• Tidak ada hasil yang ditemukan

KDM Kelompok 14 Asuhan pada klien yang m

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KDM Kelompok 14 Asuhan pada klien yang m"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh anugerah dan kekuasaan Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Pada Klien Dengan Masalah Kehilangan Dan Kematian”. Adapun penyusunan tugas ini dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia dalam kegiatan pembelajaran di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya Prodi D IV Kebidanan Tasikmalaya.

Dalam kesempatan ini, izinkanlah kami untuk mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia yang telah membimbing kami dalam mengerjakan tugas ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini jauh dari sempurna. Untuk itu kami harapkan kritik dan saran dari pembaca demi kelancaran selanjutnya. Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khusunya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.

Tasikmalaya, 27 Oktober 2017

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...1

DAFTAR ISI...2

BAB I PENDAHULUAN...3

A. Latar Belakang...3

B. Rumusan Masalah...3

C. Tujuan...3

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 1. Kehilangan Dan Berduka...4

2. Tindakan Pada Pasien Menghadapi Kehilangan Dan Berduka...7

3. Sekarat Dan Kematian...9

4. Perubahan Tubuh Setelah Kematian...10

5. Perawatan Pada Jenazah...10

6. Perawatan Jenazah Yang Akan Di Otopsi...10

7. Perawatan Pada Keluarga...11

BAB III PENUTUP...12

A. Kesimpulan...12

B. Saran...12

(3)

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan atau disekitarnya.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang tenaga kesehatan apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.

B. Tujuan

1. Agar dapat memahami kehilangan dan berduka. 2. Agar dapat memahami kehilangan dan berduka. 3. Agar dapat mengetahui kehilangan dan berduka. C. Manfaat

1. Bagi mahasiswa dapat dijadikan rujukan untuk makalah lebih lanjut.

(4)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 1. Kehilangan (Loss) dan Berduka (Grieving)

Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian ataupun keseluruhan. Rasa kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya (Poter dan Perry, 1997).

Lingkungan memengaruhi nilai dan prioritas individu, sehingga rasa kehilangan beragam bentuknya. Lingkungan tersebut meliputi keluarga, teman, masyarakat, dan budaya. Kehilangan dapat berupa kehilangan yang nyata atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan yang nyata merupakan kehilangan terhadap orang atau objek yang tidak dapat lagi dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami individu, misalnya anggota tubuh, anak, hubungan, dan peran ditempat kerja. Kehilangan yang dirasakan merupakan kehilangan yang sifatnya unik berdasarkan individu yang mengalami kedukaan, misalnya kehilangan harga diri atau rasa percaya diri.

a. Jenis kehilangan

1) Kehilangan objek eksternal (misalnya, kehilangan karena kecurian atau kehancuran akibat bencana alam).

2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya, kehilangan karena berpindah rumah, dirawat di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan). 3) Kehilangan sesuatu atau individu yang berarti (misalnya, kehilangan

pekerjaan; kepergian anggota keluarga atau kehilangan binatang peliharaan).

4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya, kehilangan anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik).

5) Kehilangan hidup (misalnya, kehilangan karena kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri sendiri).

(5)

1) Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untu berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi, serta merasa takut saat ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.

2) Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menimbulkan disintegrasi dalam keluarga.

3) Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya karena kematian pasangan hidup, dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan ssemangat hidup individu yang ditinggalkan.

c. Berduka (Grieving)

Istilah kehilangan mencakup dua hal, yaitu berduka (grieving) dan berkabung (mourning). Berduka merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dengan berbagai cara yang unik pada masing-masing individu berdasarkan pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Berkabung merupakan periode penerimaan terhadap kehilangan dan duka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan. d. Jenis berduka

1) Duka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas sementara.

2) Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhanya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, individu akan memulai proses perpisahan dan meyelesaikan berbagai urusan dunia sebelum ajalnya tiba.

3) Berduka yang rumit, dialami oleh individu yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir sehingga dapat mengancam hubungan individu bersangkutan dengan individu lain.

4) Berduka tertutup, yaitu kedukaan dengan kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka. Misalnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua, dan ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.

(6)

Respons individu ketika berduka terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap sebagai berikut (Kubler-Rose dakam Potter dan Perry 1997).

gambar

1) Tahap pengingkaran

Reaksi awal individu yang mengalami kehilangan adalah syok; tidak percaya dan tidak mengerti; atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar telah terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal akan terus-menerus mencari informasi tambahan.

Pada tahap ini, reaksi fisik yang terjadi adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam waktu beberapa menit atau beberapa tahun.

2) Tahap kemarahan

Pada tahap ini, individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh petugas kesehatan lainnya yang tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan lain-lain.

3) Tahap tawar-menawar

Pada tahap ini, terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan. Individu berindak seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah dengan mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan. Individu mungkin berupaya melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan Yang Maha Esa.

4) Tahap depresi

Pada tahap ini, pasien sering menunjukan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bias muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun, dan lain-lain.

(7)

Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi rasa kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialamainya dan mulai memandang ke depan.

Gambaran tentang objek atau individu yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih kepada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima kenyataan dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi rasa kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ketahap penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi rasa kehilangan selanjutnya.

2. Tindakan pada Pasien Menghadapi Kehilangan/Berduka a. Tahap pengingkaran

1) Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya, dengan cara :

a) Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya. b) Meningkatkan kesabaran pasien, secara bertahap, tentang

kenyataan dan kehilangan apabila sudah siap secara emosional. 2) Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong

pasien untuk berbagi rasa, dengan cara :

a) Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa yang dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi. b) Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul pada

siapa pun yang mengalami kehilangan.

(8)

a) Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas, dan tidak berbelit-belit.

b) Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara. c) Meningkatkan kesadaran secara bertahap.

b. Tahap marah

Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawannya kembali dengan kemarahan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :

1) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan pasien tidak ditujukan kepada mereka.

2) Mengizinkan pasien untuk menangis.

3) Mendorong pasien untuk membicarakan rasa marahnya.

4) Membantu pasien dalam menguatkan system pendukungnya dan orang lain.

c. Tahap tawar-menawar

Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut, dengan cara :

1) Mendengarkan ungkapan yang dinyatakan pasien dengan penuh perhatian.

2) Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalah.

(9)

4) Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takutnya.

d. Tahap depresi

1) Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut, dengan cara :

a) Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya.

b) Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri, sesuai dengan derajat risikonya.

2) Membantu pasien mengurangi rasa bersalah, dengan cara : a) Menghargai perasaan pasien.

b) Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkannya terhadap kenyataan.

c) Memberikan kesempatan pada pasien untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.

d) Bersama pasien membahas pikiran yang selalu timbul. e. Tahap penerimaan

Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan, dengan cara:

1) Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teraturan.

2) Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga tidak berada pada tahap yang sama di saat yang bersamaan.

3) Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.

4) Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.

(10)

Sekarat (dying) merulakan suatu kondisi pasien saat sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death) secara klinis merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan aktivitas listrik otak terhenti. Dengan perkataan lain, kematian merupakan kondisi terhentinya fungsi jantung, paru-paru, dan kerja otak secara menetap. Sekarat dan kematian memiliki proses atau tahapan yang sama seperti pada kehilangan dan berduka. Tahapan tersebut sesuai dengan tahapan Kubler-Ross, yaitu diawali dengan penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan.

4. Perubahan Tubuh Setelah Kematian

Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, di antaranya rigor mortis (kaku) yang dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian. Algor mortis (dingin) yaitu turunnya suhu tubuh secara perlahan-lahan, serta post mortem decomposition yaitu terjadi livor mortis pada daerah yang tertekan dan melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri.

5. Perawatan pada Jenazah

a) Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis. b) Singkirkan pakaian.

c) Lepaskan semua alat kesehatan.

d) Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda.

e) Tempat kan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat pergelangannya (bergantung dari kepercayaan dan agama).

f) Tempatkan satu bantal di bawah kepala.

(11)

h) Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu.

i) Letakan alat di bawah glutea.

j) Tutup sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis. k) Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga. l) Beri kartu atau tanda pengenal.

m) Bungkus jenazah dengan kain panjang.

6. Perawatan Jenazah yang akan Diotopsi

a) Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan. b) Beri label pada pembungkus jenazah.

c) Beri label pada alat protesis yang digunakan. d) Tempatkan jenazah pada lemari pendingin.

7. Perawatan terhadap Keluarga

a) Dengarkan ekspresi keluarga.

b) Beri kesempatan bagi keluarga untuk bersama dengan jenazah beberapa saat.

c) Siapkan ruangan khusus untuk berduka.

(12)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

B. SARAN

Dari makalah ini kami memberikan saran antara lain:

1. Seseorang harus dapat menerima suatu kehilangan terhadap seseorang atau suatu benda dan selalu berduka jika mendapat rejeki.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Walyani, Elisabeth Siwi. 2015. Keterampilan Dasar Kebidanan 1. Yogyakarta: Pustakabarupress.

Referensi

Dokumen terkait

Graf G = (V, E) dikatakan pelabelan pada suatu graf jika terjadi pemetaan bijektif dari setiap elemen graf ke bilangan bulat positif, yang mana bilangan terse- but disebut

Tujuan penelitian ini adalah membuat membran elektrolit berbasis polieter-eter keton yang dapat digunakan pada sistem DMFC suhu tinggi dengan mempelajari: pengaruh

- Proses : Mengenalpasti sama ada item pertama wujud atau tidak - Output : Jika terdapat item pertama, senarai tidak kosong. b) Proses menentukan senarai penuh

Jumlah tersebut menunjukkan bahwa panjang telapak kakidengan daya loncat memiliki jalur hubungan yang kuat dan positif.Kuatnya jalur hubungan yang positif tersebut

Kajian ini telah menunjukkan bahawa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tahap tekanan kerja dengan komitmen dan kepuasan kerja dalam kalangan guru-guru

Daerah yang sesuai untuk pembudidayaan cacing tanah ini adalah daerah dengan potensi limbah organik yang besar, misal daerah pertanian, sehingga dapat menyediakan

TIN*AUAN PUSTAKA A. asalah itu timbul karena akti&tas manusia yang menyebabkan lingkungan tidak atau kurang sesuai lagi untuk mendukung kehidupan manusia. 'aljar dari

Hasil menunjukan bahwa antar varietas dengan penghentian pemberian air setelah fase pertumbuhan setengah generatif lebih cepat mengalami kelayuan ± 1,87 hari dengan