• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis lain DSN Syirkah Menurut Em

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jenis lain DSN Syirkah Menurut Em"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

NAMA : SITI AMALIA

NIM

: 201510170311086

KELAS : Akuntansi IV B

FATWA

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

NOMOR 91/DSN-MUI/IV/2014

TENTANG

PEMBIAYAAN SINDIKASI (

AL-TAMWIL AL-MASHRIFI AL-MUJAMMA‘

)

ِميِحّرلٱ ِن َٰم ْحّرلٱ ِ ّلٱ ِمْسِب

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :a. bahwa bisnis secara syariah semakin berkembang sehingga pebisnis meminta

agar fikih mumalah maliyah terkait bisnis supaya terus ditingkatkan fungsi dan perannya;

b. bahwa Lembaga Keuangan Syariah meminta fatwa untuk pengembangan produk

pembiayaan sindikasi berdasarkan syariah (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma');

c. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a dan huruf b, Dewan Syariah Nasional -

Majelis Ulama Indonesia memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang

pembiayaan sindikasi berdasarkan syariah (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma')

untuk dijadikan pedoman.

MEMUTUSKAN

Menetapka n

:FATWA TENTANG PEMBIAYAAN SINDIKASI (AL-TAMWIL AL-MASHRIFI AL-MUJAMMA')

Pertama :Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:

1. Pembiayaan Sindikasi (al-tamwil al-mashrifi al-mujamma') adalah akad antara

beberapa Lembaga Keuangan, baik antar sesama Lembaga Keuangan Syariah maupun antar Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional, dalam rangka membiayai proyek tertentu secara bersama-sama;

2. Entitas Sindikasi adalah kumpulan beberapa Lembaga Keuangan Syariah, atau

Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional, yang memberikan pembiayaan secara bersama kepada nasabah;

3. Akad Musyarakah adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor:

08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah;

4. Akad Musyarakah Mutanaqishah adalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa

DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah;

5. Akad Mudharabahadalah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor:

(2)

6. Akad Muzara'ahadalah akad kerjasama usaha pertanian antara pemilik lahan dan pengelola (penggarap), di mana benih tanaman berasal dari pemilik lahan; hasil pertanian dibagi antara pemilik dan penggarap sesuai nisbah yang disepakati;

7. Akad Musaqah adalah akad kerjasama antara pemilik lahan dan penggarap dalam rangka pemeliharaan tanaman agar tumbuh dan berbuah secara baik yang hasilnya dibagi antara pemilik dengan penggarap sesuai nisbah yang disepakati;

Kedua :Ketentuan Hukum

Pembiayaan Sindikasi antara sesama Lembaga Keuangan Syariah atau antara satu dan/atau sejumlah Lembaga Keuangan Syariah dengan satu dan/atau sejumlah Lembaga Keuangan

KonvensioanlBOLEH dilakukan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat

dalam Fatwa ini.

Ketiga :Ketentuan Akad antara Sesama Peserta Sindikasi

Akad antara sesama peserta sindikasi dapat berupa:

1. Akad Mudharabah; para peserta sebagai pihak yang menyertakan modal (shahibul

mal); dan pihak Leader (Mudharib) hanya menyertakan modal dalam bentuk keahlian/

keterampilan usaha, tidak ikut berpartisifasi dalam penyertaan modal (ra`sul mal);

2. Akad Musyarakah; peserta dan leader ikut berpartisifasi dalam pengumpulan

modal (ra`sul mal), dan di antara syarik ditunjuk (melalui kesepakatan)

sebagai leader; leader berhak memperoleh pendapatan/ penghasilan tambahan

dengan akad tersendiri karena kedudukannya sebagai pengelola;

Keempat :Ketentuan Akad antara Entitas Sindikasi dengan Nasabah

Akad antara Entitas Sindikasi dengan Nasabah dapat berupa:

1. Akad kerjasama usaha di mana semua pihak menyertakan modal usaha

(musyarakah tsabitah) atau akad kerjasama usaha di mana semua pihak menyertakan modal usaha dan modal Entitas Sindikasi dialihkan secara berangsur kepada nasabah

lain (musyarakah mutanaqishah);

2. Akad kerjasama usaha pertanian: a) muzara'ah, b) mukhabarah, c) mugharasah,

dan d) musaqah.

Kelima :Ketentuan terkait Rekening dan Dokumen Akad

1.

Dalam hal sindikasi dilakukan sesama Lembaga Keuangan Syariah, maka rekening,

dokumen kontrak serta dokumen-dokumen pendukung lainnyaBOLEH

diadministrasikan/disusun dalam satu dokumen;

2. Dalam hal sindikasi dilakukan antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga

(3)

Lembaga Keuangan Syariah tersendiri; dan dibuat pula dokumen khusus untuk Lembaga Keuangan Konvensional secara tersendiri.

Keenam :Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

FATWA

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang :a. bahwa dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga

keuangan syari’ah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain

dengan cara mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di

mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal,

sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan

keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak;

MEMUTUSKAN

Menetapkan:FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH)

Pertama :Ketentuan Pembiayaan:

1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada

pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %

kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan

ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).

4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama

dan sesuai dengan syari'ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

(4)

bukan piutang.

6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah

kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar

mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan

diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan

pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Kedua :Rukun dan Syarat Pembiayaan:

1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan

kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan

kontrak (akad).

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan

menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana

kepada mudharibuntuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:

a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan

dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada

mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4. Keuntungan mudharabahadalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari

modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya

untuk satu pihak.

b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan

(5)

berdasarkan kesepakatan.

c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan

pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal

yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan

penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian

rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu

keuntungan.

c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari'ah Islam dalam tindakannya

yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang

berlaku dalam aktifitas itu.

Ketiga :Ketentuan lain:

1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.

2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu'allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan

yang belum tentu terjadi.

3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad

ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian,

atau pelanggaran kesepakatan.

4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di

antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

FATWA

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimban g

:a. bahwa beberapa fatwa DSN yang memuat mudharabah, seperti Fatwa No.

(6)

Asuransi Syariah khususnya mengenai akad Tijarah (Mudharabah) belum memuat akad Mudharabah Musytarakah;

b. bahwa akad Mudharabah Musytarakah, yaitu salah satu bentuk akad Mudharabah di

mana pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi;

diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya serta dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak;

c. bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan

fatwa tentang Mudharabah Musytarakah untuk dijadikan pedoman.

MEMUTUSKAN

Menetapkan:FATWA TENTANG AKAD MUDHARABAH MUSYTARAKAH

Pertama :Ketentuan Umum

Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi tersebut.

Kedua :Ketentuan Hukum

Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh LKS, karena merupakan bagian dari hukum Mudharabah.

Ketiga :Ketentuan Akad

a. Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari

akad Mudharabah dan akad Musyarakah.

b. LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama

nasabah.

c. LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian

keuntungan berdasarkan porsi modal yang disertakan.

d. Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS

sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

e. Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai

dengan porsi modal yang disertakan.

Keempat :Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di

antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

FATWA

(7)

NOMOR 73/DSN-MUI/XI/2008

TENTANG

MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

ِميِحّرلٱ ِن َٰم ْحّرلٱ ِ ّلٱ ِمْسِب

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :a. bahwa pembiayaan musyarakah memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan

keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun resiko kerugian, sehingga dapat menjadi alternatif dalam proses kepemilikan aset (barang) atau modal;

b. bahwa kepemilikan aset (barang) atau modal sebagaimana dimaksud dalam butir

a dapat dilakukan dengan cara menggunakan akad musyarakah Mutanaqishah;

c. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah,

DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Musyarakah

Mutanaqishah untuk dijadikan pedoman.

MEMUTUSKAN

Menetapkan:FATWA MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

Pertama :Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :

1. Musyarakah Mutanaqishah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan

asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian

secara bertahap oleh pihak lainnya;

2. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah); 3. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang

bersifat musya’;

4. Musya’ (عاشم)adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.

Kedua :Ketentuan Hukum

Hukum Musyarakah Mutanaqishah adalah boleh.

Ketiga :Ketentuan Akad

1. Akad Musyarakah Mutanaqishah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’

(jual-beli).

2. Dalam Musyarakah Mutanaqishah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam

Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:

a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.

(8)

akad.

c. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, pihak pertama (salah satu syarik, LKS)

wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua

(syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya.

4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan.

5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS –sebagai syarik-- beralih

kepada syarik lainnya (nasabah).

Keempat :Ketentuan Khusus

1. Aset Musyarakah Mutanaqishah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain.

2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat

menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.

3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang

telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.

4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang

berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.

5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya

peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.

Kelima :Penutup

1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penelitian pada 70 sampel, didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan nilai fleksibilitas

Hambatan dan kendala yang dihadapi oleh pengusaha telur asin adalah cukup lamanya rentang waktu penerimaan hasil penjualan telur asin, karena sistem pembayaran hasil

Informasi pendidikan berisi tentang satuan pendidikan yang terdiri dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Luar Biasa, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah

Hal ini adalah kerana pihak UTHM berharap dengan membiayai perbelanjaan pelajar bagi menganjurkan program seperti program khidmat masyarakat pelajar dapat

Maka perempuan cenderung lebih memilih untuk meniti karir mereka dari pada menikah lebih muda, tak heran kita lihat di jaman sekarang banyak dari kaum wanita menempuh

Baterai cepat penuh setelah di charger namun setelah charger dilepas dari laptopbaterai cepat kosong atau laptop segera mati And Baterai tidak terdeteksi di laptop

Bentuk hubungan hukum para pihak dalam pemenuhan kewajiban penjaminan buy back guarantie adalah hubungan antara Bank dengan konsumen yang melakukan pembelian unit rumah dengan

Sebaran melintang suhu (Gambar 3a dan 4a) menunjukkan perairan dekat pantai (stasiun 4 dan 5) dan perairan selat (stasiun 2 dan 3) mempunyai sebaran suhu lebih