BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini masih banyak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja (occupational diseases), baik pada sektor formal maupun sektor informal (seperti sektor manufaktur, transportasi, konstruksi, pertambangan, pariwisata).
Salah satu pekerja sektor informal adalah para pengemudi angkutan yang
berpotensi mengalami kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas (road accident). Faktor yang berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas sangat
dipengaruhi oleh pengendali kendaraan (pengemudi). Kondisi pengemudi yang
rawan kecelakaan adalah pengemudi yang mengalami gangguan pada status
gizinya, kondisi kesehatannya secara umum, kesegaran jasmani dan perilaku
pengemudi. Selain itu, faktor kendaraan dan lingkungan dalam hal ini kondisi
jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).
Pengertian kecelakaan secara sederhana adalah kejadian yang tidak
terduga dan tidak diharapkan. Dalam kejadian kecelakaan tersebut tidak terdapat
unsur kesengajaan atau terencana. Penyebabnya adalah kondisi yang tidak aman
(unsafe condition) dan faktor manusianya (Suma’mur 2009). Berdasarkan data
ILO (Intenational Labour Officce) diseluruh dunia, telah diketahui bahwa
kelelahan yang terjadi pada seseorang menjadi salah satu faktor utama yang
berkontribusi dalam terjadinya suatu kecelakaan pada sektor transportasi. Masalah
maupun diluar sektor transportasi merupakan suatu prioritas masalah yang
dihadapi pada dunia industri (Beaulieu, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di New Zealand pada tahun 2002
hingga tahun 2004, menunjukan bahwa kelelahan yang terjadi pada pengemudi
menjadi salah satu faktor yang berkontribusi sekitar 11% dari 134 kasus
kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa dan menjadi salah satu faktor yang
berkontribusi sekitar 6% dari 1.703 kasus kecelakaan yang menimbulkan korban
luka (baik berat maupun ringan setiap tahunnya (Beaulieu, 2005).
Menurut Soedirman (2014) kelelahan merupakan proses menurunnya
efisiensi pelaksanaan kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh
manusia untuk melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Semua jenis pekerjaan
akan menimbulkan kelelahan kerja, kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan
menambah tingkat kesalahan kerja. Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat
dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan (Nurmianto, 2003).
Bagi pengemudi gejala kelelahan muncul setelah menempuh perjalanan
panjang yang disebakan banyaknya gerakan yang sifatnya monoton dan dituntut
selalu berkonsentrasi dalam mengendalikan kendaraan. Apabila keadaan tersebut
terus berlanjut, maka pada suatu saat akan mengurasi kesiagaan pengemudi dan
akhirnya dapat membahayakan dirinya maupun sesama pengguna jalan dan orang
disekitarnya (Santoso, 2004).
Proses terjadinya kelelahan pada pengemudi secara sederhana ada tiga
tingkatan yakni pada tahap awal adanya kewaspadaan (alertness), selanjutnya
mengantuk (drowsy) dan pada tahap ini terjadi penurunan perhatian
(kewaspadaan) sehingga mengemudikan kendaraan tidak terkontrol (gazing
vacantly at one unspecified point) (Hattori et al 1987). Para peneliti di dunia memperkirakan bahwa seseorang yang mengemudi dalam kondisi mengantuk
memiliki resiko 4 sampai 6 kali mengalami kecelakaan lalu lintas (Anonim,
2007).
Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan di Peru mengatakan
bahwa pengemudi yang kekurangan waktu tidur akan merasa kelelahan dan sangat
mengantuk ( eyes fallen shut) pada saat mengemudi (Castro And Loureiro, 2004).
Berdasarkan data statistik dari National Highway Trafic Safety Administration
20% dari semua kasus kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh faktor kelelahan
pengemudi. mengantuk disaat mengemudi menyebabkan setidaknya 100.000
kasus kecelakaan pertahun di USA dan mengakibatkan 40.000 kecelakaan ringan
dan 1550 kecelakaan berat (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen
Perhubungan Tahun 2012).
Di Indonesia Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor 3 setelah
penyakit jantung dan stroke. Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2013
jumlah kecelakaan lalu lintas sebesar 104.976 dan jumlah korban meninggal
23.385 jiwa, sementara itu terdapat 93,52% faktor penyebab kecelakaan, yaitu
karena kesalahan pengemudi atau human error. Faktor pengemudi yang dimaksud adalah kondisi fisik seperti kelelahan, mengantuk, mabuk, mengebut, dan
Sementara itu pengaruh kelelahan dalam perilaku pengemudi secara
spesifik adalah perlambatan waktu reaksi dalam hal menanggapi situasi yang
darurat, penurunan ketangkasan yakni yang berkenan dengan tugas mengemudi
bila kekurangan waktu tidur (pengemudi yang kelelahan akan lebih lambat
menanggapi bahaya, misalnya perbaikan jalan atau penyeberangan rel kereta api).
Penurunan kemampuan memproses informasi juga dapat mengurangi kemampuan
proses informasi dan keakuratan memori pendek (Dinges, 2005).
Setiap pengemudi harus mendapatkan istirahat yang cukup, membatasi
waktu mengemudi terutama saat tengah malam dan dinihari serta pengaturan jam
kerja dan jam istirahat seperti tercantum dalam Undang-Undang Lalu Lintas No
22 tahun 2009 pasal 90 ayat 3 yang mengatakan bahwa setiap pengemudi
bermotor umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam
berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam.
CV. Makmur sebagai salah satu perusahaan jasa angkutan penumpang
terbesar di kota Medan memiliki kegiatan antar penumpang keberbagai daerah
Sumatera Utara, Riau dan sekitarnya. Untuk mendukung kegiatan ini seluruh
armada/kendaraan yang digunakan adalah bus tipe mercedes benz 35 seat agar
dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar. Tanggung jawab mengantar
penumpang ke daerah-daerah cukup jauh dengan sistem kerja nonstop
mengharuskan para pengemudi lebih mementingkan pekerjaan dari pada kondisi
tubuh. Sebagai contoh trayek Medan – Pekan Baru merupakan jumlah
keberangkatan terbanyak setiap hari yaitu 8 unit bus dengan jadwal yang
WIB dan tiba pada ke esok harinya terkadang sampai pukul 10:00 WIB di tujuan
(Pekan Baru), begitu pula untuk trayek sebaliknya (Pekan Baru – Medan). Untuk
setiap keberangkatan terdapat 2 pengemudi yaitu pengemudi 1 dan pengemudi 2
yang memiliki tugas masing-masing dengan jadwal menyetir bergantian namun
dengan waktu tidak tetap. Namun jika kondisi fisik pengemudi 1 sedang baik
biasanya dapat mengemudi dengan waktu 9 jam (satu kali trayek), begitu pula
sebaliknya jika kondisi fisik tidak memadai terkadang dengan menyetir 4 jam
pengemudi 1 sudah mengalami penurunan daya tahan tubuh. Pengemudi 1
merupakan pengemudi utama yang biasanya kapasitas menyetir lebih besar
daripada pengemudi 2. Dalam keadaan normal biasanya pengemudi 1 memiliki
durasi mengemudi 8 jam (bertahap) dengan waktu istirahat minimal 1 jam
(bertahap), selanjutnya dilanjutkan oleh pengemudi 2. Setelah sampai ditujuan
(Pekan Baru) para pengemudi kembali memeriksa dan membersihkan
kendaraannya kemudian beristirahat diruang istirahat atau kamar khusus
pengemudi yang ada di terminal atau loket CV. Makmur Pekan Baru. Untuk
keberangkatan pulang (Pekan Baru – Medan) sama halnya dengan jadwal
keberangkatan (Medan – Pekan Baru) namun pada hari yang berbeda dan sistem
kerja pengemudi bus CV. Makmur ini serupa dengan trayek lainnya dan
berlangsung setiap hari.
Melihat metode kerja demikian biasanya perasaan lelah terjadi pada akhir
jam kerja pengemudi yaitu ditandai dengan gejala seperti mengantuk, nyeri
punggung dan leher, pegal-pegal pada bagian tubuh yang disebabkan oleh
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pengemudi bus di
CV. Makmur Medan Tahun 2014.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan yaitu
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kelelahan pengemudi bus di CV.
Makmur Medan.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada
pengemudi bus di CV. Makmur.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor umur dengan kejadian kelelahan pada pengemudi bus.
2. Mengetahui faktor durasi mengemudi dengan kejadian kelelahan pada
pengemudi bus.
3. Mengetahui faktor kondisi fisik terhadap kejadian kelelahan pada
pengemudi bus.
4. Mengetahui faktor waktu istirahat dengan kejadian kelelahan pada
pengemudi bus.
5. Mengetahui faktor status gizi/IMT dengan kejadian kelelahan pada
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor umur dengan kejadian kelelahan pengemudi
yang di ukur melalui perasaan kelelahan secara subjektif dengan skala
Industrial Fatigue Research Committee.
2. Ada hubungan antara faktor durasi mengemudi dengan kejadian kelelahan
pengemudi yang di ukur melalui perasaan kelelahan secara subjektif
dengan skala Industrial Fatigue Research Committee.
3. Ada hubungan antara faktor kondisi fisik dengan kejadian kelelahan
pengemudi yang di ukur melalui perasaan kelelahan secara subjektif
dengan skala Industrial Fatigue Research Committee.
4. Ada hubungan antara faktor waktu istirahat dengan kejadian kelelahan
pengemudi yang di ukur melalui perasaan kelelahan secara subjektif
dengan skala Industrial Fatigue Research Committee.
5. Ada hubungan antara faktor status gizi/IMT dengan kejadian kelelahan
pengemudi yang di ukur melalui perasaan kelelahan secara subjektif
dengan skala Industrial Fatigue Research Committee.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan kepada pihak perusahaan dalam rangka mengetahui
faktor-faktor penyebab kelelahan pengemudi bus dan membantu dalam
perbaikan sistem kerja.
2. Sebagai masukan bagi pekerja mengenai faktor-faktor penyebab kelelahan
3. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya pada
kelelahan kerja.
4. Dapat menerapkan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang
diperoleh saat kuliah dalam praktek pada kondisi kerja sebenarnya.