• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Memorandum Of Understanding Antara PT. Matahari Anugerah Perkasa Dengan CV. Ponorogo Di Kota Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Memorandum Of Understanding Antara PT. Matahari Anugerah Perkasa Dengan CV. Ponorogo Di Kota Medan."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI MOU APABILA TERJADI WANPRESTASI DALAM PROSES PELAKSANAAN MOU DI INDONESIA

Dilihat dari istilahnya Memorandum Of Understandingberasal dari dua kata, yaitu Memorandum dan Understanding. Secara gramatikal Memorandum Of Understanding diartikan sebagai nota kesepemahaman. Dalam Black’s Law Dictiobary, yang dimaksud dengan Memorandum adalah “ dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa datang (is to serve as the basis of future formal contrac),atau dapat diartikan bahwa memorandum itu sebagai permulaan untuk mengadakan ikatan hukum atau perjanjian yang akan dituangkan dalam suatu akta yang autentik. Understanding diartikan sebagai : An implied agreement resulting from the express term of another agreement, whether written or

oral. Artinya, pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun tertulis.

Memorandum of Understanding dalam pengertian idealnya sebenarnya merupakan suatu bentuk perjanjian atau kesepakatan awal menyatakan langkah pencapaian saling pengertian antara kedua belah pihak (prelimary understanding of parties) untuk melangkah kemudian pada penandatanganan suatu kontrak. Contohnya dalam suatumemorandum of understandingdicantumkan kalusula sebagai berikut :

This memorandum of understanding shall come into effect from the date

(2)

the terms and conditions of biding Agreement to be executed by the parties within the

said period unless this MOU is terminated earlier in accordance with point 12

herein. Dari pengertian tersebut, sejak awal para pihak telah mempunyai maksud untuk memberlakukan langkah tersebut sebagai bagian kesepakatan untuk bernegosiasi (agreement to negotiate). Karena itu, seharusnya tidak dimaksudkan untuk menciptakan akibat hukum (no intention to create legal relation) terhadap konsekuensi pelaksanaan kesepakatan darimemorandum of understandingtersebut.44. Menurut Erman Radjagukguk Memorandum of Understanding mengandung pengertian sebagai dokumen yang memuat saling pengertian dan pemahaman para pihak sebelum dituangkan dalam perjanjian yang formal yang mengikat kedua belah pihak, oleh sebab itu muatan Memorandum of Understanding harus dituangkan kembali dalam perjanjian sehingga menjadi kekuatan yang mengikat.45

Salim H. S memberikan pengertian Memorandum of Understanding adalah “Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun antarnegara untuk melakukan kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu”46, sedangkan menurut I Nyoman Sudana menyatakan bahwaMemorandum of Understanding merupakan perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.47

44Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis

Kontan, Jakarta, 2006, hal 37.

45Erman Rajagukguk ,Kontrak Dagang Internasional dalam Praktik diIndonesia,Universitas

Indonesia, Jakarta, 1994, hal.4.

46Salim H. S,Opcit, hal 47

47 INyoman Sudana dkk, 1998, Teaching Material Penyusunan Kontrak Dagang, Depok,

(3)

Dengan kata lain dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil permufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan”48 Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi tersebut, meliputi :

1) para pihak yang membuatMemorandum of Understandingtersebut adalah subjek hukum, baik berupa badan hukum publik maupun badan hukum privat.

2) wilayah keberlakuan dariMemorandum of Understandingitu, bisa regional, nasional, maupun internasional.

3) substansi Memorandum of Understanding adalah kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.

4) jangka waktunya tertentu.49

Menurut Munir Fuady mengartikan Memorandum of Understanding sebagai berikut :

Suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti oleh dan akan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya lebih detail, karena itu dalam

Memorandum of Understanding hanya berisikan hal-hal yang pokok saja. Sedangkan mengenai lain-lain aspek dariMemorandum of Understanding relatif sama saja dengan perjanjian perjanjian lainnya.50

Menurut Hikmahanto Juwana, penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis. Secara Teoritis, dokumen Mou tidak mengikat secara hukum

48Ibid, hal 46. 49Ibid.

(4)

agar mengikat secara hukum harus dilanjuti dengan perjanjian.51Sama halnya dengan pendapat yang diberikan oleh I Nyoman Sudana yang menyatakan bahwaMemorandum of Understandingmerupakan perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.52

A. KedudukanMemorandum Of UnderstandingDalam Hukum Perjanjian. Secara Internasional, di dalam sebuah perjanjian internasional yang menjadi subjek hukum dalam perjanjian tersebut adalah antar negara, oleh demikian ketentuan dalam perjanjian Internasional ini didasarkan pada Konvensi Wina 1969. Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 (Vienna Convention 1969) mengatur mengenai Perjanjian Internasional Publik antar Negara sebagai subjek utama hukum internasional. Konvensi ini pertama kali open for ratification pada tahun 1969 dan baru entry into force pada tahun 1980. Sebelum adanya Vienna Convention 1969 perjanjian antar negara, baik bilateral maupun multilateral, diselenggarakan semata-mata berdasarkan asas-asas seperti, good faith, pacta sunt servanda dan perjanjian tersebut terbentuk atas consent dari negara-negara di dalamnya. Singkatnya sebelum keberadaan Vienna Convention 1969 Perjanjian Internasional antar Negara diatur berdasarkan kebiasaan internasional yang berbasis pada praktek Negara dan keputusan-keputusan Mahkamah Internasional atau Mahkamah Permanen

51

Hikmahanto Juwana, 2002,Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional.Lentera Hati, Jakarta hal. 123.

52 I Nyoman Sudana dkk, 1998, Teaching Material Penyusunan Kontrak Dagang,

(5)

Internasional (sekarang sudah tidak ada lagi) maupun pendapat-pendapat para ahli hukum internasional (sebagai perwujudan dariopinion juris).53

Sedangkan secara Nasional, yang menjadi dasar hukum adanya Memorandum of

Understanding adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional.54 Dalam Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, telah disebutkan pengertian perjanjian internasional, yaitu :

“Perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang

dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik” .

Selanjutnya dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, disebutkan bahwa : “Perjanjian internasional yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah setiap perjanjian di bidang hukum publik, diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dengan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain” Apabila kita perhatikan definisi dan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, maka perjanjian internasional dalam prakteknya dapat disamakan dengan : treaty (perjanjian); convention (konvensi/kebiasaan internasional);

agreement (persetujuan); Memorandum of Understanding (nota kesepahaman);

protocol (surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan); charter (piagam);

declaration (pernyataan); final act (keputusan final); arrangement (persetujuan);

exchange of notes (pertukaran nota); agreed minutes (notulen yang disetujui);

53 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4268/konvensi-wina-1969-induk-

pengaturan-perjanjian-internasional

(6)

summary records(catatan ringkas);process verbal (berita acara);modus vivendi; dan

letter of intent(surat yang menungkapkan suatu keinginan).55

Apabila kita perhatikan nama – nama tersebut, maka Memorandum Of Understanding yang di buat antara Negara yang satu dengan Negara yang lain termasuk dalam kategori perjanjian internasional sehingga di dalam Implementasinya berlaku kaidah – kaidah Internasional.

1. Tahap-Tahap Pembuatan Perjanjian.

Suatu kontrak bisnis yang baik memerlukan suatu persiapan atau perencanaan yang baik sebelumnya. Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :56

1). Prakontrak yang mencakup proses : a. Negosiasi

b. Memorandum of Understanding (MoU)

c. Studi kelayakan d. Negosiasi (lanjutan). 2). Kontrak

a. Penulisan naskah awal b. Perbaikan naskah c. Penulisan naskah akhir

55Ibid, hal 51.

56Marbun, B.N, ,Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum,Jakarta, PuspaSwara,

(7)

d. Penandatanganan. 3). Pascakontrak

a. Pelaksanaan b. Penafsiran

c. Penyelesaian sengketa.

Menurut teori baru, perjanjian tidak hanya dilihat semata-mata tetapi harus dilihat pembuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahapan dalam pembuatan perjanjian, yaitu :

1) Tahappra-contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;

2) Tahapcontractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para

pihak;

3) Tahappost-contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian57

Adapun menurut Salim H.S, yang menjadi tahapan dalam perancangan kontrak harus memenuhi delapan tahap58, yaitu :

a. Penawaran Dan Penerimaan.

Dalam sistem Anglo Amerika, tahap penawaran dan penerimaan disebut denganOffer danacceptance. Offer (penawaran) adalah suatu janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang akan datang. Penwaran ini ditujukan kepada setiap orang. Acceptance adalah kesepakatan antara pihak

(8)

penerima dan penawar terhadap persyaratan yang diajukan oleh penawar. Penerimaan itu harus bersifat absolut dan tanpa syaray atas tawaran itu. Penerimaan yang belum disampaikan kepada pemberi tawaran, belum berlaku sebagai penerimaan tawaran. Akan tetapi, dalam perundingan yang dilakukan dengan korespondensi, penerimaan yang dikirim dengan media yang sama dianggap sudah disampaikan

b. Kesepakatan Para Pihak.

Kesepakan para pihak merupakan tahap persesuaian pernyataan kehendak para pihak tentang objek perjanjian. Dalam sistem Anglo Amerika, kesepakatan para pihak disebut dengan meeting of minds (persesuaian kehendak). Meeting of minds, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak tentang objek kontrak. Apabila objeknya jelas maka kontrak itu dikatakan sah. Persesuaian kehendak harus dilakukan secara jujur, tetapi apabila kontrak itu dilakukan dengan adanya penipuan (fraud), kesalahan (mistake), paksaan (duress), dan penyalahgunaan keadaan (undue influence), maka kontrak itu menjadi tidak sah, dan kontrak itu dapat dibatalkan.

c. Pembuatan Kontrak.

(9)

Apabila rancangan kontrak telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah melakukan penelaahan atau pengkajian terhadap substansi kontrak yang dirancang oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak. Tahap penelaahan kontrak merupakan tahap untuk mempelajari, menyelidiki, dan memeriksa substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Hal-hal yang ditelaah meliputi judul kontraknya, tanggal mulai berlakunya kontrak, komparisinya, pengaturan hak dan kewajiban para pihak, serta cara penyelesaian sengketa.

e. Negosiasi.

Negosiasi merupakan tahap untuk melakukan perundingan terhadap naskah rancangan kontrak yang telah disusun oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak. Hal-hal yang dirundingkan meliputi pengaturan hak-hak dan kewajibanpara pihak, pilihan hukum, dan penyelesaian sengketa. Salah satu pihak selalu menginginkan agar substansi kontrak yang dirancangnya harus menguntungkan yang bersangkutan. f. Penandatanganan Kontrak.

Tanda tangan kontrak merupakan tahap untuk menyetujui dan menandatangai kontrak yang telah disusun oleh para pihak. Sejak ditandanganinya kontrak, maka sejak saat itu timbullah hak dan kewajiban para pihak.

g. Pelaksanaan Kontrak.

(10)

h. Sengketa.

Tidak dilaksanakannya substansi kontrak dengan baik oleh salah satu pihak akan menimbulkan sengketa bagi para pihak. Penyelesaian sengketa meripakan tahap untup mengakhiri pertentangan, konflik, sengketa yang timbul antara kedua belah pihak./timbulnya sengketa ini karena salah satu pihak tidak melaksanakan substansi kontrak sebagaimana yang telah disepakati walaupun mereka telah diberikan somasi sebanyak tiga kali berturut-turut. Ada dua cara yang akan di tempuh oleh kedua belah pihak untuk meyelesaikan sengketa, yaitu dengan melalui penyelesaian diluar pengadilan dan melalui litigasi (pengadilan).

Pada dasarnya, kontrak yang dibuat oleh para pihak dapat di bagi menjadi dua macam, yaitu kontrak berdimensi nasional dan kontrak yang berdimensi internasional. Kontrak yang berdimensi nasional merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak, yang pihaknya adalah warga negara Indonesia. Kontrak yang berdimensi internasional adalah kontrak yang dibuat oleh para pihak, yang salah satunya pihaknya adalah warga negara asing atau badan hukum asing.

2. KedudukanMemorandum Of Understandingsebelum adanya Perjanjian. Secara teori Memorandum of understanding bukanlah merupakan suatu kontrak karena memang masih merupakan kegiatan pra kontrak. Karena itu, di dalamnya sengaja tidak dimasukkannya unsur “intention to create legal relation” oleh pihak yang melakukan tersebut.59 Pada dasarnya Memorandum of Understanding yang dibuat diantara para pihak hanya berisi hal-hal pokok saja,

(11)

seperti kesepakatan mengenai apa yang menjadi objek perjanjian dan kesepakatan mengenai waktu pengerjaan. Didalam Memorandum Of Understanding, biasanya yang menjadi hak-hak dan kewajiban dari para pihak tidak dicantumkan, artinya pelaksanaan dari Memorandum Of Understanding tersebut hanya bermodalkan kepercayaan dari masing-masing pihak, yang mengakibatkan apabila terjadi sengketa dalam proses pelaksanaan dari Memorandum Of Understanding ini, pihak yang dirugikan tidak dapat menuntut pihak yang lain atas dasar wanprestasi, atau dengan kata lain sanksi dari tidak dilaksanakannya kesepakatan tersebut hanya sebatas sanksi moral saja.

Ada beberapa hal yang perlu diteliti untuk menentukan apakah suatu

Memorandum Of Understanding dapat dikatakan suatu kontrak atau tidak yaitu berdasarkan :

(1) Materi/substansi dalamMemorandum Of Understanding

(12)

berdasarkan asas obligator tidak bisa dikatakan suatu kontrak, karena belum final dalam pembuatannya.60

2. Adanya Sanksi.

Teori Holmes yang menyatakan bahwa tidak ada sanksi moral dalam suatu kontrak,61 artinya Memorandum Of Understanding bukanlah merupakan suatu perjanjian apabila hanya memiliki sanksi moral saja. Oleh karena itu didalam

memorandum Of Understanding tersebut haruslah mengatur sanksi hukum yang tegas. Maksudnya adalah dalam proses pelaksanaan Memorandum of Understanding

apabila terjadi sengketa atau salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah diperjanjikan, maka pihak yang dirugikan akan mendapat perlindungan hukum, dan perlindungan hukum tersebut berupa penggantian biaya kerugian atas dasar gugatan wanp restasi terhadap pihak yang tidak melaksanakan prestasinya sesuai yang diperjanjikan.

Dengan demikian Memorandum Of Uderstanding yang merupakan Nota Kesepahaman yang dibuat para pihak tentang suatu kesepakatan, haruslah ditindak lanjuti dengan membuat akta otentik yang di buat di hadapan notaris sebagai tindak lanjut dariMemorandum Of Understanding tersebut agar memiliki kekuatan hukum. Akan tetapi apabila dalam proses pelaksanaannya, Memorandum Of Understanding

tersebut tidak ditindak lanjuti dengan membuat akta otentik yang diperbuat di hadapan noteris, maka daya mengikat dariMemorandum Of Understanding tersebut,

(13)

hanya sebatas moral saja. Hal ini sesuai dengan pendapat sebahagian para ahli yang mengemukakan bahwa Memorandum Of Understanding adalah merupakan

Gentlemen Agreement, maksudnya adalah kekuatan mengikatnya suatuMemorandum of Understanding tidak sama dengan perjanjian biasa, sungguh punMemorandum of Understanding dibuat dalam bentuk yang paling kuat seperti dengan akta notaris sekalipun. Oleh karena itu menurut pendapat golongan ini, Memorandum of Understanding mengikat sebatas pada pengakuan moral belaka, dalam arti tidak punya daya ikat secara hukum.

3. KedudukanMemorandum Of UndesrtandingDalam Perjanjian.

Berbicara mengenai memorandum of understanding, tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar, oleh karenaMemorandum Of Understanding itu pada akhirnya akan dilanjutkan dengan suatu perjanjian yang mengikat dan yang melahirkan tanggungjawab diantara para phak selanjutnya. Namun karena

Memorandum of Understanding dibuat sebagai dasar untuk suatu perikatan atau perjanjian ,hal itu tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan bagaimna untuk membuat suatu perjajian. Memorandum of Understanding yang dibuat oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban diantara mereka, dan secara norma hukum hal itu menjadi ketentuan yang melahirkan sanksi dalam arti sanksi moral. Dalam ketentuann KUHperdata yang termuat dalam Pasal 1338 BW disebutkan :

(14)

2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

3. Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dari ketentuan pasal 1338 ini ditegaskan bahwa perjanjian yang dibuat dengan dasar itikad baik dan tidak bertentangan dengan undang undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang mebuatnya. Demikian juga dengan

Memorandum of Understanding waalaupun belum memberikan sanksi yang tegas dalam perjanjiannya akan tetapi karena Memorandum of Understanding itu dibuat memenuhi unsur-unsur perjanjian, maka Memorandum of Understanding tersebut melahirkan hak dan kewajiban yang akhirnya ada sanksi moral sebagaimana yang diingikan pasal 1338 tersebut. Mengacu kepada ketentuan KUHPerdtaMemorandum of Understanding atau kesepahaman ini adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 1313 yang merumuskan pengertian perjanjian dalam Buku III BW yaitu : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

(15)

syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur didalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut diuraikan bahwa yang menjadi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut:

1. Kata sepakat yang membuat perjanjian,

2. Kecakapan pihak-pihak yang melakukan perjanjian, 3. Obyek perjanjian itu harus jelas,

4. Perjanjian itu dibuat atas dasar suatu sebab yang dibolehkan.

(16)

1. Kerugian Materil dan 2. Kerugian moril.

Kerugian ini dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan tergantung kepada kemauan dari yang bersangkutan,walaupun nantinya akan ditetapkan berdasarkan keputusan Pengadilan oleh Hakim yang mengadilinya.

Memorandum of Understandingpada dasarnya merupakan Nota Kesepakatan, akan tetapiMemorandum of Understandingyang apabila dibuat dengan mengacu dan telah memenuhi unsure-unsur yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka kekuatan hukumMemorandum of Understandingtersebut seyognyanya sama dengan kekuatan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia pada umumnya. Apabila

Memorandum of Understanding yang dibuat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo dikaitkan dengan pasal 1320 KUHPerdata, maka kekuatan hukum berlakunya Memorandum of Understanding tersebut sama dengan kekuatan hukum perjanjian pada umumnya yang berlaku di Indonesia. Hal ini disebabkan karena Memorandum of Understanding yang dibuat antara PT. Matahari Anugerah Perkasa dengan CV. Ponorogo tersebut sudah memenuhi unsur – unsur yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata.

(17)

tersebut.62 Prestasi diartikan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu perjanjian atau hal-hal yang telah disepakati bersama, oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu. Sedangkan pelaksanaan prestasi disesuaikan dengan syarat-syarat yang telah disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan.63 Namun demikian pada kenyataannya sering dijumpai bahwa pelaksanaan dari suatu perjanjian tidak dapat berjalan dengan baik karena salah satu pihak wanprestasi. Pasal 1234 KUHPerdata menentukan bahwa prestasi dapat berupa:

a. memberikan sesuatu; b. berbuat sesuatu; c. tidak berbuat sesuatu.

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik yang timbul perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan kedua belah pihak mengenai apa yang menjadi obyek perjanjian atau dengan kata lain wanprestasi berarti prestasi buruk.64Apabila si berutang tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan telah melakukan wanprestasi. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam:65

a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

62Amirizal, Hukum Bisnis,Risalah Teori dan Praktik, Djambatan, Jakarta, 1999, hal.36. 63

Op.Cit, Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, hal 87

64

Ridwan Syahrani,Seluk Beluk dan Azaz-Azaz Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1989, Hal 280.

(18)

d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Menurut Abdulkadir Muhammad terdapat 3 (tiga) bentuk wanprestasi, yaitu : 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali ;

2. Memenuhi prestasi tetapi keliru;

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu;

R. Subekti menambahkan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Melakukan prestasi tetapi terlambat atau tidak tepat waktu;66 Berbicara mengenai Memorandum of Understanding, tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 BW yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Ketentuan yang mangatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III BW, memiliki sifat terbuka yang artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka ini termuat dalam Pasal 1338 ayat(1) BW yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, artinya setiap orang bebas menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(19)

Understandingini selanjutnya akan di tindak lanjuti dengan pembuatan Akta otentik yang mengatur mengenai hak dan kewajiban yang lebih terperinci lagi diantara para pihak. Saat ini hukum positif di Indonesia sendiri belum mengatur secara khusus mengenai keberlakuan Memorandum of Understanding. Dari pengertian memorandum of understanding disebutkan bahwa Memorandum of Understanding

(20)

saja, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, serta sepanjang penyusunan Memorandum of Understanding itu memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu walaupun dalam peraturan perundang-undangan di indonesia tidak ada mengatur mengenai Memorandum of Understanding, maka dengan adanya asas kebebasan berkontrak tersebut maka dapat dijadikan pijakan untuk berlakunyaMemorandum of Understanding.

(21)

Dalam arti bahwa apabila terjadi pengingkaran dalam memorandum of understanding yang mempunyai kekuatan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat, akan menyebabkan pihak yang mengingkari memorandum of understanding tersebut dapat dituntut di muka pengadilan dengan dasar gugatan wanprestasi. Dasar hukumnya adalah Pasal 1243 Kitab Undnag-Undang Hukum Perdata. Gugatan wanprestasi harus didasarkan pada adanya hubungan kontraktual diantara para pihak. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara peristiwa yang menjadi penyebab wanprestasi dengan kerugian yang ditimbulkan akibat peristiwa tersebut. Gugatan wanprestasi yang ditujukan kepada pihak yang melakukan pengingkaran terhadap memorandum of understanding dapat menimbulkan akibat hukum atau kewajiban hukum bagi pihak yang melakukan pengingkaran tersebut, antara lain pemenuhan isi kesepakatan dalammemorandum of understanding; pemenuhan isi kesepakatan dalam memorandum of understanding

ditambah dengan ganti rugi; ganti rugi; pembatalan memorandum of understanding; atau pembatalanmemorandum of understandingditambah dengan ganti rugi.

Dalam hal memorandum of understanding yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dimana unsur – unsur yang terdapat dalam pembuatan

(22)

mengajukan gugatan dengan dasar perbuatan melawan hukum. Perbuatan yang menimbulkan kerugian tersebut harus dibuktikan dengan unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Apabila perbuatan tersebut tidak memenuhi salah satu saja dari unsur-unsur perbuatan melawan hukum, maka perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum. Dan apabila perbuatan tersebut terbukti merupakan perbuatan melawan hukum, maka pihak yang melakukan pengingkaran terhadap

Memorandum of Understanding tersebut dapat dituntut untuk mengganti kerugian yang telah ditimbulkannya. Ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum meliputi tiga hal. yaitu:

a) Biaya yang telah dikeluarkan; b) Kerugian yang diderita;

c) Keuntungan yang mungkin akan diperoleh.

Terhadap kelalaian atau kealpaan si berutang, diancamkan beberapa sanksi atau hukuman. Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai ada empat macam, yaitu;

1) membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi;

2) pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 3) penilaian resiko;

(23)

wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan dimuka hakim67

Dalam hal terjadinya perbuatan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian, maka kreditur dapat menuntut hal-hal sebagai berikut :68

1). Ia dapat meminta pemenuhan prestasi

2). Ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

3). Ia dapat menuntut pemenuhan prestasi disertai dengan penggantian kerugian yang diderita sebagai terjadinya wanprestasi.

4). Ia dapat meminta pembatalan perjanjian.

Beberapa ahli hukum maupun praktisi hukum berpendapat bahwa wanprestasi tidak secara otomatis mengakibatkan batalnya perjanjian, tetapi harus memintakan pembatalan terlebih dahulu kepada hakim. Hal ini didukung oleh alasan bahwa jika pihak debitur wanprestasi, maka kreditur masih berhak mengajukan gugatan agar pihak debitur memenuhi perjanjian. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 1266 ayat (4) KUH Perdata, hakim berwenang untuk memberikan kesempatan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian dalam jangka waktu paling lama satu bulan meskipun sebenarnya debitur sudah wanprestasi atau cidera janji. Dalam hal ini hakim memiliki

67Ibid. hal 40

(24)

penilaian untuk menimbang berat ringannya kelalaian debitur dibandingkan kerugian yang diderita jika perjanjian dibatalkan. Mengenai Pengesampingan Pasal 1266 KUH Perdata, berikut ini ada dua pendapat yang saling bertolak belakang, yaitu: pertama,

pendapat yang menyatakan bahwa Pasal 1266 KUH Perdata merupakan aturan yang bersifat memaksa(dwingend recht),sehingga tidak dapat disimpangi oleh para pihak, dan kedua, pendapat yang menyatakan bahwa Pasal 1266 KUH Perdata merupakan aturan yang bersifat melengkapi(aanvullend recht), sehingga dapat disimpangi oleh para pihak.69

1) Pendapat yang menyatakan bahwa Pasal 1266 KUH Perdata merupakan aturan yang bersifat memaksa(dwingend recht).

Pandangan ini beranjak dari rumusan Pasal 1266 KUH Perdata yang menyatakan, bahwa:

a) Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam kontrak-kontrak yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. b) Dalam hal yang demikian kontrak tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

harus dimintakan kepada pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam kontrak.

c) Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam kontrak, hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka

(25)

waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari satu bulan.

Rumusan Pasal 1266 KUH Perdata tersebut menentukan 3 (tiga) syarat untuk berhasilnya pemutusan kontrak, yaitu:

a) harus ada persetujuan timbal balik

b) harus ada wanprestasi, untuk itu pada umumnya sebelum kreditor menuntut pemutusan kontrak, debitor harus dinyatakan lalai (pernyataan lalai, in mora stelling, ingebrekestelling)

c) putusan hakim.

Dengan menekankan pada rumusan … pemutusan harus dimintakan kepada Pengadilan …, kata ”harus” pada ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata ditafsirkan sebagai aturan yang bersifat memaksa (dwingend recht)70 dan karenanya tidak boleh disimpangi para pihak melalui (klausul) kontrak mereka. putusan hakim dalam hal ini bersifat konstitutif, artinya putusannya kontrak itu diakibatkan oleh putusan hakim, bukan bersifat deklaratif (kontrak putus karena adanya wanprestasi, sedang putusan hakim sekedar menyatakan saja bahwa

70Menurut Pitlo, untuk mengetahui suatu undang-undang bersifat memaksa atau

(26)

kontrak telah putus). Pendapat yang menyatakan bahwa putusan hakim adalah konstitutif berdasarkan:71

1. Alasan historis (sejarah), bahwa menurut Pasal 1266 KUH Perdata, putusnya kontrak terjadi karena putusan hakim

2. Pasal 1266 ayat (2) KUH Perdata, menyatakan dengan tegas bahwa wanprestasi tidak demi hukum membatalkan kontrak

3. Hakim berwenang untuk memberikan terme de grace (tenggang waktu bagi debitor untuk memenuhi prestasi kepada kreditor), dan ini berarti bahwa kontrak belum putus.

4. Kreditor masih mungkin untuk menuntut pemenuhan.

2) Pendapat yang menyatakan bahwa Pasal 1266 KUH Perdata merupakan aturan yang bersifat melengkapi (aanvullend recht). Pendapat ini didasarkan pada argumentasi, sebagai berikut:

a) Pasal 1266 KUH Perdata, terletak pada sistematika Buku III dengan karakteristiknya yang bersifat mengatur

b) Para pihak dapat menentukan bahwa untuk pemutusan kontrak tidak diperlukan bantuan hakim, dengan syarat hal tersebut harus dinyatakan secara positif dalam kontrak

71Periksa Setiawan,Pokok-Pokok Hukum Perikatan,Cet. IV (Jakarta: Binacipta, 1987), hal.

(27)

c) Praktik penyusunan kontrak komersial pada umumnya mencantumkan klausul pengesampingan Pasal 1266 KUH Perdata, sehingga hal ini dianggap sebagai ”syarat yang biasa diperjanjikan” (bestandig geberukikelijk beding) dan merupakan faktor otonom yang disepakati para pihak. Dengan demikian kedudukan klausul ini dianggap mempunyai daya kerja yang mengikat para pihak lebih kuat dibanding daya kerja Pasal 1266 KUH Perdata yang bersifat mengatur.

(28)

masih ditemukan suatu perjanjian yang mencantumkan klausul baku tentang pembatasan tanggung jawab salah satu pihak apabila timbul suatu resiko. Terhadap perjanjian yang demikian, maka pengabaian Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata perlu ditelaah secara mendalam apakah dapat diterima berdasarkan asas kepatutan di atas.

C. Akibat Hukum Terhadap Adanya Wanprestasi Dalam Suatu Memorandum Of Understanding.

Memorandum of understanding akan memiliki kekuatan hukum tetap layaknya suatu perjanjian apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang diatur di dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengingkaran terhadap memorandum yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan secara hukum dengan dasar gugatan wanprestasi. Akan tetapi memorandum yang tidak memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur di dalam pasal 1320 tetapi memenuhi ketentuan yang terdapat di dalam pasal (Pasal 1335, 1337, 1339, dan 1347 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) maka apabila terjadi suatu pengingkaran di dalam memorandum tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan hukum dengan dasar perbuatan melawan hukum, serta tidak dapat di gugat berdasarkan gugatan wanprestasi.

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan semut tanah di hutan yang tidak ada kegiatan penyaradan lebih besar dibandingkan hutan yang telah disarad, namun rata-rata indek

Adupun yang mendukung resiliensi sosial bagi seorang difabel baru di Desa Trimurti adalah diri sendiri, keluarga, masyarakat dan pemerintah.. Keluarga berpengaruh pada

Berdasarkan penyajian data di pembahasan maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan fleksibilitas statik yang signifikan (p<0,05)

Pada saat inject pressure 55 Mpa, inject timer 4,2s dan temperatur 224 o C menghasilkan kondisi yang optimal sehingga tingkat kecacatan turun sebesar 7.3 %.. Kata kunci:

Hasil uji korelasi juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara persen lemak tubuh dengan kepadatan tulang pada remaja putri.Hasil ini sejalan dengan hasil

komitmen organisasi karyawan hotel di kota Malang, maka niat berpindah pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan tersebut akan semakin rendah, sebaliknya apabila tingkat komitmen

Bukan berlebihan bila dikatakan desain kemasan adalah ekspresi produk, bukan ekspresi pribadi, dan bahwa pandangan pribadi desainer atau tenaga pemasaran – baik

SSSB terjadi jika keadaan dasar ( ground state ) dari teori 0 tidak invariant terhadap transformasi SUSY yakni minimal nilai ekspektasi vakum dari satu buah operator Q , Q