• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendeketan dan Aliran Yang Ada Dalam Sos

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendeketan dan Aliran Yang Ada Dalam Sos"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU AJAR

SOSIOLOGI HUKUM

Kode Mata Kuliah

:

HM.101

Pengajar:

M. CHAIRUL BASRUN UMANAILO

NIPS: 137 030 233

e-mail:

chairulbasrun@gmail.com

telp: 085243025000

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS IQRA BURU

(2)

Pendekatan Dan Aliran Yang Ada Dalam Sosiologi Hukum

A. Pendahuluan

Dalam berbagai disiplin ilmu yang ada sudah barang tentu terdapat pendekatan yang

dipakai guna mencapai tujuan dari disiplin ilmu tersebut. Pendekatan dipergunakan untuk

mempermudah mengkonstruksi struktur pemahaman, dengan memperhatikan ruang lingkup

serta objek yang ingin dipahami.

Aliran Sosiologis dalam ilmu hukum – yang karena berasal dari pemikiran orang Amerika bernama Roscoe Pound yang dalam bahasa asalnya disebut The Sociological

Jurisprudence adalah suatu aliran pemikiran dalam Jurisprudence yang berkembang di

Amerika Serikat sejak tahun 1930-an.

Aliran dalam Ilmu Hukum ini disebut Sociological karena dikembangkan dari pemikiran

dasar seorang hakim bernama Oliver Wendel Holmes perintis pemikiran realisme dalam ilmu

hukum yang mengatakan bahwa sekal”pun “ukum ”tu memang benar merupakan sesuatu

yang dihasilkan lewat proses-proses yang dapat dipertanggungjawabkan menurut

imperativ-imperativ logika, namun t“e l”fe of law “as not been log”c, ”t ”s exper”ence .

Adapun yang dimaksudkan dengan experience oleh Holmes di sini tak lain adalah The

social atau mungkin pula The socio-psychological experience.

Maka dapatlah dimengerti mengapa dalam Sociological jurisprudence ini sekalipun

fokus kajian tetap dalam persoalan kaidah positif (berikut doktrin-doktrinnya yang logis untuk

mengembangkan sistem normatif hukum berikut prosedur-prosedur aplikasinya guna

kepentingan praktik profesional) faktor-faktor sosiologis lalu secara realistis (dan tak selalu

harus secara normatif-positvistik) mesti senantiasa ikut diperhatikan di dalam setiap kajian

(3)

B. Uraian Bahan Pembelajaran

Pendekatan Hukum Sebagai Nilai

Hukum sebagai perwujudan nilai-nilai mengandung arti, bahwa kehadirannya untuk

melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Eksistensi dan

kemampuan hukum lalu diukur seberapa jauh ia telah mewujudkan keadilan tersebut. Dengan

demikian, moral keadilan telah menjadi dasar untuk mensahkan kehadiran dan bekerjanya

hukum (Raharjo 2010; 66).

Dalam buku Sosiologi karangan Satjipto Raharjo (2010) dikemukakan keberatan Donald

Black, seorang Sosiolog Hukum Amerika terkemuka yang sama sekali menolak untuk

membicarakan nilai-nilai, sebab Sosiologi Hukum seharusnya konsisten sebagai ilmu tentang

fakta, jadi sesautu itu harus berdasarkan pada apa yang dapat diamati dan dikualifikasikan.

Di Amerika Serikat, moral untuk menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebebasan

”nd”v”du mela“”rkan perad”lan p”dana adversary s”stem dan apa yang d”sebut exclusionary rules . Dem” menjunjung kemerdekaan individu, maka dalam peradilan pidana fakta dan kebenaran dapat dipinggirkan oleh pertimbangan melindungi hak-hak tersangka (Raharjo

2010; 71).

Pendekatan Hukum Sebagai Institusi

Dalam Sosiologi Hukum, institusi adalah suatu sistem hubungan sosial yang

menciptakan keteraturan dengan mendefenisikan dan membagikan peran-peran yang saling

berhubungan di dalam institusi. Para pihak dalam institusi menempati dan menjalankan

perannya masing-masing, sehingga mengetahui apa yang diharapkan orang darinya dan apa

yang dapat diharapkannya dari orang lain. Institusi menjadikan usaha untuk menghadapi

tuntutan-tuntutan dasar dalam kehidupan tersebut berlangsung tertib, berkesinambungan

dan bertahan lama (enduring). keadaan yang demikian itu dimungkinkan, karena institusi

memuat peraturan, prosedur dan praksis. Institusi tersusun dari (1) nilai, (2) kaidah, (3) peran

(4)

Institusionalisasi adalah usaha untuk membuat institusi menjadi mapan. Persoalan yang

dihadapi negara berkembang pada umumnya adalah bagaimana membuat hukum itu

memiliki otoritas yang cukup agar mampu menjalankan fungsinya dengan baik (Raharjo 2010;

83-84).

Aliran-Aliran Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sosiologi Hukum

Mazhab Formalitas

Tokoh terpenting dalam mazhab ini adalah Jhon Austin (1790-1859), ia mengatakan

bahwa: hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasan tertinggi (law is

command of the lawgivers), atau dari yang memegang kedaulatan. Menurut Austin, hukum

adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur mahluk berfikir, perintah mana yang

dilakukan oleh mahluk berfikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Austin

menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup dan karena

ajarannya dinamakan Analitical Jurisprudence. Ajaran Austin kurang/tidak memberi tempat

bagi hukum yang hidup dalam masyarakat.

Austin membagi hukum dalam 2 (dua) bagian:

1. Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia

2. Hukum yang dibuat dan disusun oleh manusia, hukum ini terbagi lagi menjadi 2

(dua) bagian:

a. Hukum yang sebenarnya; hukum yang tepat disebut sebagai hukum, jenis

hukum ini disebut juga sebagai hukum positif. Hukum yang sebenarnya

mengandung: perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Hukum yang

sebenarnya terbagi 2 (dua):

Hukum yang dibuat oleh penguasa seperti undang-undang, peraturan

pemerintah dan lain-lain.

Hukum yang dibuat atau disusun oleh rakyat secara individual yang

(5)

misalnya: hak kurator terhadap badan/orang dalam kuratele atau hak wali

terhadap orang yang berada dibawah perwalian.

b. Hukum yang tidak sebenarnya; adalah bukan hukum yang merupakan hukum

yang secara langsung berasal dari penguasa, tetapi peraturan-peraturan

yang berasal dari perkumpulan-perkumpulan atau badan-badan tertentu.

Tokoh yang kedua adalah Hans Kelsen (1881), dari unsur Sosiologis berarti bahwa ajaran

Hans Kelsen tidak memberi tempat bagi hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang

didalam masyarakat. Ajaran Kelsen memandang hukum sebagai sollen yuridis semata-mata

yang sama sekali terlepas dari das sein / kenyataan sosial. Hukum merupakan sollens

kategori (seharusnya) dan bukan seins kategori (adanya): orang menaati hukum karena ia

merasa wajib untuk mentaatinya sebagai suatu kehendak negara. hukum itu tidak lain

merupakan suatu kaidah ketertiban yang menghendaki orang menaatinya sebagaimana

seharusnya.

Ajaran stufen theory berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu hierarkhis

dari hukum dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum

lainnya yang lebih tinggi adalah grundnorm atau norma dasar. Ringkasnya ajaran Kelsen ini

adalah:

o Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai

mahluk rasional.

o Hukum t”dak mempersoalkan baga”mana “ukum se“arusnya (what the law ought to be), tetap” apa “ukumnya (what the law is).

o Hukum tidak lain adalah kemauan negara, namun orang taat kepada hukum bukan

karena negara menghendakinya, tetapi karena ia merasa wajib mentaatinya sebagai

perintah negaranya.

o Bagi Kelsen Hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan dengan isi (materia).

o Suatu hukum dapat saja tidak adil, namun tetap saja merupakan hukum karena

(6)

o Keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum.

o Kelsen dipandang sebagai tokoh pencetus Teori Jenjang (Stufentheorie), yang

semula diperkenalkan oleh Adolf Merkl.

o Hukum adalah suatu sistem yang terdiri dari susunan norma berbentuk piramida.

Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih

tinggi.

o Semakin tinggi suatu norma, maka akan semakin abstrak sifatnya, sebaliknya

semakin rendah suatu norma, maka akan semakin konkrit.

Mazhab Sejarah dan Kebudayaan

Mazhab sejarah dan kebudayaan ini adalah senyatanya mempunyai pemikiran yang

bertentangan dengan mazhab formalisme. Dalam hal ini mazhab sejarah dan kebudayaan

menekankan bahwasanya hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah

dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul.

Munculnya aliran sejarah setidaknya dilatar belakangi oleh tiga hal :

1. Rasionalisme abad XVIII yang didasarkan pada hukum alam yang dipandang tidak

memperhatikan fakta sejarah.

2. Semangat revolusi Perancis yang menentang tradisi dan lebih mengutamakan

rasio.

3. Adanya larangan penafsiran oleh hakim karena undang-undang dipandang telah

dapat memecahkan semua masalah hukum.

Beberapa pemikir mazhab ini, antara lain Friedrich Karl von Savigny (1779-1861) berasala

dari jerman, tokoh ini juga ini dianggap sebagai pemuka sejarah hukum (bahkan Georges

Gurvitch menyatakan Savigny dan Puhcha adalah peletak dasar mazhab sejarah ini). Ia

berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat

(valksgeist). Yang mana semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan serta bukan

(7)

o Hukum adalah suatu produk dari kekuasaan yang tidak disadari (unconscious

force).

o Hukum beroperasi secara diam-diam di tengah masyarakat.

o Sumber utama hukum adalah adanya kesetiaan dari anggota masyarakat,

kebiasaan dan kesadaran dari anggota masyarakat.

o Di setiap masyarakat, tradisi dan kebiasaan tertentu yang secara terus menerus

dipraktekkan berkembang menjadi peraturan hukum dan diakui oleh organ-organ

negara.

Tokoh lain dalam mazhab ini adalah Sir Henry Maine (1822-1888), ia mengatakan

bahwa perkembangan hukum dari status kontrak yang sejalan dengan perkembangan

masyarakat yang mana masih sederhana kepada masyarakat yang senyatanya sudah modern

dan kompleks serta kaidah-kaidah hukum yang ada pada masyarakat sederhana secara

berangsur-angsur akan hilang dan berkembang kepada kaidah-kaidah hukum sudah modern

dan kompleks.

Mazhab ini membangun kajian-kajian adaptif atas masyarakat yang relatif bersifat

statis homogen, dengan masyarakat yang komplek (modern), dinamis dan relatif heterogen.

Sehingga sangat membantu dalam perkembangan bahkan memprediksi bangunan Sosiologi

hukum baik secara teoritis maupun secara aplikatif. Sehingga apa yang dikatakan Satjipto

Rahardjo bahwa benturan-benturan antara hukum dan negara dengan masyarakat dengan

segala budayanya yang lebih alami memang tidaklah dapat dihindari, apalgi suatu negara dan

bangsa yang sangat majemuk (seperti Indonesia), makanya agar proses hukum itu tidak

dibatasi sebagai proses hukum, melainkan sebagaimana ditegaskan Satjipto Rahardjo adalah

juga proses sosial.

Puchta adalah murid Von Savigny yang mengembangkan lebih lanjut pemikiran

gurunya. Ia berpendapat sama dengan gurunya, bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa (Volksgeist) yang bersangkutan. Hukum tersebut menurutnya dapat berbentuk:

1) Langsung berupa adat istiadat,

2) Melalui undang-undang,

(8)

Aliran Utilitarianisme

Prinsip aliran ini adalah bahwa masyarakat bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan

dan mengurangi penderitaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham

(1748-1832) yaitu:

Dalam teor”nya tentang “ukum, Bent“am menggunakan sala“ satu pr”ns”p dar” al”ran

utilitarianisme yakni bahwa manusia bertindak untul memperbanyak kebahagiaan dan

mengurang” pender”taan… set”ap keja“atan “arus d”serta” dengan hukuman-hukuman

yang sesuai dengan kejahatan tersebut. Dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan

t”dak leb”“ dar” apa yang d”perlakukan untuk mencega“ terjad”nya keja“atan .

Jeremy Bentham (1748-1832)

Berpendapat : Bahwa alam memberikan kebahagiaan dan kerusakan. Tugas Hukum

adalah memelihara kebahagiaan dan mencegah kejahatan. Menurutnya pemidanaan haruslah

bersifat spesifik untuk tiap jenis kejahatan, dan seberapa besar pidana itu boleh diberikan, hal

ini tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah timbulnya kejahatan.

Yang menjadi kelemahan teori Bentham ini adalah bahwa ukuran keadilan, kebahagiaan

dan penderitaan itu sendiri diinterpretasikan relatif berbeda antara manusia yang satu dengan

yang lainnya. Sehingga keadilan dan penderitaan tersebut tidaklah menjadi wujud yang pasti

sama bagi setiap manusia.

Tokoh lain dalam aliran ini adalah Rudolph Von Ihering (1818-1892) yang ajarannya

disebut sosial utilitarianisme. Ihering berpendapat:

… “ukum sebaga” sarana untuk mengendal”kan ”nd”v”du-individu agar tujuannya sesuai

dengan tujuan masyarakat d”mana merela menjad” warganya… “ukum juga merupakan

(9)

Rudolf Von Jhering (1818-1892)

Jhering mengajarkan tentang utilitarian sosial. Mulanya ia penganut paham sejarah

(yang dikembangkan oleh Savigny). Namun pada akhirnya ia justru menentang pendapat dari

Savigny. Menurut Savigny hukum Romawi adalah pernyataan dari jiwa bangsa Romawi, dan

oleh karena itu ia adalah hukum nasional (Romawi). Hal inilah yang dibantah oleh Jhering,

Jhering mengatakan seperti dalam hidup sebagai perkembangan biologis, senantiasa

terdapat asimilasi dari unsur-unsur yang mempengaruhinya.

Demikian pula dalam bidang kebudayaan. Hukum Romawi pada hakekatnya juga

mengalami hal ini. Suatu barang tentu lapisan tertua hukum Romawi adalah bersifat nasionalis

tetapi pada tingkat-tingkat perkembangan berikutnya hukum itu makin mendapat ciri

universal.

Lebih lanjut Jhering mengatakan bahwa hukum Romawi dapat menjadi dasar hukum

Jerman bukan karena hukum Romawi bersifat nasional, akan tetapi justru karena hukum

Romawi dalam perkembangannya sudah berhadapan dengan aturan hidup lain, sehingga

hukum tersebut lebih bersifat universal daripada nasional (Darmodiharjo, 1999: 112-116).

John Stuart Mill (1806-1873)

Pemikirannya dipengaruhi oleh pertimbangan psikologi. Ia menyatakan bahwa tujuan

manusia mencari kebahagiaan. Yang ingin dicapai manusia bukanlah benda atau sesuatu hal

tertentu, tetapi kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya. Ia dalam pemikirannya menjelaskan

hubungan antara keadilan, kegunaan, kapentingan individu dan kepentingan umum.

Aliran Sociological Jurisprudence

Ajaran-ajaran aliaran Sociological Juriprudence berkembang dan menjadi popular di

Amerika Serikat terutama atas jasa Roscoe Pound (1870-1964). Roscoe berpendapat, bahwa

hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan tugas dari ilmu hukum untuk

mengembangkan suatu kerangka yang mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi

(10)

Pound menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (Law in Action)

yang dibedakannya dengan hukum tertulis (Law in The Books). Pembedaan ini dapat

diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum subtansif maupun hukum ajektif.

Ajarannya tersebut menonjolkan masalah, apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan

pol-pola perikelakuan. Ajarannya tersebut dapat diperluas lagi sehingga mencakup masalah

keputusan-keputusan pengadilan serta pelaksanaannya dan juga antara isi suatu peraturan

dengan efek-efeknya yang nyata.

Baik Sosiological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum mempunyai pokok perhatian yang

sama. Pound mengakui bahwa hukum hanyalah merupakan salah satu alat pengendalian

sosial, bahkan hukum selalu menghadapi tantangan dari pertentangan-pertentangan.

G. W Paton lebih suka menggunakan istilah metode fungsional untuk menggantikan

istilah Sociological Jurisprudence. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kerancuan

antara Sociological Jurisprudence dengan Sos”olog” Hukum (Sociology of law). Menurut Lily Rasjidi, ada perbedaan antara keduanya, Sosiologi Hukum memandang hukum sebagai gejala

soaial belaka, dengan pendekatan dari masyarakat ke hukum, untuk Sosiological

Jurisprudence mendekati hubungan hukum dengan masyarakat, mulai dari hukum ke

masyarakat (Rasjidi, 1993:84). Pelopor aliran Sosiological Juriprudence adalah Eugen Ehrlich

dan Roscoe Pound.

Eugen Ehrlich (1862-1922)

Ia melihat adanya perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang

hidup dalam masyarakat di pihak yang lain. Titik pusat perkembangan hukum tidak terletak

pada undang-undang, putusan hukum atau ilmu hukum, tetapi pada masyarakat itu sendiri.

Menurutnya hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau

(11)

Aliran Realisme Hukum

Aliran ini diprakarsai oleh Karl Liewellyn (1893-1962), Jereme Frank (1889-1957)

dan Justice Oliver Wendell Halmes (1841-1935) ketiga orang tersebut berasal dari Amerika.

Konsep mereka sangat radikal tentang proses peradilan, dikatakannya bahwa hakim-hakim

tidaklah hanya menentukan hukuman, tetapi bahkan membentuk hukum. Seorang hakim

selalu harus memilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip mana yang dipakai dalam

menentukan pemeriksaan di pengadilan dan pihak-pihak mana yang akan menang dalam

suatu perkara. Sering kali suatu keputusan hakim telah mendahului penggunaan

prinsip-prinsip hukum yang formal. Kemudian konsep keadilan dirasinalisasikan di dalam suatu

pendapat tertulis.

Aliran realisme hukum sangat memperhatikan tentang konsep keadilan, namun secara

ilmiah mereka menyadari bahwa keadilan, atau hukum yang adil itu sendiri paling tidak sangat

sulit ditentukan kalau tidak dikatakan tak bisa ditetapkan. Sementara itu tugas hukum tidak

lebih hanyalah proses dugaan bahwa apabila seseorang berbuat dan atau tidak berbuat

sesuatu, maka dia akan menerima derita sebagai sanksi dan atau sebaliknya sesuai dengan

proses keputusan yang ditetapkan.

- Essensi hukum ada pada penerapannya, yang terdapat dalam putusan-putusan

pengadilan.

- Keputusan-keputusan hakim sebagai essensi hukum diputuskan dan dilaksanakan

sesuai kebutuhan masyarakat.

- Hakim harus mendasarkan putusan-putusannya pada akar dari hukum itu sendiri,

yaitu yang berada di dalam kebutuhan masyarakat itu sendiri (in social need).

John Chipman Gray (1839-1915)

Gray adalah salah seorang penganut Realisme hukum di Amerika. Semboyannya

terkenal: All the law is judgemade law. Ia menyatakan di samping logika sebagai unsur

undang-undang, maka unsur kepribadian, prasangka dan faktor-faktor lain yang tidak logis

(12)

Oliver Wendell Holmes Jr. (1841-1935)

Holmes memandang apa yang dilakukan oleh pengadilan (hakim) itulah yang disebut

dengan hukum. Holmes juga menyatakan: Di samping norma-norma hukum bersama

tafsirannya, moralitas hidup dan kepentingan-kepentingan sosial ikut menentukan keputusan

para hakim.

Axel Hagerstorm (1868-1939)

Axel adalah tokoh Realisme Hukum Skandinavia. Pemikirannya tentang (realisme)

hukum dapat dilihat dari pendapatnya tentang bagaimana rakyat Romawi mentaati hukum.

Menurutnya, rakyat Romawi mentaati hukum secara Irrasional, yaitu hukum yang bersumber

dari Tuhan.

C. Penutup

Sosiologi Hukum adalah disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang saat sekarang ini.

Pada prinsipnya, sosiologi hukum (Sociology Of Law) merupakan derivatif atau cabang dari

Ilmu Sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum. Ada studi tentang hukum yang berkenaan

dengan masyarakat yang merupakan cabang dari ilmu hukum, tetapi tidak disebut sebagai

Sosiologi Hukum, melainkan disebut sebagai Sociological Jurispudence.

Aliran Sosiologi Hukum yang melihat hukum sebaliknya bahwa hukum tidak bisa lepas

dari kehidupan masyarakat, kedua-duanya adalah saling menguatkan ketika proses

pembuatan maupun ketika diberlakukan. Sehingga muncul istilah hukum yang sesuai dengan

hukum yang hidup ditengah masyarakat.

Studi hukum dalam perspektif ilmu sosial merupakan sebuah ikhtiar melakukan

konstruksi hukum yang didasarkan pada fenomena sosial yang ada. Perilaku masyarakat yang

dikaji adalah perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi

ini muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan

perundang-undangan positif dan bisa pula dilihat perilaku masyarakat sebagai bentuk aksi

(13)

Ilmu-ilmu sosial yang masuk ke dalam studi hukum perspektif sosiologis tergolong

sebagai ilmu hukum (dalam arti luas). Ilmu hukum pun dibagi ke dalam 2 kelompok yakni:

ilmu hukum normatif, yang juga popular disebut sebagai dogmatika hukum dan ilmu hukum

empirik. Kelompok disiplin ilmu yang masuk ke dalam socio-legal studies, masuk ke dalam

kelompok ilmu hukum empirik.

Dalam konsepsi Meuwissen, ilmu hukum atau dogmatika hukum adalah disiplin hukum

yang paling rendah tingkat abstraksinya. Sedangkan filsafat hukum adalah disiplin hukum

yang tingkat abstraksinya paling tinggi. Di tengah-tengah ilmu hukum dan filsafat hukum

terdapat teori hukum (Jurisprudence).

Penggolongan yang dirumuskan oleh Meuwissen tentulah bertetangan dengan

pendapat yang mengatakan bahwa hampir semua disiplin ilmu yang masuk ke dalam studi

hukum perspektif sosiologis adalah anak dari induknya yang nota bene adalah ilmu sosial.

Sosiologi Hukum adalah anak dari Ilmu Sosiologi. Antropologi Hukum adalah anak dari

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Diperoleh hasil bahwa umur kawin pertama tidak berhubungan secara signifikan dengan fertilitas remaja (p>0,05). Kesimpulan: Asas temporalitas pada

Dari hasil analisis keragaman blok, jenis dan interaksi antara jenis dan mutu bibit telah menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi (riap tinggi) setelah satu

Antibodi terhadap MG yang dideteksi secara serogis dengan pengujian yang berbeda, yaitu dengan RSA, kit ELISA komersial, dan iELISA pada ayam dengan status, kondisi dan jenis

Pada tahap implementasi Aplikasi Barbershop Berbasis Android, ditentukan batasan agar sesuai dengan hasil analisis dan perancangan perangkat lunak yang akan

Pasal 4 menyatakan “ Setiap orang berhak atas kesehatan”.Rumah Sakit menjamin perlindungan hukum bagi dokter, tenaga kesehatan agar tidak menimbulkan kesalahan

Perancangan awal film dokumenter ini didasari dengan pemberitaan media di Indonesia. Penulis berusaha untuk mencari tema atau topik pembahasan yang tidak sering

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intellectual capital terhadap kinerja penjualan melalui inovasi produk sebagai variabel intervening pada UKM

Bahkan keadaan penduduk yang paling miskin dikota barangkali jauh lebih baik daripada lapisan berpendapatan rendah dipedesaan (Manning, 2001). Memang sulit dirumuskan