Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-1
2
PEMBANGUNAN BIDANG
ARAHAN PERENCANAAN
CIPTA KARYA
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, pendekatan
konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan
berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan.
Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Kabupaten/Kota perlu
memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan
pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya.
2.1 Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya
Konsep perencanaan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam mewujudkan kawasan permukiman
yang layak huni dan berkelanjutan, disusun berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan
dan amanat perencanaan pembangunan sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan
pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya. Untuk mewujudkan amanat perencanaan
pembangunan infrastruktur permukiman Bidang Cipta Karya tersebut dilakukan dengan membagi
amanat pembangunan infrastruktur permukiman Bidang Cipta Karya kedalam 4 (empat) bagian,
yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden,
amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional. Konsep perencanaan
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-2 Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Sumber : pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya tahun 2014
Dalam pelaksanaannya infrastruktur bidang Cipta Karya terbangun mempunyai manfaat langsung
terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat serta peningkatan kualitas lingkungan, karena mulai
tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus
menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa pelayanan, berbagai multiplier ekonomi dapat
dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur bidang
Cipta Karya terbangun pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman.
Dengan demikian, pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya pada dasarnya dimaksudkan
untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu :
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses
infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-3
3. Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan
kumuh, meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan kawasan permukiman dan
meningkatkan pelayanan infrastruktur permukiman.
Untuk mewujudkan tiga strategic goal di atas tugas pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
(Permukiman) diwujudkan dengan dua pendekatan:
i. Pendekatan skala kabupaten/kota melalui tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan
bidang permukiman.
ii. Pendekatan skala kawasan melalui tugas pembangunan infrastruktur bidang permukiman.
Berdasarkan mandat dari perangkat peraturan dan undang-undang terhadap tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal Cipta Karya, maka visi Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah “Terwujudnya
permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak, produktif, berdaya saing dan berkelanjutan”.
Adapun makna dari visi tersebut adalah :
Layak, yaitu: permukiman perkotaan dan perdesaan yang mempunyai persyaratan
kecukupan prasarana dan sarana permukiman sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
sebagai tempat bermukim warga perkotaan dan perdesaan.
Produktif, yaitu: permukiman perkotaan dan perdesaan yang dapat menghidupkan
kegiatan perekonomian di lingkungan permukiman.
Berdaya saing, yaitu: permukiman perkotaan dan perdesaan yang dapat menonjolkan
kualitas lingkungan permukimannya dengan baik dan mampu bersaing sebagai lingkungan
permukiman yang menarik untuk warganya.
Berkelanjutan, yaitu: permukiman perkotaan dan perdesaan yang asri, nyaman dan aman
sebagai tempat bermukim warganya untuk jangka panjang.
Direktorat Jenderal Cipta Karya mempunyai peran penting untuk mewujudkan permukiman yang
layak huni dan berkelanjutan. Lingkup penanganan bidang Cipta Karya tidak hanya mencakup
perkotaan, tetapi juga meliputi perdesaan. Diharapkan pembangunan bidang Cipta Karya dapat
mengisi RTRW kabupaten/kota dalam pola ruang (bangkim dan PBL/BG), serta struktur ruang (air
minum dan sanitasi). Sehingga, permukiman yang layak huni dan berkelanjutan dipandang
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-4 2.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya
2.2.1 RPJP Nasional 2005-2025
Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah :
“INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR”.
Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada pencapaian tujuan nasional,
seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat
kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai.
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi
pembangunan nasional sebagai berikut :
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui
pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama,
melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan
nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam
rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber
daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan
pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi
secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang
hukum dan aparatur negara; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis
keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan
sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan
kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil;
memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media
dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan
pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum
secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-5 internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar
mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan
menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan
kontra-intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan
komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi industri
pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan
pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan
kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi
kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi
masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi;
serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan
pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan,
keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap
menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan
masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk
permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan
ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas
kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan
pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar
pembangunan.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi
masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan;
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional
untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan
secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara
berkelanjutan.
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional adalah
memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional;
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-6 integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional
dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.
Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju,
mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil
dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam
20 (duapuluh) tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran pokok terkait pembangunan
permukiman perkotaan dan perdesaan adalah terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan ditandai oleh hal-hal berikut :
1. Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan
peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya
kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang
memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
3. Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien dan akuntabel untuk mewujudkan
kota tanpa permukiman kumuh.
4. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang
baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Sedangkan penjabaran RPJPN dalam pembangunan Bidang Cipta Karya mengamanatkan
beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan
air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan,
transportasi, pariwisata dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan
(demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya
alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-7 peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum
dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi
masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan
profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air
minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan
pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana
dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat
komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN,
yaitu :
RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan
pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah
dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat
terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka
panjang dan berkelanjutan, efisien dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong
terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
RPJMN ke 4 (2020-2024): Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
2.2.2 RPJM Nasional 2015-2019
2.2.2.1 Visi Misi Pembangunan
RPJMN merupakan salah satu penjabaran yang konkrit serta mendetail untuk mewujudkan
pembangunan yang sesuai arahan RPJPN Tahun 2005-2025 dan dibagi dalam 4 (empat) tahap
RPJMN, dimana setiap tahapannya dilaksanakan dalam kurun waktu selama 5 (lima) tahun.
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian dan sebagai keberlanjutan RPJMN ke-2, RPJMN ke-3
ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-8 daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus
meningkat.
Amanat RPJMN Tahap ke-3 mempunyai Visi pembangunan nasional 2015-2019, yaitu :
“TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN
BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG”
Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara
hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
2.2.2.2 Sembilan Agenda Prioritas
Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat
secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,
dirumuskan sembilan agenda prioritas dalam pemerintahan ke depan. Kesembilan agenda
prioritas itu disebut NAWA CITA.
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman kepada seluruh warga negara.Membuat Pemerintah selalu hadir dengan
membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
2. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
3. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-9 5. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
6. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
7. Melakukan revolusi karakter bangsa.
8. Memperteguh kebhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
2.2.2.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Tahun 2015-2019
A. Umum
Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan secara umum adalah sebagai berukit:
a. Meningkatkan upaya keberlanjutan pembangunan ekonomi, melalui strategi: (i)
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang terusterjaga secara positif dengan pengurangan
kesejangan antar wilayah; (ii) peningkatan tingkat pendapatan (per kapita) serta
pengurangan kesenjangan pendapatan atar kelompok; (iii) peningkatan lapangan
pekerjaan sehingga tingkat pengangguran menurun; (iv) penurunan tingkat
kemiskinan sehingga jumlah penduduk miskin berkurang; (v) ketahanan pangan
termasuk stabilisasi harga sehingga tingkat inflasi rendah; (vi) ketahanan energi,
utamanya peningkatan akses masyarakat terhadap energi, peningkatan efisiensi dan
bauran energi nasional; (vii) peningkatan akses transportasi/mobilitas masyarakat;
(viii) dan penerapan pola produksi/kegiatan ekonomi dan pola konsumsi hemat (tidak
boros) dan ramah lingkungan.
b. Meningkatkan upaya keberlanjutan pembangunan sosial, melalui strategi (i) peningkatan
kesetaraan gender untuk akses/kesempatan pendidikan, kegiatan ekonomi dan
keterwakilan perempuan dalam organisasi; (ii) peningkatan keterjangkauan layanan dan
akses pendidikan, kesehatan, perumahan, pelayanan air bersih dan sanitasi
masyarakat; (iii) peningkatan keamanan yang tercermin dalam rendahnya konflik
horisonal dan rendahnya tingkat kriminalitas; (iv) peningkatan pengendalian pertumbuhan
penduduk; (v) peningkatan pelaksanaan demokrasi (indek demokrasi); (vi) dan
pengendalian kekerasan terhadap anak, perkelahian, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT).
c. Meningkatkan upaya keberlanjutan pembangunan lingkungan hidup, melalui strategi: (i)
peningkatan kualitas air, udara dan tanah yang tercermin dalam peningkatan skor
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-10 meningkatnya tutupan hutan (forest cover) serta penjagaan terhadap keberadaan
keanekaragaman hayati; (v) pengendalian pencemaran laut, pesisir, sungai, dan
danau; (vi) pemeliharaan terhadap sumber-sumber mata air dan Daerah Aliran
Sungai (DAS), dan (vii) pengurangan limbah padat dan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
d. Meningkatkan tata kelola pembangunan yang secara transparan, partisipatif, inklusif
dan peningkatan standar pelayanan minimum di semua bidang dan wilayah untuk
mendukung terlaksanaya pembangunan berkelanjutan di berbagai bidang.
B. Arahan Pengembangan Wilayah Sumatera Tahun 2015-2019
Adapun sasaran pengembangan Wilayah Sumatera pada tahun 2015-2019 adalah sebagai
berikut:
1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah Sumatera,
akan dikembangkan pusat-pusatpertumbuhan ekonomi di koridor ekonomi dengan
memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah, termasukdiantaranya adalah
pengembangan 2 Kawasan Ekonomi Khusus(KEK), 1 Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET).
2. Sementara itu, untuk menghindari terjadinya kesenjangan antarwilayah di Wilayah
Sumatera, maka akan dilakukanpembangunan daerah tertinggal dengan sasaran
sebanyak 10 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaranoutcome: (a)
meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi didaerah tertinggal sebesar 6,3 persen;
(b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi 10,13 persen;
dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia(IPM) di daerah tertinggal sebesar
73,10 73,69.
3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasanperkotaan di Sumatera, maka
akan dipercepat pembangunan 2 Kawasan Perkotaan Metropolitan baru, peningkatan
efisiensi pengelolaan 1 Kawasan Perkotaan Metropolitan yang sudah ada saat ini, serta
mewujudkan optimalisasi peran 6 kota otonom berukuran sedang sebagai penyangga
(buffer) urbanisasi.
4. Sesuai dengan amanat UU 6/2014 tentang Desa, maka akan dilakukan
pembangunan perdesaan dengan sasaran sedikitnya 1500 desa atau meningkatnya
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-11
5. Khusus untuk meningkatkan keterkaitan pembangunan kotadesa, diharapkan dapat
diwujudkan 8 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang
berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka akan dikembangkan 10 Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan
negara yang dapat mendorong pengembangan kawasan sekitarnya.
7. Sasaran Otonomi Daerah adalah: (1) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan
retribusi daerah sebesar 25% untuk propinsi dan 10% untuk kabupaten/kota; (2)
Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi sebesar 30% dan untuk
Kabupaten/Kota sebesar 30% pada tahun 2019 serta sumber pembiayaan lainnya
dalam APBD; (3) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian (WTP) sebanyak 10 provinsi dan 23 kabupaten/kota di wilayah Sumatera;
(4) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk
jenjang S1 sebesar 65% dan S2-S3 sebesar 10%; (5)Terlaksananya diklat kepemimpinan
daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah
di seluruh wilayah Sumatera sebesar 150 angkatan (dengan proyek awal Provinsi
Lampung); (6) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya
pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (7) Meningkatnya persentase jumlah
PTSP sebesar 100%; (8) Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi
yang dilimpahkan oleh kepala daerah ke PTSP sebesar 90%; (9) Terlaksananya sinergi
perencanaan dan penganggaran di wilayah Sumatera (dengan proyek awal Provinsi
Aceh dan Riau); (10) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan
peran gubernur sebagai wakil pemerintah; dan (11) terlaksananya sistem monitoring
dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Sumatera (dengan proyek awal
Provinsi Riau).
8. Sasaran Pengurangan Bencana adalah menurunnya indeks risiko bencana pada 5 PKN
(Kota Medan, Kota Padang, Kota Lhokseumawe, Banda Lampung, Jambi) dan 15 PKW
(Kota Banda Aceh, Langkat, Deli Serdang, Karo, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai,
Kota Bengkulu, Mukomuko, Rejang Lebong, Banyuasin, Lahat, Lampung Barat,
Tanggamus, Sarolangun, Kerinci yang memiliki indeks resiko bencana tinggi, baik yang
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-12 2.2.2.4 Pengembangan Kawasan Strategis
Kebijakan pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Sumatera Utara
diarahkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan
orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis produksi dan pengolahan hasil bumi
serta menjadi lumbung energi nasional. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan
strategi sebagai berikut:
1. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Koridor Ekonomi Sumatera Utara
Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis erat kaitanya dengan
memberdayakan masyarakat berbasis potensi ekonomi wilayah, sehingga dapat
meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan yang dilakukan melalui:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI) di kawasan industry KEK
Sei Mangke sebagai sentra pengolahan komoditas unggulan kelapa sawit, karet,
batu bara menjadi produk bernilai tambah tinggi, serta logistik;
b. Mengembangkan industri-industri pengolahan kelapa sawit, karet, dan batu bara
menjadi produk bernilai tambah tinggi berorientasi ekspor;
c. Meningkatkan produktivitas Meningkatkan produktivitas komoditas unggulan kelapa
sawit, karet baik di dalam KEK maupun di sekitar wilayah KEK (kebun rakyat).
2. Percepatan Penguatan Konektivitas
Peningkatan konektivitas antara kawasan sebagai pusat-pusat pengolahan produk bernilai
tambah tinggi dan berorientasi ekspor pada KEK Sei Mangke dan termasuk di dalamnya
daerah tertinggal akan dilakukan melalui:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
Pengembangan dan pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai hub
internasional;
Pengembangan dan pembangunan terminal peti kemas di Belawan, terminal peti
kemas di Kuala Tanjung;
Pembangunan jalur kereta api ruas Bandar Tinggi-Kuala Tanjung dan ruas Spoor
Simpang (Gunung Bayu)-KEK Sei Mangkei;
Peningkatan kapasitas jalan ruas Simpang Inalum-Kuala Tanjung; ruas Ujung
Kubu-Kuala Tanjung, ruas Simpang Mayang-Sei Mangkei-Simpang
Pengkolan-Tinjoan-Sei Mejangkar, ruas Bts Simalungun Silimbat-Bts Taput, ruas Tanjung
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-13 3. Kekuatan Kemampuan SDM dan IPTEK
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
a. Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola dan Administratur KEK Sei Mangkei
dibidang perencanaan, penganggaran, dan pengelolaan kawasan;
b. Peningkatan kemampuan pengelolaan investasi di KEK Sei Mangkei;
c. Peningkatan koordinasi Badan Pengelola KEK, pemerintah pusat, dan pemerintah
daerah;
d. Penyiapan tenaga kerja berkualitas di bidang industry pengolahan berteknologi
tinggi.
4. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
a. Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan
kompetitif, antara lain fasilitas fiskal di semua bidang usaha, pembebasan PPN
dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan diolah dan digunakan di
KEK;
b. Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan
Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) bidang perijinan
perindustrian, perdagangan, pertanahan di KEK Sei Mangkei;
c. Meningkatkan harmonisasi hubungan industrial antara tenaga kerja, serikat pekerja,
dan perusahaan dalam KEK;
d. Promosi produk unggulan KEK Sei Mangkei kepada investor luar dan dalam negeri
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-15 Arah kebijakan pembangunan wilayah perkotaan di Wilayah Sumatera difokuskan untuk
membangun kota berkelanjutan dan berdaya saing menuju masyarakat kota yang sejahtera
berdasarkan karakter fisik, potensi ekonomi dan budaya lokal.
Untuk wilayah Sumatera Utara Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional dengan strategi
mengembangkan simpul transportasi khususnya transportasi darat (kereta api) untuk sumatera
bagian timur dan mengembangkan jaringan transportasi laut untuk sumatera bagian barat
untuk meningkatkan konektivitas antar PKN, PKW, dan PKL disekitarnya. Mewujudkan kota layak
huni yang nyaman dan nyaman dengan membangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana
transportasi, ekonomi, pendidikan dan keamanan kota.
Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah Sumatera adalah
meningkatkan kemandirian masyarakat dan desa, serta mewujudkan desa-desa berkelanjutan
yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi dan ekologi sesuai dengan amanat UndangUndang
No.6/2014 tentang Desa dengan sasaran berkurangnya jumlah desa sedikitnya 1500 desa atau
meningkatnya jumlah desa mandiri sedikitnya 600 desa. Selain itu, membangun keterkaitan
ekonomi lokal antara perkotaan dan perdesaan melalui integrasi kawasan perdesaan pada 8
kawasan pertumbuhan.
Selain itu Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Sumatera adalah kebijakan untuk
meningkatkan keterkaitan desa-kota diarahkan untuk mendukung pengembangan kawasan
perdesaan menjadi pusat pertumbuhan baru terutama di desa-desa mandiri. Perwujudan
Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa diantaranya adalah
mempercepat pembangunan sistem transportasi yang terintegrasi antara laut, darat, dan udara
untuk memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal. Secara diagramatis, lokasi prioritas
pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan dapat dilihat pada Gambar 2.3, Tabel 2.1
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-16 Tabel 2.1 Lokasi Prioritas Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Sebagai Pusat Pertumbuhan
Wilayah Di Wilayah Sumatera
Kode Lokasi Prioritas fokus Pengembangan
K1 Kawasan Perkotaan Metropolitan
Mebidangro: Kota Medan, Binjai
(Ibukota Kab. Langkat), Kab. Deli Ser
Diarahkan sebagai pusat kegiatan Global (PKG) yang
diarahkan sebagai pusat administrasi pelintas batas yang
berfungsi sebagai outlet pemasaran untuk wilayah
Sumatera Utara bagian Timur dengan tetap memantapkan
fungsi-fungsi keterkaitan dengan pusat -pusat pertumbuhan
wilayah internasional.
pada mendorong perkembangan sektor produksi prioritas seperti: Industri; Perikanan laut; pariwisata; dan perdagangan
dan jasa
distribusi, dan perluasan kegiatan hilirisasi industri dan
pertanian dengan tetap memantapkan fungsi-fungsi keterkaitan
menuju pusat kegiatan global
Sumber: RPJMN Tahun 2015-2019
Tabel 2.2 Lokasi Prioritas Kota Sedang Yang Berfokus Pada Upaya Pemerataan Wilayah Di
Wilayah Sumatera
Kode Lokasi Prioritas fokus Pengembangan
P1 Banda Aceh Diarahkan sebagai pusat pertumbuhan Nasional (PKN) serta
pusat pemerintahan Provinsi NAD sekaligus sebagai pusat
koleksi dan distribusi skala regional untuk produksi pertanian, pariwisata, perikanan laut
P2 Tebing Tinggi Sebagai pusat pertumbuhan wilayah (PKW) yang berorientasi
mendorong potensi produksi pertanian dengan cara
meningkatkan spesialisasi fungsi sektor pertanian dan
perdagangan
P3 Dumai Diarahkan sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) dengan fokus pusat administrasi pelintas batas yang berfungsi
sebagai outlet emasaran untuk wilayah Riau bagian timur serta
berorientasi pada upaya mendorong perkembangan sektor
produksi wilayah seperti perkebunan, industri, perdagangan,
pertambangan dan perikanan.
P4 Bukit Tinggi Sebagai pusat pertumbuhan wilayah (PKW) yang berorientasi
mendorong perkembangan sector produksi prioritas seperti:
Pariwisata;dan Pertanian
P5 Lubuklinggau Diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan wilayah (PKW) yang
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-17 sumatera bagian selatan
P6 Prabulih Sebagai pusat pertumbuhan Wilayah (PKW) untuk mendukung
sebagai pusat koleksi dan distribusoi sektor produksi wilayah
seperti perkebunan dan pertambangan
Sumber: RPJMN Tahun 2015-2019
Pada Tabel 2.2 kita lihat Kota Tebing Tinggi sebagai lokasi prioritas nasional yang tujuan
pengembangnnya adalah sebagai pusat pertumbuhan wilayah (PKW) yang berorientasi
mendorong potensi produksi pertanian dengan cara meningkatkan spesialisasi fungsi sektor
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-18
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-19 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No.32 Tahun
2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema
pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI).
Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI
Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi
atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang
terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI
dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau
sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.
Untuk lebih jelasnya Koridor Ekonomi nasional pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI)
dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.4 Koridor Ekonomi Indonesia pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI-MP3EI).
Sumber : Pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya Tahun 2014
2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI).
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-20 upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka
kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di
semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun
2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu :
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan
mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin
dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan
memperhatikan aspek.
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam
pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat
(PNPM Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.
2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
memperoleh fasilitas tertentu, yang dijelaskan melalui UU Nomor 39 Tahun 2009. KEK
dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan
geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona
ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta
Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan
tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.
2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Presiden Republik Indonesia melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2010 mengarahkan seluruh
Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan
yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-21 air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan
dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air
minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.
2.3 Amanat Peraturan dan Perundangan Pembangunan Terkait Bidang Cipta Karya
2.3.1 Undang-Undang Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Pengembangan Permukiman adalah
sebagai berikut ini :
1. Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus
meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan
kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang
diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.01/PRT/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan
perkotaan sebesar 10% pada tahun 2019.
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-22
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan
strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan
kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan
permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu :
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-23
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat
kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota
dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
pada tingkat kabupaten/kota.
Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan
pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.
UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta
sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan,
terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan
kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.
2.3.2 Undang-Undang Tentang Bangunan Gedung
Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Penataan Bangunan dan Lingkungan,
adalah sebagai berikut ini :
1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat
bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah
kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian termasuk di
dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan
pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan
dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-24
2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang
ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur
bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan
keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan
kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan
bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung. Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,
peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam
peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat
pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan.
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL,
maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL
disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan
baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan
bencana, serta kawasan gabungan dari jenisjenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang
disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5. Permen PU No.01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang.
Mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-25 Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut :
a. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya
harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau
yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Disamping itu, sistem
penghawaan, pencahayaan dan pengkondisian udara dilakukan dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat
green building).
b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai
dengan peraturan perundang-undanganharus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan
perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan
lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter
cagar budaya yang dikandungnya.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan
keharusan bagi semua bangunan gedung.
2.3.3 Undang-Undang Tentang Penyehatan Lingkungan Permukiman
Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman adalah sebagai berikut ini :
A. Air Limbah
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional.
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektorsektor terkait lainnya,
seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya
mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana
sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-26
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya
sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.
5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan
agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang
diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).
B. Persampahan
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional.
Berdasarkan undang-undang No.17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan
pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau
mencapai 40 juta jiwa.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan
sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian
sumber air.
3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir
sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping)
paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008
ini, dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.
4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum.
Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang
dilakukan secara terpadu.
5. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi: a. kebijakan dan strategi
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-27 pengembangan dan penerapan teknologi; e. sistem informasi; f. peran masyarakat; dan g.
pembinaan.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan
sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus
dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.
C. Drainase
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional.
Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah
berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase
baru melayani 124 juta jiwa.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air.
3. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010–2014.
Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun
2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di
100 kawasan strategis perkotaan.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu
tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi
genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.
2.3.4 Undang-Udang Tentang Air Minum
Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Penyediaan Air Minum adalah sebagai
berikut ini :
1. Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-28 Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP)
Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah
aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan,
manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih
baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM,
yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan
air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun,
memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik dalam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang
lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa
tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan
jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok
minimal 60 liter/orang/hari
2.4 Amanat Internasional Bidang Cipta Karya
Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan
bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional dalam pengembangan kebijakan
dan program terkait bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-29 2.4.1 Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan
dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda
Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang
menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan
berkelanjutan.
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah
penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta
meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.
2.4.2 Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan
atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We
Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global,
regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang
diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan
berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of
Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan, yaitu : (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan
dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan
berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals
(SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang
terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini
akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit,
termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-30 2.4.3 Millenium Development Goals (MDGs)
Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para Kepala Negara dan perwakilan dari 189
negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September 2000
menegaskan kepedulian utama masyarakat dunia untuk bersinergi dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) pada tahun 2015.
Tujuan MDGs menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua
komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia
telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan dan
penganggaran sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2004-2009 dan 2010-2014, serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen anggarannya.
Berlandaskan strategi progrowth, pro-job, pro-poor, dan proenvironment, alokasi dana dalam
anggaran pusat dan daerah untuk mendukung pencapaian berbagai sasaran MDGs terus
meningkat setiap tahunnya. Kemitraan produktif dengan masyarakat madani dan sektor swasta
berkontribusi terhadap percepatan pencapaian MDGs.
Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) merupakan cita-cita
mulia dari hampir semua negara di dunia yang dituangkan ke dalam Deklarasi milenium
(Millenium Declaration). Cita-cita pembangunan manusia mencakupi semua komponen
pembangunan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Masyarakat sejahtera adalah
masyarakat yang dapat menikmati kemakmuran secara utuh, tidak miskin, tidak menderita
kelaparan, menikmati pelayanan pendidikan secara layak, mampu mengimplementasikan
kesetaraan gender, dan merasakan fasilitas kesehatan secara merata. Kehidupan sejahtera
ditandai pula dengan berkurangnya penyakit berbahaya dan menular, masyarakat hidup dalam
kawasan lingkungan yang lebih ramah dan hijau, memiliki fasilitas lingkungan dan perumahan
yang sehat, dan senantiasa mempunyai mitra dalam menjaga keberlanjutannya. MDGs mencakup
target-target pembangunan global sebagai berikut :
Tujuan 1 : menanggulangi kemiskinan dan kelaparan,
Tujuan 2 : mencapai pendidikan dasar untuk semua,
Tujuan 3 : mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-31 Tujuan 5 : meningkatkan kesehatan ibu,
Tujuan 6 : memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular Lainnya,
Tujuan 7 : memastikan kelestarian Lingkungan Hidup,
Tujuan 8 : membangun kemitraan global untuk pembangunan,
Pemerintah Indonesia sejak merdeka sesungguhnya telah bertekad membangun bangsa ini
sejalan dengan MDGs. Laporan pelaksanaan MDGs Indonesia menunjukkan bahwa, Pemerintah
Indonesia telah bertekad untuk memenuhi komitmen pencapaian target MDGs pada 2015
mendatang. Bahkan, penanggulangan kemiskinan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) ditargetkan lebih cepat daripada target MDGs sendiri. MDGs telah
menjadi salah satu bahan masukan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan
Pembangunan Nasional. Upaya dialog dengan berbagai pihak akan terus diupayakan untuk
mencari kesepahaman dan langkah kerjasama kongkrit di masa yang akan datang. Hal ini penting
dilakukan, mengingat pencapaian MDGs akan lebih mudah dicapai melalui dukungan dan
partisipasi aktif dari swasta dan masyarakat.
Target MDGs terkait Bidang Cipta Karya adalah Tujuan 7 Memastikan Kelestarian Lingkungan
Hidup. Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan
target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses
berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun
2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan
target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu,
akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015
yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target
7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman
kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman
kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.
2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi masukan
kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh
Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari
Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari
Laporan Akhir |ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN CIPTA KARYA 2-32 Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies
Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan
global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus
pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs.
Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015,
sebagai berikut :
a. Mengakhiri kemiskinan
b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender
c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup
d. Menjamin kehidupan yang sehat
e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik
f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi
g. Menjamin energi yang berkelanjutan
h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan
berkeadilan
i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan
j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif
k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai
l. Menciptakan sebuah lingkungan permukiman global dan mendorong pembiayaan jangka
panjang
Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6
yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam
pencapaian sasaran tersebut adalah :
a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah,
puskesmas, dan kamp pengungsi,
b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di
sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga,
c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum,
serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian, industri dan daerah-daerah perkotaan,
d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri