• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang masalah

Di perjalanan kehidupan suatu Bangsa selalu terjadi proses regenerasi yang

pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

Dengan kata lain ada yang datang, yang berarti generasi tua senantiasa digantikan

oleh generasi muda. Generasi muda inilah yang akan menjadi penerus kehidupan

bangsa. Dengan demikian kedudukan generasi muda sangat penting artinya dalam

kaitannya dengan kesinambungan kehidupan suatu bangsa.

Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi muda. Dimana anak menjadi generasi baru penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya

manusia bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu generasi muda perlu dibina

agar dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar. Setiap anak mempunyai hak

untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Hak anak

untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat anak merupakan hal yang penting

agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal. Dengan kata lain, tidak

mungkin tercapai suatu keputusan yang terbaik bagi anak maupun tidak mungkin

tumbuh kembang anak maksimal jika pendapat anak tidak didengar dan pendapatnya

tidak dihargai dalam pengambilan keputusan bagi dirinya (Save The Children, 2010:

30). Hak-hak anak tersebut dapat terbentuk melalui lingkungannya, keluarga

terutama orang tua.

Secara sosiologis anak terlahir melalui orang tua, tapi dia bukan milik orang

tua. Anak adalah pribadi lain,memiliki pandangan dan pemikiran sendiri, walaupun

dia dilahirkan melalui orang tua (Sunarti, 2004: 123). Manusia tidak semua terlahir

(2)

mengalami kecacatan. Anak yang lahir demikian disebut dengan anak yang

berkebutuhan khusus . Anak yang berkebutuhan khusus harus diberi kesempatan

yang sama, sebab mereka mempunyai bakat dan talenta yang sama dengan anak yang

lainnya (Analisa, 2014; 6)

Anak dengan berkebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari

kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan pelayanan yang

bersifat khusus. Pelayanan tersebut dapat berbentuk pertolongan medik,

latihan-latihan therapikc, maupun program pendidikan khusus, yang bertujuan untuk

membantu mereka mengurangi keterbatasannya dalam hidup bermasyarakat.

Dalam rangka mengidentifikasi (menemukan) anak dengan kebutuhan

khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan gradasi (tingkat) kelainan

organis maupun fungsional anak melalui gejala-gejala yang dapat diamati

sehari-hari. Anggapan akan keberadaan anak berkebutuhan khusus merupakan beban, aib,

bencana dan kutukan, mengakibatkan masih banyak orang tua, keluarga dan

masyarakat yang menyembunyikannya, sehingga anak berkebutuhan khusus

mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan

dan kesehatan sebagaimana anak lain seusianya, termasuk hak untuk memperoleh

akta kelahiran. Anggapan ini juga mengakibatkan anak berkebutuhan khusus

mendapatkan kekerasan termasuk penelantaran dan pemasungan karena anak

tersebut sering melakukan perusakan dan tidak bisa diatur serta meresahkan

lingkungan sekitarnya. Salah satu bagian dari berkebutuhan khusus adalah tunanetra.

Tunanetra adalah tidak berfungsinya indra penglihatan yaitu mata. Mata

sebagai indara penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, sebab

sepanjang waktu selama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk

(3)

penciuman, dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu indra yang sangat

penting, maka dengan terganggunya indra penglihatan seseorang berarti ia akan

kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik

yang ada dilingkungannya ( Efendi 2006: 29).

Kehadiran anak tunanetra tidak mengenal suku bangsa, agama, golongan,

ras, atau status. Mereka hadir tanpa harus memberikan tanda- tanda khusus

bagaimana layaknya fenomena alam lainnya. Menyikapi keadaan tersebut, sebaiknya

tidak perlu mempersoalkan perihal ia hadir dengan keterbatasan fungsi

penglihatannya, tetapi perlu dipikirkan bantuan apa yang dapat diberikan agar

mereka dapat menerima ketunanetraannya.

Menurut Survei Departemen Sosial RI (1978), populasi penyandang

disabilitas adalah 3,11% dari total penduduk Indonesia. Sementara WHO (2004)

memperkirakan, populasi penyandang disabilitas 10% dari total penduduk Indonesia.

Menurut PUSDATIN Kemensos RI (2008), jumlah penyandang disabilitas di 14

provinsi adalah 1.167.111 jiwa, di antaranya 59,8% tidak sekolah atau tidak tamat

SD, dan 74,4% dari mereka tidak bekerja. Data PUSDATIN Kemensos RI (2010)

menunjukkan, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah 1.163.508 jiwa,

dan data ini digunakan dalam Renstra Kemensos RI dan PRJMN 2010- 2015

(http://berkas.dpr.go.id/pengkajian. Diakses tanggal 23 April 2014, pukul 10.00 Wib)

Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah

penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta jiwa.

Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas lebih

besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Akan tetapi, bila mengacu

pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih ketat, jumlah

(4)

jumlah penyandang disabilitas di negara berkembang sebesar 10% dari total populasi

penduduk. Menurut data terbaru ( Juli 2012), jumlah penyandang disabilitas di

Indonesia tercatat sebagai berikut :

1. Tunanetra : 1.749.981 jiwa

2. Tunarungu/wicara : 602.784 jiwa

3. Tunadaksa : 1.652.741 jiwa

4. Tunagrahita : 777.761 jiwa (http://rehsos.kemsos.go.id, diakses pada

01 Maret 2014. Pukul 9:19)

Jumlah penyandang cacat yang begitu besar tersebut perlu mendapatkan

perhatian yang memadai dari pemerintah agar mereka tidak selamanya terbelunggu

dengan kecacatannya, sehingga menjadi beban keluarganya, masyarakat maupun

pemerintah. Langkah yang dianggap paling efekif adalah dengan memberikan

pendidikan dan pelatihan keterampilan yang memadai bagi mereka, sehingga mereka

dapat melayani dirinya sendiri dan tidak tergantung pada orang lain, baik secara

ekonomi maupun social. Mereka juga perlu mendapatkan pembinaan yang lebih baik

dari pemerintah, masyarakat maupun keluarga untuk meningkatkan kepercayaan diri

dan kreatifitasnya.

Pada hakekatnya keadaan cacat yang dimiliki oleh seseorang hanya sekedar

kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemempuan untuk

mepertahankan diri. Hanya saja yang mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu

pembinaan dan pelayanan yang intensif, dalam arti lebih tinggi intensitasnya dari

orang yang normal, sehinggga mereka mempunyai suatu bekal untuk hidup secara

mandiri, tanpa perlu lagi bergantung sama orang lain. Disamping itu juga supaya

(5)

Hal ini sesuai dengan apa yang di tulis dalam Undang- Undang Dasar 1945

Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi “ setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan

kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” (Marsono, 2003: 89).

Pada tahun 2008, Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan

bahwa Jumlah tunanetra di Indonesia mencapai 3,5 Juta orang atau 1,5% dari

populasi penduduk. Banyaknya jumlah tunanetra di Indonesia tidak menjadikan

negara ini menjadi pasrah dan membiarkan para penyandang tunanetra tersebut hidup

dengan tidak mengecap pendidikan dan keterampilan.

Keterbatasan (kecacatan) tersebut sesungguhnya merupakan pribadi yang

utuh seperti individu pada umumnya, mereka memiliki potensi, bakat, minat dan

cita-cita untuk berkembang. Mereka memiliki kemampuan dalam melakukan

berbagai aktivitas dan pekerjaan sesuai denga potensinya masing-masing. Kondisi ini

sudah dibuktikan dalam bidang olah raga misalnya, kaum disabillitas dapat

mengharumkan nama baik Indonesia di kancah Internasional. Tahun 2011 Indonesia

sukses meraih medali 15 emas, 13 perak dan 11 perunggu dalam ajang olimpiade

Tunagrahita (disabilitas intelektual) yang digelar di Athena, Yunani. Dalam bidang

seni, saudara Alam dan istrinya sebagai penyandanag tunanetra sangat piawai dalam

bermain musik, sehingga mampu mengantarkannya keliling dunia. Begitu pula

banyak prestasi dan reputasi lain yang diraih penyandang cacat disabilitas dalam

berbagai bidang.

Pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang terpenting bagi tunanetra.

Hal ini didapat mereka dari lembaga- lembaga sosial seperti panti asuhan, sekolah

(6)

mengembangkan potensi dalam diri mereka sehingga tunetra tetap eksis ditengah-

tengah masyarakat. Setelah selesai mendapatkan pendidiakan, mereka tidak memiliki

pekerjaan formal yang sesuai dengan kemampuan tunanetra. Sesuai dengan Undang-

Undang RI No.43 pasal 30 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat yang mengatur

peluang kerja bagi tunanetra atau cacat fisik lainnya, pengusaha wajib memberikan

kesempatan yang sama kepada tenaga kerja penyandang cacat yang memenuhi

persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan untuk memperoleh pekerjaan sesuai

dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Penanganan penyandang disabilitas saat ini masih terkesan diskriminatif,

misalnya dalam mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan layanan umum

lainnya. Dalam lingkungan keluarga masih, ada keluarga yang menganggap anak

disabilitas sebagai aib atau kutukan, sehingga anak tersebut disembunyikan dan

kehilangan haknya terhadap kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar.

Penanganan disabilitas juga cenderung belas kasihan (charity). Penaganan disabilitas

seharusnya menggunakan pendekatan human right, dimana hak-hak dan potensi

mereka sebagai individu mendapat tempat yang sama dengan yang lainnya.

Penyandang disabilitas merupakan salah satu sumber daya manusia yang kualitasnya

harus ditingkatkan agar dapat berperan sebagai subjek pembangunan ( Oos, 2013 :

140).

Keterampilan sangat dibutuhkan oleh setiap individu terutama pada saat ini.

Keterampilan bagi sebagian orang adalah suatu kelebihan yang harus dimiliki karena

dalam segala aspek kita sebagai individu dituntut untuk terampil menyikapi segala

hal. Berbeda dengan anak dengan kecacatan tunanetra, ada kecenderungan

penyesuaian dirinya terhadap lingkungan menjadi terhambat sehingga kurang

(7)

keterampilan bagi anak tunanetra untuk memudahkan mereka dalam pemenuhan

kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga diharapkan dengan adanya

keterampilan tersebut, mereka bisa hidup mandiri. Keterbatasan anak tunanetra

menjadikan pemberian atau pengajaran akan skill atau keterampilan sedikit berbeda

dengan anak yang normal. Perlu adanya metode atau cara-cara yang khusus yang

dilakukan pengajar. Oleh sebab itu, perlu dibentuk sebuah lembaga atau yayasan

yang dapat memberikan anak berkebutuhan khusus seperti anak tunanetra sebuah

pelatihan akan keterampilan.

Di indonesia secara umum banyak terdapat lembaga sosial maupun

organisasi sosial baik non pemerintah maupun yang pemerintah, namun dalam

operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak diharapkan. Hal ini

dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat

penerimaan saja dan memiliki sarana dan prasarana yang minim dan kurang

memiliki pengembangan untuk kedepannya. Karya Murni merupakan salah satu

bentuk yayasan yang memberikan perhatian khusus kepada anak penyandang

tunanetra. Karya Murni mempunyai Panti Asuhan dan Sekolah Luar Biasa/A

(SLB/A), yang dikhususkan bagi penyandang tunanetra. Anak tunanetra tinggal di

Panti Asuhan ini dan mempunyai asrama dan melakukan kegiatan pendidikan

maupun keterampilan di SLB/A Karya Murni.

Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor merupakan

suatu lembaga pendidikan yang memberikan pertolongan dalam memenuhi

kebutuhan anak tunanetra, seperti pendidikan, kesehatan, pembinaan mental/

kerohananian dan keterampilan dalam meningkatkan potensi tunanetra dan

menciptakan tunanetra yang mandiri. Melalui SLB/A tunanetra ini diharapkan

(8)

rasa percaya diri penderita tunanetra sehingga dapat berswadaya dan eksis dalam

masyarakat. Diharapkan juga kepada tunanetra dapat berinteraksi dengan masyarakat

luas dan dapat mengaktualisasikan diri dengan potensi yang mereka miliki.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan

permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana efektivitas pelaksanaan

program keterampilan terhadap penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A

(SLB/A) Karya Murni Medan Johor”?.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui sejauh mana program keterampilan di Sekolah Luar Biasa/A

(SLB/A) Karya Murni Medan Johor.

2. Untuk mengetahui efektivitas Pelaksanaan program keterampilan terhadap

penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni

Medan Johor.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai

keterampilan yang dilakukan oleh anak tunanetra untuk mencapai

(9)

b. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah

referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau bagi mahasiswa yang

tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian serta SistematikaPenulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian,

kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe

penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik

pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian sejarah geografis dan gambaran umum

tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian dan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang

Referensi

Dokumen terkait

better facilities can increase the level of satisfaction and the number of visitors in Taman Wisata.

Setelah nuansa Persia dimainkan oleh alat musik yang berasal dari Sunda, dalam birama 104/3 posisi melodi utama bergeser dan dimainkan oleh perwakilan dari

Pendistribusian barang yang tepat waktunya akan sangat memuaskan pelanggan dengan meningkatnya pendistribusian maka waktu yang diperlukan akan semakin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Satlantas Kota Salatiga sudah melakukan beberapa program seperti police goes to school, police goes to campus dan penyuluhan ke

Pada hasil analisis Rumah Susun Transit Ujung Berung terdapat ruang untuk umum yang merupakan bagian bersama sehingga memenuhi standar pelayanan minimal sarana

Skripsi Pengaruh Variabel ROI, DER,PER, CR Dan WCTO Terhadap Return... ADLN Perpustakaan

Karya media Armada Bunyi mengunakan penyajian gambar dengan banyak potongan dikarenakan ingin memberikan kesan bahwa peristiwa mengenai musik pada kereta kelinci

BAB VI : Bab ini menjelaskan tentang aplikasi rancangan dari Pusat Pengembangan Seni Tari Tradisional Jawa Timur di Surabaya dengan menggunakan persyaratan-persyaratan yang ada