• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Rumusan Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Rumusan Masalah"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Karya sastra dianggap dapat mengungkapkan keadaan sosial budaya maupun

semangat zaman yang ada pada sebuah masyarakat dalam suatu kurun waktu.

Oleh karena itu, banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan keadaan sosial

budaya suatu masyarakat melalui karya sastra. Fungsi karya sastra sebagai

dokumen sosial dapat ditemukan pada kesusastraan manapun di berbagai macam

masyarakat dunia.

Hubungan keterkaitan antara karya sastra dengan masyarakat mengundang banyak penelitian terhadapnya. Pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan karya sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek & Warren, 1990: 122. )

Kesusastraan Jepang merupakan kesusastraan yang perkembangannya

telah melewati berbagai zaman dan diklasifikasikan menjadi beberapa periode.

Dalam perkembangannya, terdapat ciri khas yang membedakan kesusastraan

Jepang suatu zaman dengan kesusastraan Jepang pada zaman lain. Ciri khas itu

bisa dilihat dari bentuk ataupun tema karya sastra yang menggambarkan keadaan

sosial budaya masyarakatnya. Contohnya, kesusastraan Jepang zaman Heian bisa

(2)

pengarang dan pembaca kesusastraan sebagian besar adalah kaum bangsawan dan

penghuni istana. Oleh karena itu, kesusastraan Jepang zaman tersebut banyak

yang menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kehidupan di istana

Pada periode kesusastraan modern Jepang yang berlangsung sejak zaman

Meiji (1868-1912), kesusastraan Jepang banyak terpengaruh oleh kesusastraan

modern Eropa. Hal ini merupakan dampak restorasi Meiji yang menitikberatkan

pembaharuan di berbagai sektor kehidupan dengan mengadopsi pemikiran, nilai,

budaya dan ilmu pengetahuan dari Eropa. Banyaknya karya sastra Eropa yang

masuk dan diterjemahkan di Jepang pada saat itu, banyak mempengaruhi

perkembangan bentuk kesusastraan modern Jepang

Tujuan restorasi Meiji salah satunya adalah untuk mengejar

ketertinggalan bangsa Jepang dari bangsa Eropa. Bangsa Jepang mengejar

ketertinggalan tersebut dengan melakukan modernisasi pada berbagai sektor

kehidupan. Upaya modernisasi bangsa Jepang salah satunya dilakukan dengan

mengadopsi pemikiran, nilai, budaya dan ilmu pengetahuan dari Barat.

Modernisasi dan pengadopsian segala hal berbau Barat yang merupakan dampak

dari restorasi Meiji itu tidak hanya memberikan pengaruh positif saja, tapi juga

pengaruh negatif. Selain itu, proses modernisasi juga menyebabkan munculnya

berbagai perubahan di dalam masyarakat Jepang.

Banyak sastrawan Jepang pada zaman itu yang menyorot tentang

masalah maupun perubahan-perubahan dalam masyarakat tersebut pada karya

sastranya. Banyak karya sastra, terutama prosa, yang di dalamnya

(3)

perubahan di dalamnya yang merupakan pengaruh modernisasi akibat restorasi

Meiji. Salah satu penulis yang mengungkapkan keadaan sosial budaya yang

terjadi pada masyarakat Jepang pada waktu itu dalam karya sastranya adalah

tetsuko Kuroyanagi dalam novelnya Madogiwa no Totto-Chan.

Novel Madogiwa no Totto-Chan merupakan salah satu karya Tetsuko Kuroyanagi yang sangat terkenal. Novel yang merupakan kritik terhadap sistem

pendidikan yang keras di Jepang dimana sistem pendidikan pada masa itu

dipengaruhi oleh militerisme dan ultranasionalisme yang berhasil merebut

perhatian sebagian besar masyarakat Jepang. Pada tahun pertama novel ini

diterbitkan tahun 1981, novel ini terjual hingga 4.500.000 eksemplar. Dalam

novel ini dijelaskan bahwa sistem pendidikan di Jepang yang terkenal keras dan

disiplin, bukanlah jaminan bahwa seorang anak akan berkembang dengan baik.

Bahkan, bisa jadi seseorang yang tidak kuat dengan sistem tersebut akan

mengalami tekanan mental dan bisa menjadi depresi.

Di Indonesia pada tahun 1986 novel tersebut telah diterjemahkan oleh

Latiefah H Rahmat dan Nandang Rahmat ke dalam bahasa Indonesia dengan judul

Totto-chan Si Gadis di Tepi Jendela. Pada tahun 2005 Gramedia telah menjual novel Totto-Chan Si Gadis di Tepi Jendela telah mencapai cetakan ke 10 dan terjual 57.000 eksemplar. Angka tersebut merupakan angka penjualan tertinggi

pada tahun itu dibandingkan dengan penjualan novel-novel terjemahan lainnya,

yang hanya mencapai angka tertinggi penjualan 5000 eksemplar.

(4)

kata Anas, “sudah 57 ribu eksemplar dan cetakan ke-10.”(Baqja Qaris : Koran Tempo,30 April 2006)

Novel Madogiwa no Totto-Chan ini merupakan otobiografi yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi. Kuroyanagi, yang ketika kecil di panggil Totto-chan

yang dianggap nakal oleh orang-orang di sekitarnya. Padahal gadis cilik itu hanya

punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan

jendela selama pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tidak tahan lagi,

akhirnya chan dikeluarkan dari sekolah. Mama pun mendaftarkan

Totto-chan ke Tomoe Gakuen. Totto-Totto-chan girang sekali, karena di sekolah itu para

murid belajar di gerbong kereta yang dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil

menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan

perjalanan.

Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran

sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang

mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka

mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto-chan pun merasa kerasan.

Walaupun belum menyadarinya, Totto-chan tidak hanya belajar fisika, berhitung,

musik, bahasa, dan lain-lain, tetapi juga mendapatkan banyak pelajaran berharga

tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan

menjadi diri sendiri.

Keunikan sekolah tersebut memang atas prakarsa dan ide dari sang

kepala sekolah, Sosaku Kobayashi yang berpengetahuan luas. Dia, yang pernah

bepergian ke luar negeri dan menyaksikan sistem pembelajaran di luar negeri,

(5)

menginginkan murid Tomoe memiliki pengetahuan luas yang mencakup segala hal agar dapat mendukung masa depan mereka dan keinginan tersebut terwujud.

Tidak seperti sekolah-sekolah lain di Jepang yang masih berpikiran kuno Tomoe Gakuen merupakan satu-satunya sekolah dimana murid-muridnya tidak ingin pulang ke rumah meskipun jam pelajaran sudah usai.

Tomoe Gakuen juga memiliki mata pelajaran jalan-jalan dan senam ritmik yang di masa itu merupakan hal asing. Namun sang kepala sekolah berhasil

menerapkan hal tersebut pada murid-muridnya. Sayangnya, Tomoe Gakuen hanya

bertahan selama delapan tahun. Pada 1945, sekolah itu terbakar habis akibat

dihantam bom B-29 yang dijatuhkan Tentara Sekutu dan tak pernah dibangun

kembali. Adapun penggagas dan sekaligus pelaksana sekolah itu, Sosaku

Kobayashi meninggal dunia pada tahun 1963. Dia tak pernah lagi mendapat

kesempatan untuk menerapkan gagasannya yang orisinil dan revolusioner, yaitu

pendidikan berbasis kepribadian. Kelak, metode pendidikan tersebut terbukti

ampuh dengan berhasilnya hampir semua orang murid Tomoe Gakuen, baik dalam

bidang akademis maupun non-akademis.

Totto-chan atau Tetsuko Kuroyanagi sendiri kelak mempelajari opera di

Sekolah Musik Tokyo, kemudian menjadi aktris. Di tahun 1972, Kuroyanagi

belajar akting di New York sambil menulis artikel “From New York With Love’.

Sekembalinya ke Jepang, pada tahun 1975 Kuroyanagi membawakan acara

“Tetsuko no Heya”, acara talkshow pertama di televisi Jepang yang mendapat penghargaan tertinggi dalam dunia pertelevisian. Kuroyanagi kemudian

(6)

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dan mengkaji permasalahan tersebut dengan judul Nilai-Nilai Edukatif (Nilai Nilai kepribadian dan Sosial) dalam Novel Madogiwa no Totto-Chan Karya Tetsuko Kuroyanagi.

1.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang penulis bahas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Struktur apa saja yang membangun novel Madogiwa no Totto-Chan karya Tetsuko Kuroyanagi yang meliputi tokoh dan penokohan; latar;

sudut pandang; alur cerita; tema?

2. Nilai-nilai edukatif apa saja yang tergambar dalam novel Madogiwa no Totto-Chankarya Tetsuko Kuroyanagi?

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur pembangun novel

yang terdiri dari, tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan pusat pengisahan.

Selain itu untuk mengetahui nilai-nilai edukatif (nilai kepribadian dan sosial)

yang terdapat dalam novel Madogiwa no Totto-Chan. Juga nilai-nilai edukatif apa

(7)

1.2.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu

manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil

penelitian ini adalah untuk membangun dan mengembangkan teori sastra. Adapun

manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menambah

khasanah keilmuan sastra Jepang yang lebih luas dan selanjutnya dapat

memberikan kontribusi sebagai rujukan atau bahan perbandingan untuk

penelitian-penelitian selanjutnya mengenai telaah sastra Jepang.

1.3 Landasan Teori

Novel dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun dari dalam, sedangkan unsur

ekstrinsik adalah unsur yang membangun dari luar. Unsur intrinsik dalam novel

seperti: penokohan (perwatakan), tema, alur (plot), pusat pengisahan, dan latar.

Sudjiman menjelaskan (1988:16-17), struktur yang membangun cerita

rekaan biasanya terdiri dari alur dan pengaluran, tema dan amanat, latar dan

pelataran, tokoh dan penokohan, serta pusat pengisahan. Sumardjo (1983:7)

berpendapat bahwa unsur-unsur yang membangun novel adalah plot (alur cerita),

perwatakan, tema, setting suasana cerita, sudut pandang dan gaya cerita.

Berdasarkan teori yang sudah dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa unsur-unsur pembangun novel akan lebih mudah dipahami apabila

(8)

dapat diperoleh pemahaman yang membantu menerapkan teori sosiologi dalam

novel.

Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial

dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Karena objek yang diteliti

adalah karya sastra, maka peranan sosiologi disini adalah sebagai alat bantu untuk

mengungkapkan aspek sosial dalam karya sastra, yaitu novel. Menurut (Damono,

2002:3) sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra yang

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan, dengan menggunakan analisis teks

untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih

dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. Hartoko dan Rahmanto (1986:129)

menjelaskan, sosiologi sastra adalah penafsiran teks secara sosiologis yaitu

menganalisis gambaran tentang dunia dan masyarakat dalam sebuah teks sastra,

sejauh mana gambaran itu serasi atau menyimpang dari kenyataan.

Rene Wellek dan dan Austin Warren (1990:111) membagi telaah

sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang

mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang

menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra, yakni

mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang berkaitan dengan apa yang

tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak

disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang

(9)

1.4 Metode Penelitian 1.4.1 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penulis lakukan dengan menggunakan metode

studi pustaka. Studi pustaka merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan

mempelajari informasi yang tertulis. Dalam studi pustaka, sumber pengumpulan

data terbagi menjadi tiga golongan. Pertama, buku-buku atau bahan bacaan yang

memberikan gambaran umum mengenai persoalan yang diteliti. Penulis

menggunakan buku-buku teori dan esai para ahli. Kedua, buku-buku yang harus

dibaca secara mendalam dan cermat. Penulis menggunakan novel Madogiwa no Totto-Chan karya Tetsukou Kuroyanagi sebagai bahan atau data utama dalam penelitian ini. Novel Madogiwa no Totto-Chan yang dibaca penulis diterbitkan Kondansha Ltd pada tahun 1984. Ketiga, bahan bacaan tambahan yang

menyediakan informasi untuk melengkapi penelitian ini. Penulis mencari bahan

bacaan tambahan melalui internet dan artikel.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan pembacaan atas teks novel

Madogiwa no Totto-Chan. Dari proses pembacaan tersebut, penulis memperoleh bahan-bahan yang kemudian dibuat dalam bentuk kutipan-kutipan. Tujuan

pembacaan ini ialah untuk menemukan unsur intrinsik dan nilai-nilai edukatif

dalam novel.

1.4.2 Analisis Data

Dalam tahap analisis data, penulis akan menggunakan analisis struktural

(10)

menganalisis data, yaitu menganalisis novel Madogiwa no Totto-Chan dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca

dan memahami kembali data yang sudah diperoleh. Selanjutnya,

mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam novel Madogiwa no Totto-Chan

yang mengandung unsur penokohan, tema, alur cerita, latar, dan amanat. Hasil

analisis dapat berupa kesimpulan penokohan, tema, alur cerita, latar, tema, dan

amanat.

Tahap berikutnya, menganalisis data. Analisis novel Madogiwa no

Totto-Chan dengan tinjauan sosiologi sastra. Analisis dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang diperoleh, kemudian mengelompokkan teks-teks

yang mengandung fakta sosial, yaitu pendidikan dalam novel Madogiwa no

Totto-Chan.

1.4.3 Penyajian Hasil Analisis Data

Dalam tahap penyajian hasil analisis data, penulis menggunakan metode

deskriptif analisis, yaitu penyajian hasil analisis data dengan memaparkan atau

memberikan penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terinci atas hasil

unsur-unsur data penelitian

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan hasil penelitian penulis paparkan dengan sistematika

sebagai berikut.

Bab 1 berisi pendahuluan meliputi, latar belakang dan rumusan masalah,

(11)

penulisan.

Bab 2 berisi tinjauan pustaka yaitu penelitian sebelumnya, struktur novel

yaitu pengertian struktur novel dan unsur pembangun novel antara lain tokoh dan

penokohan, latar, sudut pandang, alur dan tema, kemudian pengertian sosiologi

sastra. Selanjutnya bab ini juga memaparkan pengertian nilai edukatif.

Bab 3 berisi analisis unsur intrinsik dalam novel Madogiwa no Totto-Chan dan pemaparan nilai-nilai edukatif dalam novel Madogiwa no Totto-Chan yang meliputi nilai-nilai kepribadian dan nilai-nilai sosial juga aplikasi nilai-nilai

edukatif novel Madogiwa no Totto-Chandalam dunia pendidikan.

Bab 4 berisi penutup yang mencakup simpulan. Pada bagian akhir

(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA, STRUKTUR DAN NILAI EDUKATIF NOVEL

2.1 Penelitian Sebelumnya

Ada beberapa mahasiswa yang telah meneliti novel ini untuk penulisan skripsi

baik dari unsur tata bahasanya, psikoanalisis, dan sebagainya. Salah seorang

mahasiswa yang telah menulis skripsi tentang novel ini adalah mahasiswa

Universitas Sebelas Maret Surakarta jurusan ilmu komunikasi bernama Fidayanni

Karimawati. Judul skripsinya adalah Pendidikan Berbasis Kepribadian. Skripsi ini ditulis pada tahun 2010

Dalam skripsinya tersebut Fidayanni Karimawati membahasa tentang

sistem pendidikan humanis yang diterapkan di Tomoe Gakuen. Dalam

pembahasannya mengenai Fidayanni Karimawati menuliskan pesan setelah

menganalisis novel “Totto Chan: gadis Cilik di Jendela” melalui metode

semiotika yaitu sebagai berikut: (a) Memberi kebebasan pada anak untuk

berekspresi, (b) Menjaga dan memupuk bibit-bibit keberanian anak dalam

mengambil tindakan, (c) Menanamkan rasa percaya diri pada setiap anak,

terutama mereka yang memiliki hambatan fisik, (d) Menjaga mental murid, (e)

Memberikan pendidikan moral dan etika, (f) Memberikan pendidikan

kekeluargaan, (g) Memberikan pengalaman-pengalaman baru sebagai bekal untuk

masa depan, (h) Belajar sambil bermain, (i) Menanamkan rasa tanggung jawab, (j)

Pemberian reward yang berkesan.

Dalam skripsi ini memfokuskan penelitian pada analisis struktural dan

(13)

no Tottochan juga penerapan nilai edukatif dengan menggunakan teori sosiologi sastra.

2.2 Pengertian Struktur Novel

Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang tergolong ke dalam prosa

fiksi serta terdiri dari unsur-unsur pembangunan yang paling berkaitan antar satu

dengan ynag lain sehingga membentuk suatu wacana yang utuh. Jassin (1985: 78)

berpendapat sebagai karya imajinatif sastra berfungsi sebagai hiburan yang

menyenangkan juga berguna untuk menambah pengalaman batin bagi

pembacanya. Membicarakan sastra yang memiliki sifat imajinatif, kita berhadapan

dengan tiga jenis sastra yaitu prosa, puisi dan drama. Salah satu jenis prosa adalah

novel.

Sudjiman menjelaskan (1988:55) novel merupakan salah satu ragam

prosa di samping cerpen dan roman selain puisi dan drama. Novel merupakan

prosa rekaan yang panjang, menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan

serangkaian cerita dan latar belakang secara terstruktur.

Menurut Ratna (2004: 336) genre karya sastra, yaitu puisi, prosa dan

drama, genre prosalah, khususnys novel, yang dianggap paling dominan dalam

menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, antara lain: (a)

novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang

paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas, (b)

bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum

(14)

mewujudkan, dan menyatakan pengalaman subyektif seorang pengarang.

Menurut Endraswara (2008: 51-52) memandang karya sastra sebagai

teks mandiri. Penelitian dilakukan secara objektif, yaitu menekankan aspek

instrinsik karya sastra. Karya sastra, dalam hal ini novel, juga memiliki

unsur-unsur yang membangun baik dari dalam maupun dari luar. Aspek atau unsur-unsur

instrinsik merupakan segi yang membangun karya sastra dari dalam yang

mencakup tema, latar, dan alur.

Noor (2009:31) menjelaskan yang dimaksud segi instrinsik karya sastra

ialah unsur-unsur yang membangun suatu karya sastra dari dalam. Dalam hal ini

novel sebagai salah satu genre karya sastra, narasi imajinatif tersusun atas

unsur-unsur instrinsik yang saling berkaitan. Selain itu karya sastra juga mengandung

unsur ekstrinsik, yaitu unsur-unsur dari luar yang mempengaruhi isi karya sastra.

Unsur-unsur ekstrinsik itu misalnya psikologi, sosiologi, agama, sejarah, filsafat,

ideologi, politik, dan lain-lain

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa struktur pembangun novel

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.

Unsur yang membentuk karya sastra tersebut yaitu: penokohan, alur, pusat

pengisahan, latar, tema, dan sebagainya. Novel yang dibangun dari sejumlah

unsur akan saling berhubungan dan saling menentukan sehingga menyebabkan

novel tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna hidup.

Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya

(15)

menjadi bagian didalamnya. Contoh unsur-unsur ekstrinsik adalah psikologi,

sosiologi, kebudayaan, moral, antropologi, filsafat, agama dan sebagainya

Menurut Sumardjo (1983:12) melalui unsur-unsur pembangun tersebut,

peristiwa-peristiwa kemasyarakatan dihadirkan oleh pengarang dengan gaya yang

berbeda-beda. Perbedaan tersebut berasal dari nilai budaya suatu masyarakat yang

sangat mungkin mempengaruhi terciptanya karya sastra.

Pembaca untuk menangkap makna sebuah karya sastra harus mempunyai

bekal pengetahuan bahwa karya sastra terdiri dari unsur-unsur yang membentuk

karya sastra secara utuh. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan membentuk

sebuah totalitas karya sastra. Unsur-unsur tersebut kemudian menjadi struktur

karya sastra.

Berikut ini adalah penjelasan unsur-unsur intrinsik novel, tetapi untuk

kepentingan penelitian skripsi ini tidak akan dibahas seluruh unsur intrinsik novel

Madogiwa no Totto-chan. Unsur intrinsik tokoh dan penokohan; latar; sudut pandang; alur cerita; tema dan amanat saja yang akan dibahas sebagai dasar

melangkah kepada pembahasan gambaran nilai-nilai edukatif novel Madogiwa no

Totto-chan.

2.2.1 Tokoh dan Penokohan

Dalam karya fiksi sering digunakan istilah-istilah seperti tokoh dan

penokohan, watak dan perwatakan atau karakter dan karakterisasi secara

bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah tokoh

(16)

karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh

pembaca lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

Sudjiman (1988: 79) menjelaskan bahwa tokoh ialah individu rekaan

yang mengalami peristiwa atau berlakuan di pelbagai peristiwa dalam cerita.

Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2005: 23), tokoh adalah orang-orang yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tetap seperti yang diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa cara pengarang

menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Jenis atau tipe tokoh dapat

dilihat melalui reaksi tokoh terhadap permasalahan (konflik) yang dihadapi dalam

cerita. Bagaimana seorang tokoh menghadapi sampai ke tahap penyelesaian

konflik yang terjadi akan menggambarkan karakter (watak) tokoh yang

bersangkutan.

2.2.2 Latar (setting)

Menurut Semi (1988:46) latar adalah lingkungan tempat terjadi, yang

termasuk dalam latar ini adalah tempat dan waktu atau peristiwa sejarah. Biasanya

latar muncul pada semua bagian atau penggalan cerita dan kebanyakan pembaca

tidak terlalu menghiraukan latar ini, karena lebih berpusat pada jalan ceritanya.

Kadang-kadang kita menemukan bahwa latar ini banyak mempengaruhi

penokohan dan kadang-kadang membentuk tema.

(17)

dalam lingkungan tertentu melainkan juga berupa suasana yang berhubungan

dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat

dalam menanggapi problema tertentu. Setting dalam bentuk yang terakhir dapat dimasukkan dalam setting yang bersifat psikologis.

Jadi latar merupakan pengambilan tempat, dan ruang kejadian yang

digambarkan oleh pengarang. Penggambaran latar yang tepat akan membuat cerita

lebih kuat dan hidup. Latar membantu pembaca membayangkan

peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam cerita.

Menurut Nurgiyantoro, (2005: 227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam

tiga unsur pokok, yaitu:

1. Latar tempat, yang menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi.

2. Latar waktu, berhubungan dengan peristiwa itu terjadi.

3. Latar sosial, menyangkut status sosial seorang tokoh, penggambaran keadaan

masyarakat, adat-istiadat dan cara hidup.

2.2.3 Sudut Pandang

Menurut Nurgiyantoro (2005:248), sudut pandang (point of view) merupakan strategi yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan

gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi

memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan.

Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh,

lewat kacamata tokoh cerita. Masih menurut Nurgiyantoro (2005:256)

(18)

membedakan sudut pandang. Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau

pertama, salah satu pelaku dengan ”aku”, atau seperti tak seorang pun)?

2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau

berganti-ganti)?

3. Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan

ceritanya kepada pembaca (kata, pikiran, atau persepsi pengarang;

kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan, atau persepsi tokoh)?

4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau

berganti-ganti)?

Jadi dapat disimpulkan sudut pandang adalah cara pengarang

menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.

2.2.4 Alur (Plot)

Semi (1988:43) menjelaskan alur atau plot adalah struktur rangkaian

kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang

sekaligus menandai urutan bagian-bagian keseluruhan bagian fiksi. Sedangkan

menurut Aminudin (1987:83) alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang

membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita.

Jadi, alur adalah peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain

dengan adanya hubungan saling melengkapi. Alur atau plot adalah rangkaian

cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu

(19)

2.2.5 Tema

Menurut Aminudin (1987:91) tema dalam cerita fiksi adalah ide yang

medasari suatu cerita berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam

memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Seorang pengarang harus memahami

tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif

penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah

selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema

tersebut.

Semi menjelaskan (1988:42) tema tidak sama dengan topik, topik

mempunyai arti tempat, dalam tulisan atau karangan, topik berarti pokok

pembicaraan. Sedangkan tema merupakan tulisan atau karya fiksi karena wujud

tema dalam sastra, berpangkal kepada alasan tindak (kreatif tokoh).

Jadi tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar

tersebut. Menentukan tema suatu cerita hanya dapat dilakukan bila telah

memahami karya sastra tersebut secara keseluruhan.

2.3 Pengertian Sosiologi Sastra

Swingwood (melalui Faruk: 1994:1) berpendapat bahwa sosiologi

sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam msyarakat, studi

mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Selanjutnya dikatakan

bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat

dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan

(20)

Menurut Semi (1988:5) pengertian sosiologi adalah suatu telaah yang

objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial serta

proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan

berkembang dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah

perekonomian, keagamaan, politik dan lain-lain. Kita mendapat gambaran tentang

cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme

kemasyarakatannya serta proses pembudayaannya.

Pitrim Sorokin (melalui Supardan, 2008: 100), menerangkan bahwa

sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:

a. Hubungan dan pengaruh timbul balik antara berbagai macam gejala sosial

(misalnya, antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral,

hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya);

b. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala-gejala nonsosial (misalnya,

gejala geografis, biologis, dan sebagainya);

c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu

yang mempelajari hubungan manusia di dalam masyarakat. Sosiologi juga

menelaah hubungan antara manusia dengan lingkungannya, manusia dengan

budayanya, dan manusia dengan lembaga-lembaga sosial. Serta

perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dan dampak dari perubahan-perubahan sosial

tersebut dalam masyarakat.

Seperti halnya sosiologi yang berurusan dengan manusia dalam

(21)

diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami dan dimanfaatkan

oleh masyarakat. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu

sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup

hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang seorang, antar

manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering

menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau

dengan masyarakat.

Dikemukakan Teeuw (1984:100) bahwa pemahaman karya sastra tidak

mungkin tanpa pengetahuan mengenai kebudayaan yang melatar belakangi karya

sastra dan tidak langsung terungkap dalam sistem tanda bahannya. Ian Wat

(melalui Damono 1984:3) dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan,

sastra dan masyarakat. Oleh karena itu telaah sosiologi karya sastra akan

mencakup tiga hal:

a. Konteks sosial pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial masyarakat

dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk didalamnya

faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan

disamping mempengaruhi isi karya sastranya.

b. Sastra sebagai cerminan masyarakat, yang ditelaah adalah sampai sejauh

mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat.

c. Fungsi sosial sastra, dalam hal ini telaah dalam beberapa jauh nilai sastra

berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi

nilai sosial, dan sampai berapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat

(22)

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks

untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih

dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 1984:3).

Ratna (2004: 332-333) mengemukakan bahwa sastra memiliki kaitan erat

dengan masyarakat sebagai berikut:

a. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin

oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota

masyarakat.

b. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan

yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh

masyarakat

c. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui

kompetansi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung

masalah-masalah kemasyarakatan

d. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang

lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan logika.

Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.

e. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,

masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Dalam buku Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1984:7), Damono menjelaskan:

(23)

ini, dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial ini: hubungan manusia dengan keluargaya, lingkungannya, politik, negara, dan sebagainya. Dalam pengertian dokumenter murni, jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik, yang juga menjadi urusan sosiologi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi dan sastra

sebenarnya berbagi masalah yang sama. Seperti halnya sosiologi, sastra juga

berurusan dengan manusia dalam masyarakat sebagai usaha manusia untuk

menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dengan

demikian, novel dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia

sosial yaitu hubungan manusia dengan keluarga, lingkungan, politik, negara,

ekonomi, dan sebagainya yang juga menjadi urusan sosiologi. Sosiologi dapat

memberi penjelasan yang bermanfaat tentang sastra.

Adapun analisis sosiologi sastra bertujuan untuk memaparkan dengan

cermat fungsi dan keterkaitan antarunsur yang membangun sebuah karya sastra

dari aspek kemasyarakatan pengarang, pembaca, dan gejala sosial yang ada.

Pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan mimetis yang memahami

karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan.

Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu

pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan (sosial).

2.4 Pengertian Nilai edukatif

Comb (melalui Setiadi 2007: 123) menyebutkan bahwa nilai adalah

(24)

serta perilaku yang akan dipilih untuk dicapai. Mardiatmadja (1986: 54)

menegaskan bahwa, nilai adalah hakikat suatu hal, yang menyebabkan hal itu

pantas untuk dikejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia atau pantas

dicintai, dihormati, dikagumi, atau yang berguna untuk satu tujuan.

Menurut Alwi (2007: 783) nilai adalah konsep abstrak mengenai masalah

dasar yang sangat penting dan bernilai di kehidupan manusia yang bersifat

mendidik. Nilai dapat berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, dan cara

bertindak seseorang dalam mencapai tujuan hidup. Senada dengan Alwi Lasyo

(melalui Setiadi dkk, 2007: 123) menyebutkan nilai bagi manusia merupakan

landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.

Dari pendapat para ahli di atas ditarik kesimpulan bahwa nilai adalah

keyakinan yang mampu mempengaruhi cara berpikir, cara bersikap maupun cara

bertindak dalam mencapai tujuan hidup jika dihayati dengan baik. Nilai adalah

sifat yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki

setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai disini

dalam konteks etika (baik dan buruk), logika (benar dan salah), estetika (indah

dan jelek).

Adapun kata edukatif berasal dari bahasa Inggris educate, yang berarti

mengasuh atau mendidik, education artinya pendidikan. Montessori (melalui

Qomar, 2005: 49) menyatakan pendidikan memperkenalkan cara dan jalan kepada

peserta didik untuk membina dirinya sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara

(melalui Suhartono, 2008:44), pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup

(25)

kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan

sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan

yang setinggi-tingginya

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha

sadar yang dilakukan manusia dalam upaya mengembangkan potensi-potensi

dalam diri seseorang menuju ke arah kedewasaan sehingga dapat berinteraksi

sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai edukatif adalah

batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun

buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses

pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu

tempat dan suatu waktu. Pendidikan juga dapat dilakukan dengan pemahaman,

pemikiran, dan penikmatan karya sastra.

Karya sastra sebagai pengemban nilai-nilai pendidikan diharapkan

keberfungsiannya untuk memberikan pengaruh positif terhadap cara berpikir

pembaca mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Hal ini disebabkan karena

karya sastra merupakan salah satu sarana mendidik diri serta orang lain sebagai

unsur anggota masyarakat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, nilai edukatif

akan digambarkan dari tokoh novel Madogiwa no Tottochan. Yang berarti nilai edukatif yang dapat dipelajari atau diteladani oleh pembaca atau pun penikmat

(26)

2.4.1 Nilai-Nilai Kepribadian

Menurut Gordon Allport (melalui Alwisol 2007: 19) kepribadian adalah

suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan

tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik

mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut

adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau

melalui pengalaman-pengalaman, hadiah, hukuman, dan pendidikan.

Koentjaraningrat (melalui Edy Purwito 1995: 63) menjelaskan kepribadian

adalah ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan

kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Seseorang yang dianggap

punya kepribadian, biasanya orang tersebut mempunyai beberapa ciri watak yang

diperlihatkannya secara lahir, konsisten dan konsekuen dalam tingkah lakunya

sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda

dengan individu-individu lainnya.

Hipocrates (melalui Sumadi 2007: 185) membagi kepribadian menjadi 4

kelompok besar yaitu:

a. Sanguin, sanguin adalah orang yang gembira, yang senang hatinya, mudah

untuk membuat orang tertawa, dan bisa memberi semangat pada orang lain.

b. Plegmatik, tipe plegmatik adalah orang yang cenderung tenang, dari luar

cenderung tidak beremosi, tidak menampakkan perasaan sedih atau senang.

Naik turun emosinya itu tidak nampak dengan jelas. Orang ini memang

(27)

memikirkan ke dalam, bisa melihat, menatap dan memikirkan

masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.

c. Melankolik, tipe melankolik adalah orang yang terobsesi dengan karya yang

paling bagus, yang paling sempurna dan dia memang adalah seseorang yang

mengerti estetika keindahan hidup ini. Perasaannya sangat kuat, sangat

sensitif maka kita bisa menyimpulkan bahwa cukup banyak seniman yang

memang berdarah melankolik.

d. Kolerik, seseorang yang kolerik adalah seseorang yang dikatakan

berorientasi pada pekerjaan dan tugas, dia adalah seseorang yang

mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi. Kelebihannya adalah dia bisa

melaksanakan tugas dengan setia dan akan bertanggung jawab dengan tugas

yang diembannya.

Abin Syamsuddin (2003: 43) mengemukakan tentang aspek-aspek

kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

 Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,

konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.

 Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya

mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

 Sikap yaitu sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau

ambivalen.

 Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap

rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah,

(28)

 Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko

dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko

secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.

 Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan

interpersonal. Seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kepribadian adalah nilai baik dan

buruk perilaku dan kebiasaan individu. Kebiasaan dan perilaku tersebut digunakan

untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar

maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan

fungsional yang khas pada seseorang.

2.4.2 Nilai-Nilai Sosial

Menurut Rosyadi (1995: 80) sosial berarti hal-hal yang berkenaan dengan

masyarakat atau kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat

diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap

seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya

dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar

individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan

kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai pendidikan sosial akan

menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan

kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya.

(29)

dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara

mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk

dalam nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam

coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga

keseimbangan masyarakat.

Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi

masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri

tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar

berbuat sesuai norma yang berlaku. Uzey (2009: 7) juga berpendapat bahwa nilai

sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk

mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran,

keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai sosial dapat disimpulkan sebagai

kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang

mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai sosial

merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat

dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting.

Novel merupakan wadah dari ide, gagasan, serta pemikiran seorang

pengarang mengenai gejala sosial yang ditangkap dan dialami pengarang yang

kemudian dituangkan dalam bentuk karya sastra. Novel terkait erat dengan ilmu

sosial yang di dalamnya mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan. Dalam

Novel terdapat pesan-pesan yang ingin disampaikan pengarang. Salah satu pesan

(30)

BAB 3

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN NILAI-NILAI EDUKATIF NOVEL MADOGIWA NO TOTTO-CHAN

3.1. Analisis Unsur Intrinsik NovelMadogiwano Totto-chan 3.1.1 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku dalam karya sastra. Penokohan adalah cara-cara

menampilkan tokoh. Dalam novel Madogiwa no Totto-Chan ini yang muncul adalah tokoh utama protagonis, tokoh tambahan protagonis dan tokoh antagonis.

Penokohan adalah tekhnik menampilkan tokoh. Penokohan terbagi menjadi dua

yaitu, analitik dan dramatik. Analitik adalah cara menampilkan tokoh secara

langsung melalui uraian pengarang. Cara dramatik ialah cara menampilkan tokoh

tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan dan komentar.

3.1.1.1 Tokoh

Tokoh utama protagonis adalah tokoh yang sering muncul dan disuka

pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Dalam novel ini terdiri dari

tiga tokoh utama protagonis yaitu: Totto-Chan, Mama, Sosaku Kobayashi.

Sedangkan tokoh tambahan protagonis terdiri dari tiga belas tokoh yaitu, Papa,

Yasuaki Yamamoto, istri kepala sekolah, Akira Takahashi, Miyo chan, Sakko

Matsuyama, Taiji Yamanouchi, Kunio Ôei, Kazuo Amadera, Aiko Zaisho, Keiko

Aogi, Yoichi Migita, Ryo chan, dan Maruyama. Tokoh antagonis dalam novel ini

(31)

3.1.1.2 Penokohan A. Totto-chan

Totto-Chan adalah seorang anak yang cerdas, dia suka mendengarkan

rakugo, dan mengerti cerita dari rakugo sehingga ia tertawa sendiri. Rakugo adalah seni bercerita tradisional Jepang yang mengisahkan cerita humor yang

dibangun dari dialog dengan klimaks cerita yang tidak terduga. Cerita dikisahkan

sedemikian rupa sehinga di akhir cerita ada klimaks yang membuat penonton

tertawa. Rakugo menggunakan bahasa Jepang klasik yang saat itu sulit dicerna oleh anak-anak.

それ以外、落語を聞くのは、パパとママが留守のとき、秘密に、と いうことになった。噺家が上手だと、トットちゃんは、大声で笑っ てしまう。もし、誰か大人が、この様子を見ていたら、『よく、こ んな小さい子が、このむずかしい話で笑うな』と思ったかもしれな いけど、実際の話、子供は、どんなに幼く見えても、本当に面白い ものは、絶対に、わかるものだった。(Totto-Chan, 1984: 77 )

Sore igai, rakugo wo kiku no wa, papa to mama ga rusu no toki, himitsu ni, toiu koto ni natta. Hanashika ga jouzu dato, totto-chan wa, õgoe de waratteshimau. Moshi, dareka otona ga, kono yousu wo miteitara, “yoku, konna chiisai ko ga, kono muzukashii hanashi de warauna” to omotta kamoshirenaikedo, jissai no hanashi, kodomo wa, donna ni osanaku mietemo, hontouni omoshiroi monowa, zettaini, wakaru mono datta. Sejak saat itu acara mendengarkan Rakugo menjadi kegiatan rahasia yang hanya bisa dilakukan pada waktu papa dan mama sedang keluar rumah. Kalau penuturnya pandai, Totto sering tertawa terbahak-bahak. Bila seorang dewasa memergoki hal seperti itu mungkin orang itu bertanya,” masak anak sekecil ini bisa tertawa-tawa mendengarkan cerita yang sulit”. Tapi kenyataannya, meskipun anak itu kelihatannya masih kecil sekali, ia bisa mengerti hal-hal yang lucu. (Totto-Chan, 1986: 47)

Totto-Chan juga seorang anak yang ramah dan suka menolong, sehingga

banyak disukai teman-temannya. Ketika ada hewan yang terlukapun, ia tak segan

(32)

たしかにトットちゃんはいい子のところもたくさんあった。みんな shinsetsudattashi, tokuni niku taiteki handikyappu ga aru tameni, yoso no gakkou no ko ni ijimeraretarisuru tomodachino tameniwa, hokano gakkou seito ni mumoyaburi tsuiteite, jibun ga nakasaretemo, souiuko no chikara ni narouto shitashi, kega wo shitadoubutsu wo mitsukeruto, hisshi de kanbyou mo shita. Demo douji ni, mezurashii monoya, kyoumi no aru koto wo mitsuketa tokini wa, sono jibun no yoshimiyadorikikokoro mitasu tameni, senseitachi, bikkurisuru youna jiken wo, ikutsu mo okoshiteita. Memang Totto mempunyai banyak kelebihan. Dia ramah dan suka membantu taman-teman. Terutama untuk teman yang mempunyai cacat fisik yang sering diganggu oleh anak-anak sekolah lain. Ia berusaha menolongnya. Kalau perlu ia sampai berkelahi walaupun akibatnya ia sendiri yang menangis. Kalau ia menemukan binatang yang terluka, akan dirawatnya dengan mati-matian. Tapi disamping itu, untuk memuaskan keigintahuan yang meluap, ia telah menimbulkan kejadian beberapa kejadian yang mengejutkan para guru. (Totto-Chan, 1986: 130)

...”等々力渓谷“と呼ばれる所があり、そこで、御飯をたいて食べ taberu no da, rikai shita no datta.

(sore ni shitemo) To mama wa omotta.

(Konna muzukashii kotoba wo, yoku okueru koto. Kodomo to iu no wa, jibun no kyoumi no aru koto nara, shikkari, okueru mono na none.

(33)

(Hangosuisan). Tapi mama juga heran anaknya bisa menghafal kata-kata yang demikian rumit itu. Mama menjadi kagum, anak kecilpun bisa menghapal kata-kata sulit dengan tepat jika hal itu menarik baginya. (Totto-Chan, 1986:127)

Seorang bocah yang aktif, cerdas dan memiliki keingintahuan pada

hal-hal yang dianggap menarik. Terdapat pada narasi:

そこまで聞いて、ママには、トットちゃんが、なんで、学校の机を、

Soko made kiite, mama ni wa, totto-chan ga, nande, gakkou no tsukue wo, sonna ni aketarisurunoka, chanto wakatta. Toiu no wa, hajimete gakkou ni itte kaette kita hi ni, totto-chan ga, hidoku koufunshite, kou mama ni houkoku shita koto wo omoidashita kara datta. “Nee, gakkotte sugoino. Ie no tsukue no hikidashi wa, konnafuu ni, hipparuno dakedo, gakkouno wa futa ga ue ni agaru no. Gomibako to onaji nandakedo, motto tsurutsuru de, ironna mono ga, shimaete, tottemo iinda”

Setelah mendengar sampai disitu, mama mulai mengerti mengapa Totto membuka dan menutup meja begitu sering, Mama teringat kembali waktu Totto baru pertama kali masuk sekolah. Ketika pulang ia bercerita sangat gembira kepada mama.

“Mama, hebat sekali sekolah itu. Semua laci meja rumah ditarik kedepan begini, tapi meja di sekolah penutupnya bisa diangkat keatas. Sama seperti penutup tempat sampah. Tetapi lebih licin dan sangat bagus karena bisa menyimpan bermaca-macam barang. (Totto-Chan, 1986:11)

B. Mama

Mama seorang ibu yang bijaksana, sabar dan penuh perhatian terhadap

putrinya. Terlihat pada narasi:

そしてママが、あっちこっち、かけずりまわって見つけたのが、こ

(34)

この 退学の ことを トットちゃんに 話していなかった。話し

Soshite mama ga, acchikocchi, kakezurimawatte mitsuketanoga, korekara ikou toshite irugakkou, toiu wake dattanoda. Mama wa, kono taigaku no koto wo totto-chan ni hanashiteinakatta. Hanashisomo, nani ga ikenakattanoka, wakaranai daroushi, mada sonna kotode, tottochan ga, konpurekkusu wo motsunomo , yokunai to omottakara, (itsuka, ookikunattara, hanashimashou) to, kimeteita. Tada tottochanni wa, kouitta. “atarashii gakkou ni itteminai? Ii gakkou dattehanashiyou”

Sekolah yang sedang dituju inilah yang terakhir bisa ditemukan mama setelah bersusah payah mencari kesana-sini. Mama memang tidak menceritakan perihal dikeluarkannya Totto dari sekolah tersebut kepada anak itu. Ia berpikir bahwa Totto tidak akan mengerti. Mama juga tidak ingin anaknya nanti merasa rendah diri. Jadi ia memutuskan akan menceritakan hal itu kelak jika Totto sudah besar. Mama hanya mengatakan,”Apakah kau mau belajar di sekolah lain? Sekolah itu bagus, katanya.”

C. Sosaku Kobayashi

Sosaku Kobayashi kepala sekolah SD Tomoeusianya sudah separuh baya,

dan memiliki kepala yang nyaris botak.

トットちゃんとママが 入っていくと、部屋の中にいた男の人が椅 kara tachi agatta. Sono hito wa, atama noke ga usuku natteite, mae hou no ha ga nuketeite, kao no kesshoku ga yoku, sei wa amari takakunai kedo kata ya udeka gacchirishiteite, yoro yoro no kuro no mittsu wo kichin to kiiteita.

(35)

depannya sudah ompong tetapi raut mukanya ramah . Meskipun tinginya tidak seberapa, bahu dan lengannya kekar. Ia mengenakan baju berwarna gelap namun kesannya rapi. (Totto-Chan, 1986:19)

Kobayashi sensei, seorang pendidik yang sabar, bersedia meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah anak didiknya,

トットちゃんは、このとき、まだ 時計が 読めなかったんだけど、

それでも長い時間 と思ったくらいなんだから、もし読めたら、ビ

ックリしたに違いない。そして、もっと先生に感謝したに 違いな

い。(Totto-Chan, 1984: 34)

Totto chan wa, kono toki,mada tokei ga yomenakattandakedo, soredemo nagai jikan to omotta kurai nandakara, moshi yometara, bikkurishita ni chigainai.

Jadi, kepala sekolah telah mendengarkan cerita totto selama empat jam penuh. Belum pernah ada dan tidak akan pernah ada orang dewasa yang mau mendengarkan cerita totto dengan sesungguh hati kecuali kepala sekolah ini.(Totto-chan, 1986: 21)

Kobayashi sensei juga seorang yang bijaksana dan bisa memahami karakteristik anak-anak. Sosok kepala sekolah hangat dan akrab menghadapi anak

didiknya.

Futsū nara, kono Tottochan no, shiteiru koto wo mitsuketa toki, “Nanteiu koto wo shiteirunda”toka “abunai kara, yamenasai” to, taigai no otona wa, iu hito mo iru ni chigainakatta. Sore nanoni, “Owattara minna, modoshite okeyo”to todoke itta kouchou sensei wa, (Nante, subarashii) to mama wa, kono hanashi wo Tottochan kara kiite ootta.

(36)

hentikan itu!”Sebaliknya, mungkin juga ada yang menawarkan diri “Mau nggak kalau dibantu bapak?” Tetapi kepala sekolah hanya berkata, “Nanti kembalikaan lagi ketempatnya, ya?”

Mendengar cerita ini dari Totto mama berpendapat alangkah bijaksananya bapak kepala sekolah. (Totto-Chan, 1986: 44) chi no kodomo to chigatte, hitori dake, chotto, tsumetai me de mirareteiru youna mono wo, oborugeni kanjiteita. Sore ga, kono kouchou sensei to iru to, anshin de, atatakakute, kimochi ga yokatta.

(Kono hito nara, zutto isshouni ni ite mo ii)

Kore ga, kouchou sensei wa kobayashikansakushi hajimete tsuttahi Tottochan ga kanjita, kansou wo, sono toki, motteita no datta.

Tetapi bersama kepala sekolah ini, ia merasa aman, hangat dan menyenangkan. Ia berpikir, kalau dengan orang ini saya bisa akrab selama-lamanya. Inilah kesan pertama Totto bertemu dengan kapala sekolah, Pak Sosaku Kobayashi. Dan alangkah untungnya, kepala sekolahpun mendapatkan kesan yang sama seperti yang dirasakan Totto. (Totto-Chan, 1986: 22)

D. Papa

Papa pandai bermain biola, dan merupakan concertmaster sebuah orkestra musik yang terkenal. Totto-chan sering diajak papa ke gedung tempat

orkestra papa berlatih. Sikapnya tenang dan selalu memberi keputusan yang

bijaksana. Sangat sayang pada putri semata wayangnya, hingga kadang-kadang

(37)

トットちゃんの パパは、 オーケストラの、コンサート.マスタ

ーだった。コンサート.っていうのは、ヴァイオリンを弾くんだけ

ど、トットちゃんが面白いと思った。....(Totto-Chan, 1984: 106) Totto chan no papa wa, õkesutora no, konsâto masutâ datta. Konsâtotte iunowa, baiorin wo hikun dakedo, Totto-chan ga omoshiroi to omotta. Papa Totto menjabat sebagai pimpinan orkes serta mamainkan biola. Pernah Totto merasa lucu pada waktu dibawa ke konser. (Totto-chan,

Sonna toki, Papa ni dareka kara, hanashi ga atta. Sore wa, gunjukoujou to iu, heiki toka, sono hoka sensou de tsukau mono wo tsukutteiru tokoro ni itte, gunka wo baiorin de hiku, kaerini, osatou toka, okome toka, yõkan nadoga, moraeru, toiu futsuu nara, mimi yori no hanashi datta. Toku ni sono koro“yūshūongakuka” toiu koto de hyoushou sareta. Papa wa, baiorinisuto toshite yūmei dattakara...

Pada situasi seperti itu, ada tawaran dari seseorang untuk papa. Kalau mau memainkan lagu-lagu militer dengan biola di pabrik amunisi yang memproduksi senjata dan alat-alat perang lain, imbalannya gula, beras, kue yokan ( semacam kue agar-agar dari kacang merah) dan lain-lain. Tawaran seperti itu bagi orang awam sangat menggiurkan. Apalagi papa telah memperoleh penghargaan sebagai “ pemusik teladan” dan terkenal sebagai pemain biola yang hebat....” (Totto-Chan,1986:162)

E. Yasuaki Yamamoto

Teman pertama Totto-chan di Tomoe. Yasuaki-chan adalah seorang anak

lelaki yang berperawakan kecil dan lemah. Yasuaki-chan menderita polio yang

membuat kaki dan tangannya tidak tumbuh dengan sempurna. Jari-jari tangannya

(38)

menderita polio, Yasuaki-chan adalah anak yang ramah, pintar, tenang, dan

Sono ko wa, yasashi koe de shizukani kotaeta. Totemo rikou sou na koeda. “Boku, shounimahi nanda”

“Shounimahi”

Totto chan wa, sore made, sou iu kotoba wo kiita koto ga nakattakara, kikikaeshita. Sono ko wa, sukoshi chiisai koe de itta.

“Sou, shounimahi. Ashi dake janai. Te date…”

Sou iu to, sono ko wa, nagai yubi to yubi ga, kuttsuitte, kyoku ga tsutamitai ni natta te wo dashita. Totto chan wa, sono hidarite wo minagara,

“Naoranaino?”

To shinpai natte kiita. Sono ko wa, damatteita. Tottochan wa, warui koto wo kiita noka to kanashikunatta. Suru to, sono ko wa, akarui koe de itta. “Boku no namae wa, Yamamoto Yasuaki. Kimi wa?

Ia menjawab tenang dengan suara yang lembut seakan-akan mencerminkan otaknya yang cerdas, “Karena aku sakit polio.”Totto belum pernah mendengar kata itu. Jadi ia bertanya lagi, “P-o-l-i-o?”

Anak itu berkata dengan suara yan kecil, “Ya, polio. Tidak hanya di kaki saja. Tangan juga....”

Sambil berkata demikian, ia memperlihatkan tangannya dengan jari-jarinya yang panjang saling melekat dan bengkok. Melihat tangan kiri anak itu, Totto khawatir dan bertanya,”Tidak bisa sembuh?”

(39)

F. Akira Takahashi

Murid baru SD Tomoe yang datang setelah Totto-chan. Takahashi, yang berasal dari Osaka, memiliki ukuran tubuh yang cenderung kecil untuk anak

laki-laki seumurannya. Kakinya sangat pendek dan melengkung ke dalam.

Pertumbuhan Takahashi sudah berhenti, dan dia tahu akan hal tersebut. Dalam

perjalanannya menuju sekolah, Takahashi selalu diledek oleh anak-anak dari

sekolah lain. Pada awalnya dia merasa tertekan. Tetapi lama kelamaan dia tetap

ceria dan percaya diri karena dukungan dan sikap ramah dari kepala sekolah dan

teman-temannya.

Tottochan tachi mo, mada ichinensei de chiisakatta kedo, Takahashikun wa otoko no ko nanoni, senaka ga unto hikukattashi, te ya ashi mo mijikakatta. Boushi wo niitteru te mo chiisakatta. Demo katahaba wa gasshirishiteita. Takahashikun wa, kokoro hoso souni tatteita. Tottochan wa, Miyochan, sattoitte Takahashikun n chikazuita. Tottochantachi ga chikazuuto, Takahashikun wa, hito natsukko souni waratta. Dakara, Tottochantachi mo sugu waratta. Takahashikun no me wa kuri kurishite, nanika wo hanashita souni shiteiru me data.

(40)

いまトットちゃんには、『早く!』っていわなくても、高橋君の急

いでいることか、よくわかった。高橋君は、とても短くて、ガニ股また

の形に曲がっていたのだった。先生や大人には、高橋君の 身 長しんちょうが、

このまま止まってしまう、とわかっていた。(Totto-Chan, 1984: 134-135)

Ima Tottochan ni wa, “Hayaku!” tte iwanakutemo, Takahashikun no isoideiru kotoka, yokuwakatta. Takahashikun wa, totemo mijikakute, gani mata no kyokugatteitano data. Sensei ya otona ni wa, Takahashikun shinchou ga, kono mama tomatte shimau, to wakatteita.

Totto sudah tahu bahwa tanpa didesak lagipun Takahashi sudah terburu-buru mau datang. Kaki Takahashi sangat pendek dan pengkor ke luar. Para guru serta orang-orang dewasa lainnya tahu bahwa tinggi badan Takahashi sudah tidak akan bertambah lagi. (Totto-Chan, 1986: 83)

G. Miyo-chan

Miyo-chan adalah putri ketiga Kepala Sekolah dan salah satu sahabat

terdekat Totto-chan yang berada di kelas yang sama dengannya. Sebagai anak

Kepala Sekolah, Miyo-chan seringkali memberi informasi baru seputar sekolah

kepada teman-temannya. Misalnya saja ketika akan ada gerbong tambahan yang

datang pada malam hari. Miyo-chan memberitahukan hal itu kepada

teman-temannya, termasuk Totto-chan.

今日、学校の昼休みに、

『今晩、新しい電車、来るわよ』

と、ミヨちゃんが、いった。ミヨちゃんは、校張の先生の三番目の

娘で、トットちゃんと 同 級どうきゅうだった。

教室用の電車は、すでに校庭こうていに六台、並んでいたけれど,もう一台

来るという。しかしも、それは、『図書室用の電車』とミヨちゃん

は、教えてくれた。みんなすっかり興奮こうふんしてしまった。そのとき、

誰かが、いった。『どこを走って学校に来るのかなあ....』(

Totto-Chan, 1984: 78

(41)

“Konban, atarashii densha, kuruwayo”

To, Miyochan ga, itta. Miyochan wa, kouchou no sensei no sanban me no musume de, Tottochan to doukyū datta.

Kyoushitsuyou no densha wa, sude ni kotei ni rokudai, narande itakeredo, mou ichidai kuru to iu. Shikashimo, sore wa, “Toshoshitsuyou no densha” to Miochan wa, oshiete kureta. Minna sukkari koufunshite shimatta. Sono toki, dareka ga, itta. “Doko wo hashitte gakkou ni kuru no kanaa…”

Tadi siang pada waktu istirahat, Miyo memberitahu,”Nanti malam kereta listrik yang baru akan datang kesini.”

Miyo adalah putri ke tiga pak kepala sekolah dan teman sekelas Totto. Gerbong kereta listrik yang digunakan sebagai ruang kelas ada enam buah. Semuanya dipajang di sekolah. Tapi katanya sekarang mau ditambah satu gerbong lagi. Menurut Miyo, gerbong baru itu untuk ruang perpustakaan. Semuanya menjadi sangat bergairah. Tiba-tiba seorang anak bertanya, “Lewat mana kereta itu datang ke sekolah, ya...?” (Totto-Chan, 1986: 47)

H. Taiji Yamanouchi

Murid Tomoe yang pandai fisika dan berhitung. Tai-chan sangat suka melakukan banyak hal dengan gelas-gelas kimia di kelas dan memberi tahu

teman-temannya banyak hal baru. Tai-chan adalah cinta pertama Totto-chan.

(42)

I. Kunio Ôei

Ôei adalah anak laki-laki yang suka menjahili temannya. Dia menarik

kepang Totto-chan. Dia merupakan anak dari keluarga tradisional Jepang yang

menganggap anak laki-laki adalah yang paling penting di keluarga. Karena itu,

Ôei sangat heran ketika dia diminta untuk minta maaf pada Totto-chan, dan

dinasehati agar selalu menjaga anak perempuan oleh kepala sekolah.

すると大栄君は、トットちゃんのそばに来て、いきなり両手で、お さげをつかむと、

『ああ、今日は疲れたから,ぶら下さがるのにちょうどいい。電車の、

つり革よりラクチンだ!』

と歌うようにいったのだった。そして、トットちゃんのかなしみは、 それだけでは終わらなかった。というのは、大 栄君は、クラス中 でも、一番体が大きく肥っていた。だから、やせてて小さいトット の倍くらいあるようにみえた。その大栄君が、『ラクチンだ』 (Totto-chan, 1984: 180)

Suruto Ôeikun wa, Tottochan no soba ni kite, ikinari ryoute de, osage wo tsukamu to,

“Aa, kyou wa tsukaretakara, burasagaru noni choudo ii. Densha no, tsuri kawa yori rakuchinda!”

To utauyouni ittano data. Soshite, Tottochan no kanashimi wa, sore dakede wa owaranakatta. Toiunowa, Ôeikun wa, kurasu naka demo, ichiban karada ga õkiku futotteita. Dakara, yasetete chiisai Totto no bai kurai aruyouni mieta. Sono Ôeikun ga, “Rakuchinda”

Lantas Ôei menghampiri Totto dansecara tiba-tiba memegang kepangnya dengan kedua tangan dan berkata dengan nada bernyanyi, “Aah, hari ini saya sudah capai. Ini cocok untuk bergantung. Lebih enak daripada pegangan kulit di kereta listrik!”

(43)

J. Ryo-chan

Ryo-chan adalah penjaga sekolah yang pendiam. Dia juga seorang yang

ramah dan suka menolong sehingga sangat disayangi semua murid Tomoe.

Ryo-chan dipanggil ke medan perang, tapi kemudian kembali dengan selamat.

トモエで、みんなから人気のある、小使いさんの良ちゃんが、とう dattakedo, minna wa, shitashimi wo komete, “Ryou chan!!”

To yonda. Soshite, Ryouchan wa, minna ga komatta toki no, tasuke no kamisama data. Ryouchan wa, nandemo dekita. Itsumo, damatte waratteiru kedo, komatte tasuke no iru ko no hitsuyou to suru mono wo,sugu,wakatte kureta. Tottochan ga, toire no kumitori kuchi no, jimen ni aru konkuriito no futa ga, kite iru noni ki ga tsukanakute, tooku kara hashittekite, mune made doppuri, ochitsu kochita toki mo, sugu tasukete kurete, iyagari mo shinaide aratte kureta mono, Ryouchan datta.

Akhirnya paman Ryo pesuruh sekolah yang disukai semua orang di Tomoe harus pergi ke medan perang. Meskipun ia jauh lebih tua daripada semua murid yang sudah dewasa anak-anak memanggilnya dengan sapaan akrab seperti teman sebaya saja layaknya : “Ryo-chan!!

(44)

3.1.2. Latar

3.1.2.1 Latar tempat

Novel Madogiwa no Totto-Chanmempunyai latar tempat di kota kecil di

Prefektur Tokyo.

自由が丘の駅で、大井町線から降りると、ママは、トットちゃんの 手をひっぱって、改札口を出ようとした....(Totto-chan, 1984: 11) Jiyugaoka no eki de, oimachisen kara oriruto, mama wa, Tottochan no te wo hippatte, kaisatsuuchi wo deyoutoshita...

Totto dan mamanya turun dari kereta Oimachi di stasiun Jiyugaoka. Mama menggandeng tangan si Totto dan mereka keluar melalui pintu pemeriksaan karcis stasiun...(Totto-chan, 1986: 29)

Penggambaran yang paling sering muncul adalah SD Tomoe, tempat

Totto-chan belajar.

たしかに、その二本の門は、根つこのある木だった。トットちゃん は、門に近づくと、いきなり顔を、ななめにした。なぜかといえば、 門にぶらさげてある学校の名前を書いた札が、風に吹かれた、なな め に な っ て い たか らだ っ た 。 「 ト モ エ がく え ん 」 (Totto-chan, 1984: 24)

Tashikani, sono nihon no mon wa, nekkono aru ki datta. Totto-chan wa. Mon ni chikazukuto, ikinari kao wo, nanamenishita. Nazekato ieba, mon ni burasagete aru gakkou no namae wo kaita fuda ga, kaze ni fukareta, nanameni natteitakaradatta. “Tomoe gakuen”

Totto menghampiri pintu gerbang itu dan tiba-tiba menelengkan kepalanya. Soalnya papan nama sekolah tergantung miring. Barangkali tertiup angin. Nama sekolah itu terbaca SEKOLAH TOMOE. (Totto-chan, 1986: 16)

3.1.2.2 Latar Waktu

Sedangkan untuk penggambaran waktu, novel Madogiwa no Totto-Chan

menggambarkan waktu selama Totto-chan belajar di SD Tomoe, yaitu selama

(45)

itu Totto-chan pertama kali masuk SD, sampai dengan meletusnya perang dunia

ke dua. Saat itu juga terjadi penindasan bangsa Yahudi yang dilakukan Hittler.

新しい学校の門をくぐる前に、トットちゃんのママが、なぜ不安な のかを説明すると、それはトットちゃんが小学校一年なのにかかわ らず、すでに学校を退学になったからだった...( Totto-chan, 1984: 14)

Atarashii gakkouno mon wo kuguru mae ni, Totto-chan no mama ga, naze fuan nanoka wo setsumeisuruto, sore wa Totto-chan ga shougakkou ichi nen nanoni kakawarazu, sudeni gakkou wo taigaku ni natta kara datta. Didepan mereka, di kejauhan, mulai tampak samar-samar pintu gerbang sekolah kecil. Mama memang pantas khawatir. Totto baru masuk di sekolahnya yang lama dan dikeluarkan, padahal baru kelas satu!...(Totto-chan,1986: 10)

Rõzenshutokkusan wa, Yõzefu Rozenshutokku toitte, Yoroppadewa, totemo yūmeina shidousha dattandakedo, Hittorâ toiuga, kowai koto wo shiyouto suru node, ongaku, tsuzukeru tameni, nigete, konna tõi nihon made kita noda, to Papa ga setsumeishitekureta. Papa wa, Rõzenshutokkusan wo sonkei shiteiru toitta. Tottochan ni wa, mada sekaijõsei ga wakaranakattakedo, kono yubi, sudeni, Hittorâ wa, Yudayajin no danatsu wo hajimatteitano datta.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian Anda juga harus menyatakan bahwa karena Anda mengajukan permohonan terhadap Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang

Sebelumnya dikatakan bahwa Kecamatan Reok lolos untuk menjadi Pusat Kegiatan Lokal dikarenakan memiliki pelabuhan kelas III dan jalan areteri yang mendukung

Lokasi tersebut dipilih secara purposif dengan alasan (a) ja- lan lintas Papua merupakan jalan yang mengikuti garis perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea

1.1 PERSIAPAN YANG PERLU DIPERHATIKAN Ada beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan sebagai seorang pengajar sebelum mengakses E-learning UPU diantaranya yaitu

Rencana ini menggambarkan arah, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan penyelenggaraan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang sesuai dengan tugas

pembiayaan tetep akan diberikan dengan jumlah pembiayaan di.. kurangi, hal ini tentunya akan berdampak kepada pihak BPRS Haji Miskin tersebut, yang mana nantinya

Kenaikan indeks harga terjadi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 1,04 persen, minuman yang tidak beralkohol sebesar 0,09 persen, serta makanan

value Teks default yang akan dimunculkan jika user hendak mengisi input maxlength Panjang teks maksimum yang dapat dimasukkan. emptyok Bernilai true jika user dapat tidak