangsangan alam yang menentukan beberapa proses seperti migrasi, bertelur, metabolisme,dan lain sebagainya. Diperairan lokasi budidaya ikan sistem keramba mempunyai kisaran suhu antara 27-30 derjat celcius. Ikan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-32 derjat celcius,tetapi dengan perubahan suhu yang mendadak dapat membuat ikan stress.

Distribusi temperatur menurut kedalaman membentuk profil yang jelas pada lapisan epilimnion.Hal ini serupa juga di jumpai pada hasil pengamatan Boer (1993). Kondisi ini di jumpai di daerah tropis karena adanya pengaruh hujan dan angin menimbulkan percampuran lapisan perairan. Suhu suatu perairan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu daerah, curah hujan yang tinggi dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan. Suhu merupakan faktor pembatas yang akan memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan karang sehingga juga akan berdampak pada kehidupan hewan lain yang ikut berasosiasi ekosistem danau.

Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses-proses biologic dan ekologis yang terjadi di dalam air dan pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologis di dalamnya.

Total Residu Terlarut (TDS)

TDS atau kepadatan terlarut total adalah bahan-bahan yang terlarut dalam perai ran biasanya berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lainya yang tidak tersaring pada kertas saring yang berdiameter 0,45 mikron (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan pengaruh limbah dormistik dan industri.

Hasil pengukuran menunjukkan kisaran TDS pada permukaan adalah 42,65 - 37,17 mg/L, nilai tertinggi terdapat pada bulan Juni dan terendah pada bulan Desember. Sementara pada kedalaman TDS ditemukan bernilai 50,32-57,57 mg/L, nilai tertinggi terdapat pada bulan Juni dan terendah pada bulan Desember. Merujuk pada baku mutu diketahui bahwa batas maksimal TDS yang diperkenankan adalah 1000 Mg/L, sehingga dapat disimpulkan bahwa TDS di sekitar Danau Maninjau masih di bawah baku mutu yang ditetapkan baik pada bulan Juni maupun pada bulan Desember.

(7)

suatu volume air tertentu,,dengan satuan mg per liter (Sastrawijaya, 2000).

Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, tahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan anorganik dan bahan organik.

Bahan anorganik antara lain berupa liat dan butiran pasir,sedangkan bahan organik terbuat dari sisa-sisa tumbuhan padatan biologi lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Marganof,2007), dapat pula berasal dari kotoran hewan, kotoran manusia, lumpur, dan limbah industri (Sastrawijaya, 2000).

Zat padat tersuspensi pada baku mutu air kelas dua di persyaratkan maksimal 50 mg/L, kelas tiga di persyaratkan maksimal 400 mg/L. Hasil analisis laboratorium adalah 241 mg/L (Pujiastuti,2009).

Menurut Fardiaz (1992) padaran tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi dengan melalui proses fotosintesa dan nilai kekeruhan air meningkat. Konsentrasi rata-rata TSS di permukaan berkisar 7,30-21,40 mg/L dimana nilai tertinggi ditemukan pada bulan Juni dan nilai terendah pada bulan Desember.

Secara umum terlihat kandungan TSS lebih tinggi saat bulan Juni dibandingkan bulan Desember. Hal ini disebabkan pengaruh masukan dari daratan pada bulan Juni lebih besar dibandingkan saat bulan Desember. Selain itu terjadi penurunan konsentrasi TSS pada tempat yang terletak di permukaan. Permukaan merupakan tempat dengan kandungan TSS yang lebih rendah pada bulan Juni maupun Desember. Ini disebabkan permukaan terletak lebih jauh dari sungai yang

membawa bahan tersuspensi sehingga pengaruhnya lebih kecil dibandingkan kedalaman.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air dan digunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam atau basa. Nilai pH berkisar 1-14 dimana nilai pH 7 adalah batas tengah antara asam dan basa. Semakin tinggi pH suatu larutan semakin besar sifat basanya demikian sebaliknya, semakin rendah pH maka semakin asam perairan.

Tebbut (1992) menyatakan bahwa ion H+ dalam air, maka perairan semakin asam dan pH nya akan rendah. Ellis (1937) dalam Boyd (1979) menyatakan bahwa perairan dengan pH-6,5-9,0 merupakan kisaran yang paling sesuai untuk memproduksi ikan.

(8)

Pada hasil pengukuran

menunjukkan variasi pH pada

kedalaman bulan Juni dan bulan Desember tidak terlalu besar, terlihat pada gambar, pada bulan Juni pH berkisar 6-7,5. Rata-rata nilai pH pada bulan Desember sedikit lebih rendah dibanding bulan Juni. Lebih rendahnya pH pada bulan Desember karena

meningkatnya masukan material

organik dari perairan sungai sekitarnya pada saat bulan Desember. Disamping itu tingginya kandungan fitoplankton pada bulan tersebut dapat menambah

proses pembusukan sehingga

berpengaruh pada penurunan pH. Distribusi nilai pH secara vertikal menggambarkan profil dengan nilai yang semakin rendah ke arah dasar perairan. Lapisan perairan yang lebih

atas menunjukkan perairan yang

bersifat alkalis dan lapisan perairan pada bagian dalam perairan sampai dasar bersifat netral sampai sedikit asam. Sedangkan pada bulan Juni nilai rata-rata pH lebih tinggi, hal ini disebabkan karena minimnya masukan material organik dari perairan sungai sekitarnya pada saat bulan Juni.

Dari pembahasan tersebut diatas jika dibandingkan dengan baku mutu maka standar untuk perairan yang ideal adalah perairan dengan pH sebesar 6-9, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk membudidaya ikan di Danau Maninjau sebaiknya dilakukan pada bulan Juni.

B O D5

Danau Maninjau mendapat pasokan bahan organik dan aktivitas penduduk sekitamya seperti pernukiman menyebabkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk dekomposisi bahan organik juga tinggi. Berdasarkan PP no

82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendaalian Pencemaran, BOD5 yang diperkenankan 3 mg/L sehingga dapat disimpulkan perairan Danau Maninjau dilihat dari konsentrasi BOD5 masih layak untuk kehidupan biota di dalamnya. Sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Lee et al. 1978 bahwa kisaran BOD5 3-5 mg/L (Kedalaman) menandakan perairan berada dalam kondisi hampir tercemar.

BOD (Biological Oxiygen Demand) merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan.Bahan organik akan distabilkan secara biologis dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik atau anaerobik, maka jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam perairan tersebut di namakan dengan BOD (Wardhana, 2001).

Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlalut di perairan sampai pada tingkat terendah bahkan anaerob, sehingga dalam hal ini bakteri yang bersifat anaerob akan menghasilkan peran dari bakteri yang berupa aerobik dalam mengoksidasi bahan organik dengan cara oksidasi anaerobik. Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa bahan pencemar yang ada dalam perairan tersebut juga tinggi yang menunjukan semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan.

C O D

(9)

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang dapat didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003).

COD atau kebutuhan oksigen berarti menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik baik yang bisa di degrasi secara biologis maupun yang sukar di degrasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O ( Boyd,1979).

Perairan yang mempunyai nilai COD tinggi tidak di inginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.Nilai COD pada perairan tidak tercemar bisa melebihi 20 mg /L, pada perairan Tercemar bisa melebihi 200 mg/L dan perairan yang terkena limbah COD nya bisa mencapai 6000 mg/L ( Boyd,1979 ).

Nilai COD yang tinggi diduga dapat di sebabkan oleh penumpukan bahan organik yang berasal dari KJA yang padat di daerah tersebut. Oktaviana ( 2007 ) mengatakan nilai COD yang tinggi menunjukan kan dungan organik yang tinggi pada saat nilai COD yang di peroleh saat penelitian lebih besar dari pada nilai BOPS.

Menurut Marganof ( 2007 ) hal ini di sebabkan bahan organik yang dapat di uraikan secara kimia lebih besar di bandingkan penguraian biologi. Nilai COD menunjukan banyaknya oksigen yang di perlukan oleh oksidator kalium di kromat untuk mengiksidasi zat-zat organik yang terkandung di dalam air limbah menjadi karbondioksida dan uap air.

Nilai COD merupakan ukurun bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah tidak dapat dioksedasi melalui proses mikrologi dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Bakteri dapat mengoksidasi zat-zat organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi ,sehingga menghasilkan nilai COD yang lebih tinggi daripada BOD air yang sama ( Sastrawijaya,2000 ).

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi COD jauh lebih besar 30 kali lebih besar dibandingkan BOD5. Seperti dinyatakan oleh Metcalf and Eddy (1991); Effendi (2003) bahwa perbedean konsentrasi BOD5 dengan COD biasanya terjadi pada perairan tercemer karena bahan organik yang mampu diuraikan secara kimia lebih besar dibandingkan penguraian secara biologi. Sehingga diketahui bahwa secara keseluhan rata-rata COD lebih tinggi pada bulan Juni dibandingkan pada bulan Desember. Berdasarkan PP RI No. 82 (2001) tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang menyatakan bahwa batas maksimal COD yang diperkenankan untuk kegiatan perikanan adalah 25 mg/L, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa konsentrasi COD di permukaan dan kedalam sudah melebihi ambang batas, kecuali pada saat bulan Juni di permukaan.

Oksigen Terlarut (DO)

Kadar DO lebih tinggi dibandingkan standar baku mutu air. Menurut Beveridge (1987) yang diacu oleh Marganof (2007) laju konsumsi oksigen pada budidaya KJA dua kali lebih tinggi daripada laju konsumsi Oksigen perairan yang tak terdapat KJA.

(10)

angin (Marganof,2007). Kandungan oksigen terlarut menunjukan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Adanya Oksigen yang terlarut dalam air secara mutlak terutama dalam air permukaan.

Dalam hubungannya dengan pencernaan limbah pakan ikan dalam KJA dan limbah domistik, pengukuran oksigen terlarut merupakan dasar pengukuran BOD.

Berdasarkan PP 82 tahun 2001,golongan kelas II sebagai baku mutu air minimum 4 mg/L dan kelas III minimum 3 mg/L.Pengaruh hujan dan ombak memungkinkan timbulnya aerasi dan meningkatkan oksigen dalam perairan.

Distribusi kandungan DO menggambarkan profil yang semakin rendah kandungan DO arah dasar perairan. Tipe profil DO demikian

disebut tipe “clinograde” mencirikan

perairan yang subur (Goldman dan Horn,1983).Tingginya kandungan DO pada lapisan atas perairan disebabkan proses difusi oksigen dari udara dan proses fotosintesis. Adapun hasil pengukurab DO adalah sebagai berikut.

Hasil pengukuran DO di lokasi penelitian permukaan berkisar antara 6,12-7,15 mg/L, Iebih tinggi dibandingkan standar baku mutu air tawar. Kelarutan oksigen diperairan dipengaruhi oleh suhu dan dekomposisi bahan organik. Perairan yang kaya bahan organik memerlukan oksigen yang banyak untuk proses dekomposisi bahan organik tersebut.. Dalam kondisi anaerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhir adalah nutrien yang dapat menyuburkan perairan.

N i t r a t ( NO3)

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi tumbuhan dan alga. Nitrat yang terbentuk dimanfaatkan oleh tumbuhan selanjutnya tumbuhan dan hewan yang telah mati akan terurai menjadi asam amino dan sisa bahan organik. Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen yang larut dalam air. Pencemaran dan pemupukan kotoran hewan dan manusia merupakan penyebabnya kadar nitrat. Kandungan nitrogen sebagai nitrat manusia PP 82 tahun 2001 tentang. Pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.Baku mutu air kelas dua dan tiga maksimum 10 mg/L.

Konsentrasi maksimum nitrat pada zona wisata 1,05 mg/L dan minumun 0,18 mg/L pada titik input air PDAM. Jadi secara keseluruhan kualitas air pada zona karamba dan zona manfaat lainnya masih memenuhi baku mutu ( Pujiastuti, 2009).

Hasil penelitian menunjukan kandungan nitrat tertinggi pada bulan Desember di Danau Maninjau. Penguatan kandungan nitrat dikarenakan terjadinya penumpukan ilmiah lahan ikan pada budidaya sistem karamba jaring apung dan kegiatan penduduk sekitar danau maninjau.

Nilai rata-rata kandungan menurut bulan Desember lebih tinggi pada bulan Juni. Kondisi ini disebabkan meningkatnya masukan kandungan melalui erosi tanah yang disebabkan air hujan, karena nitrat memiliki sifat mudah pindah melalui erosi tanah (Goldman dan Horn,1983).

(11)

sistem KJA telah memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsentrasi nitrat di perairan.Penelitian Ginting (2011) input pakan ikan KJA mempunyai konstribusi terhadap pengkayaan nitrat (NO3) dalam badan air dengan koefisien determinasi sebesar 86%.

Pada bulan Desember nampaknya masukan nitrat kedalam perairan cukup besar dan juga diduga adanya pemanfaatan oleh fitoplankton. Kondisi ini terlihat dan distribusi kandungan klorofil yang menunjukan pola yang berlawanan dengan pola distribusi kandungan nitrat.

Hasil pengukuran kandungan nitrat di lokasi penelitian di permukaan berkisar antara 0,45-0,68 mg/L, hal ini menunjukkan bahwa kandungan nitrat di perairan di Danau Maninjau lebih rendah dibandingkan standar baku mutu air tawar 10 mg/L. Hal ini dipengaruhi oleh aliran Sungai disekitar yang membawa unsur hara muara di perairan Danau Maninjau. Sesuai dengan pernyataan Muchtar (1994) bahwa kandungan fosfat dan nitrat di suatu perairan dipengaruhi oleh aliran sungai yang membawa zat hara dan bermuara ke perairan tersebut..

N i t ri t ( NO2)

Nitrit adalah senyawa nitrogen beracun yang biasanya ditemukan dalam jumlah sangat sedikit, lebih sedikit dibandingkan nitrat. lni disebabkan sifatnya yang tidak stabil oleh keberadaan oksigen merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat den gas nitrogen (denitrifikasi). Hasil pengukuran menunjukkan kisaran nitrit pada permukaan adalah 0,08-0,12 mg/L, nilai tertinggi terdapat pada bulan Juni dan terendah pada bulan Desember. Sementara pada kedalaman nitrit

ditemukan bernilai sama yaitu 0,15 mg/L pada bulan Juni maupun pada bulan Desember. Merujuk pada PP RI No. 82 (2001), batas maksimal nitrit yang diperkenankan adalah 0,06 mg/L sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi nitrit di sekitar Danau Maninjau pada bulan Juni maupun saat bulan Desember sudah melebihi ambang batas yang diperkenankan untuk perikanan. Tingginya kadar nitrit berkaitan dengan proses nitrifikasi (proses oksidasi amonia menjadi nitrat dan nitrit).

Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan domestik dengan kadar relative karena akan segera dioksidasi menjadi nitrat (Effendi 2003). Jika dikatakan dengan konsentrasi oksigen yang rendah di permukaan, ada kemungkinan nitrit dihasilkan dari proses perombakan bahan organik yang berlangsung pada kadar oksigen rendah.

Berdasarkan data kualitas air Danau Maninjau yang dianalisis dengan metode Storet maka baku mutu kualitas air Danau Maninjau tergolong buruk atau cemar berat.

Status Tropik

Parameter status tropik yang diukur dalam penelitian ini meliputi kecerahan, Total N, Total P, dan Klorofil a yang berkaitan secara langsung dengan ekosistem danau.

(12)

seperti eceng gondok, merupakan indikasi terjadinya eutrofikasi (Chrismadha et al, 2011). Status trofik berguna untuk memonitor kualitas air (Leitao, 2012) melalui pemahaman terhadap siklus nutrien dan interaksinya dengan jejaring makanan dalam suatu ekosistem (Dodds, 2007).

Menurut standar klasifikasi tingkat tropik OECD yang dikutip Rayding dan Rast (1989) kisaran TN untuk perairan eutrofik 0,395-8,913 mg/L. Danau Maninjau diklasifikasikan perairan eutrofik ringan. Lebih lanjat Rayding dan Rast melaporkan bahwa masih belum adanya standar yang absolut untuk standar status tingkat tropik perairan. Tumpang tindih nilai kisaran parameter indikator tingkat tropik masih bisa terjadi.

Kandungan Fosfat yang diperoleh dari hasil analisa didapatkan rata-rata 0,57 mg/L. Nilai ini lebih tinggi dibanding penelitian Wibowo 2004

dengan nilai Fosfor 0,260 mg/L dan Revita et.al (2012) dengan kisaran nilai Fosfat 0,29-0,048 mg/L. Kisaran nilai ini sudah melebihi batas yang disaratkan oleh PP No.82 tahun 2001 yaitu 0,2 mg/L untuk kelas dua.

Pembebanan Sedimen

Beban organik dari limbah budidaya sistem KJA sejak tahun pertama penerapannya (2005) di Danau Maninjau sampai tahun 2012 telah terakumulasi sebanyak 105.311,97 ton, dengan beban rataan per tahun 13.163,9963 ton, dan beban per hari mencapai rata-rata 36,57 ton. Pembebanan organik ini tampak berfluktuasi sejalan dengan tingkat produksi ikannya, dan tingkat tertinggi terjadi pada tahun 2009 yang mencapai

45,04 ton per hari.

(13)

Pembebanan organik lebih besar dampaknya di Danau Maninjau dibandingkan di waduk Cirata, karena proses sedimentasinya lebih tinggi, berbeda pada waduk Gajah Mungkur jumlah beban limbah Nitrogen (N) dan Fosfor (P) yaitu Nitrogen

sebesar 81.963,51 ton per tahun dan Fosfor sebesar 28.501,71 ton ( Peni Puji Astuti,2003 ) nilai Nitrogen (N) dan Fosfor (P) lebih tinggi dari perairan Danau Maninjau.

Pada gambar 2 dapat dijelaskan dari tahun 2010 – 2012 jumlah KJA meningkat namun jumlah pakan yang diberikan berkurang, hal ini disebabkan sejak kematian massal tahun 2009 petani lebih banyak memelihara ikan nila, pada ikan nila jumlah pakan yang dibutuhkan sebayak 1,5 ton/KJA dibanding dengan ikan mas membutuhkan pakan sebanyak 3 ton/KJA.

Kadar bahan organik sedimen di perairan Danau Maninjau umumnya jauh lebih tinggi, bahkan terhadap perairan yang telah mengalami pencemaran. Tingginya akumulasi bahan organik pada sedimen akan

meningkatkan penyerapan oksigen di Hipolimnion. Menurut Cornett dan Rigler 85% konsumsi oksigen dilapisan Hipolimnion danau terjadi pada sedimen. Dengan bertambahnya beban organik, dapat diduga penyerapan oksigen oleh sedimen akan lebih dari 85%, sehingga muncul kondisi anoksik.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Data kualitas air Danau Maninjau yang dianalisis dengan metode Storet menunjukkan kualitas air Danau Maninjau tergolong buruk atau cemar berat.

Nilai parameter kualitas air yaitu phosfor, kecerahan dan klorophyl-a rata-rata didapatkan nilai pada bulan Juni (musim kemarau) adalah 63,32±4,03 dan pada bulan Desember adalah 65,29±0,98, maka berdasarkan nilai tersebut Danau Maninjau berada

(14)
(15)

DAFTAR PUSTAKA

Azwir, 2010. Kajian keanekaragaman spesies ikan di perairan Danau Maninjau Sumatera Barat. Tesis Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta Padang.

Boyd, C. E., 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Science Publishers Company. New York. 318 p

Boyd, C. E., 1979. Water Quality in WarmuraterFish Ponds Auburn Univercity Agricultural Experiment Station. Auburn Habama, USA. 358p

Boer L. 1993. Some (major) Chemical Features in Diatas, Singkarak and Ranau Lakes in Sumatera Indonesia, Tropical Limnology, Tropical Lake and Reservoir, K.H. Timotius and F. Golthen Both (Ed). Vol II 393p

Connell, D.W. and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.

Edisi ke I. Jakarta. UI Press. hal: 11-475

Chrismadha, T., G. S. Haryani, M. Fakhrudin dan P. E. Hehanussa. 2011. Aplikasi Ekohidrologi dalam Naila Zulfia dan Aisyah / BAWAL Vol. 5 (3) Desember 2013 : 189-199 198 pengelolaan danau. Prosiding Seminar

Nasional Ekohidrologi . p. 25-44

Doods, W. K., 2007. Trophic State, Eutrophication and Nutrient Criteria in Streams.

TRENDS in Ecology and Evolution Vol.22 No.12. p.

669-676. www

.sciencedirect.com. diunduh tanggal 19 Maret 2013 pukul 23.15

Effendie, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Kanius Yogyakarata 258 p.

Goldman CH & AJ Horn, 1983. Limnology, Mc Graw – Hill Book Company, New York, San Fransisco, Toranto, Sydney, Tokyo, 464p

Kumurur VA.2002. Aspek Strategis Pengelolaan Danau Tondano Secara Terpadu. J . Ekoton 2,73-80.

Lee Cd, SB Wang, CL Kuo. 1978. Benthic and fish as Biological Indicator of Water Guality With Referencess of Water Polution Control in Developing Countries, Bangkok.

Leitão, P. C., 2012. Management of The Trophic Status in Portuguese Reservoirs. 20 p.

http://swat.tamu.edu/

(16)

Diunduh tanggal 19 Maret 2013 pukul 23.05 WIB

Lukman dan Hidayat, 2002 Pembebanan dan Distribusi Bhan Organik di Waduk Cirata. Jurnal Teknologo Lingkungan , Vol. 3, No.2 Mei 2002: 129-135

Marganof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Octaviana. IS. 2007. Kajian Kualitas Air Waduk Cirata sebagai Area Budidaya Ikan Menggunakan Kolam Jaring Apung. Skripsi. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung

PSLH Unand, 1984. Studi pendahuluan ekologi Danau Singkarak dan Maninjau. Pusat Studi Lingkungan Hidup Unand Padang.

Pujiastuti, P. 2009. Deteksi Dini Dampak Berantai Budidaya Ikan KJA terhadap Nilai Manfaat WGM, Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Ryding, S. O. & W. Rast, 1989, The Control of Eutrophication of Lakes and

Reservoirs, Man and Biosphere 0 Series, UNESCO and The Partheson _ Publ, Group.,314pPage 12

Rovita, G. D, P. W. Purnomo dan P. Soedarsono. 2012. Starifikasi Vertikal

NOƒ-N

Dan PO„ -P Pada Perairan Di Sekitar Eceng Gondok ( Eichornia Crassipes Solms) Dengan Latar Belakang Penggunaan Lahan Berbeda Di Rawa Pening. Journal of Management of Aquatic Resources : 1 (1). Universitas Diponegoro. Semarang. p. 1-7

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta

Sulastri, M. Badjoeri, Y. Sudarso dan M.S. Syawal. Kondisi Fisika –

Kimia dan Biologi Perairan Danau Ranau Sumatera Selatan. Jurnal Limnotek 1999, Vol. VI, No. !, p. 25-38

Syandri, H. 2003. Keramba jaring apung dan permasalahannya di Danau Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 8 (2) : 74– 81.

Syandri, H. 2004. Penggunaan ikan Asang (Osteochilus vittatus ) dan ikan tawes (Puntius javanicus) sebagai agen hayati pembersih Danau Maninjau. Jurnal Natur Indonesia, 6 (2) : 87– 91.

(17)

Tebbutt, T. H. Y. 1992. Principles of Water Quality Control. Fourth edition. Pergamon

Press:Oxford.251p

Tjohyo,D,W,H; S,Norianah; S,R, Purnamaningtyas., 2001. Evaluasi bio-limnologi dan relung ekologi komunitas ikan untuk menentukan jenis ikan yang ditebar di Waduk Darma. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 7 (1) : 11-23.

Tjohyo,D,W,H; S,R,

Purnamaningtyas., 2008. Kajian kualitas air dalam

evaluasi pengembangan perikanan di Waduk Ir.H. Djuanda, Jawa Barat. Jurnal

Penelitian Perikanan

Indonesia, 14 (1) : 15-29.

Triyanto; D. I Hartoto; Sutrisno., A. Hamdani dan Sulastri. 2011. Potensi bisnis pengelolaan rasau modern (floating brush

park fishery) dalam

(18)

Gambar

Gambar 1. Grafik hasil pengukuran parameter kualitas air
Gambar 2. Produksi ikan, jumlah pakan dan perkiraan  limbah  organik dan KJA DanauManinjau

Referensi

Dokumen terkait

Poin peluang pada industri kecil kerajinan tenun songket/tenun ikat di Kota Pekanbaru yang memiliki skor dan bobot paling tinggi adalah adanya dukungan dari pemerintah

Jelasnya, bahwa konsep hukum dalam Alquran yang disertai sanksi, baik berupa sanksi duniawi mau pun sanksi ukrawi (neraka), adalah bertujuan untuk membatasi

informasi alat berat yang akan disewakan tersedia atau tidak tersedia harus di. informasikan terlebih dahulu ke

Hasil pengujian dengan teknik Wilcoxon Match Pairs menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku personal hygiene anak pra sekolah TK ABA

Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dalam penyusunan

Persepsi terhadap harga dan kualitas produk berpengaruh terhadap konsumen dalam memutuskan pembelian barang, dalam penelitian yang dilakukan [15] dengan Analisis

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan online yaitu untuk mengatur perbuatan yang

Beberapa pendapat menyebutkan bahwa kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama. Industri abad ke-21 akan tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas