• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat: Sebuah Perbandingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat: Sebuah Perbandingan"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh : Rifqi Razaqi Rajab NIM : 1112048000016

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1437 H/ 2016 M. xi + 53 halaman + 4 halaman Daftar Pustaka+ 18 Lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana persamaan, perbedaan, kekurangan dan kelebihan mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat berdasarkan hak prerogatif presiden sistem presidensiil yang dianut kedua negara. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan komparatif (Comparative Approach). Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Sumber hukum yang digunakan penulis ada dua yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Hasil dari analisis dan penelitian ini mengungkap bahwa dalam implementasi pengangkatan panglima tinggi militer di kedua negara memiliki persamaan dan perbedaan negara sama-sama membutuhkan persetujuan lembaga legislatif, Presiden Amerika Serikat meminta persetujuan Senat Amerika Serikat (Perwakilan Daerah), sedangkan Presiden Indonesia meminta persetujuan DPR (Perwakilan Rakyat), serta memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing seperti dalam masa jabatan, wakil panglima, dan penggiliran jabatan dari setiap angkatan, yang tercantum dalam Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan The United States Code dalam hal mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat. Skripsi ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara ilmiah yaitu dalam ranah kajian ilmu hukum, maupun secara praktis dan akademis.

(6)

v

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta

alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT: SEBUAH PERBANDINGAN” dengan lancar dan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kan pada baginda Nabi

Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan juga bagi kita selaku pengikut

setia beliau hingga akhir hayat.

Dan tidak lupa ucapan terima kasih dan cinta yang sedalam-dalamnya kepada

kedua orang tua tercinta ibunda Susilowati dan ayahanda Kuncoro,SH. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis baik secara materiil

maupun immaterial. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan

(7)

vi

3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta bimbingannya dengan

sabar kepada penulis selama ini sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar.

4. Fitria., S.H., M.R. Selaku dosen pembimbing skripsi dan juga dosen

pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan waktu dan arahan

serta masukan kepada penulis disela-sela kesibukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

5. Segenap Dosen serta staff Fakultas Syariah dan Hukum yang dengan ikhlas

mendidik dan membimbing penulis dari semester 1 hingga selesai penulisan

skripsi ini.

6. Kakak terhormat Yosseano Kuncahyo, S.H., M.H. dan adik-adik tercinta

Sandi Rahmat Saputra dan Rangga Kusuma Dewa yang telah memberikan

dukungan dan semangatnya serta yang telah menemani penulis sejak kecil

hingga selesainya penulisan skripsi ini.

7. Kekasih tercinta Nur Fadhillah Ramadhani Laia atas dukungan moril, cinta

dan kasih sayangnya kepada penulis selama ini dan tanpa lelah menemani

(8)

vii

lainnya terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan kalian selama ini.

9. Rekan-rekan di Dota 2 Clinic Eko Pambudi, M Aditya Pratama, Alnovansi

Wicaksono, Anthony Abednego, Taufan Syahputra, Mochammad Farzha,

Muhammad Fahrul, Jeremia Tamunu, Moch Rialdy Permana dan rekan-rekan

lainnya yang mensuport saya selama ini.

10. Kelompok KKN GARUDA, Fajar Sugiarto, Hafizah Oktavia, Ayu Vera,

Septidi Age, Via Syafiqa, Khairiah Fajrin dan lainnya yang telah memberikan

kesan dan persahabatan kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat tercinta Ruwanto Syahputra, Muhammad Didi Majdi Saleh,

Ridwan Setiadi, Randi Ranata, Ajib, Mochammad Farzha, Adiransyah Latief,

Wandy Pangestu, Dwiki Maxi Rianto, Dwiko Maxi Rianto, Juli Argani,

Rheza Wiguna, Ridho Abdul Majid dan yang lainnya terima kasih atas segala

waktu, kebersamaan, dan pelajaran yang bisa penulis petik dari kalian semoga

kita sukses bersama.

12. Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis sejauh ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, semoga senantiasa dalam perlindungan dan

(9)

viii

pada umumnya. Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Jakarta, 28 September 2016

Penulis,

(10)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

(11)

x

C. Landasan Teori Check and Balances ... 24

D. Check and Balances dalam Pengangkatan Panglima Tinggi

Militer ... 27

BAB III MEKANISME PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Tentara Nasional Indonesia ... 29

B. The Joint Chiefs of Staff United States (Gabungan Kepala Staf Amerika Serikat) ... 32

C. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di

Indonesia ... 34

D. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Amerika

Serikat ... 37

BAB IV ANALISIS PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Implementasi Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat ... 40

B. Perbedaan dan Persamaan antara Kedua Negara dalam Hal

(12)

xi

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 53

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan sejarahnya, di Indonesia dikenal adanya tiga

lembaga yang menjalankan tiga kekuasaan yang berbeda sesuai dengan

amanat konstitusi yakni; kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan

kekuasaan yudikatif. Hal ini merupakan cerminan dari teori pemisahan

kekuasaan antar lembaga negara yang dipelopori oleh Montesquieu.1Cabang

kekuasaan eksekutif adalah cabang kekuasaan yang memegang kewenangan

penyelengaraan administrasi negara yang tertinggi. Dalam hubungan ini, di

dunia dikenal adanya sistem pemerintahan negara, yaitu: (i) Sistem

pemerintahan presidensiil, (ii) Sistem pemerintahan parlementer atau sistem

kabinet, dan (iii) sistem pemerintahan campuran.2

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(Selanjutnya disebut UUD 1945) menyebutkan bahwa Negara Indonesia

menganut sistem presidensil yang tertuang dalam Pasal 4 ayat 1 UUD 1945

yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”. Dalam sistem presidensiil,

1

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, (Bandung:

PT.Alumni, 2010), cet-ke 1, h. 3 2

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta, PT. RajaGrafindo

(14)

pemisahan antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif di sini

diartikan bahwa kekuasaan eksekutif itu dipegang oleh suatu badan atau organ

yang dalam menjalankan tugas eksekutif itu tidak bertanggung jawab kepada

badan perwakilan rakyat.3 Namun, di Indonesia terdapat asas Check and

Balances antara Lembaga Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

(selanjutnya disebut DPR) yang membuat kedua lembaga tersebut saling

mengawasi dan mengontrol.

Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disebut TNI) merupakan

pelaksana pertahanan negara dan keamanan negara sesuai dengan ketentuan

mengenai pertahanan dan keamanan negara yang tertuang dalam Pasal 30 ayat

3 UUD 1945 yang berbunyi "TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,

melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara". TNI dipimpin

oleh seorang panglima TNI sebagai panglima tinggi militer, sedangkan

masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan.

Sebagai salah satu bagian dari pertahanan dan keamanan negara, TNI

mempunyai hubungan dengan presiden sebagai pemegang kekuasaan atas

angkatan darat, laut dan udara yang diatur dalam Pasal 10 UUD 1945 yang

berbunyi “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.”. Ketentuan mengenai keamanan negara

3

(15)

tersebut menunjukan jika presiden mempunyai peranan penting di dalamnya

untuk mewujudkan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia dari

serangan luar.4 Menurut Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun

2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Selanjutnya disebut UU TNI),

panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah mendapat

persetujuan DPR.5 Dalam hal persetujuan ini, DPR yaitu melalui Komisi 1

berhak melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) guna

menentukan layak atau tidaknya seorang jendral diangkat menjadi seorang

panglima.

Begitupun dengan negara demokrasi dengan sistem pemerintahan

presidensial tertua, yakni Amerika Serikat (AS) memiliki lembaga negara

yaitu, United States Senate6(Selanjutnya disebut Senat Amerika Serikat) dan

United States House of Representatives7(Selanjutnya disebut DPR Amerika

Serikat). Dalam Pasal 2 Ayat 2 Konstitusi Amerika Serikat (The Constitution

of the United States Article 2 Section 2) menyebutkan bahwa “The President

4

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, (Bandung:

PT.Alumni, 2010), cet-ke 1h. 141 5

Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945

dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet-ke 1, h. 113 6United States Senate

(Senat Amerika Serikat) terdiri dari dua Senator dari setiap Negara Bagian, yang dipilih oleh Badan Legislatif Negara Bagian tersebut, untuk enam tahun; dan masing masing Senator akan memiliki satu suara.

7United States House of Representatives

(16)

shall be Commander in Chief of the Army and Navy of the United States, and

of the Militia of the several States” yang berarti Presiden Amerika Serikat adalah panglima tertinggi Angkatan Darat dan Angkatan Laut Amerika

Serikat, Serta beberapa angkatan lainnya.

Di Amerika Serikat, Undang-undang Amerika Serikat memberi fungsi

unik kepada Senat Amerika Serikat dalam hal pengangkatan panglima

tingginya, agar ada keseimbangan kekuasaan dengan setiap unsur di bawah

pemerintah federal. Senat Amerika Serikat berfungsi meratifikasi setiap

perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah federal dan juga

memberi “restu” (advice and consent) usulan presiden untuk pengangkatan anggota kabinet, pejabat militer, serta pejabat federal lainnya yang

keputusannya berdampak bagi banyak orang dan kehidupan negara.

Dalam hal pengangkatan panglima tinggi militer secara resmi

didirikan di bawah judul II, bagian 211 dari Undang-Undang Keamanan

Nasional 1947 (The National Security Act of 1947) sebelum bagian 209-214

dari judul II itu dicabut oleh hukum dan memberlakukan Bab 10 dan Bab 32,

The United States Code (Act of August 10, 1956, 70A Stat. 676) pada tahun

1956 untuk menggantikan The National Security Act of 1947. Selanjutnya

diatur lebih jauh dalam Undang-Undang Amerika Serikat atau yang disebut

(17)

the United States, United States Code, U.S. Code, or U.S.C.) 8. United States

Code adalah kompilasi resmi dan kodifikasi umum dan juga tetap dari

Federal Statutes of the United States (Undang-Undang Federal Amerika

Serikat).9

Di dalam The United States Code Title 10 Section 152a(1) Chairman:

appointment; grade and rank10menyebutkan bahwa:

There is a Chairman of the Joint Chiefs of Staff, appointed by the President, by and with the advice and consent of the Senate, from the officers of the regular components of the armed forces. The Chairman serves at the pleasure of the President for a term of two years, beginning on October 1 of odd-numbered years. Subject to paragraph (3), an officer serving as Chairman may be reappointed in the same manner for two additional terms. However, in time of war there is no limit on the number of reappointments.

Terdapat Ketua Kepala Staf Gabungan, diangkat oleh Presiden, oleh dan dengan saran dan persetujuan dari Senat, berdasarkan perwira tetap dari anggota angkatan bersenjata. Ketua bertugas kepada Presiden untuk masa jabatan dua tahun, dimulai pada tanggal 1 Oktober tahun ganjil. Bergantung atas U.S. House of Representatives yang berfungsi mempersiapkan dan menerbitkan The United States Code yang merupakan konsolidasi dan kodifikasi oleh subjek hukum umum dan permanen di Amerika Serikat.

9

Undang-Undang Federal Amerika Serikat berasal dari Konstitusi Amerika Serikat yang

memberikan Kongres (Congress) kekuasaan untuk memberlakukan undang-undang untuk beberapa

tujuan tertentu seperti mengatur perdagangan antar negara bagian. 10

(18)

Bahwa dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa panglima

tinggi militer dipilih oleh presiden setiap 2 tahun sekali dengan persetujuan

dan saran dari Senat Amerika Serikat dan mengemban tugas sejak 1 Oktober

dan dapat di tunjuk untuk kedua kalinya.

UUD 1945 Negara Republik Indonesia tidak memberikan fungsi unik

ini, baik kepada Dewan Perwakilan Daerah (Selanjutnya disebut DPD)

maupun DPR, untuk persetujuan pengangkatan dan pemberhentian pejabat

eksekutif negara. Fungsi tersebut justru ada pada hukum di bawah konstitusi

yang salah satunya UU No.34/2004 dan memberikan fungsi tersebut kepada

DPR bukan DPD.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai

perbedaan dan perbandingan antara kedua negara penganut sistem presidensiil

Negara Indonesia dan Negara Amerika Serikat dalam hal pengangkatan

Panglima TNI dengan mengangkat judul skripsi tentang "Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat: Sebuah Perbandingan."

B. Identifikasi Masalah

Dengan keterlibatan DPR dalam hal pengangkatan panglima TNI di

(19)

sistem pemerintahan presidensial tertua, yakni Amerika Serikat (AS) yang

memberikan fungsi tersebut kepada United States Senate atau DPD jika

diIndonesia. Hal ini membuat banyaknya perbandingan yang dapat diteliti dan

di kaji.

Dengan ini penulis ingin melakukan penelitian tentang “Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat: Sebuah

Perbandingan.”

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah tentang pembahasan seputar

hak dan kewenangan yang dimiliki oleh presiden dalam pengangkatan

panglima tinggi militer dalam sistem presidensiil, maka ruang lingkup

permasalahan dalam penelitian ini dibatasi hanya melihat dari aspek

perbandingan antara kedua negara yang menganut sistem presidensiil

yaitu di Indonesia dan di Amerika Serikat. Pembatasan ini dilakukan agar

lebih fokus guna mempermudah penulis dalam penelitian, dan juga untuk

menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut pautnya

(20)

2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang dan pembasatan masalah di atas, dapat

diidentifikasi beberapa masalah yang selanjutnya dirumuskan sebagai

berikut:

a. Bagaimanakah mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer

di Indonesia & Amerika Serikat berdasarkan peraturan

perundang-undangan di Indonesia dan Amerika Serikat?

b. Bagaimanakah implementasi pengangkatan panglima tinggi militer

di Indonesia dan Amerika Serikat?

c. Apakah persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kekurangan

pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika

Serikat?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan di Indonesia dan

(21)

b. Untuk mengetahui implementasi pengangkatan panglima tinggi militer

di Indonesia dan Amerika Serikat.

c. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan

kekurangan pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan

Amerika Serikat

2. Manfaat Penelitian

Penulis berharap supaya hasil penelitian ini tidak berhenti sampai

disni, namun penulis menaruh harapan besar agar penelitian ini bermanfaat

antara lain:

a. Manfaat teoritis:

1) Untuk lebih memperkaya khazanah ilmu pengetahuan baik

dibidang hukum pada umumnya maupun di bidang hukum

kelembagaan negara pada khususnya.

2) Untuk dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum

secara teoritis, khususnya bagi hukum tatanegara mengenai

pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika

(22)

3) Untuk menjadi pedoman bagi pihak yang ingin mengetahui dan

mendalami tentang pengangkatan panglima tinggi militer di

Indonesia dan Amerika Serikat.

b. Manfaat Praktis

Penulis mengharapkan agar memberikan sumbangan pemikiran

mengenai aspek hukum tata negara, khususnya mengenai pengangkatan

panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum

yuridis normatif dan penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan

populasi dan sampel. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

kepustakaan.11 Penelitian hukum normatif didefinisikan sebagai penelitian

yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Penelitian ini juga

dapat disebut sebagai penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum

yang menggunakan data sekunder.12 Sedangkan, Penelitian kualitatif

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h.23 12

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri, (Jakarta: Ghalia

(23)

bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek

penelitian. Dengan juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam

masyarakat yang berkenaan objek penelitian.13

Adapun dalam penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif

(Comparative Approach) pendekatan komparatif dilakukan dengan

membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang

dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat

juga diperbandingkan di samping undang-undang yaitu putusan

pengadilan di beberapa negara untuk kasus yang sama.14

2. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum primer dan bahan sekunder, sedangkan yang dimaksud dengan

bahan hukum primer adalah merupakan bahan yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Juga data primer yang

diperoleh langsung dari sumber baik melalui wawancara, observasi

maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi.

13

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), cet-ke 5, h. 105

14

(24)

Adapun bahan sekunder adalah berupa publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.15

Adapun yang termasuk dalam sumber data primer dan sekunder

dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber Bahan Primer

i. Undang-Undang Dasar 1945

ii. The Constitution of the United States

iii. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

iv. The United States Code (Act of August 10, 1956, 70A Stat. 676)

b. Sumber Bahan Sekunder

Bahan sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku

umum, buku-buku hukum, undang-undang dan literatur lainnya,

serta wawancara secara langsung terhadap ahli atau pakar yang

dapat dijadikan sebagai rujukan yang mengacu dan berhubungan

15

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2006), cet-ke 6,

(25)

dengan bahasan yang sedang dikerjakan yang sesuai dengan

permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan

data primer (data yang diperoleh langsung dari sumbernya) dan data

sekunder (data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya) adalah

studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data

sekunder dari berbagai buku, dokumen dan tulisan yang relevan untuk

menyusun konsep penelitian serta mengungkap objek penelitian. Studi

kepustakaan dilakukan dengan banyak melakukan telaah dan pengutipan

berbagai teori yang relevan utuk menyusun konsep penelitian. Studi

kepustakaan juga dilakukan untuk menggali berbagai informasi dan data

faktual yang terkait atau merepresentasikan masalah-masalah yang

dijadikan obyek penelitian, yaitu Pengangkatan Panglima Tinggi Militer

di Indonesia dan Amerika Serikat.

4. Tehnik Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode

penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan

(26)

5. Teknik Penulisan

Ada pun teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh

Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Berdasarkan masalah yang dibahas merupakan masalah baru dalam

bidang hukum. Maka, dalam review kajian terdahulu ini akan memaparkan

penelitian yang sudah dilakukan, baik berupa skripsi, tesis, ataupun

penelitian-penelitian lainnya yang pernah membahas seputar Hak Prerogatif

yaitu:

1. “Hak Prerogatif Presiden Terhadap Kementerian Negara

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang

Kementerian Negara (Kajian Yuridis)”. Skripsi ini ditulis oleh Budi

Nugraha dari Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum

Konsentrasi Kelembagaan Negara. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan

tentang Hak Prerogatif Presiden dalam hal pengangkatan Menteri-menteri

dibawah presiden.

(27)

Rizky Ramandhika dari Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu

Hukum Konsentrasi Kelembagaan Negara. Dalam skripsi ini penulis

menjelaskan tentang Peran Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam

pengangkatan Kepala Kepolisisan Republik Indonesia.

3. “Kewenangan Presiden Dalam Pembatalan Pengangkatan Budi Gunawan Sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia”. Skripsi ini ditulis oleh Fany Fatwati Putri dari Fakultas Syariah dan Hukum Program

Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Kelembagaan Negara. Dalam skripsi ini

penulis menjelaskan tentang Kewenangan Presiden untuk mengangkat

dan memberhentikan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dangan

persetujuan DPR.

4. "Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju". Buku ini adalah karya dari Abdul Ghoffar, S.Pd.I., S.H., M.H. yang membahas tentang Kekuasaan

Presiden melalui perbandingan antara Indonesia dengan Amerika Serikat.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsiyang akan penulis sampaikan dalam

proposal inimeliputi beberapa bagian, yaitu:

(28)

(Review) kajian terdahulu, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Bab ini berisikan tentang teori sistem presidensiil, teori pemisahan kekuasaan (Separation of Power), teori Check and

Balances, Check and Balances dalam Pengangkatan Panglima

Tinggi Militer.

BAB III Bab ini berisikan tentang Tentara Nasional Indonesia, The Joint Chiefs of Staff United States (Kepala Staf Gabungan

Amerika Serikat), mekanisme pengangkatan panglima TNI di

Indonesia dan di Amerika Serikat.

BAB IV Bab ini berisikan tentang analisis dan implementasi pengangkatan panglima tinggi militer di kedua negara

(Indonesia dan Amerika Serikat), perbedaan dan persamaan

serta kelebihan dan kekurangan antara kedua negara terserbut.

(29)

17 MILITER

A. Landasan Teori Sistem Presidensiil

Sistem pemerintahan sudah menjadi darah bagi suatu negara dalam

menjalankan pemerintahannya yang berguna untuk mencapai cita-cita bangsa

tersebut. Mahfud MD mengatakan bahwa di dalam studi ilmu negara dan ilmu

politik dikenal adanya tiga sistem pemerintahan negara yaitu presidensiil,

parlementer, dan refendum.1 Namun, kali ini penulis hanya membahas tentang

sistem presidensiil dikarenakan menjadi landasan utama dari judul skripsi ini.

Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang

dikepalai oleh seorang presiden dan menteri-menteri bertanggung jawab

kepada presiden. Menurut Jimly Asshiddiqie, keuntungan sistem presidensial

adalah untuk menjamin stabilitas pemerintahan. Namun, sistem ini juga

mempunyai kelemahan yaitu cenderung menempatkan eksekutif sebagai

bagian kekuasaan yang sangat berpengaruh karena kekuasaannya besar. Untuk

itu, diperlukan pengaturan konstitusional untuk mengurangi dampak negatif

atau kelemahan yang di bawa sejak lahir oleh sistem presidensiil tersebut.2

1

Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia; Studi tentang Interaksi Politik

dan Kehidupan Ketatanegaraan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 74. 2

Jimmly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat

(30)

Kelebihan sistem presidensial menurut Arend Lijphart adalah sebagai

berikut:

1. Akan terjadi stabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan

presiden. Stabilitas eksekutif ini berlawanan dengan instabilitas

eksekutif yang biasanya melahirkan suatu sistem parlementer dari

penggunaan kekuasaan legislaif untuk membentuk kabinet melalui

mosi tidak percaya atau sebagai akibat dari hilangnya dukungan

mayoritas terhadap cabinet di parelemen.

2. Pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat dapat dipandang lebih

demokratis dari pemilihan tak langsung (formal atau informal) dalam

sistem presidensiil. Memang dalam demokrasi tidak menuntut

pemilihan semua pejabat pemerintah oleh rakyat secara langsung.

Tetapi argumen bahwa kepala pemerintahan, yang merupakan

pemegang jabatan paling penting dan berkuasa di dalam pemerintahan

yang demokratis, harus dipilih secara langsung oleh rakyat

mengandung validitas yang tinggi.

3. Dalam sistem presidensiil telah terjadi pemisahan kekuasaan yang

berarti pemerintahan yang dibatasi sehingga jaminan atas perlindungan

kebebasan individu atas tirani pemerintah akan terminimalisasi.3

3

Abdul Hadi Anshary, Menuju Trias Politika dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Studi

(31)

Sementara itu, kelemahan dalam sistem presidensial menurut Arend

Liphart adalah sebagai berikut:4

1. Akan mudah terjadi kemandekan dalam hubungan eksekutif dan

legislatif. Inilah yang merupakan konsekuensi pertama dari sistem

presidensiil.

2. Dalam sistem ini terjadi kekakuan temporal. Kini terlihat dari masa

jabatan presiden yang pasti menguraikan periode-periode yang dibatasi

secara kaku dan tidak berkelanjutan, sehingga tidak memberikan

kesempatan untuk melakukan berbagai penyesuaian yang dikehendaki

oleh keadaan.

3. Sistem presidensiil dipandang mempunyai cacat bawaan karena sistem

ini berjalan atas dasar aturan "pemenang menguasai semuanya".

Sehingga politik demokrasi akan menjadi sebuah permainan dengan

semua potensi konfliknya.

Sistem presidensiil telah dianut oleh beberapa negara didunia ini

termasuk Amerika Serikat dan Indonesia. Amerika Serikat dianggap sebagai

negara penganut sistem presidensiil tertua didunia. Ciri-ciri model sistem

presidensiil Amerika Serikat yang disebut sebagai pencerminan sistem

pemerintahan presidensiil murni, menurut Bagir Manan adalah sebagai

berikut:

4

Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

(32)

1. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tunggal.

2. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung

jawab, selain berbagai wewenang konstitusional yang bersifat

prerogatif dan biasanya melekat ada jabatan kepala negara (head of

state).

3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan

(conggress), karena itu tidak dapat dikenai mosi tidak percaya oleh

conggress.

4. Presiden tidak dipilih dan tidak diangkat oleh conggress. Dalam

praktiknya langsung dipilih oleh rakyat, walaupun secara formal

dipilih oleh badan pemilih (electoral college).

5. Presiden memangku jabatan empat tahun (fixed), dan hanya dapat

dipilih untuk dua kali masa jabatan berturut-turut (8 tahun). Dalam

hal mengganti jabatan yang berhalangan tetap, jabatan tersebut

paling lama 10 tahun berturut-turut.

6. Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan melalui

impeachment” karena melakukan pengkhianatan, menerima suap, melakukan kejahatan berat, dan pelanggaran lainnya.5

5

(33)

B. Landasan Teori Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)

Teori pemisahan kekuasaan, yang oleh Immanuel Kant disebut sebagai

doktrin "Trias Politika" dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya

L'esprit des Loi. Dasar pemikiran doktrin Trias Politika sudah pernah

dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian juga pernah dikembangkan oleh

John Locke. Dengan begitu, ajaran ini bukan ajaran yang baru bagi

Montesquieu.6

Montesquieu, dalam bukunya L'esprit des Loi (1748), membagi

kekuasaan negara dalam tiga cabang, yaitu: (1) kekuasaan legislatif sebagai

pembuat undang-undang, (2) kekuasaan eksekutif yang bertugas

melaksanakan undang-undang, dan (3) kekuasan yudikatif sebagai pengawas

undang-undang. Dari klasifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian

kekuasaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif (the legislative

function), eksekutif (the executive or administrative function) dan yudisial (the

yudcial function).7 Sebaliknya oleh Montesquieu, kekuasaan hubungan luar

negeri yang disebut oleh John Locke "federatif" dimasukan ke dalam

Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

1945 Dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), cet-ke 1, h. 11 7

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),

cet-ke 1, h. 283. 8

(34)

kekuasaan pada bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government

yang diterbitkan tahun 1690 yang ditulis sebagai kritik pada kekuasaan

absolute raja Stuart dan membenarkan The Glorious Revolution yang

dimenangkan oleh parlemen Inggris.9John Locke menyebutkan tiga lembaga

pemerintahan berdasarkan teori pemisahan kekuasaannya, yakni:

1. Lembaga eksekutif, yang berfungsi sebagai lembaga yang

menangani pembuatan peraturan dan perundang-undangan,

2. Lembaga legislatif, yang berfungsi sebagai lembaga yang

menjalankan peraturan dan perundang-undangan, termasuk lembaga

yang bekerja untuk mengadili pelanggaran peraturan dan

perundang-undangan, dan

3. Lembaga federatif, yang menjalankan fungsi dalam hubungan

diplomatik dengan negara lain, seperti mengumumkan perang dan

perdamaian terhadap negara-negara lain dan mengadakan

perjanjian.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian

kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa

bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini

membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada

9

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h.

(35)

koordinasi atau kerjasama.10 Pendapat tersebut membuka celah bagi antara

cabang-cabang kekuasaan untuk menerapkan prinsip check and balances yang

berbeda dengan Toeri Trias Politica milik Montesquieu yang memisahkan

cabang-cabang kekuasaan secara tegas tanpa adanya hubungan kerjasama dan

koordinasi.

Jimly Asshiddiqie mengatakan, kalaupun istilah pemisahan kekuasaan

tadinya hendak dihindari, namun kita dapat saja menggunakan istilah

pemisahan kekuasaan (division of power) seperti yang dipakai oleh Athur

Mass, yaitu capital division of power untuk pengertian yang bersifat

horizontal, dan territorial division of power untuk pengertian yang bersifat

vertikal.11 Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua

cara, yaitu:12

1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya.

Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat

pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan

pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah

federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara

federal.

10

Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. (Jakarta : Pusat

(36)

2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya.

Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara

fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.

C. Landasan Teori Check and Balances

Di dalam pemerintahan Negara Indonesia di kenal dengan adanya

sistem check and balances antara lembaga tinggi negara satu dengan lembaga

tinggi negara yang lainnya. Hal ini dikarenakan Indonesia tidak lagi menganut

paham Trias Politica Montesquieu secara mutlak, yang memisahkan antara

kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara tegas tanpa adanya

hubungan-hubungan saling mengawasi ataupun mengendalikan satu dengan

yang lain.

Istilah checks and balances menurut Black's Law Dictionary, diartikan

sebagai: arrangement of governmental power whereby power of one

govermental branch check or balance those of other brance.1314 Berdasarkan

pengertian yang dikemukakan dalam buku Black's Law Dictionary dapat

ditarik sebuah kesimpulan bahwa check and balances merupakan suatu

prinsip yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan serta tindakan antara satu

kekuasaan dengan kekuasaan yang lainnya, seperti halnya kekuasaan legislatif

dan eksekutif di Indonesia yang sama-sama saling mengawasi setiap

kebijakan yang dibuatnya.

13

Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, (St. Paul Minn: West Publishing), h. 238.

14 Terjemahan: “Susunan pemerintahan

yang kuat berdasarkan kekuatan suatu cabang

(37)

Di Amerika Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system,

dalam hal pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan eksekutif terhadap legislatif,

Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang

telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat

dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of

Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara

bagian).15

Berdasarkan pola hubungan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif,

operasionalisasi dari teori checks and balances dilakukan melalui cara-cara

sebagai berikut :

1. Pemberian kewenangan terhadap suatu tindakan kepada lebih dari

satu cabang pemerintahan. Misalnya kewenangan pembuatan

undang-undang yang diberikan kepada pemerintah dan parlemen

sekaligus. Jadi terjadi overlapping yang dilegalkan terhadap

kewenangan pejabat negara antara satu cabang pemerintahan

dengan cabang pemerintahan lainnya.

2. Pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada lebih

dari satu cabang pemerintahan. Banyak pejabat tinggi negara

dimana dalam proses pengangkatannya melibatkan lebih dari satu

15

Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,

(38)

cabang pemerintahan, misalnya melibatkan pihak eksekutif maupun

legislatif.

3. Upaya hukum impeachment dari cabang pemerintahan yang satu

terhadap cabang pemerintahan yang lainnya.

4. Pengawasan langsung dari satu cabang pemerintahan terhadap

cabang pemerintahan lainnya, seperti pengawasan terhadap cabang

eksekutif oleh cabang legislatif dalam hal penggunaan budget

negara.

5. Pemberian kewenangan kepada pengadilan sebagai pemutus kata

terakhir (the last word) jika ada pertikaian kewenangan antara

badan eksekutif dengan legislatif.16

Penerapan teori checks and balances seperti tersebut di atas, telah

dipraktekkan oleh Amerika Serikat yang mengaku sebagai kiblat negara

demokrasi. Dalam UUD NRI 1945, pola hubungan yang menerapkan prinsip

checks and balances melibatkan lembaga-lembaga tinggi negara yang

memiliki kekuasaan di bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Lembaga-lembaga tinggi negara tersebut yakni DPR, DPD, Presiden, MA dan MK,

serta Komisi Yudisial (KY).

16

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung : PT Refika Aditama, 2009), h.

(39)

D. Check and Balances dalam Pengangkatan Panglima Tinggi Militer

Prinsip check and balances antara lembaga eksekutif yakni presiden

dan lembaga legislatif yaitu Senat Amerika Serikat dalam pengangkatan

pejabat-pejabat eksekutif jelas tertulis dalam Konstitusi Amerika Serikat Pasal

2 Ayat 2 yang berbunyi:

He shall have Power, by and with the Advice and Consent of the Senate, to make Treaties, provided two thirds of the Senators present concur; and he shall nominate, and by and with the Advice and Consent of the Senate, shall appoint Ambassadors, other public Ministers and Consuls, Judges of the supreme Court, and all other Officers of the United States, whose Appointments are not herein otherwise provided for, and which shall be established by Law.

Dia akan memiliki Wewenang, oleh dan dengan Nasihat dan Persetujuan Senat, untuk membuat Perjanjian, dibutuhkan dua pertiga persetujuan Senator yang hadir; dan ia akan mencalonkan, dan oleh dan dengan Nasihat dan Persetujuan Senat, akan menunjuk Duta, Menteri lain dan Konsul, Hakim Mahkamah Agung, dan semua petugas lainnya dari Amerika Serikat, yang Jabatannya tidak ada dalam dokumen ini sebaliknya disediakan, dan yang harus ditetapkan dengan Undang-Undang.

Yang artinya Presiden Amerika Serikat akan mempunyai

Wewenang, oleh dan dengan Nasihat dan Persetujuan Senat, untuk

membuat Perjanjian, asal dua pertiga anggota Senat yang hadir setuju;

dan ia akan mencalonkan, atas dan dengan Nasihat dan Persetujuan

Senat, mengangkat Duta Besar, Duta-Duta lain dan Konsul, Hakim

Makamah Agung, dan semua pejabat lain Amerika Serikat, yang

(40)

ditentukan dengan Undang-Undang. Seperti pengangkatan panglima

tinggi militernya yaang dimuat dalam United States Code Bab 10 Ayat

152 butir a poin 1 tentang Ketua: Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat.

Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya persetujan maka

bertujuan untuk membatasi kekuasaan serta tindakan presiden agar

tidak terjadi abuse of power. Seperti halnya di Indonesia yang

sama-sama menerapkan prinsip check and balances dalam hal pengangkatan

panglima tinggi militernya. Di Indonesia sendiri, prinsip ini tidak

dituangkan secara eksplisit dalam konstitusi, namun dijelaskan dalam

peraturan perundang-undangan dibawahnya yaitu pada pasal 13 ayat 2

UU TNI.17

17 Pasal 13 Ayat 2 UU TNI berbunyi “Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(41)

29 BAB III

MEKANISME PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Tentara Nasional Indonesia

TNI adalah angkatan bersenjata milik Negara Indonesia. TNI terdiri

dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut,

dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI,

sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf

Angkatan. Perubahan UUD 1945 mengenai TNI, sebagaimana tercantum

dalam Pasal 30. Dalam pasal ini ditentukan dengan jelas mengenai perbedaan

tugas dan kewenangan masing-masing untuk menjamin perwujudan

demokrasi dan tegaknya rule of law. Pasal ini berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan

negara.”

Adapun Pasal 30 ayat (2) menentukan bahwa “Usaha pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai

kekuatan pendukung”.1

Sementara itu, dalam ayat (3) Pasal 30 berbunyi,

“Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

1

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

(42)

29 BAB III

MEKANISME PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Tentara Nasional Indonesia

TNI adalah angkatan bersenjata milik Negara Indonesia. TNI terdiri

dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut,

dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI,

sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf

Angkatan. Perubahan UUD 1945 mengenai TNI, sebagaimana tercantum

dalam Pasal 30. Dalam pasal ini ditentukan dengan jelas mengenai perbedaan

tugas dan kewenangan masing-masing untuk menjamin perwujudan

demokrasi dan tegaknya rule of law. Pasal ini berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan

negara.”

Adapun Pasal 30 ayat (2) menentukan bahwa “Usaha pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai

kekuatan pendukung”.1

Sementara itu, dalam ayat (3) Pasal 30 berbunyi,

“Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

1

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

(43)

Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi,

dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.”.2

Sesudah reformasi nasional, diadakan pemisahan yang tegas antara

kedudukan dan peran TNI dan Polisi Republik Indonesia (POLRI) sebagai

bagian dari ABRI ditiadakan. Pemisahan tersebut ditetapkan dengan

Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI, serta

Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI.

Berdasarkan hal itu, pada tahun 2002 diundangkan UU No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan juga UU No. 3 Tahun

2002 tentang Pertahanan Negara.

Selanjutnya, pada tahun 2004 dibentuk pula UU TNI (UU No.34

Tahun 2004). Rancangan UU TNI itu disetujui bersama oleh DPR dan

Presiden dan pada rapat paripurna DPR 30 September 2004. Berdasarkan UU

TNI ini, jelas ditentukan bahwa TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Kepala

Staf Angkatan.

Sesuai ketentuan Pasal 2 UU TNI tersebut, TNI adalah :

1. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara indonesia;

2. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;

2Ni‟Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi

(44)

3. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama;

4. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya. serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.3

Menurut UU TNI, dalam pengarahan dan penggunaan kekuatan

militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Dalam kebijakan dan strategi

pertahanan serta dukungan administrasi, TNI dibawah koordinasi Departemen

Pertahanan.

TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam

menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Tugas pokok TNI sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 adalah menegakkan

kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman

dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.4

3

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

Konstitusi Press, 2006), h. 122. 4

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta :

(45)

B. The Joint Chiefs of Staff United States (Gabungan Kepala Staf Amerika Serikat)

The Joint Chiefs of Staff (Gabungan Kepala Staf) atau biasa disingkat

JCS adalah badan pimpinan perwira militer senior di Departemen Pertahanan

Amerika Serikat yang menjadi penasihat Menteri Pertahanan, Dewan

Keamanan Dalam Negeri, Dewan Keamanan Nasional dan Presiden Amerika

Serikat pada masalah-masalah militer.

Komposisi Gabungan Kepala Staf ini diatur oleh Bab 10 Ayat 151

tentang Gabungan Kepala Staf: Komposisi dan Fungsi yang terdiri dari Ketua

Gabungan Kepala Staf5, Wakil Ketua Gabungan Kepala Staf 6 , Kepala Staf

Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara,

Komandan Korps Marinir, dan Kepala Biro Garda Nasional. Semua anggota

tersebut ditunjuk oleh Presiden setelah mendapat konfirmasi dari Senat

Amerika Serikat. Komandan Penjaga Pantai tidak termasuk kedalam

Gabungan Kepala Staf karena Penjaga Pantai normalnya berada di bawah

Departemen Keamanan Dalam Negeri, sementara empat cabang angkatan

yang lain berada di bawah Departemen Pertahanan. Namun penjaga pantai

adalah salah satu kecabangan militer dari Angkatan Bersenjata Amerika dan

dapat beroperasi di bawah Departemen Angkatan Laut selama masa perang.

5

Ketua Gabungan Kepala Staf biasa disebut The Chairman of the Joint Chiefs of Staff (CJCS)

atau disingkat The Chairman.

6

Wakil Ketua Gabungan Kepala Staf biasa disebut The Vice Chairman of the Joint Chiefs of

(46)

Namun Komandan Penjaga Pantai kadang-kadang diundang oleh ketua untuk

menghadiri pertemuan Gabungan Kepala Staf.7

Gabungan Kepala Staf Amerika Serikat memiliki tugas berdasarkan

The National Security Act of 1947 Ayat 211 Pasal 2, yaitu:

1. Untuk mempersiapkan rencana strategis dan menyediakan arahan strategis untuk pasukan militer;

2. Untuk mempersiapkan rencana logistik dan menentukan tanggung jawab logistik sesuai dengan rencana tersebut kepada pasukan militer;

3. Untuk membangun komando terpadu di daerah yang strategis ketika dibutuhkan dalam kepentingan keamanan nasional; 4. Merumuskan kebijakan untuk pelatihan bersama pasukan

militer;

5. Merumuskan kebijakan untuk mengkoordinasikan pendidikan anggota pasukan militer;

6. Untuk meninjau kebutuhan materi dan personil dari pasukan militer, sesuai dengan rencana strategis dan logistik; dan 7. Untuk memberikan Amerika Serikat representasi dari Komite

Staf Militer PBB sesuai dengan ketentuan Piagam PBB.

Gabungan Kepala Staf Amerika Serikat dipimpin oleh seorang Ketua

Gabungan Kepala Staf yang merupakan perwira militer tertinggi di Angkatan

Bersenjata Amerika. Ketua Gabungan Kepala Staf merupakan penasihat

militer utama Presiden Amerika Serikat, Dewan Keamanan Nasional, Dewan

Keamanan dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan.8

Walaupun Ketua Kepala Staf Gabungan secara hirarki berada di atas

(47)

atas angkatan bersenjata. Namun ketua gabungan dapat membantu Presiden

dan Menteri Pertahanan dalam melaksanakan fungsi komando mereka. 9

Ketua Gabungan Kepala Staf memimpin pertemuan dan

mengkoordinasikan upaya Kepala Staf Gabungan, yang terdiri dari ketua,

Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan, Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf

Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, Komandan Korps Marinir, dan

Kepala Biro Garda Nasional. Gabungan Kepala Staf memiliki kantor di

Pentagon.

Semua cabang angkatan bekerja sama dalam operasi dan misi

gabungan, di bawah sebuah Komando Tempur Terpadu (Unified Combatant

Command), di bawah otoritas Menteri Pertahanan dengan pengecualian

Penjaga Pantai (The United States Coast Guard), yang berada di bawah

administrasi Departemen Keamanan Dalam Negeri dan menerima perintah

operasional dari Menteri Keamanan Dalam Negeri.10

C. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia

Proses pengangkatan suatu jabatan dalam sebuah pemerintahan tidak

terlepas dari adanya mekanisme yang harus dijalani. Pengangkatan panglima

tinggi militer di Indonesia yang lebih dikenal dengan Panglima TNI memiliki

9

Dikutip dari Wikipedia

(https://id.wikipedia.org/wiki/Ketua_Kepala_Staf_Gabungan_Amerika_Serikat) yang diakses pada tanggal 7 September 2016.

10

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(48)

alur yang sedikit rumit. Sesuai dengan pasal 13 ayat 2 UU TNI11, DPR berhak

ikut andil dalam pengangkatan Panglima TNI sesuai dengan prinsip Check

and Balances yang di tuangkan dalam Pasal 71 Ayat b Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (Undang-Undang Susduk) yaitu memberikan persetujuan atau

tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti

undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang.

Sebelum mengangkat seorang panglima, presiden terlebih dahulu

mengusulkan satu orang calon panglima untuk mendapat persetujuan DPR.

Beni Sukadis menambahkan bahwa presiden memilih beberapa calon dari

setiap angkatan berdasarkan rekomendasi Dewan Kepangkatan dan Jabatan

Tinggi (Wanjakti) TNI yang dipertimbangkan sesuai kemampuan dan

kepentingan presiden.12 Calon panglima tinggi aktif adalah perwira tinggi

berbintang empat dengan pangkat Jenderal, Laksamana atau Marsekal yang

pernah atau sedang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Untuk lebih

mudahnya kita dapat melihat diagram dibawah:

11 Pasal 13 Ayat 2 UU TNI berbunyi “Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”

12

(49)

Persetujuan DPR terhadap calon panglima yang dipilih oleh presiden,

disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses,

yang terhitung sejak permohonan persetujuan calon panglima diterima oleh

DPR. Selanjutnya Komisi I DPR mengadakan fit and proper test kepada calon

panglima yang diusulkan oleh presiden, setelah itu akan dibawa kedalam

sidang paripurna DPR, melalui aklamasi terhadap anggota sidang dan jika

disetujui maka akan diserahkan kembali ke presiden untuk dilantik.

Namun, jika DPR tidak menyetujui calon panglima yang diusulkan

oleh presiden, maka presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai

pengganti. Apabila DPR tidak menyetujui calon panglima yang diusulkan

oleh presiden, DPR memberikan alasan tertulis yang menjelaskan

ketidaksetujuannya. Jika dalam hal ini DPR tidak memberikan jawaban

mengenai ketidaksetujuannya atas calon usulan presiden, maka DPR dianggap

telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat panglima baru

(50)

Koordinator LESPERSSI berpendapat hingga saat ini tidak ada penolakan

terhadap usulan calon dari presiden oleh DPR, karena menurutnya fit and

proper test hanya sebatas formalitas dari DPR yang artinya pasti disetujui

oleh DPR.13

D. Mekanisme Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Amerika Serikat

Dalam mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di Amerika

Serikat, di atur dalam United States Code Bab 10 Ayat 152 butir a poin 1

tentang Ketua: Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat yang berbunyi:

There is a Chairman of the Joint Chiefs of Staff, appointed by the President, by and with the advice and consent of the Senate, from the officers of the regular components of the armed forces. The Chairman serves at the pleasure of the President for a term of two years, beginning on October 1 of odd-numbered years.

Terdapat Ketua Kepala Staf Gabungan, diangkat oleh Presiden, oleh dan dengan saran dan persetujuan dari Senat, berdasarkan perwira tetap dari anggota angkatan bersenjata. Ketua bertugas kepada Presiden untuk masa jabatan dua tahun, dimulai pada tanggal 1 Oktober tahun ganjil.

Bahwa dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa seorang

panglima tinggi militer dipilih oleh presiden setiap 2 tahun sekali dengan

persetujuan dan saran dari Senat Amerika Serikat dan mengemban tugas sejak

1 Oktober dan dapat di tunjuk untuk kedua kalinya.

13

(51)

Berbeda dengan Indonesia yang menyerahkan wewenang kepada

“wakil rakyat”, di Amerika Serikat seorang panglima tinggi militer atau biasa disebut Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (Chairman of the Joint

Chiefs of Staff) ditunjuk oleh presiden yang selanjutnya kepada “wakil daerah” yaitu Senat Amerika Serikat (The United States Senate) untuk memberikan saran dan persetujuan.

Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat resmi menjabat sebagai

panglima tinggi militer ketika diangkat pada 1 Oktober tahun ganjil pada

periode Presiden menjabat. Seorang Ketua Kepala Staf Gabungan dapat

menjabat selama 6 tahun dan dapat diperpanjang selama 8 tahun serta dapat

diangkat kembali untuk kedua kalinya oleh presiden jika untuk kepentingan

nasional serta tidak ada batas periode ketika dalam keadaan perang.14

Jika seorang Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat

meninggal, pensiun, mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya,

maka seorang yang menggantikan posisinya melanjutkan sisa masa

jabatannya sesuai dengan United States Code Bab 10 Ayat 152 butir a poin 2

tentang Ketua: Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat.

Di Amerika Serikat, dalam memilih calon Ketua Kepala Staf

Gabungan, Presiden harus melihat beberapa kriteria-kriteria yang diatur dalam

14

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(52)

United States Code Bab 10 Ayat 152 butir b poin 2 tentang Ketua:

Pengangkatan, Tingkat dan Pangkat, yaitu:

1. Diangkat karena sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Kepala

Staf Gabungan Amerika Serikat (Vice Chairman of the Joint Chiefs

of Staff), atau

2. Menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Operasi

Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, Komandan Korps

Marinir atau Komandan Tempur Khusus.

3. Memiliki pangkat bintang 4 atau biasa disebut Jenderal15

4. Ketua dan Wakil Ketua Staf Gabungan Amerika Serikat bukan dari

cabang angkatan bersenjata yang sama.16

15

Di Amerika Serikat penyebutan Jenderal di bagi 2 yaitu, General untuk United States Army,

United States Marine Corps, United States Air Force dan Admiral untuk United States Navy 16

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(53)

40

BAB IV

ANALISIS PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

A. Implementasi Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat

Sesuai dengan apa yang dipaparkan pada Bab III tentang mekanisme

pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat,

prosedur pengangkatan panglima tinggi militer dikedua negara sudah sesuai

dengan apa yang diatur dalam undang-undang dimasing-masing negara.

Begitupun menurut Beni Sukadis selaku Koordinator Program LESPERSSI

(Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) berdasarkan

wawancara pada tanggal 8 September 2016, yaitu:

“Jika dilihat UU TNI pasal 13 tentang pengangkatan panglima TNI, menurut saya sesuai dengan apa yang diundang-undang, masih berjalan secara normal. Saya lihat belum melihat kekurangan, masalah yang sebenarnya menurut saya di fit and proper test itu hanya sebatas formalitas karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke calon panglima belum ada yang kritis. Kalau bicara soal pemutaran panglima TNI disetiap angkatan itu kembali lagi ke hak prerogatif presiden. Menurut saya yang perlu dijelaskan secara eksplisit di dalam undang-undang adalah mengenai pengalaman calon panglima TNI.”

Meskipun dalam beberapa hal, Implementasi pengangkatan panglima

tinggi militer di kedua negara dipengaruhi oleh hak prerogatif presiden yang

membuat mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer keluar dari

(54)

2015 Presiden Jokowi Dodo memilih Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai

Panglima TNI yang menggantikan Jendral Moeldoko.

Pada saat itu seharusnya adalah „jatah‟ Angkatan Udara. Dengan

diangkatnya Jendral Nurmantyo, Angkatan Udara sudah dua kali kehilangan

jatahnya menjadi Panglima TNI. Pertama ketika Panglima TNI Jendral Djoko

Santoso pensiun. Namun pada saat itu Presiden Yudhoyono memilih KASAD

(Kepala Staf Angkatan Darat) Jendral Moeldoko dari pada KSAU (Kepala

Staf Angkatan Udara) Marsekal Ida Bagus Putu Dunia untuk memimpin TNI

pada tahun 2013.1

Jika ditelisik berdasarkan Pasal 13 Ayat 4 UU TNI menyebutkan

bahwa “Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang

sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.”, Menurut penulis presiden mengabaikan pasal tersebut dan bertentangan dengan pasal

tersebut. Namun, menurut Beni Sukadis hal ini tidak bertentangan dengan

undang-undang karena adanya kepentingan subyektif dari seorang presiden.2

1

Dikutip dari Indoprogress

(http://indoprogress.com/2015/07/jokowi-dan-jenderal-jenderalnya/) yang diakses pada tanggal 20 September 2016. 2

(55)

Hal ini juga pernah beberapa kali diabaikan oleh Presiden Amerika

Serikat dalam memilih The Chairman of the Joint Chiefs of Staff (Ketua

Kepala Staf Gabungan) pada pengangkatan Jenderal Hugh Shelton yang

menggantikan Jenderal John Shalikashvili pada tahun 1997 di kepemimpinan

Bill Clinton, dimana saat itu Bill Clinton memilih dua kali Ketua Kepala Staf

Gabungan dari angkatan yang sama.3

Namun, di kedua negara belum pernah terjadi abuse of power dari

seorang presiden dalam hal pengangkatan panglima tinggi militernya

dikarenakan adanya prinsip check and balances antara lembaga eksekutif dan

legislatif, membuat presiden kedua negara tersebut harus meminta persetujuan

kepada badan legislatif.

B. Persamaan dan Perbedaan antara Kedua Negara dalam Hal Pengangkatan Panglima Tinggi Militer

Indonesia dan Amerika Serikat merupakan negara dengan bentuk

pemerintahan republik yang sama-sama mengedepankan prinsip demokrasi,

namun dalam hal pengangkatan panglima tingginya memiliki masing-masing

cara dan mekanisme.

Setelah pembahasan di Bab III tentang mekanisme pengangkatan

panglima tinggi militer di kedua negara, Penulis melihat adanya kesamaan

3

Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia

(56)

dalam hal pengangkatan panglima tinggi militer antara Amerika Serikat dan

Indonesia, tapi memiliki juga beberapa aspek yang membedakan mekanisme

diantara kedua negara tersebut. Untuk memudahkan pembaca mengetahui

persamaan dan perbedaan sekaligus, maka dari itu penulis menuangkan

kedalam satu tabel, sebagai berikut:

dilihat lebih kedalam berdasarkan masing-masing peraturan yang berlaku di

4

(57)

kedua negara, Amerika Serikat lebih menjelaskan secara eksplisit mekanisme

pengangkatan panglima tinggi militer dalam United States Code dari pada

Indonesia yang menjelaskan secara singkat tentang pengangkatan

panglimanya dalam UU TNI. Hal ini terbukti pada tidak tercantumnya masa

jabatan dan kriteria Panglima TNI dalam UU TNI.

C. Kelebihan dan Kekurangan antara Kedua Negara Dalam Hal Pengangkatan Panglima Tinggi Militer.

Berbicara kelebihan dan kekurangan antara kedua negara haruslah

menganalisis perbedaan mekanisme pengangkatan di dalam dua negara

tersebut berdasarkan perbedaan yang telah penulis paparkan di Bab IV poin

A.

Melihat bentuk negara Amerika Serikat yang merupakan negara

serikat (federasi) membuat perbedaan yang cukup jauh dengan Indonesia yang

merupakan bentuk negara kesatuan dari segi “check and balances”, dimana Amerika Serikat dalam konstitusinya memberikan fungsi unik kepada Senat

Amerika Serikat (United States Senate) agar ada kesetimbangan kekuasaan

dengan setiap unsur di bawah pemerintah federal.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat 2 Konstitusi Amerika Serikat, Senat

berfungsi meratifikasi setiap perjanjian internasional yang dibuat oleh

Referensi

Dokumen terkait

Hal inilah yang memicu sejumlah keritikan karena praktek mur ā ba ḥ ah tak ubahnya bunga dalam perbankan konvensional yang keuntungannya bersifat pasti, yang berbeda

Pada sel bahan bakar PEM, ruang alir harus didesain untuk mengurangi penurunan tekanan ketika memberikan perpindahan massa yang cukup dan seimbang melalui lapisan

Tujuan dari proyek akhir ini adalah memanfaatkan Dialogic D/4PCIU yang merupakan teknologi Computer Telephony Integration (CTI) sebagai interface dengan personal komputer,

 Menyedari pelbagai peranan wanita dalam keluarga, masyarakat, ekonomi dan politik negara, kerajaan mengakui bahawa strategi- strategi yang khusus perlu dibentuk bagi

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh anggota primer rantai pasok usaha jambu biji ditampilkan seperti pada Tabel 2. Aktivitas anggota primer rantai pasok usaha jambu biji

Namun dinamika tersebut tidak mengubah prosesi upacara Ngoa Ngi’i, hanya mengubah beberapa sarana dalam prosesi sebagai contoh, pada zaman dahulu ketika

Bagi menilai keberkesanan keseluruhan program dakwah yang telah dijalankan oleh SPI JPS terhadap guru Pendidikan Islam, dapatan kajian menunjukkan daripada seramai 242

Kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya