• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Tujuan imunisasi - Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar Pada Anak Usia 12-23 Bulan di Puskesmas Medan Marelan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2. Tujuan imunisasi - Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar Pada Anak Usia 12-23 Bulan di Puskesmas Medan Marelan Tahun 2012"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Imunisasi

1. Defenisi Imunisasi

Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak. (Hidayat, 2005)

Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap suatu penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin polio. (IGN Ranuh, 2008).

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak (Supartini, 2004, hlm.173).

2. Tujuan imunisasi

(2)

(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti penyakit difteria (Matondang, C.S, & Siregar, S.P, 2008, hlm.10).

Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seeorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau populasi atau bahkan menghilngkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria.

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio, dan tuberculosis. (Notoatmodjo, 2007, hlm.46).

3. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :

a.

Untuk Anak

(3)

b.

Untuk Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga sejahtera apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.

c.

Untuk Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara. (Proverati 2010).s

D. Imunisasi Dasar pada Bayi 1. Jenis-jenis Imunisasi

Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana yang diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. (Hidayat, 2005, hal 46).

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang diberikan pada semua orang, terutama bayi dan balita sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang berbahaya.

(4)

Ke-lima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh adalah:

a) Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular yang dilakukan sekali pada bayi sekali pada bayi usia 0-11 bulan

b) Imunisasi DPT yaitu merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin mengandung racun kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat anti(toxoid) untuk mencegah terjadinya penyakit difteri,pertusis,dan tetanus,yang diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu.

c) Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada kaki, yang diberikan 4 kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu d) Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan kekebalan aktif terhadap penyakit campak karena penyakit ini sangat menular, yang diberikan 1 kali pada bayi usia 9-11 bulan

(5)

2. Vaksinasi

Adalah merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari mokroorganisme patogen.Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampu mengaktivasi limfosit menghasilkan antibody dan sel memori yang menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan dengan tujuan memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun.

Tabel 2.1 Dosis, Cara pemberian, Jumlah pemberian, Intervensi Dan waktu Pemberian imunisasi

Vaksin Dosis Cara pemberian Jumlah

(6)

3. Jadwal Pemberian Imunisasi

Tabel 2.2

Jadwal Pemberian Imunisasi

Usia Vaksin Tempat Bayi lahir dirumah

0 bulan HB 1 Rumah

1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu

2 bulan DPT/HB Combo 1, Polio 2 Posyandu 3 bulan DPT/HB Combo 2, Polio 3 Posyandu 4 bulan DPT/HB Combo 3, Polio 4 Posyandu

9 bulan Campak Posyandu

Sumber: Buku KIA (2010)

Bayi lahir di RS/Praktek Bidan

0 bulan Hep B 0, BCG, Polio 1 RS/Praktek Bidan 2 bulan DPT/HB Combo 1, Polio 2 RS/Praktek Bidan 3 bulan DPT/HB Combo 2, Polio 3 RS/Praktek Bidan 4 bulan DPT/HB Combo 3, Polio 4 RS/Praktek Bidan

9 bulan Campak RS/Praktek Bidan

Sumber: Buku KIA (2010)

4. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) a. Difteri

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Daya tular

(7)

tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Komplikasi difteri berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian (Depkes, 2009, hlm.12).

Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Hyppocrates pada abad ke-5 SM dan epidemi pertama dikenal pada abad ke-6 oleh Aetius. Seorang anak dapat terinfeksi difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan menyebabkan destruksi jaringan setempat dan terjadilah suatu selaput/membran yang dapat menyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk pada membran tersebut kemudian diabsorbsi ke dalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis, serta trombositopenia dan proteinuria (Tumbelaka, A.R & Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.143).

b. Pertusis

(8)

merupakan penyakit yang bersifat toxin-mediated toxin yang dihasilkan melekat pada bulu getar saluran nafas atas akan melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga menyebabkan gangguan aliran sekret saluran pernafasan, berpotensi menyebabkan sumbatan jalan nafas dan pneumonia (Tumbelaka, A.R & Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.144).

c. Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium Tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat, dan demam. Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku (Depkes, 2009, hlm.13). Tetanus dapat ditemukan pada anak-anak, juga dijumpai kasus tetanus neonatal yang bersifat fatal. Komplikasi tetanus yang sering terjadi antara lain laringospasme, infeksi nosokomial dan pneumonia ostostatik (Tumbelaka, A.R & Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.147).

d. Tuberkulosis

(9)

organ yang diserang. Komplikasi tuberkulosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian (Depkes, 2009, hlm.13).

e. Campak

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus viridae measles. Disebarkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu bersin atau batuk dari

penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjunctivitis (mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian

menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga, dan infeksi saluran nafas (pneumonia). Prioritas utama untuk penanggulangan penyakit campak adalah melaksanakan program imunisasi lebih efektif (Depkes, 2009, hlm.13).

f. Poliomielitis

Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh

satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis=AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia

(tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Komplikasi poliomielitis adalah kematian bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani (Depkes, 2009, hlm.13).

(10)

sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus polio sangat menular, pada kontak antarrumah tangga (yang belum diimunisasi) derajat serokonversi lebih dari 90% (Suyitno, 2008, hlm.157).

g. Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit kuning yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penularan penyakit secara horizontal yaitu dari darah dan produknya melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah dan melalui hubungan seksual. Sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan. Gejalanya adalah merasa lemah, gangguan perut, dan gejala lain seperti flu. Warna urin menjadi kuning, tinja menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Komplikasi hepatitis B adalah bisa menjadi hepatitis kronis dan menimbulkan pengerasan hati (Cirrhosis Hepatis), kanker hati (Hepato Cellular Carsinoma), dan menimbulkan kematian (Depkes, 2009, hlm.14).

(11)

Tahun 1992 Hepatitis B dimasukkan kedalam program imunisasi. Tahun 1995 imunisasi hepatitis B diberikan kepada semua bayi di negara endemis tinggi. Tahun 1997 imunisasi hepatitis B diberikan kepada semua bayi disemua negara diseluruh dunia. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan pada bayi 0-7 hari karena : 3-8 % ibu hamil merupakan pengidap (carrier), 45,9 % bayi tertular saat lahir dari ibu pengidap, penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut jadi hepatitis menahun. Pemberian imunisasi HB sedini mungkin akan melindungi 75 % dari yang tertular (Depkes, 2006, hlm.14).

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi Lengkap 1. Usia Ibu

Usia adalah lamanya seseorang hidup dihitung dari tahun lahirnya sampai dengan ulang tahunnya yang terakhir. Usia merupakan konsep yang masih abstrak bahkan cenderung menimbulkan variasi dalam pengukurannya. Seseorang mungkin menghitung umur dengan tepat tahun dan kelahirannya, sementara yang lain menghitungnya dalam ukuran tahun saja (Zaluchu, 2008, hlm.109).

(12)

dibandingkan dengan usia ibu ≥ 30 tahun. Namun secara statistik hubungan antara usia ibu dan status kelengkapan imunisasi tidak bermakna (p-value=0,16). Lienda (2009) dalam penelitiannya hasil uji statistik p-value=0,109 bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar.

Waldoeher (1997, dalam Reza, 2006, hlm.25) mengatakan bahwa status imunisasi semakin baik seiring dengan peningkatan usia ibu. Penelitian Rahma Dewi (1994) memperoleh hasil bahwa 58,3% kelengkapan status imunisasi anak terdapat pada ibu yang berusia 20-29 tahun. Sedangkan proporsi yang hampir sama pada usia ibu 15-19 tahun sebesar 48,4% dan usia ibu 30 tahun lebih sebesar 48,5%. Reza (2006) ada hubungan bermakna secara statistik yang ditunjukkan oleh nilai p-value=0,000. Ibu yang berusia ≥ 30 tahun 2,78 kali lebih besar status imunisasi dasar

anaknya untuk tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30 tahun. 2. Pendidikan

a. Definisi Pendidikan

(13)

b. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan adalah salah satu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam kwalitas. Lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003, hlm.95).

(14)

3. Pekerjaan

Pekerjaan dapat memberikan kesempatan suatu individu untuk sering kontak dengan individu lainnya, bertukar informasi dan berbagi pengalaman pada ibu yang bekerja akan memiliki pergaulan yang luas dan dapat saling bertukar informasi dengan teman sekerjanya, sehingga lebih terpapar dengan program-program kesehatan khususnya imunisasi (Reza, 2006). Penelitian Darnen (2002) menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai peluang 1,1 kali untuk mengimunisasikan anaknya dengan lengkap dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Rahma Dewi (1994) menjelaskan bahwa proporsi ibu yang bekerja terhadap anak dengan imunisasi lengkap lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

Reza (2006) hasil penelitiannya tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai p-value=0,902 begitu juga Lienda (2009) hasil penelitiannya 1,25 kali ibu yang bekerja anaknya diimunisasi lengkap dibandingan yang tidak bekerja namun secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai p-value=0,250.

4. Jumlah anak

(15)

atau lebih akan membutuhkan banyak waktu untuk mengurus anak-anaknya tersebut. Sehingga semakin sedikit ketersediaan waktu bagi ibu untuk mendatangi tempat pelayanan imunisasi (Reza, 2006). Lienda (2009) dalam hasil penelitiannya jumlah anak hidup ≤ 2 orang mempunyai 1,19 kali anaknya diimunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang memiliki jumlah anak hidup > 2 orang. Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi pada anak. Ibu yang mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi tempat pelayanan kesehatan (Luman,2003).

Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi pada anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan terpecah, sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk setiap anak tidak dapat maksimal (Dombkowski, 2004).

5. Penghasilan

(16)

mempunyai latar belakang yang berkaitan dengan kejadian gizi buruk atau gizi kurang.

6. Pengetahuan

Pengetahuan adalah dari hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2007, hlm.143).

Hubungan antara status imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan lengkap dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi, pendidikan orangtua, pendapatan orangtua, dan jumlah anak. Di antara beberapa faktor tersebut pengetahuan ibu tentang imunisasi merupakan suatu faktor yang sangat erat hubungannya dengan status imunisasi anak (Ismail, 1999).

Imunisasi merupakam program penting dalam upaya pencegahan primer bagi individu dan masyarakat terhadap penyebaran penyakit menular. Imunisasi menjadi kurang efektif bila ibu tidak mau anaknya diimunisasi dengan berbagai alasan. Beberapa hambatan pelaksanaan imunisasi menurut WHO (2000) adalah pengetahuan, lingkungan dan logistik, urutan anak dalam keluarga dan jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi, mobilitas, keluarga, ketidak stabilan politik, sikap petugas kesehatan, pembiayaan, dan pertimbangan hukum (Lienda, 2009).

(17)

yaitu karena konsekuensi dan penerapan desentralisasi yang belum berjalan sebagaimana mestinya, masih adanya keterlambatan dalam pendistribusian vaksin, kurangnya informasi dan pengetahuan yang lengkap dan akurat tentang pentingnya program imunisasi, seringkali kegiatan untuk penyusunan materi informasi ataupun pelaksanaan suatu advokasi dikesampingkan sebagai cara untuk meningkatkan cakupan imunnisasi, dan kegiatan ini sering ditempatkan dalam biaya lainnya sehingga dalam pembahasan anggaran, imunisasi seringkali dicoret.

Alasan-alasan mengapa anak tidak lengkap mendapatkan imunisasi ataupun tidak pernah di imunisasi yaitu:

Alasan Informasi

% Respon Ibu -Kurangnya pengetahuan ibu akan kebutuhan Imunisasi 20 -Kurangnya pengetahuan tentang kelengkapan Imunisasi 13 -Kurangnya kelengkapan tentang jadwal imunisasi 8

-Ketakutan akan efek samping imunisasi 1

-Persepsi yang salah tentang kontraindikasi 3 Motivasi

-Penundaan imunisasi 12

-Kurangnya kepercayaan tentang imunisasi 4

-Adanya rumor buruk tentang imunisasi 3

Situasi

-Tempat pelayanan imunisasi terlalu jauh 6 -Jadwal pemberian imunisasi yang tidak tepat 4

-Ketidak hadiran petugas imunisasi 3

-Kurangnya vaksin 9

-Orangtua anak terlalu sibuk 13

-Adanya masalah dalam keluarga 3

-Anak tidak hadir karena sakit 30

-Anak hadir tetapi dalam keadaan sakit 9

-Terlalu lama menunggu 2

Gambar

Tabel 2.1 Dosis, Cara pemberian, Jumlah pemberian, Intervensi Dan waktu Pemberian imunisasi
Tabel 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini kecenderungan ke arah yang demikian terlihat dengan semakin memanjangnya APTT pada kelompok yang tidak mengalami perbaikan, sedangkan pada kelompok

Dari 10 atribut pada dimensi ekonomi, berdasarkan nilai RMS hasil analisis leverage factor , menunjukkan bahwa atribut produktivitas KJA memiliki nilai tertinggi (3,29),

Tempo perkongsian itu tidak ditetapkan da tidak terbatas tetapi setiap pihak berhak untuk menamatkan kontrak perkongsian itu dengan memberitahukan kepada

Social skills appropriate behavior towards teachers and peers will lhcilrtate academic engagement (such as following orders, listening to the teacher, and so on):

Hipotesis dalam penelitian ini adalah meningkatnya aktivitas belajar dan motivasi siswa dengan model pembelajaran CTL dengan teknik word square pada pelajaran Bahasa

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan.. Nasional “Veteran”

Four items were used to measure the extent to which respondents felt that the government’s explanations of its action on smoking control were intelligible: ‘‘I think the

Dalam usaha penggemukan sapi potong, produksi didekati berdasarkan pertambahan bobot badan sapi, sedangkan faktor-faktor produksi yang diduga mem- pengaruhi