107
FLUIDA
I. IDENTITAS
Mata kuliah : Fisika Umum
Program Studi : Fisika/Pendidikan Fisika Jurusan : Fisika
Fakultas : MIPA
Dosen : Tim Fisika Umum
SKS : 4 sks
Kode : FMA 019
Minggu ke : 9 dan 10
II. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mengaplikasikan konsep dasar tentang fluida pada persoalan fisika sederhana III. MATERI
A. Pendahuluan
Fluida atau biasa juga disebut zat alir adalah bahan yang dapat mengalir, yaitu zat cair dan gas. Meskipun sama-sama zat alir, zat cair dan gas mempunyai sifat yang berbeda, misalnya gas mudah dimampatkan, sedangkan zat cair sulit sekali untuk dimampatkan. Selain itu zat cair mempunyai volume tertentu dan bentuknya ditentukan oleh bejana di mana ia ditempatkan, sedangkan gas akan mengisi seluruh ruangan tempatnya, bagaimanapun besarnya bejana itu. Perbedaan sifat gas dan zat cair ini, terutama disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul-molekul gas jauh lebih kecil daripada gaya kohesi pada zat cair, yang memungkinkan gas punya kecendrungan lebih bebas bila dibandingkan dengan zat cair. Zat alir juga mempunyai kekentalan (viskositas) yang berbeda-beda, yang dapat diartikan secara kualitatif mempunyai kesanggupan untuk mengalir yang berbeda-beda. Gas mempunyai kekentalan yang sangat kecil sekali, sedangkan zat cair seperti air, alkohol dan minyak tanah mempunyai kekentalan lebih kecil dari gliserin atau minyak solar.
108 B. Hidrostatika
Jika dalam dinamika partikel, gaya adalah merupakan unsur utama, maka di dalam fluida, tekanan mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk selanjutnya akan dibahas bagaimana peranan tekanan jika dihubungkan dengan sifat-sifat fluida yang berada dalam keadaan diam.
1. Tekanan di dalam fluida
Tekanan p di suatu titik pada fluida didefenisikan sebagai perbandingan dari gaya normal dF pada sebuah elemen permukaan dA yang mengandung titik tersebut, jadi :
p =
dA dF
atau dF = p dA……… (7-1) Dalam bentuk lain, persamaan di atas dapat ditulis :
p =
A F
atau F = p A
Ini berarti, bahwa tekanan di semua titik pada bidang seluas A adalah sama besar.
Berikut ini akan kita lihat hubungan antara tekanan p di suatu titik dalam suatu fluida dalam medan gravitasi. Jika suatu fluida berada dalam keadaan setimbang, maka setiap bagian dari fluida berada dalam keadaan setimbang, sebagai contoh marilah kita amati suatu elemen volume di dalam suatu fluida yang berbentuk piringan setebal dy, seperti terlihat di dalam gambar 1.
p + dp (p +dp ) A
dy
y tebal = dy
pA dw
x
(a) (b)
Gambar (7-1). Gaya-gaya terhadap elemen fluida
Elemen fluida ini terletak pada jarak y di atas suatu permukaan acuan, sedangkan permukaannya mempunyai luas A. Jika rapat massa fluida adalah ρ, maka massa elemen volume ini adalah :
m = ρ dV = ρA dy ……….….(7-2)
109 Σ F horizontal = 0 , dan Σ Fvertikal = 0
Gaya ke atas yang bekerja pada permukaan bawah elemen volume ini adalah pA, yang diberikan oleh fluida bagian bawah, sedangkan permukaan atasnya memperoleh gaya sebesar ( p +dp )A. Gaya gravitasi atau berat elemen volume itu adalah dw = g A dy, yang arahnya ke bawah. Karena Σ Fvertikal = 0, maka:
pA – ( p + dp ) A - ρg A dy = 0
dp = - ρ g dy
atau
dy dp
= - ρ g ………………..………….. (7-3) Karena ρ dan g kedua-duanya selalu berharga positif, maka untuk dy yang positif (kenaikan ketinggian) terdapat dp yang negatif ( penurunan tekanan). Ini berarti bahwa makin tinggi letak suatu titik dari suatu permukaan yang dijadikan acuan, maka tekanan di titik itu makin kecil atau makin rendah. Jika y = y1, tekanan p = p1, dan pada y = y2,
tekanannya p =p2, maka :
2 1p p
dp =
21
y y
dy g
atau p2–p1 =- ρ g (y2 - y1 )………..…. ……...(7-4)
Selanjutnya persamaan di atas diterapkan pada sebuah bejana terbuka, seperti diperlihatkan pada gambar 2.
p2 = pa
h = y2–y1
y2
y1
Gambar (7- 2). Zat cair dalam bejana terbuka.
Titik 1 adalah suatu titik dalam fluida yang tingginya y1 dari dasar bejana. Titik 2 berada
pada permukaan fluida yang berbatasan dengan udara, sehingga :
p2 = pa = p = tekanan atmosfir.
Menurut persamaan (7-4) diperoleh;
110
Dari persamaan di atas terlihat bahwa tekanan p tidaklah tergantung pada bentuk bejana, hanya tergantung pada kedalaman h saja. Tekanan ρ g h ini disebut tekanan hidrostatik.
Untuk gas, massa jenis ρ mempunyai harga yang relatif kecil, sehingga beda tekanan pada beda ketinggian yang tidak terlalu besar, sangat kecil. Ini berarti, dalam suatu ruangan berisi gas, tekanan dapat dianggap sama di mana-mana, sedangkan untuk y2 – y1 atau h cukup besar, hal ini tidak berlaku lagi, karena perubahan tekanan cukup besar, sehingga tidak bisa diabaikan. Kenyataan ini bisa dicontohkan dengan tekanan udara pada ketinggian tertentu di atas permukaan laut. Telah kita ketahui bahwa rapat massa udara berubah menurut ketinggian, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
(ρo dan po adalah rapat massa dan tekanan udara di permukaan laut). Selanjutnya menurut persamaan (3) diperoleh:
Jika persamaan ini di integrasikan untuk p0 = p pada y =0, maka diperoleh;
111 -0,116 y
0 e
p p
( y dinyatakan dalam kilometer).
Jika diketahui tekanan di permukaan laut adalah 76 cmHg atau 1 atmosfir (1 atm), maka tekanan di suatu tempat dengan ketinggian 5 km di atas permukaan laut adalah;
p = 76 -0,116.x5 e
p = 42,55 atm
Pada zat cair persamaan (5) memperlihatkan hubungan antara tekanan pada dua titik sembarang di dalam zat cair, tidak peduli bentuk wadah dimana zat cair itu ditempatkan.
A A
y2 ρ,
y2 y2
B y1B ρ
y1
(a) (b)
Gambar (7-3). Zat cair dalam pipa U
Gambar (7-3)a memperlihatkan zat cair homogen dengan rapat massa ρ berada dalam pipa U. Beda tekanan antara titik A dan titik B ditentukan oleh perbedaan tinggi kedua titik tersebut, sesuai dengan persamaan :
pB = pA + ρg (y2– y1 )
Gambar (7-3) b menunjukkan bahwa pipa U berisi dua jenis zat cair yaitu pada kaki sebelah kiri dengan rapat massa ρ dan ρ’ , sedangkan kaki kanan hanya diisi zat cair homogen dengan rapat massa ρ. Hubungan antara tekanan di titik A dan B dapat ditunjukkan oleh persamaan :
pB = pA + ρg y1 + ρ’ g (y2– y1 )
Persamaan ini dapat dikembangkan sedemikian rupa, tergantung jenis zat cair yang mengisi bejana, dengan catatan, bahwa titik yang berada pada ketinggian yang sama akan mempunyai tekanan yang sama.
112 a. Manometer terbuka
po
p h
x
Gambar (7-4). Manometer Terbuka
Alat ini berupa tabung U yang berisi zat cair, dengan salah satu ujungnya terbuka, sedangkan ujung yang lainnya dihubungkan dengan ruang atau bejana yang lain yang akan diukur tekanannya. Titik terendah tabung U dianggap sebagai dasar kedua kaki tabung U. Tekanan di kaki kiri, sama degan di kaki kanan, maka :
p + ρg x = p0 + ρ g (x + h)
atau p = p0 + ρg h
dimana p adalah tekanan dalam ruang yang dihubungkan dengan kaki kiri manometer. b. Manometer tertutup
Berbeda halnya dengan manometer terbuka, maka kaki kanan pipa U pada manometer ini tertutup dan hampa udara, sehingga tekanan di bagian atas kaki ini sama dengan nol. Alat ini lebih sering digunakan untuk mengukur tekanan udara dengan menggunakan air raksa sebagai zat cairnya, seperti digambarkan pada gambar 5. Alat ini sering juga disebut barometer air raksa.
ruang hampa
p h
113 Menurut persamaan hidrostatika, dapat dituliskan bahwa:
p0 = ρ g h
di sini p0 adalah tekanan udara, sedangkan h adalah beda tinggi permukaan pada kedua
kaki barometer. Karena tekanan berbanding langsung dengan h, sudah lazim untuk menyatakan tekanan udara dengan satuan cmHg (sentimeter air raksa), meskipun sebenarnya cmHg bukanlah satuan tekanan, karena tekanan ialah perbandingan antara gaya dengan luas bidang.
Jika tinggi kolom air raksa pada suatu saat 76 cm, maka dikatakan tekanan udara 76 cmHg atau disebut satu atmosfir. Ini berarti bahwa tekanan udara saat itu :
p0 = ρ g h
p0 = 13,6 g cm-3 .( 980 cm s-2 ).( 76 cm)
atau,
p0 = 1.013.000 dyne/cm2
dalam sistem SI dapat ditulis;
p0= 1,013 . 105 Nm-2
Tekanan yang besarnya tepat sejuta dyne per sentimeter persegi disebut satu bar, sedangkan tekanan seperseribu bar disebut satu milibar.
2. Hukum Pascal dan Hukum Archimedes
Telah diketahui jika suatu zat cair berada dalam keadaan diam, beda tekanan antara dua titik hanya tergantung pada beda ketinggian kedua titik tersebut dan rapat massa. Jadi bila tekanan di suatu titik ditambah, maka tekanan pada semua titik, akan mendapat tambahan yang sama asalkan rapat massa tidak berubah. Di samping tekanan yang disebabkan oleh beratnya sendiri, maka pada zat cair dapat dilakukan tekanan oleh gaya luar, misalnya dengan cara menutup permukaannya dengan torak dan didorong ke bawah. Hal ini dapat mengakibatkan tambahan tekanan yang sama untuk setiap titik yang mempunyai ketinggian yang sama.
Gejala ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Blaise Pascal
(1623-1662), dan dikenal dengan hukum Pascal, yang dinyatakan sebagai berikut:
“Tekanan yang dilakukan terhadap zat cair yang tertutup diteruskan ke setiap
bagian dari zat cair dan dinding tempat zat cair itu tanpa mengalami perubahan
nilai”.
114 Jika suatu fluida bersifat tidak dapat dimampatkan, maka suatu perubahan tekanan pada suatu bagian akan diteruskan pada saat itu juga ke bagian-bagian yang lainnya, sedangkan dalam fluida yang dapat dimampatkan, perubahan tekanan dari suatu bagian ke bagian lain dari fluida diteruskan dalam bentuk gelombang dengan cepat rambat yang sama dengan cepat rambat bunyi.
Jika gangguan perubahan tekanan ini berakhir, dan keseimbangan tercapai lagi, ternyata hukum Pascal akan tetap berlaku. Khusus untuk fluida kompresibel (termampatkan), perubahan tekanan ini juga menyebabkan perubahan temperatur.
Akibat lain dari hukum-hukum statika fluida adalah suatu gejala yang diamati pada fluida yang dikenal dengan hukum Archimedes. Gejala ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Fy
w
Gambar (7-6). Azas Archimedes. Gaya ke atas Fy sama besar dengan berat fluida yang dipindahkan
Jika kita amati bagian fluida pada Gambar (7-6) di atas, bagian ini akan memperoleh gaya dari fluida di sekitarnya baik dari samping kiri dan kanan maupun dari atas dan bawah. Di samping gaya-gaya tersebut, bagian ini juga mengalami gaya akibat gaya beratnya sendiri yaitu w. Agar bagian ini berada dalam keadaan seimbang (diam) , maka resultan gaya-gaya yang diberikan fluida sekitarnya, haruslah mempunyai arah ke atas, yang besarnya sama dengan w. Gaya ini disebut gaya ke atas atau gaya apung. Andaikan bagian fluida tersebut dipindahkan dan diganti dengan benda lain, maka gaya apung ini tetap bekerja, yang besarnya tetap sama dengan berat zat cair yang dipindahkan. Hukum ini disebut hukum Archimedes yang dinyatakan sebagai berikut;
“Setiap benda yang direndam seluruhnya atau sebagian di dalam fluida
mendapat gaya apung berarah ke atas, yang besarnya sama dengan berat fluida yang
dipindahkan oleh benda ini”.
115 dijelaskan dengan hukum-hukum dasar mekanika. Dari hukum tersebut dikenal istilah-istilah mengapung, melayang dan tenggelam.
Contoh soal
1). Berapa bagian dari volume seluruhnya dari sebuah gunung es yang terbuka ke udara, jika diketahui massa jenis es = 0,98 g cm-3 dan massa jenis air laut = 1,03 g cm-3 . Penyelesaian;
Keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut;
B
w
Gambar (7-7). Es mengapung di permukaan laut
Gaya berat seluruh gunung es adalah;
w = ρes Ves g
Gaya ke atas yang diberikan oleh bagian yang terbenam (V’es) adalah ;
B = ρair laut V’es g
Dalam keadaan setimbang diperoleh;
B = w ρair laut V’es g = ρes Ves g Selanjutnya diperoleh;
laut es
'
V V
air es es
0,89
Ini berarti bagian yang terbenam dari gunung es adalah 0,89 bagian, atau 89 % dari volume seluruhnya, sehingga bagian yang menonjol dari permukaan air laut hanya sekitar 0,11 bagian atau 11 %.
C. Tegangan Permukaan
116 archimedes. Namun bila ditinjau lebih lanjut, gaya apung yang diramalkan Archimedes tetap ada, tetapi ada gaya lain yang bekerja pada kaki-kaki serangga yang menyebabkan gaya ke atas menjadi sama besarnya dengan gaya berat serangga. Gaya ke atas tambahan ini disebabkan oleh adanya apa yang disebut dengan tegangan permukaan. Selanjutnya akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan tegangan permukaan, mulai dari sifat-sifat fisis permukaan, cara menentukan koefisien tegangan permukaan, serta akibat-akibat yang ditimbulkannya.
1. Sifat-sifat fisis permukaan
Agar dapat memahami asal-usul efek permukaan ini, kita harus tahu tentang ukuran dan jarak antara molekul-molekul suatu zat cair, demikian pula tentang gaya-gaya di antaranya. Berdasarkan bermacam-macam bukti eksperimen, kita tahu bahwa dimensi molekul itu berkisar antara 2 atau 3 x 10-8 cm. Kita tahu pula bahwa satu mol zat mengandung 6x 1023 molekul, dan pada keadaan normal 1 mol gas mempunyai volume 22,4 liter. Jika dihitung volume satu molekul gas pada keadaan normal adalah: 22,4 x 103 cm3 / 6 x 1023 atau kira-kira 37 x 10-21 cm3. Jadi suatu gas dapat dianggap terbagi menjadi kubus-kubus kecil dan di dalamnya rata-rata terdapat satu molekul d ititik pusatnya masing-masing. Jarak rata-rata antara molekul-molekul jadi sama dengan panjang satu rusuk kubus, yaitu 3 37x1021= 3,4 x10-7 cm, yang hampir sepuluh kali lipat ukuran satu molekul.
Jika kita tinjau jarak antara dua molekul-molekul di dalam zat cair, misalnya air, maka satu mol air dalam keadaan cair, volumenya 18 cm3 / (6 x 1023), yaitu 30 x 10-24 cm3. Jarak rata-rata antara molekul-molekul itu dapat dihitung dari 3 30x1024cm3 atau hampir 3 x 10-8 cm. Jadi kira-kira sama dengan ukuran molekul itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa molekul-molekul zat cair bersinggungan satu sama lain.
117 molekul-molekul bertambah dekat, lebih dekat dari jarak normal dalam keadaan cair. Ini berarti bahwa pada jarak yang lebih kecil sedikit daripada dimensi molekul, gaya itu berupa gaya tolak dan relatif besar, seperti diperlihatkan dalam gambar 8.
daya tarikan
ro pemisahan
daya penolakkan
Gambar (7-8). Gaya intermole sebagai fungsi jarak pemisah
Dari Gambar (7-8) dapat dilihat bahwa pada jarak yang besar, gaya ini berupa gaya tarik yang amat kecil. Pada permulaan gaya tarikan bertambah besar jika jarak berkurang, lalu lewat harga nol, dan berubah menjadi gaya tolak yang besar bila jarak kedua molekul kurang dari ro. Sepasang molekul dapat dalam keadaan setimbang jika jarak antar pusat-pusatnya sebesar ro. Jika jarak pemisahan bertambah sedikit, gaya di antara keduanya menjadi gaya tarik lalu kedua molekul saling mendekat lagi. Jika kedua molekul dipaksa untuk lebih dekat dari jarak ro, gayanya menjadi gaya tolak dan kedua molekul saling menjauhi lagi. Jika keduanya dijauhkan atau didekatkan, kemudian dilepaskan, keduanya akan bergetar sekeliling jarak keseimbangan ro. Dipandang dari sudut tenaga potensialnya akan minimum, sesuai dengan posisi keseimbangan.
Tingkah laku dari molekul mudah dipahami, tetapi tidaklah gampang untuk menerangkan atau memahami tingkah laku sejumlah molekul yang banyak sekali, seperti pada zat cair. Namun pada dasarnya, sekurang-kurangnya interaksi antara bagian-bagian dalam zat cair, tidak akan banyak berbeda dari interaksi antara dua molekul. Kita tahu bahwa karena panasnya, molekul-molekul suatu zat cair terus menerus bergerak dan molekul-molekul itu bisa kita bayangkan bergetar terhadap titik keseimbangannya.
118 cair, sampai dihentikan dan dipercepat kembali masuk ke dalam zat cair, oleh gaya tarik dari molekul-molekul lain yang ditinggalkannya. Akibatnya molekul-molekul yang berada pada lapisan sebelah luar akan membentuk lapisan luar zat cair, yang terus menerus bergerak keluar sampai jarak yang lebih besar sedikit dari jarak pemisahan normal, lalu kembali lagi. Dengan perkataan lain sebagian besar waktunya dihabiskan dengan tinggal dalam daerah dimana padanya bekerja gaya tarik yang menuju ke dalam. Inilah yang menyebabkan perbedaan antara molekul-molekul yang berada di bagian dalam zat cair, sehingga timbul apa yang kita sebut efek permukaan atau tegangan permukaan.
3. Koefisien tegangan permukaan
Semua fenomena permukaan menunjukkan bahwa permukaan zat cair dapat dianggap dalam keadaan tegang sedemikian rupa. Bila ditinjau setiap garis di dalam atau yang membatasi permukaannya, maka zat-zat di kedua sisi garis tersebut saling tarik-menarik. Tarikan ini terletak di dalam bidang permukaan itu dan tegak lurus terhadap garis tadi. Efek demikian diperlihatkan dengan alat sederhana seperti Gambar (7-9).
(a) (b)
Gambar (7-9). Gelang kawat dan jerat benang lemas yang dicelupkan ke dalam larutan sabun (a). sebelum dan (b). sesudah selaput tipis ditusuk
119 Gambar (7-10) menunjukkan seutas kawat dibengkokkan agar berbentuk U dan seutas kawat lurus lain dipasang hingga dapat bergerak pada kaki-kaki kawat U tersebut. Jika alat ini kita celupkan ke dalam larutan air sabun dan diangkat keluar, maka kawat lurus akan tertarik ke atas, jika gaya berat w1 tidak terlalu besar. Kawat ini dapat dibuat setimbang dengan meletakkan beban tambahan sebesar w2.
w1
w2
Gambar (7-10). Kawat peluncur horizontal dalam keadaan seimbang
Dari hasil percobaan ternyata gaya yang sama sebesar w1 + w2 akan membuat kawat lurus berada dalam posisi setimbang pada tiap posisi, tak tergantung pada luas selaput sabun, asal temperatur selaput selalu konstan. Meskipun selaput sabun sangat tipis, jika dibandingkan dengan ukuran molekul adalah sangat tebal, sehingga terdiri dari lapisan molekul-molekul yang terletak di dalam akan bergerak keluar membentuk permukaan baru. Misalkan panjang kawat lurus adalah l maka panjang total permukaan selaput adalah
2l, karena selaput air sabun itu mempunyai dua permukaan.
Tegangan permukaan didefinisikan sebagai hasil bagi gaya permukaan oleh panjang permukaan dan dapat dirumuskan dengan;
γ =
2l F
……….(7-10)
Andaikan kawat lurus digerakkan sejauh y oleh gaya F = w1 + w2 , maka usaha yang
dilakukan gaya F adalah F.y yang mengakibatkan selaput bertambah luasnya sebesar 2 l y
sehingga usaha persatuan luas oleh gaya F adalah;
l 2
F y l 2
y F Luas Tambahan
Usaha
120 4. Kapilaritas
Gejala yang sudah tidak asing lagi yang disebabkan oleh adanya efek permukaan ini adalah naiknya zat cairan di dalam pipa terbuka yang penampangnya sangat kecil, yang disebut kapilaritas. Kapiler sebenarnya berarti kecil seperti rambut.
Bila zat cair membasahi dinding sebelah dalam benda itu, sudut kontaknya kurang dari 90o dan zat cair itu naik sampai tercapai kesetimbangan y, seperti ditunjukkan oleh gambar 11. Permukaan melengkung zat cair di dalam pipa disebut meniskus, ada yang cekung dan ada yang cembung.
F sin θ F sin θ
F cos θ F cos θ
W
(a) (b)
Gambar (7-11). Gaya tegangan permukaan pada cairan di dalam pipa kapiler a. θ < 90 b. θ > 90o
Gambar (7-11) menunjukkan naiknya air pada pipa kapiler dan membasahi dinding pipa kapiler sehingga sudut kontak lebih kecil dari 90o. Jika tabung mempunyai jari-jari r, maka zat cair yang bersentuhan dinding adalah sepanjang 2π r. Gaya total yang dialami zat cair yang dituliskan sebagai berikut;
F = 2 πr γ cos θ………(7-11) (γ adalah tegangan permukaan zat cair). Dalam hal ini gaya total hanya dihitung dalam arah vertikal, karena dalam arah horizontal saling meniadakan sepanjang keliling tabung. Gaya ke atas F inilah yang harus diimbangi oleh zat cair setinggi y, dengan gaya berat sebesar;
w = ρ g π r2y ……….(7-12)
( ρ adalah massa jenis zat cair, g adalah percepatan gravitasi), dan dengan menggunakan syarat keseimbangan, maka;
121
y =
r g cos 2
……….…………..(7-13)
Dari persamaan di atas andaikan cos θ, berharga negatif ( θ > 90o ), maka y akan bernilai negatif seperti diperlihatkan dalam gambar 11, dimana permukaan zat cair di dalam pipa kapiler lebih rendah dari di luar pipa. Contoh zat cair yang disebut terakhir adalah air raksa. Peristiwa kapiler ini dapat menjelaskan tentang naiknya air dalam akar tanaman, naiknya minyak pada sumbu kompor dan lain sebagainya.
Contoh Soal 2
Sebatang pipa yang diameter penampang lintangnya 0,28 cm, Salah satu ujungnya tertutup dan diberi beban. Pipa itu terapung vertikal dalam air dengan ujung tertutup disebelah bawah. Jika massa total pipa dan bebannya 0,2 gram, serta sudut kontak sama dengan nol, tentukan jarak antara permukaan air dengan ujung pipa bawah.
Penyelesaian:
B
Fγ y w
Gambar (7-12).
Misalkan bagian pipa yang terbenam = y, dan gaya akibat tegangan permukaan: Fγ = 2 πr γ cos θ
= 2 π (0,14) (72,8) cos θ Fγ = 64 dyne
Gaya ke atas (Archimedes ) : B = ρ V g = ρ π r2 y g
= 3,14 (0,14)2 y (980) B = 60,3 y dyne
Gaya berat adalah w = m g = 0,2 (980) = 196 dyne Dari gambar terlihat bahwa:
122 196 + 64 = 60,3 y
Selanjutnya diperoleh bagian pipa yang terbenam adalah: y = 4,3 cm.
D. Hidrodinamika
Berbeda dengan Hidrostatika, yang mempelajari tentang fluida dalam keadaan diam, maka dalam Hidrodinamika dibahas tentang fluida yang bergerak. Meskipun diketahui bahwa fluida terdiri dari molekul-molekul ataupun partikel-partikel, di mana untuk tiap partikel ini berlaku hukum-hukum Newton, namun jika menuliskan persamaan geraknya, tidaklah gampang. Hal ini disebabkan karena gerakan fluida itu sangat kompleks, misalnya arus air waktu banjir, atau asap rokok yang mengepul di udara, dan sebagainya. Oleh sebab itu jika mempelajari fluida yang mengalir, maka diciptakan suatu model yang dianggap sebagai fluida ideal, dengan syarat-syarat tertentu. Untuk selanjutnya akan dibahas aliran dari fluida ideal tersebut.
1. Aliran Fluida Ideal
Fluida ideal dibayangkan mengalir dengan tenang membentuk arus yang disebut arus stream line atau disebut juga arus tunak. Arus ini dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini
va
a vb vc
b c
Gambar 13. Aliran yang dibentuk garis-garis arus.
123 terus ke titik c dengan kecepatan vc. Harga va , vb dan vc, berbeda satu sama lain, tergantung penampang lintang di mana titik itu berada.
Di samping itu, fluida ideal dapat dianggap tidak kental sama sekali, sehingga gesekan antar partikel-partikel mengalir dapat diabaikan. Ini berarti, bahwa partikel yang berada pada penampang lintang yang sama, akan mempunyai kecepatan yang sama pula. Sedangkan untuk fluida kental, kecepatan titik yang terletak pada penampang yang sama, akan berbeda, makin dekat ke dinding pipa, kecepatannya makin kecil. Untuk aliran dengan kecepatan tinggi, jenis aliran stream line tidak dapat dipenuhi, karena garis arus dapat berubah sekonyong-konyong, sehingga memungkinkan partikel-partikel seolah-olah berputar, yang biasa disebut aliran turbulen.
Aliran stream line tidak berlaku untuk fluida kompressibel (termampatkan), karena massa jenis atau rapat massa fluida diberbagai tempat akan berbeda. Oleh sebab itu dipilih fluida tak kompressibel, sehingga rapat massa sepanjang aliran tidak berubah-ubah besarnya.
2. Persamaan Kontinuitas
Untuk aliran tunak, gerak fluida di dalam suatu tabung aliran, haruslah sejajar dengan dinding tabung, meskipun besar kecepatan fluida berbeda dari satu titik ke titik lainnya, sepanjang garis arus. Hal ini dapat digambarkan pada gambar 17.
P V1 Q A2 A1
Gambar 14 . Zat cair yang mengalir dalam pipa dengan penampang lintang yang berbeda
Gambar 14. menunjukkan aliran fluida dalam sebuah pipa yang luas penampangnya untuk tiap bagian tidaklah sama. Kecepatan fluida di titik P adalah v1 dan di titik Q adalah v2 . A1 dan A2 adalah luas penampang tabung aliran yang tegak lurus terhadap garis-garis arus pada titik P dan Q.
124 Jika diamati, dalam selang waktu sebesar t, suatu elemen fluida akan bergerak sejauh v t. Jadi massa elemen
m yang melalui luas A1 dalam selang t adalah;
m = 1A1 v1tSelang waktu
t harus diambil cukup kecil, agar dalam selang waktu ini kecepatan v dan luas penampang A tidak berubah banyak sepanjang jarak yang ditempuh oleh elemen fluida. Untuk
t = 0, maka pada titik P berlaku;1 1A1 v1
dt dm
Pada titik Q, fluks massa adalah;
2 2 A2 v2
dt dm
Untuk aliran streamline, maka fluks massa di titik P dan Q haruslah sama, sehingga;
2 2 2 1 1
1A v A v
………(15)
Bila sepanjang aliran rapat massa dianggap sama, maka; m1 = m2 = m
sehingga;
A1 v1 = A2 v2
Persamaan ini disebut dengan persamaan kontinuitas untuk aliran massa, yang tidak lain merupakan pernyataan adanya kekekalan massa dalam aliran fluida. Dari persamaan ini ditunjukkan bahwa kecepatan aliran fluida di suatu titik berbanding terbalik dengan luas penampang yang tegak lurus arus itu. Dari gambar juga dapat diperlihatkan bahwa rapat garis arus persatuan luas, berbanding lurus dengan kecepatan fluida.
3. Persamaan Bernoulli
125 v2
Δ l2 B
A2 F2
v1 h2
A A1
F1 h1
Δl1
Gambar 14. Aliran zat cair dalam pipa dengan penampang dan ketinggian yang berbeda
Gambar 14, menunjukkan fluida yang mengalir dari ujung A ke ujung B. Jelas hal ini disebabkan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung ini, yang mengakibatkan suatu elemen fluida sepanjang Δl1 terdorong oleh gaya F1, yang ditimbulkan oleh tekanan p1.
Setelah selang waktu Δt, kita dapatkan ujung kanan telah bergerak sejauh Δl2. Usaha yang
dilakukan oleh gaya F1 sepanjang Δl1 adalah;
W1 = A1 p1Δl1
Sedangkan gaya F2 melakukan usaha sepanjang Δl2 sebesar;
W2 = -A2 p2Δl2
Usaha total yang dilakukan terhadap fluida adalah; W = W1 + W2
W = A1 p1Δl1 - A2 p2Δl2
Untuk fluida ideal, maka berlaku :
A1 Δl1 = A2 Δl2 =
m ,
di mana m merupakan massa fluida yang berpindah dalam waktu Δt . Selanjutnya usaha total dapat ditulis :
W = ( p1– p2 )
m
Karena fluida merupakan fluida ideal, maka gesekan antar fluida dapat diabaikan, sehingga usaha total ini akan berubah menjadi tambahan energi kinetik dan energi potensial, jadi :
W = Ek + Ep
( p1– p2 )
m =
2 1
m v22 -
2 1
m v12 + m g ( h2– h1 )
126
p2+ ½ ρ v22+ ρ g h2 = p1+ ½ ρ v12+ ρ g h1
Subkrip 1 dan 2 menyatakan dua tempat yang diambil sembarang, maka secara umum dapat dinyatakan dengan ;
p + ½ ρ v2+ ρ g h= konstan ……….(17)
Persamaan ini dikenal dengan persamaan Bernoulli, seperti yang dikemukakan oleh Daniel Bernoulli (1700 – 1783), pada tahun 1738.
4. Pemakaian Persamaan Bernoulli dan Kontinuitas
Hubungan yang ditunjukkan persamaan Bernoulli dan persamaan kontinuitas banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya adalah:
a. Persamaan hidrostatika
Persamaan Hidrostatika merupakan bentuk khusus dari persamaan Bernoulli, yaitu bila kecepatan fluida sama dengan nol. Perubahan tekanan akibat perbedaan letak titik di dalam zat cair, dapat dicari dengan menggunakan persamaan Bernoulli, pada titik 1 dan 2, seperti diperlihatkan pada gambar 15.
h
Gambar 15. Hubungan antara ketinggian dan tekanan
Menurut persamaan Bernoulli,
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
Karena p1 = p0 (tekanan atmosfir ), dan v1 = v2 = 0, sedangkan h1 = h dan h2 = 0, maka :
p0+ ρ g h = p2
atau p2 = p0+ ρ g h
127 b. Dalil Torricelli
Gambar 15. Air yang mengalir dari tangki
Gambar 15 memperlihatkan zat cair, yang keluar dari tangki lewat lubang sejarak h, di bawah permukaan zat cair di dalam tangki. Titik 1 pada permukaan zat cair, dan titik 2 tepat di lubang, akibatnya tekanan pada masing-masing titik sama, sebab berhubungan dengan udara luar, yakni p0. Jika lubang cukup kecil, permukaan air dalam tangki turunnya
lambat, sehingga v1 kecil dan dapat dianggap sama dengan nol. Jadi : p2+ ½ ρ v22+ ρ g h2 = p1+ ½ ρ v12+ ρ g h1 p0+ ρ g h = p0+ ½ ρ v22
ρ g h = ½ ρ v22 v2 2gh
Inilah yang disebut dalil Torricelli. Jika kita amati besar kecepatan keluarnya zat cair dari lubang setinggi h di bawah permukaan air dalam tangki, sama dengan besar kecepatan yang diperoleh benda bila jatuh bebas dari ketinggian h.
c. Alat Ukur Venturi
Gambar 21 menunjukkan sebuah venturimeter, berupa sebuah pipa yang di bagian tengahnya menyempit, dilengkapi dengan tabung manometer yang diisi zat cair, biasanya air raksa. Prinsip kerja alat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1 2
l
A B h
Gambar 16. Alat Ukur Venturimeter 2 h
1
A1
A2
128
Bila digabung dengan persamaan (18) diperoleh;
2 12
129 )
A -A (
h g ) -( 2
2 2 2 1 , 2
1
A
v ………..(20)
dengan;
ρ = massa jenis fluida yang akan diukur kecepatannya. ρ’ = massa jenis fluida dalam tabung manometer.
A1 = luas penampang pipa besar. A2 = luas penampang pipa kecil.
h = perbedaan tinggi permukaan fluida dalam tabung manometer.
d. Daya angkat pesawat terbang
Penampang sayap pesawat terbang mempunyai bagian belakang yang tajam dan sisi atas lebih melengkung dari sisi bawah, seperti diperlihatkan dalam gambar 23. Melengkungnya bagian atas pesawat, mengakibatkan garis arus aliran udara bagian atas lebih rapat dari bagian bawah, sehingga besar kecepatan aliran udara bagian atas lebih besar dari kecepatan aliran udara bagian bawah. Menurut persamaan Bernoulli, tekanan udara bagian bawah pesawat lebih besar dari bagian atas sayap. Perbedaan tekanan inilah yang menyebabkan daya angkat pesawat.
Gambar 17. Garis-garis aliran sekitar penampang sayap pesawat terbang.
e. Tabung Pitot
130 h
Gambar 18. Tabung Pitot
manometer yang lubangnya sejajar dengan arah aliran gas sama dengan tekanan gas dalam aliran. Tekanan di kaki kana yang lubangnya tegak lurus terhadap arah aliran gas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli pada titik-titik 1 dan 2. Andaikan v
adalah kecepatan arus, ρ adalah rapat massa dan potekanan di titik 1, sedangkan kecepatan
di titik 2 adalah nol, maka :
p2 = p1 +
2 1
ρ v2
Karena p2 lebih besar dari p1, maka zat cair di dalam manometer akan mengalami
pergeseran seperti dilukiskan pada gambar. Jika ρo rapat massa zat cair dan h adalah selisih
tinggi zat cair dalam kedua kaki, maka :
p2 = p1 + ρo gh
Jika kedua persamaan ini digabung dengan persamaan sebelumnya, diperoleh :
2 1
ρ v2
= ρo gh
sehingga harga v dapat dihitung, atau dapat ditulis dengan cara berikut :
) p -p ( 2 1 2 2
v ……….……..(21)
di mana p1 - p2 adalah selisih tekanan antara titik 1 dan titik 2, yang dapat ditentukan
dengan selisih tinggi air raksa di kedua kaki pipa U. Contoh soal 3
Sebuah tangki yang luas diisi dengan air setinggi 1m. Sebuah lubang di dasar tangki luasnya 5 cm2, dapat mengalirkan air keluar tanpa terputus-putus.
a. Berapakah debit air yang keluar dari tangki, bila dinyatakan dengan m3/s.
2
131 b. Pada suatu tempat di bawah dasar tangki, luas penampang arus menjadi setengah dari
luas lubang. Tentukan jarak antara dasar tangki dengan tempat ini. Penyelesaian:
Titik O berada pada permukaan tangki, titik 1 pada lubang di dasar tangki dan titik 2 berada di bawah dasar tangki, dimana luas penampang air yang mengalir adalah setengah dari luas lubang.
Untuk titik O dan 1 berlaku persamaan Bernoulli:
po + ½ ρ vo2+ ρ g ho = p1+ ½ ρ v12+ ρ g h1
karena; po = p1 , vo = 0 dan h1 = 0, maka :
ρ g ho= ½ ρ v12
atau v12 = 2 g ho v12 = 2. 10. 1 v1 = 20 m/s
O Ao
ho
1 A1
h A2 2
Gambar 19
Debit air yang keluar : Q = A1 v1
= 5. 10-2 m2 20 m/s = 22,4 .10-4 m3/s
Untuk titik 1 dan 2 berlaku persamaan kontinuitas; A1 v1 = A2 v2 A1 20 = ½ A1 v2
132 Dengan menggunakan prinsip kekekalan energi diperoleh;
½ m v22 - ½ m v12 = m g h v22 - v12 = 2 g h 80 – 20 = 2 .10. h
Selanjutnya diperoleh jarak antara dasar tangki dengan titik 2, yaitu : h = 3 m
Contoh soal 4
Perhatikan gambar berikut:
A1 A2
l-x
l x
Gambar 20 a
Saluran masing-masing adalah 40 cm3 dan 10 cm3. Dalam 5 detik dari pipa keluar 30 liter air.
Tentukanlah:
a. Kecepatan air dibagian pipa yang sempit
b. Selisih tekanan antara bagian pipa lebar dan bagian pipa sempit. c. Selisih tinggi kolom air raksa dalam pipa U
Penyelesaian:
a. Debit air Q adalah: Q = A1 v1 t
30.10-3 m3 = (40 . 10-4 m2 ) v1 (5 s) v1 = 1,5 m/s
Selanjutnya;
Q = A2 v2 t
133
l l - x
x
A B
Gambar 20.b
Menurut persamaan hidrostatika :
pA = pB
p1 + ρ g l = p2+ ρ g ( l –x ) + ρ’ g x p1– p2 = (ρ’ - ρ ) g x
= ( 13,6 .103 - 103) 10 x …..(*)
Menurut persamaan Bernoulli :
p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1 = p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 p1 + ½ 103 (1,5)2 + 0 = p2 + ½ (103) 62 + 0 p1– p2 = ½ 103 ( 62 - 1,52) …….(**)
Dari persamaan (*) dan (**) diperoleh perbedaan tinggi kolom air raksa di kedua kaki pipa U adalah: x = 13,39 cm.
E. Viskositas
Secara kualitatif kita dapat mengatakan bahwa oli mobil lebih kental dari minyak tanah, gliserin lebih kental dari air dan lain sebagainya. Kita dapat merasakan pengaruh kekentalan terhadap gerakan benda-benda lain di dalam fluida, maupun jika fluida itu sendiri yang bergerak. Viskositas atau kekentalan dapat dibayangkan sebagai gesekan antara satu bagian dengan bagian lain di dalam fluida. Untuk selanjutnya, akan dibahas tentang bagaimana mengukur kekentalan, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan kekentalan, seperti hukum Stokes dan hukum Poiseuille.
1. Viskosimeter
134 A
Gambar 21. Viskosimeter
Gambar 21. menunjukkan bagian utama dari sebuah Viskosimeter, yang terdiri dari dua selinder A dan B. Zat cair yang akan diukur kekentalannya diletakkan di ruangan antara dua selinder tersebut. Selinder B dililiti tali yang pada ujung lainnya digantungkan beban. Jika dilepaskan, beban mula-mula turun dipercepat, akan tetapi karena gesekan dengan zat cair, beban akan bergerak dengan kecepatan konstan. Dari percobaan ternyata makin kental zat cair, makin pelan (kecil) pula kecepatan akhir beban. Kita amati suatu bagian kecil dari fluida yang ada pada rongga antara dua selinder di atas, dan digambarkan pada gambar 22.
Fluida yang mengalir dianggap berupa lapisan-lapisan tipis yang disebut lamina, sehingga aliran fluida disebut laminar. Tiap lapisan bergeser di atas lapisan yang lain, sehingga menyebabkan kecepatan satu lapisan berbeda dengan lapisan lainnya. Dapat dipahami bahwa besarnya gaya gesekan antar lapisan berbanding lurus dengan perbedaan kecepatan untuk tiap lapisan dan luas tiap lapisan, sehingga secara matematis dapat ditulis :
y
v
A Fn
( A = luas lapisan,
y
v
= perubahan kecepatan tiap lapisan ) Selanjutnya dapat dirumuskan;
Fη= η A
y
v
135 d d’ c c’
v F
l lapisan cairan
F
a b
Gambar 22 .Aliran Laminer Cairan Kental
Jadi koefisien kekentalan dapat dirumuskan sebagai berikut:
η = FA yv ……….(22) Satuan kekentalan dinyatakan dengan:
1 poice = 1 dyne s / cm2
Untuk minyak pelumas, viskositas dinyatakan dengan SAE ( Society of Automotive Engineer), di mana :
SAE 10 pada 130oF memiliki viskositas antara 160 s/d 230 centi poice (cp). SAE 20 pada 130oF memiliki viskositas antara 230 s/d 300 centi poice (cp). SAE 30 pada 130oF memiliki viskositas antara 360 s/d 230 centi poice (cp). Jika digunakan dalam sistem SI, maka:
1 poice = 1. 10-5 Ns/ 10-4 m2 1 poice = 10-5 Ns /m2
1 poice = 10-1 Pa.s. ( Pa = Pascal) atau :
1 Pa .s = 10 poice Catatan:
Dari hasil percobaan, ternyata agar aliran fluida bersifat laminar ( tidak turbulen) artinya tidak berputar, maka diperlukan beberapa syarat yang dikombinasikan menjadi bilangan Reynolds, yakni :
Re = vD
, ………(23)
di mana:
136 Untuk Re < 2000, aliran akan bersifat laminar, sedangkan untuk Re > 3000, aliran akan bersifat turbulen, sedangkan bila Re antara 2000 dan 3000, berarti aliran tidak stabil, kadang-kadang laminar kadang-kadang turbulen.
2. Hukum Stokes
Dapat dipahami bila sebuah benda bergerak di dalam fluida yang kental, gerakannya akan lebih lambat dibandingkan dengan gerakannya di dalam fluida yang kental. Hal ini disebabkan adanya gesekan antara benda dengan fluida yang disebut gaya gesekan fluida yang bekerja berlawanan arah dengan gerak benda.
Hal yang sama juga akan berlaku, bila yang bergerak adalah fluida, sedangkan benda dalam keadaan diam. Besarnya gaya gesekan ini telah diteliti oleh Sir George Stokes melalui percobaan-percobaannya yang melahirkan apa yang dikenal sekarang dengan hukum Stokes. Menurut Stokes besarnya gaya ini tergantung pada kecepatan benda yakni:
Fη= 6 πη r v ………(24) dengan:
η = koefisien kekentalan ( viskositas )
r = jari –jari bola (benda)
v = kecepatan relatif bola terhadap cairan
Jika sebuah bola dengan rapat massa ρ, jari-jari r, dilepaskan pada permukaan zat cair kental yang diam dengan rapat massa ρo , maka pada bola akan bekerja tiga gaya yaitu, gaya berat w, gaya gesekan fluida Fη dan gaya ke atas B ( gaya Archimedes), seperti pada gambar 28.
F B
w
137 Jika bola mula-mula dalam keadaan diam, lalu dilepaskan maka gaya Fη akibat kekentalan itu nol pada permulaannya, sehingga yang bekerja mula-mula adalah gaya berat w dan gaya Archimedes B. Resultan gaya ini akan memberikan percepatan awal pada
Akibat percepatan ini, bola memperoleh kecepatan ke bawah, yang menimbulkan pula gaya gesekan Fη, yang makin lama makin besar pula. Suatu saat, pada suatu kecepatan tertentu, besarnya gaya yang berarah ke atas, akan sama besar dengan gaya yang arahnya ke bawah. Akibatnya bola tidak mendapat percepatan lagi, dan akan bergerak dengan kecepatan konstan yang disebut kecepatan akhir ( terminal velocity ). Besarnya kecepatan ini dapat dirumuskan dengan B + Fη = w, atau :
Rumus ini hanya berlaku, asalkan besarnya kecepatan tidak sampai menimbulkan turbulensi. Bila ini terjadi, maka gaya penahan atau gaya gesekan fluida jauh lebih besar dari pada yang dihitung menurut hukum Stokes.
E. Hukum Poiseuille
138 gaya ke belakang terhadap lintasan yang lebih dalam letaknya, demikianlah selanjutnya. Hasilnya kecepatan terbesar terdapat ditengah-tengah pipa, dan akan berkurang jika menjauhi tengah-tengah pipa dan akhirnya menjadi nol pada dinding pipa.
Gambar 23. Pembagian kecepatan pada sebuah pipa bulat
Pembagian kecepatan pada penampang itu dapat ditentukan dengan cara berikut :
Gambar 24. menunjukkan sebagian pipa berjari-jari R, yang panjangnya L, dilalui zat alir yang kekentalannya . Selanjutnya kita amati suatu elemen fluida yang berbentuk selinder ( r < R ), koaksial dengan pipa. Jika tekanan pada ujung kiri dan kanan pipa berturut-turut p1 dan p2, maka resultan gaya yang bekerja pada elemen itu adalah :
F = ( p1– p2 ) π r2
p1 p2
Fη
Gambar 24. Gaya-gaya yang bekerja pada elemen fluida yang bergerak
Di samping itu elemen ini juga mengalami gaya gesekan Fηpada permukaan selinder yang luasnya A = 2 π r L dari fluida sekitarnya, yang arahnya berlawanan dengan F. Besarnya gaya gesekan tersebut adalah:
Fη= η A
l v
atau Fη= η 2 π r L
l v
………(27).
Andaikan zat cair dalam pipa bergerak dengan kecepatan konstan, maka Σ F = 0, sehingga:
F = Fη
( p1– p2) π r2= π 2 π r L y v
139
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan zat cair di tengah-tengah ( r = 0 ) pipa adalah paling besar dan pada bagian yang bersinggungan dengan dinding pipa ( r = R ) menjadi nol , berarti zat cair tak bergerak atau diam. Sealanjutnya jika dihitung debit air, maka;
kekentalannya 150 cp dan massa jenisnya 0,90 g/cc. Berapakah kecepatannya bila bergerak dalam air ( ηair
= 1cp ).
Penyelesaian :
Gaya-gaya yang bekerja pada gelembung adalah;
B = Gaya Apung
W = Gaya berat
F = Gaya gesekkan fluida
Kecepatan akhir diperoleh pada saat:
B = w + F
140
2. Karena pengaruh gaya berat maka suatu zat cair mengalir secara laminar lewat tabung vertikal yang radiusnya R. Tunjukkan bahwa kecepatan zat cair ditempat berjarak r
141
v =
R r
rdr 2
g
v =
(R r )4
g 2 2
( terbukti)
REFERENSI
P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta.
H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison Wesley.New York.
D. Halliday, R. Resnick, J. Walker, 2007, Fundamental of Physics, 8th Edition, John Wiley & Sons.