• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL J"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL JANTUNG

1. A. Konsep Dasar Penyakit 1. 1. Definisi

Gagal jantung adalah suatu keadaan yang serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output, curahjantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. Kadang orang salah mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.

1. 2. Epidemiologi

Prevalensi gagal jantung terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ada dua faktor utama yang memberi kontribusi terhadap peningkatan insidens gagal jantung pada beberapa dekade terakhir. Yang pertama, meningkatnya umur harapan hidup membuat proporsi

penduduk usia lanjut bertambah besar. Yang kedua, di era modern ini inovasi terapi membuat berbagai kasus kegawatan kardiovaskular dapat diselamatkan, namun menyisakan masalah berupa gangguan fungsi pompa jantung akibat rusaknya sebagian otot jantung. Meskipun berbagai pendekatan terapi gagal jantung meliputi terapi farmakologis, prosedur intervensi dan pembedahan telah banyak ditawarkan, kematian penderita gagal jantung masih sangat tinggi apabila penyebabnya tidak teratasi. Ketika diagnosa gagal jantung ditegakkan, maka dapat diramalkan berapa lamakah seseorang akan bertahan hidup. Telah dilaporkan, bahwa ketahanan hidup seorang penderita gagal jantung bahkan lebih buruk dari penderita kanker ganas. Pada tahun ketiga, hanya 24 persen penderita gagal jantung yang masih bertahan hidup.

1. 3. Penyebab

Penyebab dari gagal jantung adalah : - Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

(2)

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

- Hipertensi Sistemik / Pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.

- Peradangan dan Penyakit Miokardium

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

- Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.

- Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

1. 4. Patofisiologi

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/ pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan

meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhrinya terjadi gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan/ sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

1. 5. Klasifikasi Menurut derajat sakitnya:

(3)

2. Derajat 2: Ringan – aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka kluhan pun hilang

3. Derajat 3: Sedang – aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan

4. Derajat 4: Berat – tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas.

Menurut lokasi terjadinya : 1. Gagal jantung kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.

1. Gagal jantung kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.

1. 6. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi ialah :

- Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah. - Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata

- Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

1. 7. Gejala Klinis 1. Sesak napas 2. Merasa lelah

3. Tidak ada nafsu makan

4. Bengkak di pergelangan kaki, kaki, tungkai (kadang perut)

5. Batuk (yang semakin memburuk pada malam hari atau ketika berbaring) 6. Berat badan bertambah

7. Sering berkemih

8. Nyeri dada, angina akut/kronis 9. Nyeri abdomen kanan atas 10. Insomnia

(4)

- Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun alam keadaan berustirahat)

- Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi / stenosis katup.

- Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.

- Tekanan darah

- Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering berwarna biru/belang karena peningkatan kongesti vena

- Haluaran urine biasanya menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.

- Perubahan pada sensori.

1. 9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

1. EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung

2. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. 3. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung,

penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.

4. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.

5. 10. Diagnosis  Kriteria Mayor

- Dispnea nokturnal paroksismal/ortopnea - Peningkatan tekana vena jugularis - Ronki basah tidak nyaring

(5)

- Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O - Refluks hepatojugular

 Kriteria Minor

- Edema pergelangan kaki - Batuk malam hari - Dspneu d’effort - Hepatomegali - Efusi pleura

- Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum - Takikardi (> 120x/menit)

 Kriteria Mayor/Minor

- Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 3 hari setalh terapi

1. 11. Therapy

 Diuretik: Untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan  Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan

mengurangi beban kerja jantung

 Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang

 Digoksin: Memperkuat denyut dan daya pompa jantung 1. A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. 1. Pengkajian

Pengkajian Primer yang dilakukan meliputi : 2. Airway

Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan nafas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan nafas bersih . Dilakukan juga pengkajian adnya suara nafas tambahan seperti snooring.

3. b. Breathing

(6)

adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.

4. c. Circulation

Dilakukan pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.

5. Disability

Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

Pengkajian Sekunder yang dilakukan antara lain :

- Anamnesis dapat menggunakan pola AMPLE ( Alergi, Medikasi, Past Illness, last meal, environment.)

- Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dll.

Kumpulan data : a. Identitas

b. Riwayat Penyakit Sebalumnya c. Data Bio-psiko-sosial-spiritual 1.Aktivitas atau istirahat

(7)

Keadaan umum : kesadaran, bangun tubuh, postur tubuh, warna kulit, turgor kulit. Gejala kardinal:

- Suhu - Nadi

1. Frekwensi 2. Irama

3. Ciri denyutan - Tensi

- Respirasi

Analisa Data

- Data subyektif

4. § Pasien mengatakan mengalami keterbatasan beraktivitas terhadap diri sendiri atau orang lain

1. Pasien mengatakan kesulitan saat bernafas

2. Pasien mengatakan bahwa dadanya terasa sakit (nyeri) 3. Pasien mengatakan cepat lelah saat melakukan aktifitas - Data obyektif

 Pasien tampak sianosis

 Dispenea

 Pasien mengalami takikardia

2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan dispnu akibat oksigenasi yang tidak adekuat.

2. Aktivitas terganggu berhubungan dengan kelelahan akibat dispnu. 3. Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan pitting

edema.

4. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia & mual.

(8)

2. 3. Rencana Tindakan

D1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan dispnu akibat oksigenasi yang tidak adekuat.

Tujuan : Pasien dapat bernafas normal.

Tindakan/ intervensi Rasional

Mandiri :

Pantau pemasukan/ pengeluaran. Hitung keseimbangan cairan, catat kehilangan tak kasat mata. Timbang berat badan sesuai indikasi.

Evaluator langsung status cairan. Peubahan tiba-tiba pada berat badan dicurigai kehilangan/ retensi cairan.

Evaluasi turgor kulit,

kelembaban membran mukosa, adanya edema dependen/ umum.

Indikator langsung status cairan/ perbaikan ketidakseimbangan.

Pantau tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi,

pernafasan). Auskultasi bunyi nafas, catat adanya krekels.

Kekurangan cairan mungkin dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi, karena jantung mencoba untuk mempertahankan curah jantung. Kelebihan cairan/ terjadinya gagal mungkin dimanifestasikan oleh hipertesi, takikardi, takipnea, krekels, distres pernapasan.

Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat jadwal 24 jam dan rute yang digunakan. Pastikan minuman/ makanan yang disukai pasien.

Tergantung pada situasi, cairan dibatasi atau diberikan terus. Pemberian informasi melibatkan pasien pada pembuatan jadwal dengan kesukaan individu dan meningkatkan rasa terkontrol dan kerjasama dalam program.

Hilangkan tanda bahaya dan ketahui dari lingkungan. Berikan kebersihan mulut yang sering.

Dapat menurunkan rangsang muntah.

Anjurkan pasien untuk minum dan makan dengan perlahan

(9)

sesuai indikasi.

Kolaborasi :

Berikan cairan IV melalui alat kontrol.

Cairan dapat dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi, meskipun pembatasan cairan mungkin diperlukan bila pasien GJK.

Pemberian antiemetik, contoh proklorperazin maleat

(compazine), trimetobenzamid (tigan), sesuai indikasi.

Dapat membantu menurunkan mual/ muntah (bekerja pada sentral, daripada di gaster) meningkatkan pemasukan cairan/ makanan.

Pantau pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi, contoh Hb/Ht, BUN/ kreatinin, protein plasma, elektrolit.

Mengevaluasi status hidrasi, fungsi ginjal dan penyebab/ efek ketidakseimbangan.

D2. intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan akibat dispnu. Tujuan : Pasien dapat beraktifitas tanpa bantuan orang lain.

Tindakan/ intervensi Rasional

Mandiri :

Kaji respon pasien terhadap aktifitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit diatas frekuensi istirahat ; peningkatan TD yang nyata selama/ sesudah aktifitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg) ; dispnea atau nyeri dada;keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.

Menyebutkan parameter

membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stres aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang

berkaitan dengan tingkat aktifitas.

Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi, mis; menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi,

(10)

melakukan aktifitas dengan perlahan. antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/ perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Meberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

D4. Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan pitting edema. Tujuan : Edema pada pasien hilang.

Tindakan/ intervensi Rasional

Mandiri :

Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.

Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari) karena penurunan perfusi ginjal. Posisi telentang membantu diuresis; sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan pada malam/ selama tirah baring.

Pantau/ hitung keseimbangan

pemasukan dan pengeluaran selam 24 jam.

Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/ berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/ asites masih ada.

Buat jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila mungkin. Berikan perawatan mulut/ es batu sebagai bagian dari kebutuhan cairan.

Melibatkan pasien dalam program terapi dapat meningkatkan perasaan mengontrol dan kerja sama dalam pembatasan.

(11)

Sebaliknya, diuretik dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan/ perpindahan cairan dan kehilangan berat badan.

Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit, pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.

Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi/ tirah baring lama merupakan kumpulan stresor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat/ pencegahan.

Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/ bunyi tambahan, contoh krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk persisten.

Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri akut. Gejala pernapasan pada gagal jantung kanan (dispnea, batuk, ortopnea) dapat timbul lambat tetapi lebih sulit membaik.

D5. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia & mual.

Tujuan : Nafsu makan pasien meningkat, supan nutrisi pasien adekuat.

Tindakan/ intervensi Rasional

Mandiri :

Kajji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema serig kurus dengan perototan kurang.

(12)

hipoksemia.

Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.

Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan

muntah dengan peningkatan kesulitan napas.

Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.

Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan mamberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat

meningkatkan dispnea.

Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.

Suhu ekstrem dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme batuk.

Timbang berat badan sesuai indikasi.

Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan : penurunan berat badan dapat berlanjut, meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.

D6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pitting edema. Tujuan : Edema hilang, kulit pasien kembali normal.

Tindakan/ intervensi Rasional

Mandiri :

Ubah posisi sering ditempat tidur/ kursi, bantu latihan rentang gerak

(13)

pasif/ aktif. area yang mengganggu aliran darah.

Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan

kelembaban/ ekskresi.

Terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.

Periksa sepatu kesempitan/ sandal dan ubah sesuai dengan kebutuhan.

Edema dependent dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan risiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.

Hindari obat intramuskuler.

Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/ terjadinya infeksi.

Kolaborasi :

Berikan tekanan alternatif/ kasur, kulit domba, perlindungan siku/ tumit.

Menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki sirkulasi.

3. 4. Evaluasi

Diagnosa evaluasi

Gangguan pola nafas berhubungan dengan dispnu akibat oksigenasi yang tidak adekuat.

S : Pasien sudah tidak mengeluh sesak nafas lagi.

O : Nafas pasien mulai normal (RR 16-20 kali permenit).

A : Masalah teratasi. P :

-Intoleransi aktivitas berhubungan

(14)

(BAB & BAK sendiri).

O : Pasien sudah dapat beraktivitas kembali. A : Masalah teratasi

P :

-Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan pitting edema.

S : Pasien mengatakan edemanya sudah mulai mengempis.

O : Edema pada pasien sudah mulai hilang. A : Masalah teratasi

P :

-Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia & mual.

S : Pasien mengatakan sudah tidak mual lagi. O : Nafsu makan paien sudah mulai

meningkat, pemasukan nutrisi sudah adekuat. A : Masalah teratasi

P :

-Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pitting edema.

S : Pasien mengatakan elastisitas kulitnya sudah mulai membaik.

O : Edema pada pasien mulai hilang. A : Masalah tertasi

Referensi

Dokumen terkait

Menjadi perusahaan terkemuka di industri asuransi umum Indonesia dengan pangsa pasar yang profitable dan menjadi pelopor dalam memberikan solusi bagi nasabah, mitra dan

Tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh peta sebaran varietas tebu yang sesuai sifat kemasakan tebu (masak awal, masak tengah dan masak lambat) dengan tipologi lahan di

Ukuran atau statistik lain yang dapat kita hitung pada data adalah proporsi p.. Pada sampel acak berukuran 500 (keluarga) diperoleh informasi bahwa sejumlah 340 keluarga memiliki

Perlakuan transaksi capital lease oleh perusahaan yang tidak sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan terdapat pada pencatatan aktiva tetap, jumlah nilai

Kombinasi NSAID ketorolac dengan opioid tramadol digunakan sebanyak 2 pasien (0,85%), anestesi lokal bupivacaine digunakan sebanyak 1 pasien (0,43%), dan tidak

Lamanya masa inkubasi ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu dosis virus yang masuk ke dalam tubuh, jarak lokasi masuknya virus dengan sistem saraf pusat, dan

Studi ini dilaksanakan di Republik Indonesia antara bulan November 2001 hingga Maret 2004 oleh Tim Studi yang terdiri atas personil dari Pacific Consultants International dan

Keragaman pada komitmen profesional yang terkait erat dengan efikasi diri tercermin dari nilai koefesien determinasi (r2y.1) sebesar 0,728 yang dimaknai 72,8% keragaman pada