• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SOCIAL WELL BEING PADA HOMOSEKSUAL DEWASA MUDA YANG MELAKUKAN COMING OUT : Studi Fenomenologi Pada 2 Homoseksual Dewasa Muda di Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN SOCIAL WELL BEING PADA HOMOSEKSUAL DEWASA MUDA YANG MELAKUKAN COMING OUT : Studi Fenomenologi Pada 2 Homoseksual Dewasa Muda di Bandung."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SOCIAL WELL BEING PADA HOMOSEKSUAL DEWASA MUDA YANG MELAKUKAN COMING OUT

(Studi Fenomenologi Pada 2 Homoseksual Dewasa Muda di Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

Gita Annisa R F

0802717

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN IINDONESIA

(2)

Gambaran Social Well-Being pada Homoseksual Dewasa Awal yang

Melakukan Coming out

(Studi Fenomenologi pada 2 Homoseksual Dewasa Awal di Bandung)

Oleh:

Gita Annisa Rahmalia Fajriani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Gita Annisa Rahmalia Fajriani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

Gita Annisa Rahmalia Fajriani

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Gita Annisa Rahmalia Fajriani (0802717). Gambaran social well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out (Studi Fenomenologi Pada 2 Homoseksual Dewasa Muda di Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran social well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out dilihat dari lima dimensi social well being yaitu penerimaan sosial, akutualisasi sosial, kontribusi sosial, hubungan sosial, integritas sosial. Social well being ini adalah penilaian terhadap suatu keadaan dan fungsi di dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini di pilih dengan cara snowball. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi tidak terstruktur dan divalidasi dengan teknik triangulasi dan member check. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa alasan homoseksual untuk melakukan coming out adalah mereka tidak ingin membohongi orang lain dan menjadi orang yang munafik. Gambaran social well being pada homoseksual yang melakukan coming out mereka selalu berusaha baik terhadap lingkungan walaupun lingkungan menolaknya. Mereka pun yakin suatu saat lingkungan akan menerimanya. Homoseksual tidak menghalangi mereka untuk tetap mempersembahkan yang terbaik untuk lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan. Namun untuk masalah pernikahan di Indonesia sendiri masih ilegal.

(6)

ABSTRACT

Gita Annisa Rahmalia Fajriani (0802717). Gambaran social well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out (studi fenomenologi pada 2 homoseksual dewasa muda di Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung (2013).

The aim of this study is to discover the social well being description of the early adulthood homosexuals who do coming out based on five dimensions of social well being, namely social acceptance, social actualization, social contribution, social coherence, and social integration. The social well being is judgments of a condition and function in the society. The present study utilizes qualitative phenomenological research. The subjects of the study were selected through snowball sampling. The data were collected through a deep interview technique and unstructured observation, and validated through triangulation and member checking. The study found that the reasons of homosexuals to do coming out are that they do not want to lie to themselves and be a hypocrite. The social well being description of homosexuals who do coming out shows that they always seek to do good to people although people refuse them. They believe that someday people will accept them. Their homosexuality will not hinder their strong determination to give the best to people. However, the homosexual marriage is illegal in Indonesia.

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Orientasi seksual yang lazim di masyarakat adalah heteroseksual. Akan

tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ada pula yang memiliki orientasi

seksual yang berbeda, misalnya homoseksual. Homoseksual menggambarkan

laki-laki atau perempuan yang cenderung menyukai sesama jenisnya (Bell and

Weinberg, 1978; Masters and Johnson, 1979). Menurut beberapa teori, sebagian

merupakan pengaruh murni biologi seperti faktor genetik, hormon prenatal, atau

ketidak seimbangan hormon (Masters, Johnson, Kolodny, 1992). Sedangkan teori

psikoanalisis Freud (Masters, Johnson dan Kolodny, 1992) mengatakan bahwa

perilaku homoseksual muncul dari fiksasi dalam sebuah ketidakmatangan proses

perkembangan psikoseksualnya. Teori Psikososial menekankan homoseksualitas

merupakan hasil pembelajaran dari fenomena, pengalaman seksual awal mungkin

mengarahkan mereka kepada perilaku homoseksual dengan kenikmatan,

hubungan sesama jenis yang memuaskan atau dengan ketidaknyamanan,

kekecewaan, atau pengalaman heteroseksual yang menakutkan (Masters, Johnson,

Kolodny, 1992).

American Psychological Association, American Psychiatric Association,

dan National Association of Social Workers mengemukakan bahwa pada tahun

1952 ketika Asosiasi Psikiatri pertama kali menerbitkan Diagnostic and Statistic

Manual of Mental Disorder, homoseksualitas masih tergolong sebagai gangguan

mental (wikipedia.org). Namun pengklasifikasian tersebut menjadi sasaran

pemeriksaan kritis dalam penelitian yang didanai oleh Institut Kesehatan Mental

Nasional. Dari berbagai kumpulan hasil penelitian homoseksualitas oleh para ahli

bidang kedokteran, kesehatan mental, ilmu-ilmu sosial dan ilmu perilaku

meyimpulkan bahwa pengklasifikasian homoseksualitas sebagai gangguan mental

tidak akurat (wikipedia.org).

Setelah penemuan ilmiah, terutama oleh APA (American Psychiatric

(8)

diagnostik dan dikeluarkan dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders. Seperti yang di utarakan oleh Kinsey (1953), homoseksual adalah

variasi dari tingkah laku seksual, seperti masturbasi. Maka yang menjadi dasar

pada perilaku seksual ini adalah stimulus yang menimbulkan tingkah laku

tersebut.

. Dari suatu survei di Amerika Serikat pada saat dilangsungkan pemilu

2004, diketahui bahwa 4% dari seluruh pemilih pria menyatakan bahwa dirinya

adalah seorang gay (Ramitha, 2011). Di Alabama menunjukkan rumah tangga

sesama jenis naik 38,8 persen antara tahun 2000 dan tahun 2010, dan naik 42,1

persen di Wyoming dan 55,4 persen di Kansas (Charles, 2011). Sedangkan di

Indonesia, data statistik menyatakan bahwa 8 sampai 10 juta populasi pria

Indonesia pada suatu waktu pernah terlibat pengalaman homoseksual (Asteria,

2008).

Di Indonesia, menurut hasil penelitian dan penelusuran Yayasan Priangan

Jawa Barat, pada tahun 2003 kasus homoseksual di kalangan pelajar di Bandung

sudah tinggi, Bahkan 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU disinyalir melakukan

perbuatan homoseksual (Asteria, 2008). Sayangnya penulis tidak dapat

menemukan penjelasan mengenai presentasi yang diambil ini dari jumlah seluruh

siswa atau hanya dari jumlah siswa yang homoseksual.

Sampai saat ini tidak ada jumlah pasti berapa homoseksual yang ada di

Indonesia, tapi menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Pelangi Kasih

Nusantara (YPKN) menyebut adanya 4000 sampai 5000 homoseksual di Jakarta

(Gunadi, Rahman, Indra, Sujoko, 2003). Sedangkan Gaya Nusantara

menyebutkan sekitar 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo.

Bahkan Dede Oetomo memperkirakan bahwa 1% dari seluruh jumlah penduduk

Indonesia adalah homoseksual (Gunadi, Rahman, Indra, Sujoko, 2003). Maka dari

itu kita pun tidak dapat menutup mata bahwa jumlah homoseksual tidak lah

sedikit.

Pandangan tentang seksualitas manusia juga sangat diwarnai oleh

paradigma orientasi seksual hetero. Akibatnya, terjadi hegemoni dan

(9)

paradigma dimasyarakat selama berabad-abad memaksakan norma-norma

orientasi heteroseksual sebagai satu-satunya kebenaran (heteronormativitas).

Menurut Butler (1999) “sex” ini adalah sebuah kategorisasi yang

dihasilkan dan dijalankan berdasarkan sitem kewajiban heteroseksualitas didalam

usaha membatasi adanya identitas lain selain hasrat heteroseksual. Selain itu

hampir semua kebudayaan memilih untuk melestarikan kelompoknya dan

identitas sosial dari kelompoknya harus dilestarikan, maka mereka lebih mengakui

adanya pernikahan heteroseksual diluar kekerabatan. Karenanya, dianggap

perbuatan salah dan tabu jika ada hubungan seksual yang terjalin dengan kerabat

termasuk juga terhadap hubungan homoseksual (Butler, 1990)

Teori tentang homoseksual yang berkembang saat ini pada dasarnya dapat

dibagi menjadi dua golongan: esensialis dan konstruksionis. Esensialisme

berpendapat bahwa homoseksual berbeda dengan heteroseksual sejak lahir, hasil

dari proses biologi dan perkembangan. Teori ini menyiratkan bahwa

homoseksualitas merupakan abnormalitas perkembangan, yang membawa

perdebatan bahwa homoseksualitas merupakan sebuah penyakit. Sebaliknya,

konstruksionis berpendapat bahwa homoseksualitas adalah sebuah peran sosial

yang telah berkembang secara berbeda dalam budaya dan waktu yang berbeda,

dan oleh karenanya tidak ada perbedaan antara homoseksual dan heteroseksual

secara lahiriah (Carroll, 2007).

Sebagai negara yang beragama, Indonesia menyandarkan nilai dan norma

pada agama. Dalam hal ini sebagian besar agama di Indonesia memang melarang

bahkan mengaharamkan keberadaan homoseksual (Mulyani, dkk, 2009). Sehingga

homoseksual dianggap sebagai suatu penyimpangan, pendosa, terlaknat, bahkan

penyakit sosial (Musdah, 2010).

Jika ditinjau dari nilai agama homoseksual ini termasuk penyimpangan

seksual karena menyalahi perintah Allah dan memnyalahi fitrahnya sebagai

makhluk ciptaan-Nya. Seperti yang tertera dalam Al-Quran surat Asy Syu’ara

Allah berfiman:

(10)

Bukti nyata penolakan masyarakat Indonesia adalah ketika akan digelar

konferensi International Lesbian, Gay, Bisexsual, Transgender, and Intersex

Assotiation (ILGA) yang akan diadakan di Yogyakarta. Hal itu ditentang keras

oleh masyarakat sekitar termasuk oleh gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku

Buwono X (Tn, 2010). Menurutnya Yogyakarta adalah kota budaya sehingga

tidak etis jika diadakan kongres semacam itu disana (Tn, 2010).

Masa dewasa awal adalah masa dimana seorang individu sudah mulai

mendapat tuntutan dari lingkungan mengenai masalah hubungan intim (Atkinson,

Dkk. 2003). Dimana pertanyaan mengenai pasangan dan pernikahan sering kali

muncul. Individu dewasa awal menjalin hubungan interaksi sosial yang lebih luas.

Individu mampu melibatkan diri dalam hubungan bersama yang memungkinkan

individu berbagi hidup dengan seorang mitra yang intim (Hall dan lindzey, 1993).

Mungkin bagi pasangan heteroseksual tidak sulit untuk mengenalkan

pasangannya kepada keluarga ataupun orang-orang sekitar. Bagi homoseksual

untuk mengenalkan pasangannya atau bahkan untuk menunjukan diri bahwa ia

seorang homoseksual sangatlah sulit. Mereka takut terhadap reaksi-reaksi yang

akan muncul dari keluarga maupun orang terdekat. Mereka takut akan penolakan

dan pengucilan yang dilakukan kepada meraka. Banyak orang tua yang

mengetahui bahwa anaknya homoseksual seringkali merasa terpukul dan merasa

bersalah, tidak sedikit juga yang akhirnya mengusir anaknya dari rumah atau

mengucilkan anaknya (Walker, 1996; Nevid et all, 1995). Penjelasan tersebut

merupakan gambaran beberapa hambatan dan resiko yang dihadapi homoseksual

untuk menyatakan diri kepada orang lain atau lingkungan.

Menurut Eighberg (1990) banyak orang yang merasakan ketertarikan

kepada sesama jenis memiliki fase "coming out" dalam kehidupan mereka

(Eichberg, 1990). Coming out digambarkan dalam tiga fase. Fase pertama adalah

fase "mengenali diri", dimana muncul kesadaran bahwa ia terbuka untuk

hubungan sesama jenis. Fase ini sering digambarkan sebagai coming out yang

bersifat internal. Tahap kedua melibatkan keputusan untuk terbuka kepada orang

lain, misalnya keluarga, teman, dan/atau kolega. Tahap ketiga mencakup hidup

(11)

(Eichberg, 1990). Di Amerika Serikat saat ini, orang sering "come out" di usia

sekolah menengah atas atau kuliah. Pada usia ini, mereka mungkin tidak percaya

atau meminta bantuan dari orang lain, terutama ketika orientasi mereka tidak

diterima di masyarakat. Terkadang keluarga mereka sendiri bahkan tidak

diberitahu (Eighberg, 1990).

Menurut Kimmel (2000) isu-isu perkembangan yang akan di hadapi adalah

apakah mereka akan coming out, menikah atau melajang, untuk memiliki anak

atau tidak, pernikahan heteroseksual dengan hubungan luar homoseksual, reaksi

terhadap kenyataan dan persepsi terhadap diskriminasi (Greene, 2000;p.65). Hal

ini berpengaruh terhadap kesejahteraan sosial yang didapatkan oleh para gay

setelah mereka melakukan coming out. Karena setelah mereka menyatakan diri

atau coming out mereka bisa mengevaluasi perasaan dan pemfungsian lingkungan

sosialnya terhadap dirinya juga pemfungsian dirinya terhadap lingkungan, hal ini

yang disebut dengan social well being (keyes, 1998). Penelitian mengenai social

well being ini salah satunya pada tahun 2009 penelitian mengenai social Well

terhadap homoseksual dilakukan di Amerika dan dalam penelitian tersebut

menjelaskan bahwa pentingnya sebuah komunitas dalam kehidupan minoritas

dapat memberikan rasa memiliki, juga perlindungan bagi homoseksual. Dalam

perbedaan umur dan status sosial juga dapat mempengaruhi kesejahteraan sosial

dari seorang homoseksual (Kertzner, Meyer, Stirratt, dan Forst, 2009).

Di Indonesia sendiri penelitian mengenai homoseksual tidak banyak

ditemukan. Seperti penelitian Anggraeni Nur Pratiwi (2008) alumni FIP

Universitas Pendidikan Indonesia mengenani Tinjauan analisis-eksistensialis

mengenai corak pemaknaan diri subjek homoseksual di Bandung, dari hasil

penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan ruang yang dimaknai subjek

tergantung dari situasi, perluasan ruang terjadi jika ia berada bersama

teman-temannya, dan penyempitan ruang terjadi ketika ia bersama pasangannya ditempat

umum, dan tubuh tidak dimaknai berbeda dengan laki-laki kebanyakan namun

saat orientasi seksualnya subjek merasa berbeda. Lalu penelitian Agnes Fitria

Nandrie (2008) alumni FIP Universitas Pendidikan Indonesia mengenai Upaya

(12)

kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari kedua subjek terlihat

keduanya dapat menyesuaikan diri dengan baik, terutama pada penyesuaian diri

dalam setting lingkungan sosialnya. Dari ketiga indikator dari penyesuaian diri

sosial berpengaruh satu sama lain, terutama penyesuaian diri sosial di rumah yang

menjadi dasar penyesuaian diri sekolah, dan masyarakat. Penyesuaian diri pun

tidak lepas dari pola asuh orang tua. Jika dilihat dari norma agama di Indonesia

yang mayoritas muslim homoseksual ini dilarang dan dianggap menyimpang.

Namun pada kenyataannya banyak homoseksual yang bergama Islam.

Homoseksual ini terus berkembang bahkan ada beberapa yang berani menunjukan

dirinya sebagai homoseksual dihadapan publik. Atas dasar latar belakang tersebut

penulis tertarik untuk meneliti mengenai “ Gambaran Social Well Being pada

homoseksual dewasa muda yang melakukan coming out”.

B.Fokus penelitian

Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang, fokus penelitian ini

meliputi bagaimana gambaran dimenis social well-being yang dikemukakan oleh

Keyes (1998) yaitu: (1.) penerimaan sosial (social acceptance) meliputi memiliki

sifat positif kepada orang lain, mengakui orang lain dan secara umum menerima

orang lain, menerima orang lain walaupun terkadang kompleks dan memiliki

perilaku membingungkan. (2) aktualisasi social (social actualization) meliputi

peduli dan percaya bahwa lingkungan berkembang positif. Berpikir bahwa

lingkungan sosial memiliki potensi untuk berkembang secara positif, berpikir

bahwa lingkungan sendiri menyadari potensinya. (3) kontribusi sosial (social

contribution) meliputi merasa bahwa mereka memiliki sesuatu yang berharga

yang dapat diberikan kepada lingkungan, berpikir bahwa aktifitas sehari-hari

mereka akan dihargai oleh lingkungan sekitar. (4) hubungan sosial meliputi

melihat bawa dunia sosial dapat dimengerti, logis dan dapat diprediksi, peduli dan

tertatik pada lingkungan dan keadaan sekitar. (5) integrasi sosial (social

integration) meliputi merasa bagian dari komunitas, berpikir bahwa mereka

(13)

Subjek yang difokuskan pada penelitian ini kepada dua orang

homoseksual berumur 20-30 tahun dan telah melakukan coming out serta

berdomisili di Bandung.

C.Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang akan dimunckan dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah gambaran Social Well Being homoseksual dewasa awal yang telah

melakukan coming out?

Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran coming out pada homoseksual?

2. Bagaimana gambaran social well being homoseksual yang telah coming

out?

3. Bagaimana homoseksual memilih pasangan hidupnya?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menggambarkan coming out pada homoseksual

2. Untuk menggambarkan social well being homoseksual yang telah coming

out.

3. Untuk mengatahui bagaimana homoseksual memilih pasangan hidupnya.

E.Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis memperkaya informasi mengenai keilmuan psikologi

khususnya psikologi perkembangan, psikologi sosial, dan psikologi klinis

mengenai fenomena homoseksual.

2. Secara aplikatif memberikan informasi mengenai sosial well being, dan

bagaimanakah coming out pada homoseksual. Agar bisa menyikapi dirinya

[image:13.595.113.513.229.660.2]
(14)

F. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kantor subjek atau di tempat yang telah

disepakati oleh subjek. Subjek dilakukan secara snow ball sampling. Subjek

penelitian ini dua orang yang berorientasi seksual homoseksual, laki-laki, berumur

antara 20-40 tahun, dan telah melakukan coming out.

G.Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

B.Fokus Penelitian

C.Rumusan Masalah

D.Tujuan Penelitian

E. Manfaat Penelitian

F. Lokasi dan Subjek Penelitian

G.Struktur Organisasi Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Social well baing

B.Homoseksual

C.Dewasa Awal

BAB III METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

B.Instrumen Penelitian

C.Teknik Pengumpulan Data

D.Teknik Analisis Data

E. Keabsahan Data

F. Lokasi dan Subjek Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil

1. Subjek 1

a. Profil partisipan

[image:14.595.115.506.249.697.2]
(15)

c. Status praesens

d. Riwayat hidup

e. Display data

2. Subjek 2

a. Profil partisipan

b. Hasil observasi

c. Status praesens

d. Riwayat hidup

e. Display data

B.Pembahasan

1. Subjek 1

a. Yudha dan orientasi seksualnya

b. Gambaran coming out pada homoseksual

c. Gambaran social well being homoseksual yang coming out

d. Yudha dalam memilih pasangan hidupnya

2. Subjek 2

a. Stevian dan orientasi seksualnya

b. Gambaran coming out pada homoseksual

c. Gambaran social well being homoseksual yang coming out

d. Stevian dalam memilih pasangan hidupnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

B.Saran

DAFTAR PUSTAKA

[image:15.595.123.509.99.634.2]
(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitan

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran

social well-being pada homoseksual dewasa awal yang melakuakn coming out

secara mendalam. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain

fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Moleong (1996) menjelaskan bahwa

penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan

manusia sebagai alat penelitian. Memanfaatkan metode kualitatif mengandalkan

analisis data secara induktif, bersifat deskriptif, mementingkan proses daripada

hasil, membatasi studi dengan fokus dan memiliki seperangkat kriteria untuk

memeriksa keabsahan data, rancangan penelitian bersifat sementara, hasil

disepakati kedua pihak yaitu peneliti dan subjek penelitian.

Perspektif fenomenologi menurut Husrell (dalam moleong, 2002) ialah

cara pendekatan untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu (objek)

sebagaimana tampilnya dan menjadi pengalaman kesadaran manusia. penelitian

fenomenologi digunakan untuk mengunkap pengalaman manusia melalui

deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat

memahami pengalaman hidup partisipan.

Metode penelitian kualitatif dipilih karena jauh lebih subyektif daripada

penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari

mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara

secara mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian

dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil

yang diwawancarai secara mendalam. Sehingga data yang diperoleh lebih

mendalam dan bersifat menyeluruh atau holistik.

B.Penentuan Subjek Penelitian

Penentuan subjek pada penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian

(17)

kualitatif tidak didasarkan pada perhitungan statistik. Sample yang dipilih

berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk

digeneralisasikan (Sugiyono, 2012). Jadi penentuan sample dalam penelitian

kualitatif dilakukan pada saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama

penelitian berlangsung. Dengan cara peneliti memilih orang tertentu yang

dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan selanjutnya berdasarkan

data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu peneliti dapat

menetapkan sampel lainnya ini lah yang disebut teknik snowball (Sugiyono,

2012).

C.Instrumen penelitian

Instrumen penelitian pada penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.

Menurut Lincoln dan Guba mejelaskan bahwa manusia sebagai instrument

pengumpulan data memberi keuntungan dimana ia dapat bersikap lebih flexibel

dan adaftif, serta dapat menggunakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya

untuk menghadapi sesuatu (Satori dan Komariah, 2009). Peneliti kualitatif sebagai

human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis

data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono,

2012). Sehingga diharapkan peneliti dapat lebih peka dalam menggali

permasalahan-permasalahan yang muncul pada saat penelitian, dan juga peneliti

harus dapat bersikap netral.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Teknik wawancara

Interview atau wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk

mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui

percakapan atau tanya jawab (Satori dan Komariah, 2011). Menurut Esterberg

(18)

dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam

suatu topik tertentu (Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tidak

terstruktur dimana respondennya merupakan orang yang paling tahu tentang

dirinya. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya

berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan (Satori dan Komariah,

2011).

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengatahui secara

pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak

mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden (Sugiono, 2002:133).

Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara “berputar-putar baru menukik”, artinya pada awal wawancara, yang dibicarakan adalah hal-hal terkait dengan tujuan, dan bila sudah terbuka

kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan maka segera

ditanyakan (Sugiono, 2002:133)

2. Observasi

Teknik lainnya yang digunakan untuk membantu mencari data adalah

observasi. Dengan observasi ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap,

tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang

tampak (Sugiono, 2010).

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tidak

terstruktur. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak

dipersiapakan secara sistematis tentang apa yang akan diobeservasi (Sugiyono,

2012). Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen

yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.

E.Analisis data

Menurut Cresswell (Kuswarno, 2009) secara rinci analisis data penelitian

(19)

1. Peneliti memulainya dengan mendeskripsikan secara menyeluruh

pengalamannya.

2. Peneliti kemudian menemukan pernyataan (dalam wawancara) tentang

bagaimana orang-orang memahami topik, rinci pernyataan-pernyataan

tersebut (horisonalisasi data).

3. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dikelompokan kedalam unit-unit

bermakna (meaning unit), peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan

sebuah penjelasan teks (textural description).

4. Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya dan menggunakan variasi

imaginatif (imaginative variation) atau deskripsi struktural (structural

description), mencari keseluruhan makna yang memungkinkan dan melalui

perspektif yang divergen (divergent perspective), mempertimbangkan

kerangka rujukan atas phenomenon.

5. Mengkonstruksikan seluruh penjelasan tentang makna dan esensi (essence)

pengalamanya.

6. Mengungkapkan pengalamannya, kemudian diikuti pengalaman seluruh

pasrtisipan yang digabungkan sebagai tulisan deskripsi gabungannya

(composite description).

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian dilakukan pengecekan keabsahan data melalui:

1. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Dengan demikian, triangulasi terdiri atas triangulasi sumber, triangulasi

teknik pengumpulan data, dan waktu. Namun Pada penelitian kali ini hanya

akan dilakukan pengecekan melalui triangulasi data dan triangulasi waktu.

Triangulasi data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh

dengan teknik yang berbeda dalam hal ini observasi. Triangulasi waktu

dilakukan dengan cara menanyakan pertanyaan yang sama pada waktu

(20)

2. Proses dan hasil penelitian ini didiskusikan dengan rekan sejawat yang

menggunakan metode yang sama serta dengan dosen pembimbing.

3. Member check adalah proses pengecekan data yang berasal dari pemberi

data. Bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai

dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Pelaksanaan member check

dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai atau setelah

[image:20.595.120.507.250.628.2]
(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil dari penelitian mengenai gambaran social

well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out akan

diuraikan sebagai berikut:

1. Yudha (subjek 1)

a. Gambaran coming out pada Homoseksual

Yudha memutuskan untuk coming out karena ia tidak ingin

membohongi orang lain. Karena menurutnya menjadi seorang homoseksual

adalah hak individu masing-masing. Awal mula ia hanya memberanikan diri

untuk memberitahukan temannya yang memiliki orientasi seksual sama,

namun karena ia tak mau menyembunyikan orientasinya akhirnya teman,

keluarga, bahkan lingkungannya kerjanya mengetahui orientasi seksualnya

ini. Walau awalnya ia mendapatkan penolakan namun akhir lingkungan

dapat menerimanya.

b. Gambaran social well being homoseksual yang melakukan coming

out

Yudha memandang lingkungannya posif meskipun lingkungan ada

yang menolaknya. Walau lingkungan masih memandang homoseksual

negatif ia percaya bahwa suatu saat masyarakat dapat menerima adanya

homoseksual. Menurutnya orientasi seksual tidak menghalanginya untuk

mempersembahkan sesuatu yang berharga untuk lingkungan. Yudha juga

termasuk individu yang peduli terhadap lingkungan. Saat ia berada di

komunitas homoseksual ia merasa didukung.

c. Subjek dalam memilih pasangannya

Yudha memilih untuk tidak menikah dengan lawan jenis. Ia lebih

memilih untuk tinggal bersama dengan pasangan sejenisnya. Karena

[image:21.595.116.514.230.666.2]
(22)

2. Stevian (subjek 2)

a. Gambaran coming out pada Homoseksual

Alasan Stevian melakukan coming out karena ia memegang teguh

apa yang selama ini keluarga ajarkan padanya untuk tidak berbohong dan

menjadi orang munafik. Untuk melakukan coming out ini bagi Stevian agar

ia tidak perlu lagi untuk berpura-pura dihadapan orang lain. awal mula

stevian menyadari orientasi seksualnya ia langsung memberi tahukan

sahabatnya, lalu setelah itu ibunya mengetahui orientasi seksualnya dari

guru disekolahnya, sampai akhirnya keluarga besar dan lingkungan sekitar

mengatahui orientasi seksualnya. menurutnya sebagian besar dapat

menerimanya dengan baik hanya sebagian kelurga ada yang masih menolak

b. Gambaran social well being homoseksual yang melakukan coming

out

Stevian merasa lingkunganya menerimanya dengan baik, walaupun

ada saja cemoohan untuk dirinya namun Stevian tidak mau ambil pusing

terhadap penilaian orang lain. karena ia yakin suatu saat homoseksual dapat

diterima dengan baik di Indonesia. Stevian juga selalu berusaha agar bisa

menjadi berguna bagi lingkungannya. Namun Stevian memandang bahwa

semakin sini lingkungan sudah tidak diprediksi. Salah satunya komunitas

homoseksual yang menurutnya hanya sebagai ajang pencarian pasangan.

Oleh sebab itu Stevian lebih menyukai penerimaan masyarakat yang

mengayomi dan membantunya saat mendapatkan kesulitan.

c. subjek dalam memilih pasangannya

Stevian mengaku bahwa suatu saat ia ingin menikah dengan lawan

jenis. Karena ia meyakini bahwa walapun ibunya dapat menirima

keadaannya sekarang namun pasti ibunya menginginkan ia untuk kembali

(23)

B.Saran

Melihat hasil penelitian yang telah dilakukan dan sebagai tindak lanjut dari

penelitian ini maka peneliti ajukan saran bagi beberapa pihak, diantaranya:

1. Subjek

Saran untuk subjek jika ditinjau dari norma agama di Indonesia yang

mayoritas beragama islam homoseksual ini termasuk penyimpangan. Maka

diharapkan untuk tetap dapat mengikuti dan menghormati norma-norma yang

berlaku dimasyarakat.

2. Orang tua

Orang tua diharapkan lebih memperhatikan, memahami, dan memantau

perkembangan anaknya. Memberikan kasih sayang yang cukup. Dan juga

melihat lingkungan pergaulan dari anak. Karena salah satu faktor yang

mendorong orientasi seksual sebagian besar berasal dari lingkungan luar.

3. Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggali lebih dalam lagi

hal-hal yang kurang dari penelitian yang telah dilakukan. Mencari literatur

yang lebih banyak mengenai social well being. dan memilih subjek yang lebih

[image:23.595.116.512.213.627.2]
(24)

DAFTAR PUSTAKA

Asteria. (2008). Ancaman Perilaku Homoseksual. [Online]. Tersedia:

http://www.inilah.com/read/detail/15225/ancaman-perilaku-homoseksual

[29 Desember 2011]

Atkinson, Rita L. dkk. (2003). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Brannon, Linda. (2008). Gender Psychological Perspectives. Boston: Pearson.

Cahyo. Sigit N. dkk. (2010). Pengambilan Keputusan Menjadi Homoseksual

Pada Laki-Laki Usia Dewasa Awal. [Online] Tersedia:

http://eprints.undip.ac.id/11145/1/Jurnal_-_Sigit_Cahyo_N_-_M2A005074.pdf [23 September 2010]

Carlson, N. R. (1994). Physiology of behavior fifth edition. Boston : Allyn and

Bacon.

Carroll. L J. (2007). Sexsuality now: embracing diversity (ed2). Belmont:

Thomson learning inc.USA

Chaplin, J.P. (1968). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Charles. (2011). Pasangan Gay dan Lesbian di California Meledak. [Online].

Tersedia:

http://www.inilah.com/read/detail/1637412/pasangan-gay-dan-lesbian-di-california-meledak [4 Desember 2011]

Compton, William C. (2005). Intoduction to Positive Psychology. California:

Thomson Wadsworth.

Diener, Ed, dan Suh, Eunkook M. (2000). Culture and Subjective Well-being.

[image:24.595.115.514.241.626.2]
(25)

Eichberg. R. (1990). Coming out: An Action of Love. Canada: A Dutton book.

Feldmen, R.S. (1990). Understanding Psychology, second edition. New York: Mc

Graw-Hill publishing company.

Fagan, Ronald W. (1993). “Social Well-Being In University Student” [Online].

Jurnal Of Youth And Adolescence Vol.23 no. 2,1994 [21 Mei 2011].

Greene, Beverly., Croom, G.L. (2000). Educational Research, and practice in

Lesbian, Gay, Bisexsual, adn Transgendered Psychology. Califfornia:

Sage Publication, Inc.

Gunadi, H., Rahman, M., Indra, S., & Sujoko. (2003). "Jalan Berliku Kaum Homo

Menuju Pelaminan". Gatra, Laporan Utama, Edisi 46. This data retrieved

from http://www.gatra.com/2003-09-26/versi_cetak.php?id=31335 [06

Maret 2012]

Hall, Calvin S. dan Lindzey, Gardner. (1993). Teori-Teori Psikodinamika (klinis).

Yogyakarta: Kanisius.

Hawari, D. (2009). Pendekatan psikoreligi pada homoseksual. Jakarta: Balai

penerbit FKUI.

Huppert, Felicia, et al. (2006). PERSONAL AND SOCIAL WELL-BEING

MODULE for the European Social Survey, Round 3 [25 Mei 2011].

Hurlock, Elizabeth B. (2006). Psikologi perkembangan edisi kelima.

[image:25.595.115.513.236.637.2]
(26)

Kertzner, Robert M. et al. (2009). Social and Psychological Well-Being in

Lesbians, Gay Men, and Bisexsuals: The Effedt Of Race, Gender, Age, And

Sexual Identity. American Journal of Orthopsychiatry 1-10. [Online].

Tersedia: http://www.columbia.edu/~im15/files/wellbeing.pdf [06 Maret

2012]

Keyes, Corey Lee M. (1998). Social Well-being. Social Psychology Quarterly

[online], Vol. 61 (2), 20 halaman. Tersedia:

http://midus.wisc.edu/findings/pdfs/58.pdf [11 Desember 2011].

Kuswarno, Engkus. (2009). Metodelogi penelitian komunikasi fenomenologi

konsepsi, pedoman, dan contoh penelitiannya. Bandung: Widya

Padjadjaran.

Lopez, Shane J. Snyder, C. R. (2004). Positive psychological assessment : A

handbook of models and measures. Washington DC, US : American

Psychological Association. Xvii 495 pp.

Mappiare, Andi. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Masters. William H. et al. (1992). Human Sexsuality. New York: Harper Collins

Publishers.

Moleong, Lexy J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.

Remadja Karya.

Monks, F.J, dkk. (2006). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai

bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Mulyani, Sri R, dkk. (2009). TINJAUAN PSIKOSOSIAL, AGAMA, HUKUM DAN

BUDAYA TERHADAP KEBERADAAN KAUM GAY DI INDONESIA

[image:26.595.114.513.238.625.2]
(27)

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/28162/jurnal%20ba

ru.pdf [12 Februari 2012]

Mulia, Siti Musdah. (2010). “Islam dan Homoseksulatitas: Membaca Ulang

Pemahaman Islam”. Jurnal Gandrung Vol. 1 No. 1 juni 2010. 9-30.

Nietzel, dkk. (1998). Abnormal psychology. Boston : Allyn dan bacon, Inc.

Oetomo, Dede. (1991). Homoseksualitas di indonesia. Prisma. [Online]. Tersedia:

http://staff.ui.ac.id/internal/131882269/material/Dede-Oetomo.pdf [29

Januari 2012]

Papilla, Diane E, dkk. (2002). HUMAN DEVELOPMENT. Jakarta: Salemba

Humanika.

Ramitha, Vina. (2011). Kemenangan Baru Kaum Homoseksual Amerika.

[Online]. Tersedia:

http://m.inilah.com/read/detail/1640682/kemenangan-baru-kaum-homoseksual-amerika/ [29 Januari 2012]

Riley, Bettina H. (2010). Journal of child and adolecent psychiatric nursing. Vol

23 (1). Pp 3-10. Tersedia:

http://www.empirestatephtc.org/resources/res/curr/LGBT/GLB-adolescents-coming-out.pdf (22 oktober 2013)

Reuters. (2013). Indonesia Termasuk Paling Tidak Toleran Terhadap

Homoseksualitas. Voice of America [online]. Tersedia:

http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-termasuk-paling-tidak-toleran-terhadap-homoseksualitas/1675468.html [02 juli 2013]

Satori, Djam’an, dan Komariah, Aan. (2011). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

[image:27.595.112.512.234.614.2]
(28)

Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Surakhmad, Winarno. (1994). Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah dasar

metoda teknik. Bandung: Tarsit

_______.(2006). Gay. [Online]. Tersedia:

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=4&submit.x=11&submit.y=17&su

bmit=next&qual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1% [11

Desember 2011].

__________. (2010). Sultan Tolak DIY Jadi Tempat Kongres Gay-Lesbian.

[Online]. Tersedia: http://metropolitan.inilah.com/read/detail/422182/

sultan-tolak-diy-jadi-tempat-kongres-gay-lesbian [12 Februari2012]

__________. (2011). Homoseksualitas. [Online] Tersedia:

[image:28.595.114.513.230.630.2]

Gambar

Gambaran Social Well Being Pada Homoseksual Dewasa Muda Yang Melakukan Coming Out Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambaran Social Well Being Pada Homoseksual Dewasa Muda Yang Melakukan Coming Out Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambaran Social Well Being Pada Homoseksual Dewasa Muda Yang Melakukan Coming Out Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambaran Social Well Being Pada Homoseksual Dewasa Muda Yang Melakukan Coming Out Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Some of the current conditions within and outside the country as outlined above underlie the authors to conduct research on the changing relationship of stock prices in

APLIKASI PENGENALAN FLORA DAN FAUNA PADA ANAK-ANAK USIA DINI BERBASIS

Karakteristik eksterior mempunyai pengaruh yang kuat pada citra toko tersebut, sehingga harus direncanakan sebaik mungkin, kombinasi dari eksterior ini dapat membuat bagian luar

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Zohreh Hajiha dan Neda Sobhani (2012) meneliti tentang ukuran auditor, spesialisasi industri dan audit tenure

Among trees, the alluvial bench had the highest average amount of reproductive productivity, as measured by stem basal area (Table 2). Freshwater swamp and lowland sandstone

Berdasarkan faktor-faktor diatas maka penulis melakukan penelitian tentang pengaruh waktu penyadapan dan umur tanaman karet terhadap produksi getah sehingga nantinya akan diketahui

Dalam perkuliahan ini dibahas tentang hakikat sains, sains untuk anak, pentingnya pembelajaran sains bagi anak, pengembangan program pembelajaran sains, evaluasi

Al-Qur’an juga menyebut bahwa tidak semua ahli kitab itu sama, sebagian mereka ada ummat yang q ā 'imah (lurus) (Q.S. al- M ā ’idah/5: 66), sehingga untuk hal-hal yang