KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu
berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyeberannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu
berkembang di negara-negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya ( Purwono, 2009 ).
Penyebaran tanaman ubi kayu di Nusantara, terjadi pada sekitar tahun 1914- 1918,
yaitu saat terjadi kekurangan atau sulit pangan. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian samapai dengan 2.500 m dari permukaan laut. Demikian pesatnya tanaman ubi kayu berkembang di daerah
tropis, sehingga ubi kayu dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti (substitusi) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber
karbohidrat utama. Adapun sentra produksi ubi kayu di Nusantara adalah Jawa, Lampung, dan NTT ( Sunarto, 2002 ). Umumnya tanaman ini dibudidayakan oleh
Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia. Ubi kayu mempunyai kandungan karbohidrat yang
cukup tinggi yaitu sebanyak 32,4 gr dan kalori 567,0 kal dalam 100 gr ubi kayu. Pemilihan ubi kayu sebagai bahan pangan subtitusi beras mempunyai alasan yang kuat, karena mudah dibudidayakan, merupakan makanan pokok asli sebagian
masyarakat Indonesia, dan kandungan gizi yang memadai. Selain sebagai bahan pangan, ubi kayu juga sebagai bahan baku berbagai sektor industri diantaranya
dapat diolah menjadi asam sitrat, monosodium glutamat, sorbitol, glukosa kristal, dextrose monohydrate, dextrin, alcohol, etanol.
Populasi tanaman dalam budidaya ubi kayu sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya. Faktor dominan yang menetukan populasi tanaman dalam
mendapatkan indeks luas daun optimal adalah tingkat kesuburan tanah dan tipe kanopi (Wargiono, 2006). Diameter kanopi ubi kayu pada tanah subur lebih lebar
dibanding dengan di tanah kurus. Demikian pula diameter kanopi antara varietas ubi kayu tipe bercabang dan tidak bercabang. Populasi tanaman ubi kayu lebih dari 10.000 batang/ha tidak meningkatkan hasil ubi kayu pada tanah yang subur,
baik untuk varietas bercabang maupun tidak bercabang. Jarak tanam segi empat (100 cm x 100 cm dan 100 cm x 80 cm), jarak tanam model barisan (90 x 74 cm),
memperlihatkan perbedaaan hasil ubi kayu sebesar 7-12% (Tonglum, 2001). Jarak tanam model barisan dapat digunakan untuk pola tumpang sari, dengan jarak antar barisan diperlebar menjadi 200-250 cm. Jarak tanam yang dianjurkan
Waktu tanam ubi kayu untuk daerah kering dilakukan pada awal musim hujan, sedangkan di daerah beriklim basah dapat dilakukan dari awal sampai akhir
musim hujan. Hal tersebut berkaitan dengan penyediaan air pada saat tanaman berumur 0-3 bulan, serta sebelum dan saat panen. Menurut Wagiono (2006), untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ubi kayu untuk industri, sepanjang tahun
diperlukan pewilayahan hamparan pertanaman berdasarkan waktu tanam dan umur panen ubi kayu. Wagiono (2006), mengelompokkan pewilayahan tersebut
menjadi enam kelompok, yaitu : 1) kelompok Oktober, 2) kelompok November,
3) kelompok Desember, 4) kelompok Januari, 5) kelompok Februari, dan 6) kelompok Maret dan kebun penyangga April dan Mei.
Menurut Amri, 2011 menyatkan bahwa input produksi ubi kayu yaitu pupuk, tenaga kerja, dan obat-obatan secara terpisah benar-benar berpengaruh nyata
terhadap hasil produksi ubi kayu. Produksi ubi kayu dapat dicapai secara optimal apabila penggunaan input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja sudah dilaksanakan dengan baik serta sesuai dengan sistem usahatani
.
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2008) menunjukkan penggunaan input produksi berpengaruh nyata terhadap total biaya produksi ubi kayu. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, input produksi
2.2 Landasan Teori
Konsep Produksi
Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk
menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang
diciptakan dinamakan fungsi produksi (Sukirno, 2002). Faktor-faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal, dan
keahlian keusahawanan. Sedangkan menurut Soekartawi (1990) fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal
dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:
Y=f (X₁,X₂,X₃,...Xn)
Keterangan:
Y = Output
X₁,X₂,X₃,...Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing returns). Tiap tambahan unit masukan akan
mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986). Sedangkan menurut Sukirno
akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila sudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang, dan akhirnya akan
mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan produksi yang seperti ini menyatakan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnyua mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.
Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai
macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian fisik dari tiap-tiap tingkat input dalam pengertian fisik (Beattie dan Taylor, 1996).
Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output
dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, ...., Xn)
Dimana:
Y = produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X, dan
Faktor Produksi
Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan
faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut dengan hubungan antara input dan output. Di samping itu, dalam menghasilkan suatu produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahan untuk
menghasilkan produk tertentu dapat digunakan input yang satu maupun input yang lain (Suratiyah, 2009).
Dalam berbagai literatur, faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat
menentukan besar atau kecilnya produksi yang diperoleh. Berbagai pengalaman
menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, dan obat-obatan, tenaga kerja, serta aspek manajemen adalah faktor produksi yang
terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2002).
Pembagian faktor-faktor produksi ke dalam tanah, tenaga kerja, dan modal adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang asli dan
sifat-sifat tanah yang tak dapat dirusakkan (original and indestructible properties of the soil) yang dengannya hasil pertanian dapat diperoleh. Tetapi, untuk
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam melakukan usahatani ubi kayu dibutuhkan berbagai faktor-faktor produksi (input) yang dapat meningkatkan produksi ubi kayu (output). Faktor-faktor
produksi tersebut adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea, dan pupuk posca, dimana faktor-faktor produksi tersebut menjadi biaya dalam usahatani ubi kayu. Peningkatan produktivitas juga dibutuhkan agar dapat meningkatkan
produksi ubi kayu sehingga dapat memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat.
Lahan merupakan tempat atau wadah yang digunakan dalam usahatani ubi kayu. Lahan dalam hal ini adalah ladang. Luas lahan sangat berpengaruh dalam
produksi ubi kayu dikarenakan dengan luas yang memadai maka persentase kehidupan ubi kayu tinggi sehingga produksi yang diperoleh juga akan tinggi.
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani ubi kayu juga berpengaruh terhadap
produksi yang dihasilkan. Tenaga kerja menjaga usahahatani ubi kayu dari hama yang dapat menurunkan persentase kehidupan ubi kayu yang dapat mengakibatkan produksi yang dihasilkan kecil.
Banyaknya bibit usahatani ubi kayu oleh petani tergantung pada luas lahan yang dimiliki. Banyaknya bibit yang ditanam berpengaruh terhadap banyaknya produksi yang dihasilkan. Persentase kehidupan ubi kayu diperoleh sekitar
Penggunaan pupuk pada ubi kayu dapat mempengaruhi tingkat produksi. Jika pupuk yang digunakan semakin banyak maka tingkat produksi ubi kayu juga
semakin meningkat. Pupuk yang digunakan antara lain urea dan posca.
Dari hasil produksi yang diperoleh kemudian dipasarkan sesuai dengan harga jual yang telah ditentukan sehingga memperoleh penerimaan. Hasil penerimaan tersebut bila dikurangkan dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan maka
diperoleh pendapatan bagi petani ubi kayu.
Pengetahuan tentang faktor-faktor produksi atau variabel-variabel yang mempengaruhi dalam usahahatani ubi kayu dapat menghasilkan efisiensi pada
komponen-komponen tertentu. Faktor-faktor produksi tersebut dapat mengoptimalkan hasil produksi (output). Secara skematis kerangka pemikiran
tersebut digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: faktor yang berpengaruh Lahan
Pupuk Urea
Pupuk Posca Tenaga
Kerja
2.4. Hipotesis
Luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea, dan pupuk posca berpengaruh nyata terhadap produksi ubi kayu di Desa Tandukan Raga, Kecamatan STM