• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN AKTOR NON NEGARA DALAM MEMPERJUANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN AKTOR NON NEGARA DALAM MEMPERJUANG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN AKTOR NON-NEGARA DALAM MEMPERJUANGKAN HAK PERNIKAHAN DAN PERLINDUNGAN UNTUK PASANGAN SEJENIS DI

BELANDA

UAS Mata Kuliah Masyarakat Transnasional Oleh: Kartika Anjanie (1206336763)

1. Latar Belakang

Sifat dari hak asasi manusia (HAM) itu sendiri adalah bahwa mereka universal, tidak terpisahkan, saling bergantung, dan saling berhubungan. Hal tersebut menjelaskan bahwa semua hak asasi manusia harus diperlakukan secara adil dan cara yang sama, dan tidak hirarki dimana suatu hak dipandang lebih penting daripada yang lainnya. Tetapi sayangnya, HAM untuk LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender), seringkali terabaikan dan diskriminasi terhadap LGBT hampir terjadi di seluruh belahan dunia. HAM untuk LGBT menjadi isu yang penting untuk dibahas karena kompleksnya permasalahan yang terjadi. Perjuangan yang panjang dalam penegakan HAM untuk LGBT berupa pergerakan dan advokasi oleh aktor non-negara seperti NGO (Non-governmental organization), organisasi internasional, dan civil society yang akhirnya melahirkan perlindungan hukum dan kebijakan untuk LGBT di beberapa negara merupakan isu global yang harus diperhatikan oleh studi Hubungan Internasional. Menurut deklarasi HAM oleh Universal Declaration of Human Rights (UDHR) di artikel ke 16, pria dan wanita memiliki hak untuk menikah dan membentuk keluarga:

“Men and women of full age, without any limitation due to race, nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its dissolution.”

Dengan beberapa ukuran, 10 tahun terakhir dapat dianggap sebagai dekade untuk “Gay Rights”, atau hak-hak untuk gay, dengan negara-negara di dunia yang menaruh perhatian terhadap komunitas LGBT. Dimulai pertama kali di Belanda, pernikahan sejenis telah bermetamorfosis dari sebuah gagasan yang sering dicela, menjadi sebuah realistas yang legal, setidaknya di 10 negara di dunia. Walaupun begitu, homoseksual masih ilegal di hampir semua negara di Afrika dan negara-negara berumat Muslim, dengan beberapa hukuman kepada siapa saja yang terbukti melakukan tindak kriminal.1

(2)

Belanda memiliki kasus yang studi kasus yang unik mengenai apa artinya menggabungkan perubahan nilai terhadap kebebasan seksual seraya tetap mempertahankan rasa yang kuat terhadap budaya dan konteks nasional.2 Revolusi seksualitas yang terjadi pada tahun 1960-an dan 1970-an, memberikan efek yang cukup signifikan bagi masyarakat Belanda, menghasilkan mundurnya dominasi agama dan memikirkan ulang beberapa norma sosial.3

Negara Belanda merupakan negara pertama di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis pada tahun 2001. Sebelumnya, Belanda pun telah memberikan pendaftaran legal bagi pasangan yang hampir setara dengan pernikahan pada institusi. Perjuangan yang panjang dalam melegalkan pernikahan sejenis di Belanda dimulai pada tahun 1990-an. Pada awalnya, organisasi hak-hak gay di Belanda berusaha untuk membangun kesuksesan mengikuti negara tetangganya, Denmark, yang sudah berhasil memberlakukan undang-undang hukum

registered partnership di tahun 1989 dan berusaha untuk membuat pengakuan legal untuk pasangan sejenis.4

Pada awalnya registered partnership untuk pasangan sejenis di tahun 1989, masih banyak mengalami diskriminasi. Pernikahan sipil untuk pasangan sejenis diperkenalkan tahun 1996, dimana laporan resmi dipresentasikan sebagai laporan resmi pada Parlemen Belanda. Pemerintah mengakui permintaan untuk membuka pernikahan dan menunjuk panel baru yang berisikan para ahli (Komite Kortmann kedua), untuk menganalisis keinginan dan konsekuensi dari pernikahan sejenis.5 Akhirnya, pada tahun 2000, laporan resmi yang melegalkan pernikahan sejenis diperkenalkan pada Parlemen Belanda dan disetujui bulan September oleh Dewan Representatif dan bulan Desember oleh Senat (Merin, 2002). Pada 1 April 2001, Belanda menjadi negara pertama di dunia yang mengizinkan pasangan sejenis untuk menikah, memberikan mereka akses kepada institusi yang awalnya hanya tersedia untuk pasangan heteroseksual.6

Perjalanan dalam melegalkan pernikahan untuk pasangan sejenis di Belanda terbilang panjang dan tidak pasti. Tidak ada perombakan mendadak pada hukum pernikahan, tetapi terdapat perubahan kecil: dimulai pada tahun 1998, pasangan sejenis diberikan status

2 Jim Hoppe, Nongovernmental Organizations and Muslim Queer Communities in the Netherlands, hlm. 119. 3Ibid.

4 Mircea Trandafir, The effect of same-sex marriage laws on different-sex marriage: Evidence from the Netherlands, 2009, hlm. 3 – 4.

(3)

registered partnership. Sejak tahun 2001, pasangan sejenis sudah diizinkan untuk menikah. Beberapa peneliti berpendapat bahwa keberhasilan gerakan hak-hak gay di Belanda karena pendekatan langkah-langkah kecil yang diambil (Waaldijk, 2001).

NGO memainkan peranan penting dalam membangun komunitas gay dan lesbian. Salah satu NGO yang paling berperan dalam komunitas gay dan lesbian adalah The Cultuur en Ontspanningcentrum (Center for Culture and Leisure), atau disingkat COC, didirikan pada tahun 1946 dan merupakan NGO miliki Belanda tertua yang berfokus pada isu gay dan lesbian. Faktanya, mereka mendeklarasikan sebagai organisasi tertua di dunia yang menaruh perhatian terhadap isu gay dan lesbian. Akar dari organisasi queer semakin mendalam, dan kemungkinan COC memiliki dasar yang semakin kuat karena bergabung dalam The Scientific Humanitarian Committee (SHC). SHC didirikan pada tahun 1911 sebagai protes terhadap serangkaian undang-undang yang dirancang untuk menekan homoseksualitas. SHC berjalan sampai dengan Perang Dunia II dan pendudukan Nazi, dan kembali dibentuk sejalan dengan didirikannya COC seusai Perang Dunia II. Tahun 1964, COC diubah namanya menjadi

Nederlandse Vereniging voor Homofielen COC (Dutch Association for Homophiles COC),

memberikan transparansi yang lebih banyak terhadap perannya dalam organisasi.7

Tidak hanya COC yang berjuang untuk penghapusan diskriminasi terhadap LGBT, tetapi

interest groups berupa organisasi internasional seperti International Gay and Lesbian Archive

(IHLIA), Gay Union Through Sports (GUTS), ProGay (penyelenggara Gay Pride), turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah Belanda dalam melegalkan pernikahan sejenis dan memberikan hak-hak yang sama terhadap pasangan sejenis. Tidak hanya berkolaborasi dengan interest groups, aktor non-negara juga berkolaborasi dengan beberapa rekan seperti pemuka agama, gereja, masjid, kementerian, dan Pemerintah Belanda itu sendiri. Dapat dikatakan, masyarakat yang multikultur di Belanda, memudahkan pencapaian dalam melegalkan pernikahan untuk pasangan sejenis.

2. Permasalahan

Belanda merupakan negara pertama yang melegalkan pernikahan untuk pasangan sejenis di tahun 2001. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan negara tersebut dalam melegalkan pernikahan sejenis dikarenakan faktor masyarakat multikultur yang dimiliki oleh Belanda. Oleh karena masyarakat yang multikultur tersebut, Belanda dapat menghargai kebebasan dan

(4)

perbedaan seksual dari masyarakatnya. Tetapi, keberhasilan tersebut tidak terlepas dari peran yang diambil oleh aktor non-negara dalam mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Belanda, sekaligus menekan pemerintahnya dan menyuarakan hak-hak dari gay dan lesbian, salah satu hak yang mereka suarakan adalah permintaan melegalkan pernikahan untuk pasangan sejenis. Adapun pertanyaan penelitian yang diambil adalah:

1) Apa saja yang telah dilakukan aktor non-negara (organisasi, NGO, CSO) dalam memperjuangkan hak untuk menikah bagi pasangan sejenis di Belanda?

2) Selain hak menikah untuk pasangan sejenis, perlindungan apa saja yang diterima oleh pasangan sejenis di Belanda?

3. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian tentang Peran Aktor Non-Negara dalam Memperjuangkan Hak Pernikahan dan Perlindungan untuk Pasangan Sejenis di Belanda ini akan mengambil teori mengenai transnational advocacy networks oleh Margaret E. Keck dan Kathryn Sikkink dalam buku Activist beyond Borders.

Transnational advocacy networks sendiri memiliki pengertian: adanya saling interaksi antara negara dengan aktor non-negara dan dengan organisasi internasional. Interaksi ini terstruktur dalam hal jaringan, dan jaringan transnasional semakin meningkat di politik internasional. Beberapa melibatkan aktor ekonomi atau perusahaan. Beberapa melibatkan ilmuwan dan para ahli yang saling berbagi ide yang mendukung usaha mereka untuk mempengaruhi kebijakan.

Advocacy networks sangat penting secara transnasional dan juga domestik. Dengan membangun jaringan baru antar aktor di masyarakat sipil, negara, dan organisasi internasional, mereka memperbanyak akses ke sistem internasional. Seperti isu lingkungan dan HAM. Tujuan dari transnational advocacy networks adalah untuk merubah sikap dari negara dan organisasi internasional, mereka membentuk isu menarik perhatian masyarakat dan mendorong untuk bertindak. Mereka juga mempromosikan implementasi norma, dengan menekan aktor yang menjadi target untuk mengadopsi kebijakan yang baru dan memantau pemenuhan standar internasional.8

Tidak hanya teori transnational advocacy networks yang digunakan dalam penelitian ini, teori gay liberation miliki Annamarie Jagose dalam bukunya berjudul Queer Theory: An

(5)

Introduction. Filosofi gay liberation bertujuan untuk menjamin lebih dari toleransi terhadap homoseksual. Gay liberation berkomitmen untuk mentransformasi struktur dan nilai sosial menjadi lebih radikal dan luas. Gay liberation berupaya tidak hanya untuk pengakuan homoseksual sebagai identitas yang sah untuk populasi minoritas9, tetapi ‘membebaskan homoseksual di dalam diri setiap orang’ (Wittman, 1992: 341). Jagose (1996: 40) menambahkan, gay liberation buka membayangkan masa depan dimana setiap orang adalah homoseksual, tetapi gay liberation mengklaim bahwa homoseksual dapat menjadi potensial untuk membebaskan bentuk seksualitas yang tidak terstruktur dengan keterbatasan seks dan gender.

4. Pembahasan

Upaya aktor-aktor non-negara (organisasi, NGO, CSO) dalam memperjuangkan hak untuk menikah bagi pasangan sejenis di Belanda yang paling signifikan adalah COC, seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang. Selama tahun 1950-an dan 1960-an, COC memainkan peranan yang penting dalam membina penerimaan aktifitas dan kegiatan gay dan lesbian oleh populasi secara umum. Di tahun 1970-an, kota-kota besar mengadakan kegiatan sosial yang bersifat terbuka oleh gay dan lesbian. Pengakuan secara formal oleh Pemerintah Belanda tidak terjadi sampai dengan tahun 1974. Dengan pengakuan pemerintah, datang juga pendanaan untuk proyek dan akses ke dalam institusi pemerintah. Pemerintah Belanda mulai mengandalkan COC untuk mengumpulkan data dan nasihat tentang pemberian layanan untuk warga negara gay dan lesbian.10

Situs web COC mencatat empat ujung tombak dari usaha COC: young people and education, care for elders, the multicultural society, dan international solidarity. COC merupakan federasi yang terdiri dari 21 asosiasi lokal di Belanda. Cara kerja COC dapat dikatakan bekerja dengan cara inside-out: mereka mendukung koalisi dari kaum LGBT dan heteroseksual dan memberdayakan mereka untuk membuat perubahan dari dalam komunitas mereka sendiri atau organisasi. COC percaya bahwa kekuatan datang dari dalam dan lebih memiliki efek yang kuat dibandingkan pendekatan top-down. COC yakin bahwa mereka dapat menghasilkan lebih ketika kaum LGBT dan heteroseksual beraksi bersama-sama untuk memperjuangkan emansipasi, pengakuan sosial, dan penyamarataan hak. Selain itu, aktivis COC yang diberi nama Frontliners, memainkan pendekatan inside-out juga. Mereka adalah anak laki-laki dan perempuan yang beraksi di garis terdepan untuk proses pengakuan sosial

9 Annamarie Jagose, Queer Theory: An Introduction, 1996, hlm. 40.

(6)

terhadap kaum LGBT. Tidak hanya itu, COC merupakan bagian dari program ‘Bridging the Gaps – health and rights for key populations. COC berkolaborasi dengan Dutch AIDS Foundation, AFEW, GNP+ en Mainline dan didukung secara finansial oleh Kementerian Luar Negeri Belanda. Program ini menyediakan layanan kesehatan untuk pekerja seks, orang yang menggunakan NARKOBA dan menangani kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBT.11

COC diakui dalam mengatur seminar penting yang memberikan tantangan perspektif pernikahan bagi Pemerintah Belanda di tahun 1990, dan COC tetap terlibat dalam debat sampai serangkaian hukum menjamin hak pernikahan yang setara. COC terlibat aktif dalam berbagai isu, tetapi fokus utama terhadap koordinasi kegiatan, hubungan pemerintah, dan mempertahankan jaringan network yang kecil, tetapi aktif dan membuka kantor regional di kota-kota di Belanda.12

Sedangkan International Gay and Lesbian Archive (IHLIA) merupakan organisasi arsip dan perpustakaan LGBT pertama dan tertua di Amsterdam. IHLIA yang berlokasi di Amsterdam, Belanda, ini merupakan organisasi yang terdiri dari 150 juru arsip, pustakawan, kolektor museum dari Amerika Utara, Eropa, dan berbagai belahan dunia lainnya untuk membagi pengetahuan dan memulai proses kerjasama dari visi dan misi IHLIA. Visi dari IHLIA sendiri adalah kolaborasi antara organisasi warisan budaya lokal dan nasional yang berupaya untuk membuat sejarah dari masyarakat LGBT dapat terlihat dan dapat diakses oleh semua orang. Visi mereka adalah pada tahun 2020, warisan dari individu LGBT dan komunitas LGBT dapat dikumpulkan dan diberi pengakuan oleh Eropa dan dunia sebagai warisan budaya dari masyarakat. Sedangkan misi dari IHLIA adalah untuk membuat program di tahun 2012, program tersebut berdurasi tiga hari yang dihadari oleh stakeholders. Acara tersebut intinya adalah konsolidasi wawasan dalam kearsipan sebagai alat untuk membangun masyarakat yang bebas dan demokratis dan membuat sejarah LGBT dapat diakses oleh semua orang.13

Selain itu, terdapat pula dua organisasi internasional yang berperan dalam perjuangan penghapusan diskriminasi terhadap LGBT dan juga menyuarakan hak-hak mereka. Organisasi internasional ini sekaligus menjadi gerakan global yang mempromosikan HAM dan melawan ketidakadilan, gerakan tersebut bernama Amnesty International (AI) dan

11http://www.coc.nl/engels

12Ibid.

(7)

International Gay & Lesbian Human Rights Commission (IGLHRC). AI merupakan organisasi HAM terbesar di dunia. Dengan mengusung prinsip yang diberikan oleh UN berupa Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Upaya AI dalam pergerakan LGBT salah satunya adalah merayakan ‘LGBT Pride’ di bulan Juni, LGBT Pride merupakan selebrasi komunitas LGBT untuk mendorong dukungan untuk kasus LGBT dan persamaan HAM untuk LGBT. AI juga memiliki gerakan bernama ‘Decriminalizing Homosexuality’, yang merupakan sebuah langkah maju untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM dari lesbian, gay, biseksual, pernikahan sejenis, dan transgender.14 Selain itu IGLHRC juga memiliki peranan penting dalam pergerakan LGBT, mereka merupakan organisasi internasional yang berdedikasi untuk advokasi HAM yang mewakili orang-orang yang pernah mengalami diskriminasi atau pelecehan yang berdasarkan orientasi seksual, identitas gender atau ekspresi.15

Lalu apa yang menyebabkan urgensi hubungan komunitas gay dan lesbian menjadi urgensi pembentukan keluarga bagi gay dan lesbian? John D’Emilio (2007: 49) menyebutkan, hal tersebut didukung oleh beberapa isu yang berkontribusi bagi reorientasi tersebut. Isu yang paling menonjol adalah epidemi AIDS yang meredefinisikan pentingnya sebuah keluarga untuk pria gay. Sejumlah organisasi didirikan untuk membantu pengidap AIDS seperti the National Latino Lesbian and Gay Organization yang dibentuk tahun 1985 dan the National Black Lesbian and Gay Leadership Forum yang didirikan tahun 1987 menjadi dasar dari pergerakan ini. Pada akhir tahun 1980an, pergerakan ini telah tersebar secara nasional. Untuk gay dan lesbian, sebuah keluarga merupakan sumber yang dibutuhkan, sebagai keberlangsungan hidup. D’Emilio menambahkan, ketika pergerakan tersebut sudah muncul dimana-mana, gay dan lesbian pun sudah menunjukkan identitas seksual mereka kepada keluarga dan teman, dan mereka mempertanyakan: mengapa mereka tidak dapat menikah, seperti teman-teman mereka lainnya yang heteroseksual?

Salah satu bentuk pergerakan gay dan lesbian datang dari the National Center for Lesbian Rights, dimana pasangan lesbian yang membesarkan anak dihadapi sebuah masalah. Orangtua non-biologis tidak memiliki perangkat hukum yang legal sebagai orangtua, karena tidak ada hukum di negara bagian atau pengadilan yang mengakui orangtua dari anak sebagai dua individu yang sejenis. Lalu pengacara dari the National Center for Lesbian Rights membuat gagasan untuk membentuk “second parent adoption,” dan setelah itu pasangan

14http://www.amnestyusa.org/our-work/issues/lgbt-rights/marriage-equality

(8)

lesbian mengajukan petisi kepada pengadilan di seluruh negara bagian untuk memberikan hak mereka sebagai orangtua bagi anak. Pada awal tahun 1980an, gay dan lesbian sedikit menerima pengakuan dengan adanya konsep “domestic partnership” dalam pengakuan secara legal. Pada akhir tahun 1980-an, mobilisasi komunitas membentuk konsep dari keluarga. Contohnya, the National Gay and Lesbian Task Force (NGLTF) membuat Family Project. Lalu terdapat organisasi yang dibentuk tahun 1990, bernama COLAGE (Children of Lesbians and Gays Everywhere) yang menaruh perhatian pada anak-anak yang dibesarkan oleh pasangan gay. Anggota di organisasi tersebut tidak hanya menjadi support group, tetapi juga sebagai organisasi advokasi yang berkampanye untuk mendapat perlakuan adil untuk keluarga gay dan lesbian.16

Ternyata, Belanda juga memberikan kontribusi penting kepada European Union (EU) dalam pengakuan orang gay dan transgender dan membawa mereka dalam penghapusan kriminalitas terhadap homoseksual. EU setuju dalam hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual, orientasi seksual dan identitas gender. The European network yang bernama

National Focal Points yang bergerak pada penyamarataan hak dari program LGBT, merupakan sebuah inisiatif Belanda. Di dalam jaringan tersebut, Belanda menaruh perhatian dan pengakuan terhadap pernikahan sejenis, dan juga menaruh perhatian spesial terhadap hak dan keamanan gay dan transgender di Eropa dan mendorong mereka untuk membagi pengalaman tentang menghadapi kekerasan yang ditujukan terhadap orang-orang LGBT. Belanda akan secara aktif mendorong Eropa untuk bertukar informasi dalam masalah kekerasan terhadap homoseksual antara kekuatan polisi dan pergerakan LGBT (ILGA-Europe project).17

Belanda menjadi negara terdepan dalam pernikahan sejenis sekaligus menjadi negara yang menjunjung tinggi emansipasi gay. Dokumen yang berjudul “Just being gay: lesbian and gay emancipation 2008-2011,” diterbitkan oleh Pemerintah Belanda dan bertujuan untuk memperbaiki skil sosial, toleransi, dan kemampuan untuk mendiskusikan seksualitas dan homoseksual, dengan membangun beberapa cara melalui kebijakan. Di dalam dokumen yang berjudul “Outlines of emancipation: women and gay emacipation 2011-2015” yang diterbitkan tahun 2011 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Keilmuan Belanda, menggarisbawahi pendekatan komprehensif dan konsep keamanan yang jelas sebagai poin

16 John D’Emilio, ‘Will The Courts Set Us Free’, dalam The Politics of Same-Sex Marriage, 2007, hlm. 51 – 52.

(9)

utama. Di tahun 2015, Pemerintah Belanda bertujuan menjadi pemimpin dunia di dalam permasalahan pengakuan sosial dan legal terhadap homoseksual dan transgender. Pemerintah yang sekarang percaya bahwa Belanda telah menjadi contoh bagi negara-negara di Eropa dan negara-negara lainnya karena secara aktif berupaya melobi untuk penyamarataan hak dan perlakuan dan pengakuan dalam pernikahan sejenis. Sungguh luar biasa, di dalam memorandum tersebut, Pemerintah Belanda berupaya untuk, “mengizinkan pasangan homoseksual untuk berjalan di jalan raya sambil berpegangan tangan dan memastikan anak-anak muda dapat melihatnya.” Pemerintah Belanda telah mengidentifikasi enam poin tindakan yang mereka lakukan18:

1. Pemerintah Belanda mendukung emansipasi.

2. Hak yang setara untuk homoseksual dan transgender. 3. Keamanan untuk homoseksual, transgender dan wanita. 4. Pengakuan sosial untuk gay dan wanita.

5. Partisipasi dari pekerja wanita. 6. Emansipasi internasional.

Interaksi antar aktor non-negara seperti organisasi internasional, NGO, dan CSO dengan Pemerintah Belanda dan pengadilan, menghasilkan jaringan internasional yang dapat mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam hal melegalkan pernikahan sejenis. Aktor non-negara yang terlibat dalam perjuangan pernikahan sejenis di Belanda sudah memainkan transnational advocacy networks. Hal tersebut dapat terlihat dari perubahan sikap dari negara dan organisasi internasional, mereka membentuk isu dalam menarik perhatian masyarakat dan mendorong masyarakat untuk bertindak. Mereka menekan pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang anti-diskriminasi terhadap LGBT dan mengajukan permohonan untuk melegalkan pernikahan sejenis, dan hal itu berhasil Belanda. Bahkan EU mendukung dan mengadopsi perundang-undangan yang dibuat oleh Belanda dan mengatakan bahwa Belanda merupakan contoh yang baik dalam pelaksanaan anti-diskriminasi terhadap LGBT dan sekaligus menjadi negara pertama yang melegaklan pernikahan sejenis.

5. Kesimpulan

Dapat dikatakan, Belanda telah menjadi pionir dan contoh bagi negara-negara di Eropa dan negara-negara lainnya untuk menjunjung tinggi HAM yang dimiliki setiap individu dan tetap menjaga warisan budaya mereka. Faktor-faktor keberhasilan Belanda dalam melegalkan

(10)

pernikahan bagi pasangan sejenis di tahun 2001 salah satunya adalah masyarakat Belanda yang multikultur, tidak hanya itu, pemahaman dan toleransi yang baik antar masyarakatnya memudahkan mereka untuk membantu aktor non-negara dalam perjuangannya menyuarakan hak menikah untuk pasangan sejenis.

Hasil dari keberhasilan mereka diapresiasi oleh EU, dan boleh dikatakan, ideologi Belanda dalam menjunjung tinggi HAM setiap warga negara nya menginspirasi negara-negara lain seperti Amerika Serikat yang masih berjuang untuk melegalkan pernikahan sejenis di berbagai negara bagian, walaupun di beberapa negara bagian, Amerika Serikat telah berhasil melegalkan pernikahan sejenis.

Perlindungan hukum terhadap LGBT dan upaya untuk menghapus diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan yang dialami oleh LGBT terus-menerus dilakukan oleh Belanda. Belanda pun bekerjasama dengan EU dan organisasi internasional dan NGO seperti CCO. Mereka sama-sama saling membutuhkan dan bertukar informasi.

Hubungan yang terjalin antar negara, institusi seperti EU, dan aktor-non negara pada perjuangan hak menikah bagi pasangan sejenis dan perlindungan bagi LGBT merupakan hasil dari jaringan yang dibangun oleh aktor non-negara. Terbukti teori transnational advocacy networks berhasil dijalankan oleh Belanda, dengan aktor non-negara sebagai pemicunya. Mereka dapat merubah perspektif negara dalam memandang homoseksual dan LGBT, memberikan advokasi, dan juga mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan dan implementasi norma.

DAFTAR PUSTAKA Literatur:

European Union. ‘Rights Against Intolerance Building an Open-Minded World’, dalam

The European Union’s Fundamental Rights and Citizenship Programme.

(11)

Jagose, Annamarie. 1996. Queer Theory: An Introduction. New York: New York University Press.

Karaim, Reed. 2011. ‘Gay Rights: Has The Movement’s Succes Sparked A Backlash?’, dalam CQ Global Research Volume 5, Number 5.

Keck, Margaret E. dan Kathryn Sikkink. 1998. Activist beyond Borders. New York: Cornell University Press.

Merin, Yuval. 2002. Equality for Same-Sex Couples. Chicago: University of Chicago Press.

Trandafir, Mircea. 2009. The Effect of Same-sex Marriage Laws on Different-Sex Marriage: Evidence from the Netherlands. Universite de Sherbrooke and GREDI.

Waaldijk, Kees. 2001. ‘Small change: How the road to same-sex marriage got paved in the Netherlands,’ dalam Robert Wintemute and Mads Andenaes, eds., Legal Recognition of Same-Sex Partnerships: A Study of National, European and International Law, chap. 23, 437-64, Oxford: Hart Publishing.

Wittman, Carl. 1992. ‘A Gay Manifesto’, dalam Jay and Young, eds., Out of the Closets.

Sumber Internet

http://www.amnestyusa.org/our-work/issues/lgbt-rights/marriage-equality, diakses 15 Desember 2013.

http://www.coc.nl/engels, diakses 15 Desember 2013.

http://www.ihlia.nl/english/english/english_home/LGBT%20ALMS %202012%20Conference/Information, diakses 15 Desember 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melakukan jangkauan perubahan maka kebijakan ditentukan dari tahapan implementasinya, hal ini tidak luput dari timbulnya berbagai problem-problem yang justru

Faktor dominan yang berhubungan dengan obesitas dalam penelitian ini adalah asupan serat dengan Odds ratio (OR) dari variabel asupan serat adalah 4,346, artinya

Pada waring mesh size 3 mm, di awal masa peme- liharaan tidak terjadi peningkatan pertumbuhan yang signifikan, namun pada minggu ketiga terjadi per- tambahan panjang

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross- sectional .Sampel adalah 96 pasien pneumonia komunitas dewasa yang berobat di RSUP Dr. Data

Menurut (Kozier, 2004) perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1) membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya,

Bagi Penyedia Jasa atau Pemilik Kapal yang sedang menjalani pemeriksaan oleh instansi yang terkait, antara lain pihak kepolisian, TNI, Bea Cukai, Perpajakan, atas dugaan perbuatan

Untuk Proses pembuatan Elastomeric Bearing Pads Tipe Laminasi Ukuran Plat tidak kurang dari 1,88 mm (0,074 inci) .Plat yang memisahkan lapisan Karet akan sepenuhnya terikat ke

Praktik Pengalaman Lapangan yang selanjutnya di sebut PPL adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa, sebagai pelatihan untuk menerapkan