BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process,
Product)
2.1.1.1 Definisi Evaluasi Model CIPP
Model evaluasi CIPP ini merupakan salah program evaluasi. Model ini oleh Stufflebeam yang dikembangkan tahun 1971 yang terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi
process, dan dimensi product. Evaluasi model CIPP ini
bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi.
Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan
1.Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus, 2.Keputusan pembentukan atau structuring, 3.Keputusan implementasi,
diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada.
Beberapa pertanyaan terkait dimensi tersebut diantaranya untuk mengumpulkan dan menganalisa
needs assessment data untuk menentukan tujuan,
prioritas dan sasaran. Pertanyaan tersebut merupakan jenis pertanyaan yang terdapat pada dimensi context
evaluation. Sedangkan untuk mendapatkan sumber
daya dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai identifikasi program eksternal dan material dalam pengumpulan informasi terdapat pada dimensi
input evaluation. pertanyaan lainnya yang terdapat
pada dimensi process evaluation ialah pada penyediaan pengambilan keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan terus menerus memonitoring program, pengambilan keputusan mempelajari seberapa baik pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik timbul, dukungan staf dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran. Sedangkan pada dimensi
product evaluation ialah untuk mengukur outcome dan
2.1.1.2 Komponen Evaluasi Model CIPP
Penjelasan masing-masing dimensi dapat dijabarkan lebih jelas lagi seperti di bawah ini.
a. Contex evaluation
Contex evaluation (evaluasi konteks) diartikan
sebagai situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program yang bersangkutan. penilaian dari dimensi konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja terkait dan sebagainya. Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
Konteks dalam penelitian ini adalah kebijakan kepala sekolah yang sesuai dengan sasaran-sasaran yang akan dicapai serta keterkaitan antara kebutuhan-kebutuhan, peluang, dari pelaksanaan program dengan tujuan program supervisi kepala sekolah.
b. Input evaluation
Input evaluation pada dasarnya mempunyai
untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian tujuan dan objektif program. Menurut Eko Putro Widyoko, evaluasi masukan
(input evaluation) ini ialah untuk membantu
mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Input dalam penelitian ini adalah tenaga pengajar maupun peserta yang mengikuti pembelajaran, penggunaan anggaran dalam pelaksanaannnya serta kelayakan/kelengkapan dari sarana dan prasarana pembelajaran.
c. Process evaluation
Process evaluation ini ialah merupakan model
menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.
Oleh Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004), mengusulkan pertanyaan untuk proses antara lain sebagai berikut:
a. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan
jadwal.
b. Apakah yang terlibat dalam pelaksanaan
program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung ?
c. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan
dimanfaatkan secara maksimal?
d. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai
selama pelaksanaan program
Proses dalam penelitian ini adalah pelaksanaan dan rincian aktivitas pelaksanaan supervisi kepala sekolah, serta peran guru terhadap siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran.
d. Product Evaluation
keputusan lainnya. Keputusan ini juga dapat membantu untuk membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.
Evaluasi produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan antara lain:
a. Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
b. Apakah kebutuhan peserta didik sudah dapat dipenuhi selama proses belajar mengajar?
Produk dalam penelitian ini adalah adanya siswa yang menguasai pembelajaran, dan hasil belajar yang baik sebagai dampak dari meningkatnya kinerja guru.
2.1.1.3 Tujuan dan Fungsi Model CIPP
Model evaluasi program model CIPP memiliki tujuan utama yaitu untuk keperluan pertimbangan dalam pengambilan sebuah keputusan/kebijakan. Adapun fungsi dari evaluasi model CIPP adalah sebagai berikut:
keputusan apakah meneruskan, modifikasi, atau menghentikan program.
b. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang digunakan tergantung pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.1.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Evaluasi CIPP
Langkah-langkah evaluasi CIPP yang harus dilakukan oleh evaluator untuk memudahkan pengukuran keberhasilan suatu program. Menurut Tyler (dalam Arikunto, 2009: 5), sebagai berikut:
a. Menetapkan keputusan yang akan diambil.
b. Menetapkan jenis data yang diperlukan.
c. Pengumpulan data.
d. Menetapkan kriteria mengenai kualitas.
e. Menganalisis dan menginterpretasi data berdasarkan
kriteria.
f. Memberikan informasi kepada pihak
penanggungjawab program atau pengambil keputusan
untuk menentukan kebijakan
.
program sebagaimana dikemukakan oleh Gary J. Skolits (2009) sebagai berikut:
Pre-Evaluation Phase
1. Evaluator preparation to conduct an evaluation 2. Initial contact
3. Evaluation planning 4. Evaluation contracting Active Evaluation Phase
1. Initial evaluation implementation 2. Evaluation data collection
3. Evaluation judgment 4. Evaluation reporting Post-Evaluation Phase 1. Promoting evaluation use 2. Evaluation reflection
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses untuk mengumpulkan informasi terkait dengan suatu program yang sudah ditetapkan dan informasi tersebut akan digunakan oleh pihak pengguna terkait dengan kelangsungan program berikutnya.
Wujud dari hasil evaluasi adalah adanya rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan. Menurut Arikunto (2009: 22) ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu:
2. Merevisi program, karena ada bagian–bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat–tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.
Dari berbagai definisi yang sudah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya suatu program yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan di lapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negatif.
menentukan nilai dan manfaat objek evaluasi, mengontrol, memperbaiki, dan mengambil keputusan mengenai objek tersebut.
2.1.2 Kepemimpinan
a.Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan pendidikan mengandung
dua pengertian, “pendidikan” yang mengandung
arti dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri yang harus dimiliki oleh kepemimpinan. Sedangkan
pengertian “kepemimpinan” bersifat universal,
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kualitas kegiatan-kegiatan dan integrasi di dalam situasi pendidikan. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksana pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
b.FungsiKepemimpinan
Fungsi utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja, antara lain:
1) Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerja sama, dengan penuh rasa kebebasan.
2) Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
3) Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
4) Pemimpin bertanggug jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok.
5) Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman.
dan mempertahankan eksistensi organisasi (Muhyi, 2011: 135-138).
Fungsi kepemimpinan ada lima, yaitu: 1) Pimpinan sebagai penentu arah.
2) Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi.
3) Pimpinan selaku komunikator yang efektif. 4) Pimpinan sebagai mediator.
5) Pimpinan selaku integrator (Sondang P. Siagian, 2003: 46).
Menurut Hadari Nawawi (2006: 74) terdapat lima fungsi pokok kepemimpinan, sebagai berikut:
a. Fungsi instruktif. b. Fungsi konsultatif. c. Fungsi partisipatif. d. Fungsi delegasi.
e. Fungsi pengendalian.
delegasi, pengendalian, mediator dan integrator dalam pengelolaan institusi pendidikan.
2.1.3 Kepala Sekolah
a. Pengertian Kepala Sekolah
Wahjosumidjo (2002:83) sendiri mengartikan bahwa kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah, tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar, atau tempat terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kata ’memimpin’ dari rumusan tersebut
mengandung makna luas, yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam praktik lembaga, kata
’memimpin’ mengandung konotasi menggerakkan,
mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya.
mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama.
b. Ciri-ciri Kepala Sekolah
Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam pengembangan sekolah. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dan profesionalisme yang memadai. Saat ini, sebagai perwujudan dari demokratisasi dan desentralisasi pendidikan sekolah diberikan keleluasan dalam mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif.
Untuk itu lembaga pendidikan membutuhkan tenaga-tenaga profesional yang berkompeten dalam upaya mengelola sekolah. Menurut Wahjosumidjo (2002:176) Secara implisit nilai dari profesionalisme dapat diketahui melalui:
1. Memiliki keahlian khusus.
2. Merupakan suatu panggilan hidup.
3. Memiliki teori-teori yang baku secara universal. 4.Mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan
untuk diri sendiri.
5.Dilengkapi kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif.
7. Mempunyai kode etik.
8.Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain.
Sedangkan dalam konteks dimensi kompetensi, seorang kepala sekolah profesional dituntut memiliki sejumlah kompetensi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah telah ditetapkan bahwa ada lima dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
c. Peran Kepala Sekolah
tersebut secara baik, agar dinamika tugas yang dilakukan berlangsung secara variatif dan didasarkan pada situasi dan kondisinya. Namun demikian, semua tugas yang dilakukan selalu disusun melalui program yang baik, pelaksanaan yang terukur, dan dilandasi rasa pengabdian serta motivasi yang tinggi.
2.1.4 Kinerja Guru
a. Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Mangkunegara (2001: 50), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Lebih lanjut Ilyas (2001: 75) menjelaskan kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.
b. Penilaian dan Hasil Kerja
rencana. Oleh karena itu, seorang guru perlu mengadakan penilaian cara dan hasil kerja.
Mulyadi dan Setiawan (2001:628) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja bagaimana aktivitas dan proses diselenggarakan merupakan dasar yang melandasi usaha untuk meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja individu (personel) dengan membandingkan dengan standard baku penampilan. Menurut Hall, penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki kerja personel dalam organisasi. Menurut Certo (Ilyas, 2001), penilaian kinerja adalah “proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen”.
Pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja yaitu:
a. Penilaian sendiri (Self Assesment).
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaaan individu. Ada dua teori yang menyarankan peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik.
Menurut teori kontrol yang dijelaskan oleh Carver dan Scheier (1981) yang dikutip oleh Ilyas (2001), individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tujuan mereka. Mereka harus :
1) menetapkan standar untuk perilaku mereka,
2) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), dan 3) berperilaku yang sesuai dan layak untuk
mengurangi perbedaan ini.
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka.
Penilaian sendiri dilakukan bila personel mampu melakukan penilaian terhadap proses dari hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi. Penilaian sendiri ditentukan oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, dan pengetahuan, serta sosio-demografis seperti suku dan pendidikan. Dengan demikian, tingkat kematangan personel dalam menilai hasil karya sendiri menjadi hal yang patut dipertimbangkan. b. Penilaian 360 derajat (360 Degree Assessment).
Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. bila penilaian kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri saja (Ilyas, 2001).
2.2 Penelitian Relevan
Beberapa penelitian terkait yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu adalah sebagai berikut:
Roslena Septiana, Ngadiman, dan Elvia Ivada (2013) dalam Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SMP Negeri Wonosari. Hasil penelitian yaitu (1) Kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru, (2) Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru, (3) Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SMP Negeri Wonosari.
Standardized Coefficients Beta memiliki nilai terbesar.
Guili Zhang, ect. (2011) dalam Using the Context, Input, Process, and Product Evaluation
Model (CIPP) as a Comprehensive Framework to
Guide the Planning, Implementation, and Assessment
of Service-learning Programs. Artikel ini membahas
tentang (1) eksplorasi akar teoritis evaluasi model CIPP dan aplikasinya, (2) melukiskan empat komponen, dan (3) analisis peran masing-masing komponen. Pada artikel ini sangat membantu dalam membimbing perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terahadap sebuah program. Tanpa bimbingan Konteks, Input, Process, dan Evaluasi Produk Model, pengawasan atau kegagalan dapat dengan mudah terjadi pada setiap bagian dari proses, yang serius dapat menghambat tujuan program dan mengurangi efektivitasnya.
2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 2.1. kerangka berpikir penelitian kepemimpinan KS dalam meningkatkan kinerja
guru SD Wates 01
ditunda digagalkan Ditindak
lanjuti