• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA JARINGAN SARAF TIRUAN M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KINERJA JARINGAN SARAF TIRUAN M"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KINERJA JARINGAN SARAF TIRUAN METODE

BACKPROPAGATION

DALAM MEMPREDIKSI CUACA DI KOTA MEDAN

Yudhi Andrian1, M. Rhifky Wayahdi2 1Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK Potensi Utama 1,2Jl. K.L. Yos Sudarso Km 6,5 No. 3A Tanjung Mulia-Medan 1yudhi.andrian@gmail.com, 2rhifky.wayahdi@yahoo.com

ABSTRAK

Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) sebagian besar telah cukup handal dalam pemecahan masalah, salah satunya adalah prediksi cuaca dengan metode backpropagation. Prediksi cuaca merupakan perkiraan kondisi cuaca di masa mendatang. Pada penelitian ini penulis akan menganalisis kinerja jaringan saraf tiruan dengan metode backpropagation dalam memprediksi cuaca di Kota Medan. Penulis akan menggunakan tiga parameter data dalam memprediksi cuaca yaitu data curah hujan, data suhu, dan data kelembaban tahun 1997 – 2013. Pada kasus prediksi cuaca di Kota Medan, jaringan saraf tiruan metode backpropagationdalam proses training dapat mengenali pola data yang diberikan dengan baik. Pada proses trainingJST, semakin kecil nilai target error maka iterasinya akan semakin besar dan tingkat keakurasiannya juga semakin tinggi. Tingkat keakurasian terbesar pada proses pengujian prediksi cuaca di Kota Medan dengan jaringan saraf tiruan metode backpropagationadalah pada data kelembaban yaitu 86.28%pada kuadrat error 0,01.

Kata Kunci: Jaringan Saraf Tiruan, Backpropagation, Prediksi Cuaca.

1. PENDAHULUAN

Prediksi cuaca merupakan perkiraan kondisi cuaca di masa mendatang. Kondisi cuaca adalah keadaan atmosfer pada waktu tertentu. Variabel-variabel cuaca meliputi beberapa hal seperti curah hujan, suhu, kelembaban, dan lainnya. Akurasi prediksi secara luas tergantung pada pengetahuan tentang kondisi cuaca yang berlaku di wilayah tersebut. Cuaca adalah kondisi non-linier dan proses dinamis yang bervariasi dari hari ke hari bahkan menit ke menit. Pemilihan metode yang tepat untuk menentukan kondisi cuaca adalah kegiatan yang akhir-akhir ini sering dilakukan oleh beberapa peneliti atmosfer dan cuaca.

Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) sebagian besar telah cukup handal selama beberapa tahun terakhir dalam pemecahan masalah. Jaringan saraf tiruan menyediakan metodologi yang sangat handal dalam pemecahan masalah non-linier. Jaringan saraf tiruan terinspirasi oleh otak manusia di mana neuron saling interkoneksi secara non-linier. Neuron saling terhubung satu sama lain melalui suatu jaringan. Jaringan ini yang dilatih menggunakan algoritma backpropagation yang mengikuti Gradient Descent Method [4].

Backpropagation merupakan salah satu arsitektur Artificial Neural Network yang memiliki proses pembelajaran maju dan koreksi kesalahan secara mundur. Model ini banyak digunakan baik itu untuk proses pengenalan maupun prediksi dengan tingkat akurasi yang cukup baik [1].

Naik, Arti R. dan Prof. S.K.Pathan (2012) mengusulkan sebuah metode baru prakiraan cuaca menggunakan jaringan saraf tiruan feed-forward dan datanya dapat dilatih dengan menggunakan

algoritma Levenberg Marquardt untuk memprediksi cuaca masa depan. Di antara beberapa algoritma

backpropagation, backpropagation levenberg adalah yang tercepat [4].

Sari, Laila dan Agus Buono (2012) dalam penelitiannya memprediksi awal musim hujan mengatakan bahwa pola input data yang digunakan dalam metode backpropagation sangat berpengaruh terhadap kinerja Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) dalam melakukan proses prediksi keadaan yang akan datang [6].

Kharola, Manisha dan Dinesh Kumar (2014) menggunakan metode backpropagation untuk memprediksi cuaca, dan menemukan bahwa proses pelatihan dapat dilakukan dengan cepat. Hasilnya lebih akurat untuk memprediksi cuaca di masa depan ketika jumlah iterasi meningkat [3].

Dari penelitian yang dilakukan oleh Sari, Laila dan Agus Buono (2012) dan penelitian yang dilakukan oleh Kharola, Manisha dan Dinesh Kumar (2014) menunjukkan bahwa jaringan saraf tiruan metode backpropagation dapat diterapkan dalam memprediksi suatu keadaan yang akan datang. Hal ini yang mendasari penulis untuk menganalisa lebih lanjut kinerja metode

backpropagation dalam memprediksi cuaca. Pada penelitian ini penulis akan menganalisis kinerja jaringan saraf tiruan dengan metode

backpropagation dalam memprediksi cuaca di Kota Medan. Penulis memiliki asumsi bahwa tidak semua data cuaca dapat dikenali dengan baik oleh metode

(2)

dalam memprediksi cuaca yaitu data curah hujan, data suhu, dan data kelembaban tahun 1997 – 2013.

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis kinerja jaringan saraf tiruan metode

backpropagation dalam mengenali pola dari ketiga parameter data tersebut apakah pola dari ketiga parameter tersebut dapat dikenali dengan baik yang selanjutnya dapat dilakukan proses prediksi cuaca.

2. JARINGAN SARAF TIRUAN

Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia. Elemen kunci dari paradigma ini adalah struktur dari sistem pengolahan informasi yang terdiri dari sejumlah besar elemen pemrosesan yang saling berhubungan (neuron), bekerja serentak untuk menyelesaikan masalah tertentu.

Cara kerja JST seperti cara kerja manusia, yaitu belajar melalui contoh. Lapisan-lapisan penyusun JST dibagi menjadi 3, yaitu lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan output (ouput layer) [7].

Pada dasarnya JST adalah sistem yang menerima input, proses data, dan kemudian memberikan output yang berhubungan dengan input. Keuntungan dari JST adalah dapat digunakan untuk mengambil data, mendeteksi tren, dan juga dapat memprediksi pola yang tidak diberikan selama pelatihan yang disebut dengan generalisasi [4].

3. METODE BACKPROPAGATION

Salah satu algoritma JST adalah propagasi balik (backpropagation), yaitu JST multi layer yang mengubah bobot dengan cara mundur dari lapisan keluaran ke lapisan masukan. Tujuannya untuk melatih jaringan agar mendapatkan keseimbangan kemampuan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan dengan pola yang dipakai selama pelatihan [2].

Arsitektur backpropagation merupakan salah satu arsitektur jaringan saraf tiruan yang dapat digunakan untuk mempelajari dan menganalisis pola data masa lalu lebih tepat sehingga diperoleh keluaran yang lebih akurat (dengan kesalahan atau errorminimum) [5].

Langkah-langkah dalam membangun algoritma

backpropagation adalah sebagai berikut [7]:

a. Inisialisasi bobot (ambil nilai random yang cukup kecil).

b. Tahap perambatan maju (forward propagation)

1) Setiap unit input (X1, i=1,2,3,…,n) menerima

sinyal xi dan meneruskan sinyal tersebut ke

semua unit pada lapisan tersembunyi.

2) Setiap unit tersembunyi (Z1, j=1,2,3,…,p)

menjumlahkan bobot sinyal input, ditunjukkan dengan persamaan (1).

z

¿j

=

v

0j

+

i=1

n

x

i

v

ij

Dan menerapkan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya, ditunjukkan dengan persamaan (2).

z

j

=

f

(

z

¿j

)

Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi

sigmoid, kemudian mengirimkan sinyal tersebut ke semua unit output.

3) Setiap unit output (Yk, k=1,2,3,…,m)

menjumlahkan bobot sinyal input, ditunjukkan dengan persamaan (3).

y

¿k

=

w

0k

+

i=1

p

z

i

w

jk

Dan menerapkan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya, ditunjukkan dengan persamaan (4).

y

k

=

f

(

y

¿k

)

c. Tahap perambatan balik (backpropagation)

1) Setiap unit output (Yk, k=1,2,3,…,m)

menerima pola target yang sesuai dengan pola input pelatihan, kemudian hitung error, ditunjukkan dengan persamaan (5).

δ

k

=

(

t

k

y

k

)

f '

(

y

¿k

)

f’ adalah turunan dari fungsi aktivasi.

Kemudian hitung korelasi bobot, ditunjukkan dengan persamaan (6).

∆ w

jk

=

α δ

k

z

j

Dan menghitung koreksi bias, ditunjukkan dengan persamaan (7).

∆ w

0k

=

α δ

k

Sekaligus mengirimkan δk ke unit-unit yang

ada di lapisan paling kanan.

2) Setiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,…,p)

menjumlahkan delta input-nya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di kanannya), ditunjukkan dengan persamaan (8).

δ

¿j

=

k=1

m

δ

k

w

jk

Untuk menghitung informasi error, kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya, ditunjukkan dengan persamaan (9).

δ

j

=

δ

¿j

f

'

(

z

¿j

)

Kemudian hitung koreksi bobot, ditunjukkan dengan persamaan (10).

∆ v

jk

=

α δ

j

x

i

Setelah itu, hitung juga koreksi bias, ditunjukkan dengan persamaan (11).

∆ v

0j

=

α δ

j

d. Tahap perubahan bobot dan bias

1) Setiap unit output (Yk, k=1,2,3,…,m)

dilakukan perubahan bobot dan bias (j=0,1,2, …,p), ditunjukkan dengan persamaan (12). (1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(3)

w

jk

(

baru

)=

w

jk

(

lama

)+

∆ w

jk Setiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,…,p)

dilakukan perubahan bobot dan bias (i=0,1,2, …,n), ditunjukkan dengan persamaan (13).

v

ij

(

baru

)=

v

ij

(

lama

)+

∆ v

ij 2) Tes kondisi berhenti.

4. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja jaringan saraf tiruan metode

backpropagation dalam memprediksi cuaca di Kota Medan. Penulis ingin mengetahui bagaimana kinerja jaringan saraf tiruan metode backpropagation dalam mengenali pola tiga parameter data yaitu data curah hujan, data suhu, dan data kelembaban dalam memprediksi cuaca di Kota Medan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis akan melakukan pelatihan dan pengujian data dengan menggunakan data curah hujan, data suhu, dan data kelembaban bulanan Kota Medan tahun 1997 – 2013. Data bersumber dari BMKG Stasiun Polonia, Kota Medan.

Prediksi cuaca dengan jaringan saraf tiruan

backpropagation digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memisahkan data yang akan digunakan sebagai data pelatihan dan data uji. Data curah hujan, suhu, dan kelembaban tahun 1997 – 2008 akan digunakan sebagai data pelatihan selama perancangan JST, sedangkan data tahun 2009 – 2013 digunakan sebagi data pengujian.

b. Desain JST

Desain JST dilakukan untuk prediksi cuaca bulanan dimulai dengan menentukan banyaknya data masukan yang digunakan, banyaknya layar tersembunyi (hidden layer) yang digunakan, dan banyaknya keluaran yang diinginkan. Data yang digunakan sebagai masukan sebanyak 8 data (8 tahun) dan data keluaran atau target adalah data pada tahun ke-9 (data input 1997 – 2004 dengan target 2005). Untuk mengetahui curah hujan, suhu, dan kelembaban pada tahun ke-10 maka data masukannya merupakan data pada tahun ke-2 sampai tahun ke-9 (data input 1998 – ke-2005 dengan target 2006), demikian seterusnya. Gambar 1 menggambarkan desain jaringan saraf tiruan backpropagation dengan input layer(xi)=8, hidden layer(vi)=6, dan output

layer(yi)=1.

Gambar 1. Desain JST backpropagation

c. Pengenalan pola (pelatihan)

Pengenalan pola dilakukan dengan cara penyesuaian nilai bobot (dalam penelitian ini nilai bobot ditentukan secara random). Penghentian penyesuaian bobot dalam pengenalan pola apabila kuadrat error mencapai target error. Error dihitung setelah tahapan

forward propagation. Apabila error lebih besar dari target error maka pelatihan akan dilanjutkan ke tahap backward propagation sampai error mencapai atau lebih kecil dari target error. d. Pengujian dan prediksi

Pengujian dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat keakuratan sistem JST yang telah dibuat dalam memprediksi cuaca pada tahun tertentu. Sedangkan prediksi bertujuan untuk memprediksi cuaca yang akan datang.

5. HASIL DAN ANALISA

Prediksi cuaca dengan jaringan saraf tiruan metode backpropagation dilakukan dengan membagi data menjadi tiga bagian, yaitu: data untuk

training/pelatihan, data untuk testing/pengujian, dan data untuk prediksi. Data yang digunakan adalah data curah hujan, data suhu, dan data kelembaban Kota Medan tahun 1997 – 2013. Di mana data tahun 1997 – 2008 digunakan sebagai pelatihan, data tahun 2009 – 2013 digunakan sebagai pengujian, dan data tahun 2014 – 2018 data yang akan diprediksi. Pembagian data untuk pelatihan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1(a). Data input curah hujan tahun 1997 – 2004 dengan target tahun 2005

19

97 998 1 004 2 005 2

106 .2

1

81 …

1 38.8

1 89.1

96. 6

5

0.2 …

2 00.8

4 3.9

134 .4

2

9.4 …

2 37.9

6 2.5

109 .8

3

5.3 …

8 8.5

1 68.2

80. 9

1

33.5 …

6 8

2 29.5

175 .3

1

44.6 …

2 00.5

1 74

225 .8

2

13 …

2 06.8

2 10.8

95. 7

3

81 …

2 04.3

1 45.7

290 .6

1

70.8 …

4 75.3

2 90.5

391 .1

3

40.3 …

3 77.5

1 75.5

265

.4 75.8 2 …41.2 1 06.4 2

182 .4

3

94.2 …

1 66.4

3 11.4 (12)

(4)

Tabel 1(b). Data input suhu tahun 1997 – 2004 dengan target tahun 2005

19 2004 dengan target tahun 2005

19

Sebelum diproses data dinormalisasi terlebih dahulu. Normalisasi terhadap data dilakukan agar keluaran jaringan sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan. Data-data tersebut dinormalisasi dalam interval [0, 1] karena data yang digunakan bernilai positif atau 0. Selain itu juga terkait fungsi aktivasi yang diberikan yaitu sigmoid biner.

Fungsi sigmoid adalah fungsi asimtotik (tidak pernah mencapai 0 ataupun 1), maka transformasi data dilakukan pada interval yang lebih kecil yaitu [0.1; 0.8], ditunjukkan dengan persamaan (14).

x

'

=

0.8

(

x

a

)

b

a

+

0.1

a adalah data minimum, b adalah data maksimum, x

adalah data yang akan dinormalisasi, dan x’ adalah data yang telah ditransformasi. Sehingga dihasilkan data hasil normalisasi yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2(a). Data curah hujan hasil normalisasi tahun 1997 – 2004 dengan target tahun 2005

19

Tabel 2(b). Data suhu hasil normalisasi tahun 1997 – 2004 dengan target tahun 2005

(5)

Tabel 2(c). Data kelembaban hasil normalisasi tahun 1997 – 2004 dengan target tahun 2005

19

Pada Tabel 1 dan Tabel 2 di atas menampilkan data tahun 1997 – 2004 dengan target tahun 2005. Untuk pelatihan data lainnya dilakukan hal yang sama. Seperti telah dijelaskan di atas, data pelatihan menggunakan data sampai tahun 2008.

Setelah proses normalisasi untuk semua data dilakukan, selanjutnya dilakukan proses inisialisasi bobot. Proses inisialisasi bobot dilakukan dengan memberikan nilai bobot secara random atau acak. Bobot di-generate secara random dengan jumlah

hidden layer=6, alpha=1, max epoch=100000.

Bobot random yang telah di-generate dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Generate bobot random Bobotinputke hidden awal

0

Bias input ke hidden

0

Bobot hidden ke output

0 error=0.01 untuk data curah hujan pada iterasi

ke-66, data suhu pada iterasi ke-9586, dan data kelembaban pada iterasi ke-4011. Pada pengujian awal ini didapatkan hasil bahwa jumlah iterasi untuk data curah hujan lebih kecil daripada data lainnya.

Selanjutnya dilakukan beberapa kali proses

training dan testing, di mana jumlah hidden layer

tetap yaitu 6, alpha=1, max epoch=100000 dan nilai target erroryang bervariasi. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4. Hasil pengujian

T

terasi kurasi A terasiI kurasi A terasiI kurasi A

0

Dari hasil pengujian pada Tabel 4 didapatkan bahwa pada data curah hujan, jumlah iterasi terkecil ada pada target error 0.05 dengan jumlah iterasi=2

dengan tingkat keakurasian=10.9% dan jumlah iterasi terbesar ada pada target error 0.009 dengan jumlah iterasi=87 dengan tingkat keakurasian=

37.12%. Pada data suhu, jumlah iterasi terkecil ada pada target error 0.05 dengan jumlah iterasi=2

dengan tingkat keakurasian=69.88% dan jumlah iterasi terbesar ada pada target error 0.009 dengan jumlah iterasi=10197 dengan tingkat keakurasian=

75.87%. Pada data kelembaban, jumlah iterasi terkecil ada pada target error 0.05 dengan jumlah iterasi=2 dengan tingkat keakurasian=73.78% dan jumlah iterasi terbesar ada pada target error 0.01

dengan jumlah iterasi=4011 dengan tingkat keakurasian= 86.28%. Pada data kelembaban dengan target error 0.009 jumlah iterasi tidak terhingga.

Dari hasil pengujian pada Tabel 4 dapat dilihat tingkat keakurasian tertinggi ada pada pengujian data kelembaban dengan target error 0.01 yaitu

86.28%, sedangkan tingkat keakurasian terendah ada pada pengujian data curah hujan dengan target error

0.05 yaitu 10.9%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai target error maka nilai iterasinya akan semakin besar dan keakurasiannya juga semakin tinggi.

(6)

Tabel 5. Hasil prediksi curah hujan 2014 – 2018

Dari Tabel 5 hasil prediksi curah hujan tahun 2014 – 2018, diperkirakan curah hujan rata-rata pertahun akan semakin meningkat dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Grafik peningkatan curah hujan setiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik curah hujan 2014 - 2018

Untuk prediksi suhu beberapa tahun berikutnya mengambil data dengan kuadrat error 0.01 dengan tingkat keakurasian 79.22%. Hasil prediksi suhu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil prediksi suhu 2014 – 2018

Dari Tabel 6 hasil prediksi suhu tahun 2014 – 2018, diperkirakan suhu rata-rata pertahun akan mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu ekstrim dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Grafik prediksi suhu setiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik suhu 2014 – 2018

Untuk prediksi kelembaban beberapa tahun berikutnya mengambil data dengan kuadrat error

0.01 dengan tingkat keakurasian 86.28% Hasil prediksi kelembaban dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil prediksi kelembaban 2014 – 2018

(7)

9 6 2.6

6 2.2

6 1.7

6 1.6

6 1.7 1

0

6 1.8

6 2.3

6 1.9

6 1.8

6 1.7 1

1 3.7 6 5 6 2.8 6 2.9 6 2.6 6

1 2

6 4.9

6 5.3

6 2.8

6 3.6

6 3

R ata-rata

6 2.2

6 2.65

6 1.817

6 1.758

6 1.85

Dari Tabel 7 hasil prediksi kelembaban tahun 2014 – 2018, diperkirakan kelembaban rata-rata pertahun akan mengalami peningkatan dan penurunan yang juga tidak terlalu ekstrim dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Grafik prediksi kelembaban setiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik kelembaban 2014 – 2018

Dari hasil prediksi ketiga parameter cuaca yaitu curah hujan, suhu, dan kelembaban dapat kita ketahui keadaan cuaca yang akan datang. Sebagai sampel untuk prediksi cuaca diambil data tahun 2014 dari masing-masing parameter. Grafik prediksi cuaca tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik prediksi cuaca tahun 2014

Dari Gambar 5 dapat dilihat pada tahun 2014 ini curah hujan cenderung mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup ekstrim yaitu curah hujan minimum 185.6 mm dan curah hujan maksimum 290.8 mm. Sedangkan prediksi suhu dan kelembaban cenderung stabil yaitu suhu minimum 29.9° C dan suhu maksimum 32° C, dengan kelembaban minimum 61.3% dan kelembaban maksimum 64.9%.

6. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:

a. Pada kasus prediksi cuaca di Kota Medan, jaringan saraf tiruan metode backpropagation

dalam proses training dapat mengenali pola data suhu dan kelembaban dengan baik, namun untuk pola data curah hujan, proses pengenalannya kurang baik. Hal ini sesuai dengan asumsi penulis.

b. Pada proses training JST, semakin kecil nilai target error maka iterasinya akan semakin besar dan tingkat keakurasiannya juga semakin tinggi.

c. Tingkat keakurasian terbesar pada proses pengujian prediksi cuaca di Kota Medan dengan jaringan saraf tiruan metode backpropagation

adalah pada data kelembaban yaitu 86.28% pada kuadrat error 0,01.

d. Kondisi cuaca pada tahun 2014 di Kota Medan cenderung berubah setiap bulannya, dengan curah hujan minimum 185.6 mm dan curah hujan maksimum 290.8 mm, suhu minimum 29.9° C dan suhu maksimum 32° C, dengan kelembaban minimum 61.3% dan kelembaban maksimum 64.9%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dewi, Candra dan M. Muslikh, 2013,

Perbandingan Akurasi Backpropagation Neural Network dan ANFIS untuk Memprediksi Cuaca. Journal of Scientic Modelling & Computation, Vol. 1, No. 1.

[2] Ihwan, Andi, 2013, Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.

[3] Kharola, Manisha and Dinesh Kumar, 2014,

Efficient Weather Prediction By Backpropagation Algorithm, IOSR Journal of Computer Engineering (IOSR-JCE), Volume 16, Issue 3, Ver. IV, June.

[4] Naik, Arti R. and S.K.Pathan, 2012, Weather Classification and Forecasting using Back Propagation Feed-forward Neural Network,

International Journal of Scientific and Research Publications, Vol. 2, Issue 12, December.

[5] Oktaviani, Cici dan Afdal, 2013, Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dengan Beberapa Fungsi Pelatihan Backpropagation, Jurnal Fisika Unand, Vol. 2, No. 4, Oktober.

[6] Sari, Laila dan Agus Buono, 2012, Artificial Neural Network Modelling to Predict The Beginning of Rainy Season Based on Sea Surface Temperature. Jurnal Ilmu Komputer Agri-Informatika, Vol 1, No. 2.

[7] Sutojo, T., et al, 2010, Kecerdasan Buatan,

Gambar

Tabel 2(a). Data curah hujan hasil normalisasi tahun1997 – 2004 dengan target tahun 2005
Tabel 3. Generate bobot random
Tabel 5. Hasil prediksi curah hujan 2014 – 2018
Gambar 4.maksimum 290.8 mm, suhu minimum 29.9° C

Referensi

Dokumen terkait

3. Ajid dibelikan sepeda dan Ajid nakal atau Ajid tidak nakal dan Ajid tidak dibelikan sepeda. Nilai kebenaran darin suatu implikasi tidak tergantung pada hubungan

Definisi bencana menurut UN-ISDR tahun 2004 menyebutkan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga

Bagian ini bermanfaat untuk mengaktifkan beberapa fungsi yang diperlukan dari paket tertentu, namun paket tersebut tidak bisa dipanggil secara keseluruhan karena

Sistem informasi yang memanfaatkan teknologi komputer juga diterapkan dalam proses akuntansi, yang disebut dengan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) berbasis teknologi

Sesuai dengan hasil observasi peneliti di lokasi penelitian, maka peneliti melihat bah- wa unsur pimpinan SKPD dalam hal ini Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

Berikut contoh pernyataan penelitian yang berhubungan dengan variabel kepuasan kerja guru : “saya puas dengan pekerjaan sebagai guru“, “saya puas dengan pilihan pekerjaan

(Lihat Bab 18 untuk diskusi lebih lanjut tentang masalah ini. Hukuman adalah prinsip dasar perilaku. Definisinya memiliki tiga komponen dasar: Terjadinya suatu