• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PENGARUH MILITER TERHADAP S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBANDINGAN PENGARUH MILITER TERHADAP S"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PENGARUH MILITER TERHADAP SISTEM POLITIK INDONESIA DAN FILIPINA

DESI ANNISA PUTRI

Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipatiukur No. 112-114, Bandung, 40132, Indonesia

adesiannisa@gmail.com

Abstract

The influence of the military in the political system is very important for a country, like Indonesia and the Philippines. The military can be said to have an important role in politics because the military is the only

medium in stabilizing political life in a country's government. Indonesia and the Philippines have a military influence in the political system in which both have similarities and differences. Thus, the authors will then further explain the comparative influence of the military in the political system of Indonesia and

the Philippines.

Keywords: Comparison, Military, Politics

Abstrak

Pengaruh militer dalam sistem politik sangatlah penting bagi suatu negara, seperti Indonesia dan Filipina. Militer dapat dikatakan memiliki peranan penting dalam politik karena militer menjadi satu-satunya media dalam menstabilisasi kehidupan politik di pemerintahan suatu negara. Indonesia dan Filipina memiliki suatu pengaruh militer dalam sistem politik yang mana keduanya memiliki persamaan dan perbedaan. Maka, penulis kemudian akan secara lebih lanjut menjelaskan perbandingan pengaruh militer dalam sistem politik Indonesia dan Filipina.

(2)

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Militer merupakan suatu komponen penting dari suatu negara, militer secara umum bertugas untuk menjaga keamanan dan pertahanan suatu negara sehingga mustahil bagi suatu negara untuk bertahan dalam menghadapi ancaman tanpa adanya militer. Namun dalam suatu kondisi, militer disuatu negara dapat memiliki peranan penting dalam perkembangan politik. Tidak hanya memiliki pengaruh saja, bahkan militer menjadi satu-satunya media dalam menstabilisasi kehidupan politik di pemerintahan suatu negara. Hal tersebut terjadi diberbagai negara termasuk diantaranya negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Filipina. Penulis kemudian akan secara lebih lanjut menjelaskan mengenai perbandingan pengaruh militer terhadap sistem politik Indonesia dan Filipina.

Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, hubungan sipil-Militer memerlukan dukungan pemerintah dalam hal alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan angkatan perang dalam rangka mengatasi ancaman yang akan

timbul (Santoso dalam Juliani, 2008). Begitu juga sipil membutuhkan militer sebagai perlindungan terhadap keamanan.

(3)

menjelaskan bahwa jika negara tidak cukup kuat dan memberlakukan anarki, militer tidak dapat mengorganisir pemerintah dikarenakan tidak adanya sentralisasi dalam kepentingan masyarakat. Oleh karena itu peran militer dalam politik disertai dengan sentralisasi dalam kepentingan masyarakat, pemerintah yang tidak mampu mengkontrol negara akan semakin susah jika bersamaan dengan kejatuhan militer dari negara tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa pengaruh militer dalam sistem politik Indonesia dan Filipina?

1.2.2. Bagaimana perbandingan pengaruh militer dalam sistem politik Indonesia dan Filipina?

1.3. Maksud dan Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh militer dalam sistem politik Indonesia dan Filipina.

1.3.2. Untuk mengetahui perbandingan pengaruh militer dalam sistem politik Indonesia dan Filipina.

1.4.Kegunaan Penelitian

1.4.1. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan dijadikan referensi pembelajaran bagi penulis, pembaca, dosen dan

masyarakat pada umumnya mengenai bagaimana perbandingan pengaruh militer dalam sistem politik Indonesia dan Filipina.

2. Kajian Pustaka

2.1. Teori Perbandingan Politik

2.2. Teori Profesionalisme

Huntington (1957 dalam Siraishi 1986, 157) menjelaskan bahwa dalam memahami keterlibatan militer dan politik secara umum dapat melalui teori profesionalisme. Konsep dari teori profesionalisme ini menjelaskan tentang bagaimana seharusnya para anggota militer berperan netral dalam permasalahan politik di negaranya masing-masing serta

menghindari kecenderungan untuk

mengintervensi kebijakan politik tersebut. Hal ini menurut Huntington berlaku bagi semua anggota militer tidak terkecuali bagi anggota militer yang memiliki pangkat tertinggi untuk bersikap seprofesional mungkin terhadap tugas yang dijalankannya.

2.3. Negara

(4)

oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan.2

Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.

Menurut Roger F. Soultau, Negara adalah alat (agency) atau wewenang atau authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.3

2.4. Sistem Politik

Menurut Robert Dahl dalam Sri Soemanto (1976: 2) mengemukakan pengertian sistem politik adalah: A political system is any persistent pattern of human relationships that involves to a significan extent, power, rules or authority.

Selanjutnya, Sri Soemantri menguraikan unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan Robert Dahl tersebut. Pertama-tama, system politik suatu negara merupakan satu pola yang tetap daripada hubungan antarmanusia. Dengan kata lain, sistem politik pertama-tama adalah suatu system hubungan antara manusia dalam satu negara tertentu. Sistem hubungan diatas dipolakan dalam arti dilembagakan 2 "U.S. Department of State Foreign Affairs Manual Volume 2—General". United States Department of State. Diakses pada 16 Juli 2017

3 Oetari Budiyanto, 2012

melalui peraturan-peraturan dan di dalamnya ditetapkan adanya lingkungan kekuasaan dan lingkungan wewenang.

2.5. Keamanan

Definisi mengenai keamanan masih bersifat contested concept, atau sebuah konsep yang secara argumentative menantang untuk ditemukan artinya.4 Hal ini selaras dengan pandangan mengenai keamanan yang di kemukakan oleh Jervis dalam Krieger:

Security is a term that describes how people feel – not whether they are justified in feeling the way the do. In this sense security depends on the perception people have of their position in their environment, not on an objective view of that environment.5

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Pengaruh Militer dalam Sistem Politik Indonesia

Di awal pembentukkannya hingga tahun 1998 pengaruh militer sangat kental sekali dalam pemerintahan Indonesia. Pada era pra-kemerdekaan di tahun 1950 hingga 1959, militer Indonesia mulai memiliki peranan penting dalam politik dikarenakan adanya terjadinya ketidakstabilan politik di pemerintahan pada 4 Peter Hough, Understanding global security, Routledge, London, 2004, hlm 15. ()

(5)

masa itu sehingga tentara Indonesia lah yang mengambil alih menjaga stabilitas negara. Pengaruh militer di era pra-kemerdekaan dapat dilihat dari Jendral Nasution yang memegang peranan penting dalam pemerintahan pada saat itu, bahkan Jendral Nasution menunjuk menteri pertahanan dan keamanan Indonesia pada saat itu sebagai anggota militer dalam mengamankan parlemen. Tidak jauh berbeda dengan Filipina, militer dalam politik yang diterapkan di Indonesia cenderung membatasi demokrasi dan hak-hak masyarakat Indonesia. Soekarno selaku Presiden Indonesia saat itu menerapkan sistem demokrasi terpimpin yang menyebabkan demokrasi tidak dapat diterapkan sebagaimana mestinya dalam bangsa Indonesia, sehingga terjadinya ketidakseimbangan dalam politik kemudian menyebabkan muncul nya mantan perwira tinggi Indonesia mengambil alih pemerintahan melalui ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), hal ini menandakan nilai demokrasi di Indonesia sudah menghilang digantikan dengan kekuasaan militer. Pada era pemerintahan Soeharto yang

6 Shiraishi 1986, 174

diberi nama orde baru, peran militer dalam politik semakin meningkat dikarenakan Soeharto yang memiliki latarbelakang sebagai mantan perwira tinggi serta sebagai upaya mengantisipasi terjadinya pemberontakan kembali. Otoritarianisme di era orde baru cukup berhasil mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang cukup maju dalam bidang ekonomi dan pembangunan, namun cukup tertinggal dalam hal hak asasi manusia dikarenakan setiap pergerakan masyarakat Indonesia diawasi dan dibatasi oleh anggota militer. Namun ditahun 1998, adanya reformasi oleh kaum terpelajar di Indonesia mengubah kehidupan bangsa Indonesia karena proses demokratisasi telah berjalan dengan baik hingga saat ini dan peranan militer pun kembali disesuaikan dengan apa yang menjadi tugasnya.7

3.2. Pengaruh Militer dalam Sistem Politik Filipina

Demokrasi sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya terlebih lagi Filipina merupakan negara bekas jajahan Amerika Serikat sebagai negara pelopor demokrasi. Pada awalnya setelah mendapatkan kemerdekaan dari Amerika Serikat, Filipina yang menjadi negara persemakmuran dari Amerika Serikat telah menganut sistem demokrasi secara utuh namun peran militernya sangat kecil yang hanya bertugas mengawal penghitungan suara

(6)

dalam pemilihan umum. Namun sebagai negara yang baru saja merdeka Filipina tidak terlepas dari gerakan separatisme dan pemberontakan-pemberontakan yang menganggap ideologi Filipina yang liberal dan demokratis tidak sesuai. Pemberontakan terbesar kala itu merupakan pemberontakan komunis oleh Hukbalahap, hal ini pun turut mengancam stabilitas nasional Filipina itu sendiri sehingga Presiden pertama Filipina yaitu Magasaysay mengumumkan pentingnya peran militer dalam mengawal kondisi perpolitikan Filipina (Selochan t.t). Seorang politisi sekaligus Presiden Filipina di tahun 1965 hingga 1986 yaitu Ferdinand Marcos menyatakan bahwa peran serta militer dalam pemerintahan itu penting karena ancaman dari teroris dan komunisme terhadap demokrasi Filipina sangat berbahaya. Demokrasi menurut Marcos bukan berasal dari nilai-nilai dasar bangsa Filipino melainkan budaya barat, maka dari itu jika ingin mempertahankan sentralisasi terhadap masyarakat dibutuhkan adanya militer yang mengawal secara ketat. Apa yang terjadi terhadap Filipina dimasa pemerintahan Marcos justru sebaliknya, Marcos menerapkan sistem pemerintahan otoritarianisme dengan beranggapan bahwa demokrasi hanya membuang tenaga dan waktu. Marcos melarang adanya Kongres, Partai Politik, dan hak-hak masyarakat pun dibatasi serta diawasi oleh militer, semuanya kemudian diatur dalam undang-undang martial law yang menyatakan

bahwa militer merupakan bagian dari demokrasi. Marcos kemudian juga memberikan edukasi khusus bagi anggota militer, namun anehnya dalam edukasi yang diberikan tidak ada pendidikan mengenai demokrasi. Pasca kepemimpinan Marcos, di tahun 1992 Filipina pun kemudian kembali menjadi negara demokratis melalui usaha dari Corazon Aquino selaku Presiden Filipina yang terpilih melalui pemilihan umum setelah otoritarianisme Marcos berakhir (Selochan t.t).

3.3. Perbandingan Pengaruh Militer dalam Sistem Politik Indonesia dan Filipina

Di Indonesia, pengaruh militer sangat kental sekali dalam pemerintahan Indonesia. Pada era pra-kemerdekaan di tahun 1950 hingga 1959, militer Indonesia mulai memiliki peranan penting dalam politik dikarenakan adanya terjadinya ketidakstabilan politik di pemerintahan pada masa itu sehingga tentara Indonesia lah yang mengambil alih menjaga stabilitas negara. Sedangkan di Filipina, pada awalnya peran militernya sangat kecil yang hanya bertugas mengawal penghitungan suara dalam pemilihan umum. Tetapi, karena adanya ancaman dari teroris dan komunisme terhadap demokrasi Filipina sangat berbahaya maka Ferdinand Marcos menyatakan bahwa peran militer dalam pemerintahan itu penting.

(7)

persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1: Persamaan dan Perbedaan Pengaruh Militer dalam Sistem Politik Indonesia dan Filipina. disimpulkan bahwa dapat dibandingkannya pengaruh militer dalam sistem politik Indonesia dan Filipina dalam konteks persamaan dan

perbedaan. Yang mana adanya persamaan bahwa peranan militer dalam politik merupakan bagian dari masa lalu yang kelam sedangkan perbedaan terletak pada penyebab awal dari adanya peranan militer antara Indonesia dan Filipina.

DAFTAR PUSTAKA

Chilcote, Ronald H. 2003. Teori Perbandingan Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Liddle, R. William. 1999. “Indonesia’s

Democratic Opening”, dalam Government and Opposition.

Macridis, Roy C. & Bernard E. Brown. 1996. Perbandingan Politik. Jakarta: Erlangga

Maksudi, Beddy I. 2011. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Shiraishi, Takashi. 1986. “The Military in Thailand, Burma, and Indonesia”, dalam Robert A. Scalapino, Seizaburo Sato, dan Jusuf Wanadi (eds.). Asian Political Institutionalization. Barkeley: Institute of East Asiang Studies.

Yanyan, M. Yani, dkk. 2017. Pengantar Studi Keamanan. Malang: Intrans Publishing

(8)

Philippines (online). Tersedia dalam:

Gambar

Tabel  1:  Persamaan  dan  Perbedaan

Referensi

Dokumen terkait

Arab Spring dan perannya seiring dengan terjadinya perubahan rezim Implikasi revolusi Arab bagi Dunia Arab serta prospek peran militer dalam demokratisasi Perbedaan

Untuk mengetahui bagaimanakah pertimbangan hukum Majelis Hakim untuk menerapkan asas kepentingan militer dalam pemberhentian dengan tidak hormat terhadap Prajurit

Simpulan dari tulisan ini adalah, hipotesis terbukti benar, bahwa adanya kepentingan ekonomi dan politik nasional negara Iran yang juga

Peran Konfusianisme vital dalam kemajuan politik Singapura karena satu hal yang utama, yaitu menjunjung kepentingan bangsa dan negara.. Ketika kepentingan bangsa dan

Perkembangan zaman juga membuat jarak antar pemegang kepentingan dalam suatu negara semakin tipis, kebijakan militer yang dilakukan suatu negara dapat secara signifikan ditentang

Tingkat kesepakatan domestik Singapura dalam mempertahankan penguasaan FIR didasari kepentingan utama sebuah negara seperti militer dan ekonomi sehingga mengharuskan

Apabila kita terapkan teori rasional pada kebijakan dalam menjalin kerja sama di bidang pertahanan dan militer dengan Rusia hal ini merupakan kebijakan politik luar negeri Indonesia

“Oom Pasikom” di suratkabar KOMPAS mampu bertahan selama lebih dari 30 tahun dalam iklim politik yang sangat didominasi oleh peran militer (ABRI) dan kerap.