• Tidak ada hasil yang ditemukan

perencanaan jalan (2) . pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perencanaan jalan (2) . pdf"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Jadi tujuan perencanaan jalan raya adalah menghasilkan insfrasruktur yang aman, efesiensi pelayanan lalu lintas dan memaksimalkan rasio tingkat pelayanan /biaya pelaksanan. Ruang bentuk dan ukuran dikatakan baik, jika dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi pemakai jalan. Yang menjadi dasar perencanan jalan adalah sifat gerak, ukuran kendaraan dan karakteristik arus lalu lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencanaan sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan diharapkan.

1.1. Pengenalan Jalan Raya

Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan untuk melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Arti lintasan adalah menyangkut jalur tanah yang diperkeras atau jalur tanah tanpa perkerasan. Sedangkan arti lalu lintas adalah menyangkut semua benda dan makhluk yang melewati jalan tersebut, baik kendaraan bermotor, tak bermotor seperti sepeda, manusia ataupun hewan.

Jalan raya sebagai sarana pembangunan dan membantu perkembangan wilayah adalah sangat penting sekali.

Karena itu lalu lintas di jalan raya dilakukan secara lancar dan aman sehingga pengangkutan berjalan lancar, cepat, tepat, aman, efisien dan ekonomis. Untuk itu jalan raya harus memenuhi syarat-syarat teknis dan ekonomis menurut fungsi, volume dan sifat-sifat lalu lintas.

1.2. Klasifikasi Jalan Raya

Dari sejarah, jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Sesuai pelayanan yang didasarkan atas :

 Prasarana sosial dan ekonomis (jalan ekonomis)  Prasarana politik dan militer (jalan strategi) b. Sesuai dengan pengawasan seperti :

 Jalan desa, yang meliputi semua jalan di desa.

 Jalan kabupaten atau kotamadya, yang meliputi semua jalan di kabupaten dan kotamadya.  Jalan propinsi, selain melayani lalu lintas dalam propinsi, juga berfungsi menghubungkan dengan propinsi lainnya.

 Jalan negara, berfungsi menghubungkan ibukota-ibukota propinsi.

Semua jalan tersebut dibiayai oleh pemerintah setempat (DATI I/DATI II) kecuali jalan negara yang dibiayai oleh Departemen Pekerjaan Umum (Direktorat Jenderal Bina Marga).

Klasifikasi jalan berdasarkan Undang-Undang :  Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas Lama

Klasifikasi jalan didasarkan pada tekanan gandar belakang yang menyatakan berat total kendaraan yakni berat kendaraan termasuk muatannya.

(2)

 Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas Baru

Sesuai dengan Pengaturan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 dari Direktorat Eksplorasi, Survey dan Perencanaan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, maka jalan dibagi dalam kelas-kelas yang berdasarkan :

a. Fungsi jalan, mencakup tiga golongan penting, yakni :

Jalan utama, yaitu jalan raya yang melayani lalu lintas berfrekwensi tinggi antara kota-kota

penting sehingga harus direncanakan untuk dapat melayani lalu lintas yang cepat dan berat. Jalan sekunder, yaitu jalan raya yang melayani lalu lintas berfrekwensi cukup tinggi antara

kota-kota penting dan kota-kota kecil serta sekitarnya.

Jalan penghubung, yakni jalan untuk keperluan aktifitas daerah yang juga dipakai sebagai

penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau berlainan. b. Volume dan sifat-sifat lalu lintas

Dalam proses pembuatan jalan baru atau peningkatan jalan lama, dibutuhkan suatu perencanaan yang matang, yang disusun berdasarkan perhitungan lalu lintas untuk lokasi jalan tersebut. Hasil perkiraan ini akan diproyeksikan untuk tahun rencana yang nantinya dinyatakan sebagai volume lalu lintas rencana.

Volume Lalu Lintas Rencana (VLLR) dari lalu lintas menyatakan jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan. Untuk ini diperlukan penyelidikan lapangan 24 jam selama satu tahun dengan mencatat setiap jenis kendaraan bermotor dan kendaraan fisik yang melewati jalan tersebut. Jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun dinyatakan sebagai lalu lintas rata-rata (LHR).

LHR = Jumlah lalu lintas dalam satu tahun Jumlah hari dalam satu tahun

Karena pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, lambat, berat, ringan dan kendaraan tak bermotor atau kendaraan fisik, maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan (jumlah kendaraan maksimum yang melewati satu titik/tempat dalam satu satuan waktu) mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengekivalenkan terhadap kendaraan penumpang sebagai kendaraan yang dinyatakan dengan faktor ekivalen (FE) = 1.

Maka dengan demikian satuan LHR adalah dengan satuan mobil penumpang (smp) atau Passenger Car Unit (PCU). Faktor ekivalen tersebut diterapkan sesuai dengan kondisi medan, sehingga didapatkan smp ekivalen.

Sepeda motor, sedan, jeep dan station wagon Pick up, bis ukuran kecil, truk ringan

(3)

Dalam menghitung VLLR, kendaraan tak bermotor seperti sepeda, becak dan lain sebagainya, tidak diperhitungkan sebab pengoperasiannya jauh berbeda bila dibandingkan dengan kendaraan bermotor dan pengaruhnya atas lalu lintas kendaraan bermotor berubah tergantung volume lalu lintas kendaraan bermotor itu sendiri.

Faktor-faktor pokok pada klasifikasi jalan raya adalah volume lalu lintas rencana, fungsi jalan raya dan kondisi medannya. Penentuan lebar daerah manfaat jalan, alinyemen dan standar lainnya, mengikuti volume lalu lintas rencana, sedangkan penentuan kelas-kelas standar jalan akan mengikuti fungsinya.

Berikut ini adalah Peraturan Pemerintah No. 26/1985, tentang kecepatan rencana minimum dan lebar badan jalan minimum menurut fungsi jalan :

 Untuk jalan arteri, kecepatan rencananya 60 km/jam, dan lebar badan jalan 8m.  Untuk jalan kolektor, kecepatan rencananya 40 km/jam, dan lebar badan jalan 7m.  Untuk jalan lokal, kecepatan rencananya 20 km/jam, dan lebar badan jalan 6m. Tabel berikut menunjukkan pengelompokan jalan raya serta pengetrapan kelas standar:

Keterangan :

VLR = Volume Lalu Lintas Rencana (smp/hr) D = Datar

B = Bukit

G = Gunung

1.3. Kapasitas Jalan Raya

Kapasitas suatu jalan berarti kemampuan jalan menerima lalu lintas. Jadi kapasitas menyatakan jumlah kendaraan maksimum yang melalui satu titik (satu tempat) dalam satu satuan waktu.

Kapasitas dibagi dalam 3 golongan :

a. Kapasitas dasar (kapasitas ideal) yaitu kapasitas jalan dalam kondisi yang ideal yang meliputi :  Lalu lintas mempunyai ukuran standar

 Lebar perkerasan ideal 3,6 m

 Lebar bahu 1,8 m dan tak ada penghalang  Jumlah tikungan dan tanjakan

(4)

b. Kapasitas rencana (design capassity) yaitu kapasitas jalan untuk perencanaan yang dinyatakan dengan jumlah kendaraan yang melalui suatu tempat dalam satu satuan waktu (jam).

c. Kapasitas mungkin (possible capassity) yaitu jumlah kendaraan yang melalui satu titik atau tempat dalam satu satuan waktu dengan memperhatikan kecepatan ataupun perlambatan yang terjadi pada jalan tersebut.

Elemen dari perencanaan Geometrik jalan raya adalah:

• Alinemen horizontal/trase jalan, terutama di titik beratkan pada perencanaan sumbu jalan. Pada gambar

tersebut akan terlihatkan apakah jalan tersebut jalan lurus, garis menikung kekiri, atau menikung kekanan. Sumbu jalan terdiri dari rangkaian garis lurus, lengkung berbentuk lingkaran dan berbentuk lenkung peralihan. Perencanaan geometrik jalan menfokuskan pilihan letak dan panjang dari bagian-bagian jalan, sesuai dengan kondisi medan sehinga terpenuhi kebutuhan akan pengoperasian lalu lintas dan keamanan (ditinjau dari jarak pandang pengemudi kendaraan ditikungan).

• Alinemen Vertikal / penampang menmanjang jalan.

Pada gambar akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa kelandaian, mendaki atau menurun, pada perencanaan alinemen vertikal ini di pertimbangkan bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai kondisi medan dengan menperhatikan sifat operasi kendaraan, keamanan jarak pandang dan fungsi jalan. Pemilihan alinemen Vertikal, berkaitan dengan pekerjaan tanah yang mungkin timbul akibat adanya galian dan timbunan yang harus di lakukan.

Kondisi yang baik antara alinemen vertikal dan horinzontal memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan. Perencanaan ini diharapkan dapat miningkatkan umur pada konstruksi jalan tersebut. Selain itu dari segi ekonomis diharapkan dapat menguntungkan.

Ada beberapa istilah dalam penampang melintang jalan :

 Daerah Milik Jalan (Damija) adalah seluruh daerah manfaat jalan berikut jalur tertentu di luar daerah manfaat jalan tersebut yang ditujukan untuk memenuhi kondisi ruang bagi pemanfaat jalan.

(5)

 Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja), ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan pengendara bermotor dan untuk konstruksi jalan, jika ruang daerah milik jalan tidak mencukupi.

BAB II

DATA PERENCANAAN

2.1 LHR Awal Umur Rencana

Mobil penumpang : 400 = 400 SMP/ hari/2 arah

Bus : 200 = 200 SMP/ hari/2 arah

Truk 2 As : 80 = 80 SMP/ hari/2 arah

Truk 3 As : 20 = 20 SMP/ hari/2 arah

Truk 5 As : 4 = 4 SMP/ hari/2 arah

LHR Awal Umur Rencana = 704 SMP/ hari/2 arah 2.2 LHR akhir umur rencana

Mobil penumpang : ( 1 + 0.07 )10x 400 = 786.80 SMP/hari/2 arah Bus : ( 1 + 0.07 )10x 200 = 393.43 SMP/hari/2 arah Truk 2 As : ( 1 + 0.07 )10x 80 = 157.37 SMP/hari/2 arah Truk 3 As : ( 1 + 0.07 )10x 20 = 39.34 SMP/hari/2 arah Truk 5 As : ( 1 + 0.07 )10x 4 = 7 SMP/hari/2 arah LHR akhir Umur Rencana = 1384 SMP/hari/2 arah

Untuk menentukan kelas jalan maka :

LHR Awal Umur Rencana + LHR akhir Umur Rencana 2

=

= 1044 SMP/hari/2 arah

(6)

BAB III

ALINEMEN HORIZONTAL

3.3. Pengertian Umum

Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang peta. Alinyemen horizontal merupakan trase jalan yang terdiri dari :

Garis lurus, merupakan bagian jalan yang lurus.

 Lengkungan horizontal yang disebut dengan tikungan, bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal, karena suatu benda yang bergerak dengan lintasan berbentuk lengkungan akan menerima gaya sentrifugal yang akan melemparkan kendaraan kearah luar lengkungan.

Maka pada perencanaan tikungan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan, perlu pertimbangan hal–hal sbb :

Lengkung peralihan

Tabel 3.1. Koordinat Pada Jalur Rencana

(7)

d total = d1+ d2+ d3+ d4+ d5

= 350 + 200 + 180 + 570 + 700 = 2000 m

(8)

Maka:

Δ I = α PIA – α PI1PI2 = 88°21’ 46.8”-87º 8’ 16.8” = 1o13’ 33.6”

Δ II = α PI2–PI– α PI2–PI3 = 88° 24’ 32.4”– 87º 8’ 16.8” = 1o16’ 15.6”

Δ III = α PI2–PI– α PIB = 91o0’ 18”– 88° 24’ 32.4” = 2o34’ 10.56” Δ IV = α PI2–PI– α PIB = 91o0’ 18”–90o24’ 32.4”

(9)

BAB IV

PERENCANAAN ALINEMEM HORIZONTAL

4.1 Bentuk–Bentuk Tikungan Tikungan dapat dibagi atas tiga jenis : Tikungan Circle (Full Circle)

Gambar Tikungan Full Circle

Bentuk tikungan Spiral Circle Spiral

Adapun jari-jari yang diambil untuk tikungan SCS haruslah sesuai dengan kecepatan rencana dan tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang melebihi harga maksimum yang ditetapkan yaitu : Kemiringan maximum jalan antar kota = 0,10

Jari-jari minimum untuk setiap kendaraan atau kecepatan rencana (pada tabel) yang ditentukan berdasarkan: Kemiringan maximum

Koefisien gesekan melintang maksimum

Gambar Tikungan Spiral Circle Spiral

Bentuk Tikungan Spiral–Spiral

(10)

Gambar tikungan spiral–spiral

4.2 Rencana lengkung 4.1.1 Lengkung PI1

Rencana lengkungan PI1 - Kelas jalan rencana IIA - Medan perbukitan (B)

- Kecepatan rencana V = 70 km/jam

- e maksimum = 10 % - Δ 1= 1o13’ 33.6”

- Jenis tikungan di coba : Spiral–Circle–Spiral (SCS)

- R rencana = 350 m → dari tebal 4.7 (Metode Bina Marga) hal: 113; Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik jalan, Silvia Sukirman didapat:

- e = 0,080 - Ls = 50 Maka :

Dari table Joseph Bernett untuk Ls = 50 m dan R rec = 350 maka di dapat :

(11)

TS = (R+P) .tg. ½ Δ + K

= (350 + 0.2975) tg. ½ 1o13’ 33.6”+ 24.9955 = 28.743 m

ES = (R+P) .sec. ½ Δ - R

= (350 + 0.2975) sec. ½ 1o13’ 33.6”- 350 = 0.378 m

Kontrol : 2 TS > LC

2 x 28.743 > 42.51 57.484 > 42.51→ OK

4.1.2. Lengkung PI2 Rencana Lengkungan PI2 - Kelas jalan rencana IIA - Medan perbukitan

- Kecepatan rencana V = 70 km/jam - e maksimum = 10 %

- Δ 1= 1o16’ 15.6”

- Jenis tikungan di coba : Spiral–Circle–Spiral (SCS)

- R rencana = 240 m→ dari tebal 4.7 (Metode Bina Marga) di dapat: - e = 0,080

- Ls = 50 Maka :

Dari table joseph bernett untuk Ls = 50 m dan R rec = 240 maka di dapat :

(12)

TS = (R+P) .tg. ½ Δ + K

= (240 + 0.4340) tg. ½ 1o16’ 15.6”+ 24.9910 = 27.658 m

ES = (R+P) .sec. ½ Δ - R

= (240 + 0.4340) sec. ½ 1o16’ 15.6”- 240 = 0.449 m

Kontrol : 2 TS > LC

2 x 27.658 > 46.676 55.316 > 46.676→ OK

4.1.3. Lengkung PI3 Rencana Lengkungan PI3 - Kelas jalan rencana IIA - Medan perbukitan

- Kecepatan rencana V = 70 km/jam - e maksimum = 10 %

- Δ 1= 2o34’ 10.56”

- Jenis tikungan di coba : Spiral–Spiral (SS)

- R rencana = 200 m→ dari tebal 4.7 (Metode Bina Marga) di dapat: - e = 0,080

- Ls min = 50 m Maka :

Dari table joseph bernett untuk Ls = 50 m dan θ s = 1.285 maka di dapat :

(13)

P = P*.Ls

P = 0.0014544*.8.970 = 0.013

K = K*.Ls

K = 0.4999987*.8.970 = 4.485

TS = (R+P) .tg. ½ Δ + K

= (200 + 0.013) tg. ½ 2o34’ 10.56”+ 4.485

= 8.971 m

ES = (R+P) .sec. ½ Δ - R

= (200 + 0.013) sec. ½ 2o34’ 10.56”- 200 = 0.064 m

4.1.4. Lengkung PI4

Rencana lengkungan PI4 - Kelas jalan rencana IIA

- Kecepatan rencana V = 70 km/jam - e maksimum = 10 %

- Δ 1= 2o0’ 0”

- Jenis tikungan di coba : Full–Circle (FC)

- VR= 70 Km/Jam→ maka dari tabel joseph bernett diperoleh R > 700m:dan R rec = 950 m

T = R.tg. ½ Δ

= 950 tg. ½ 2o0’ 0” = 16.582 m

E = T tg. ¼Δ

= 16.582 tg. ¼ 2o0’ 0” = 0.1447 m

Ls = 0.01745.Δ .R = 0.01745 x 2o0’ 0” x 950 = 33.155 m

Kontrol : 2 T > Ls

(14)

BAB V

ALINEMEN VERTIKAL

5.1 Alinemen Vertikal

Alinemen vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan berputar penuh (truck digunakan sebagai kenderaan standar (-)). Alinemen vertikal sangat erat dengan besarnya biaya pembangunannya. Biaya penggunaan kenderaan serta jumlah lalu lintas.

Kemampuan pendakian dari kenderaan truck dipengaruhi oleh panjang pendakian ( panjang kritis landai ) dan besarnya landai. Berikut ini adalah ketentuan untuk landai maksimum dari panjang landai maksimum.

Landai maks ( % ) 3 4 5 6 7 8 10 12

Panjang Kritis ( m ) 480 330 250 20 170 150 135 120

Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan bi8aya sangat memaksa dan hanya untuk jarak pendek. Panjang kritis landai adalah :

“ panjang yang dapat diterima tanpa mengakibatkan gangguan jalannya arus lalu lintas ”

( sepanjang ini mengakibatkan pengurangan sebesar 25 km/jam ). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk kenderaan berat.

5.1.1. Lengkung Vertikal cembung

EV = panjangnya dari titik potong kedua tangan ke lengkung vertikal.(disini Y1= EV, untuk X = ½,LV) Δ = perbedaan aljabar di tentukan berdasarkan:

-Syarat pandang henti dan drainase (grafik IV “PPGJR) - Syarat pandang menyiap (grafik IV “PPGJR)

(15)

5.1.2. Lengkung Vertikal Cekung

Bentuk lengkung ini adalah analogi dengan penjelasan dari lengkung vertikal cembung di atas, hanya

panjang lengkung vertikal cekung ditentukan berdasarkan jarak pandangan waktu malam drinase sebagai mana tercantum dalam grafik F “PPGJR”.

Note : - pada alinemen vertikal tidak semua lengkungan mengikuti syarat diatas tapi tergantung pada : - Keadaan medan

- Klasifikasi jalan dan - Pembiayaan

- Menentukan harga A = q2–q1, ada dua cara :

1. Bila % ikut serta dihitung, maka rumus seperti diatas. 2. Bila % sudah dimasukkan dalam rumus, rumus menjadi :

5.2.Rencana Lengkung Vertikal I (PVI1)

Dari gambar peta topografi didapat ukuran sebegai berikut : y1= 10.489 m→ x1= 425.00 m

y2= 10.816 m→ x2= 450.00 m y3= 10.826 m→ x3= 354.00 m

q2=

q1=

STA PVI1 = (0 + 450)

A =g2-g1= 1.31 % - 0.04 % = 1.27 %→ (Lengkung Vertikal Cengkung)

V = 70 km/jam

- Syarat keamanan = (grafik VPPGJR : hal 22) ………. LV = 50 m→ S > LV

V = 70 km/ jam

(16)

LV = 0.6 V = 0.6.(70) = 42 m

- Syarat kenyamanan : a = 0.1 m/det

LV =

∗ Elevasi BVC = elevasi PVI1–q2(1/2. LV) = 10.816–1.31 % ( ½ .50 ) = 10.488 m STA. BVC = STA.PVI1–( 1/2.LV )

= ( 0 + 425 )–( ½ .50 ) = ( 0 + 400 ) ∗ Elevasi S = elevasi PVI1–EV

= 10.816–0.079 m = 10.737 m STA. S = STA. PVI1

= ( 0 + 450 )

∗ Elevasi EVC = elevasi PVI1–q2( ½ LV)

= 10.816–0.04 ( ½ .50 ) = 9.489 m STA EVC = STA. PVI1+ ( 1/2.LV )

= ( 0 + 450 ) + ( ½ .50 ) = ( 0 + 475 ) ∗ Elevasi a’ = elevasi PVI1–( 1/4 LV )

= 10.816– 0.04( 1/4 .50 ) = 9.989 m

Elevasi a = elevasi a’ + Ya

= 9.989 + 0.082 = 10.071 m STA. a = STA PVI1–(1/4 LV)

= ( 0+ 450 )–( 1/4 50 ) = ( 0+ 443.75 ) * Elevasi b’ = elevasi PVI1+ ( 1/4 LV )

= 10.816 + 0.04 % ( 1/4 .50 ) = 10.316 m

Elevasi b = elevasi b’- Yb

= 10.316 - 0.082 = 10.234 m

STA. b = STA PVI1+ (1/4 LV)

(17)

5.3. Rencana Lengkung Vertikal II (PVI2)

Dari gambar peta topografi didapat ukuran sebegai berikut : y1= 11.907 m→ x1= 1025.00 m

y2= 12.239 m→ x2= 1050.00 m y3= 11.870 m→ x3= 1075.00 m

q2=

q1=

STA PVI2 = (1 + 050)

A = q2- q1= 1.477 % - 1.33 % = 0.146 %→ (Lengkung Vertikal Cembung) V = 70 km/jam

- Syarat keamanan = (grafik VPPGJR : hal 22) ………. LV = 40 m→ S > LV

V = 70 km/ jam

- Syarat keleluasaan bentuk: LV = 0.6 V = 0.6.(70) = 42 m

- Syarat kenyamanan : a = 0.1 m/det

LV =

∗ Elevasi BVC = elevasi PVI2+g1(1/2. LV) = 12.239–1.33 % ( ½ .40 ) = 11.973 m

STA. BVC = STA.PVI2–( 1/2.LV )

= ( 1+ 050 )–( ½ .40 ) = ( 1 + 070 ) ∗ Elevasi S = elevasi PVI2+ EV

= 12.239–0.0007 m = 12.241 m STA. S = STA. PVI2

= ( 1 + 050 )

∗ Elevasi EVC = elevasi PVI2+g2( ½ LV)

(18)

= ( 1 + 050 ) + ( ½ .40 ) = ( 1 + 070 ) ∗ Elevasi a’ = elevasi PVI2–( 1/4 LV )

= 12.239–0.1.476 % ( 1/4 .40 ) = 12.224m Elevasi a = elevasi a’ –Ya

= 12.224–0.001 = 8.926 m STA. a = STA PVI2–(1/4 LV)

= ( 1 + 050 )–( 1/4 . 40 ) = ( 1+ 060 ) * Elevasi b’ = elevasi PVI2–( 1/4 LV )

= 12.239–0.146 % ( 1/4 . 40 ) = 12.254 m

Elevasi b =elevasi b’ + Yb

= 12.254 + 0.001 = 12.255 m STA. b = STA PVI2+ (1/4 LV)

= ( 1 + 050 ) + ( 1/4 . 40 ) = ( 1 + 060 )

5.4. Rencana Lengkung Vertikal II (PVI3)

Dari gambar peta topografi didapat ukuran sebegai berikut : y1= 11.055 m→ x1= 1775.00 m

y2= 10.491 m→ x2= 1800.00 m y3= 10.499 m→ x3= 1825.00 m q1=

q2=

STA PVI1 = (1 + 800)

A =g1-g2= 2.26 % - 0.03 % = 2.23 %→ (Lengkung Vertikal Cengkung) V = 70 km/jam

- Syarat keamanan = (grafik VPPGJR : hal 22) ………. LV = 40 m→ S > LV

V = 70 km/ jam

- Syarat keleluasaan bentuk: LV = 0.6 V = 0.6.(70) = 42 m

- Syarat kenyamanan : a = 0.1 m/det LV =

∗ Elevasi BVC = elevasi PVI3+ q2(1/2. LV)

(19)

STA. BVC = STA.PVI3–( 1/2.LV )

= ( + 800 )–( ½ 40 ) = ( 1 + 600 ) ∗ Elevasi S = elevasi PVI3–EV

= 10.491–0.112 m = 10.379 m STA. S = STA. PVI3

= ( 1 + 800 )

∗ Elevasi EVC = elevasi PVI3–q2( ½ LV)

= 10.491–0.032 ( ½ .40 ) = 10.478 m

STA EVC = STA. PVI3+ ( 1/2.LV )

= ( 1 + 800 ) + ( ½ .40 ) = ( 2 + 000 ) ∗ Elevasi a’ = elevasi PVI3–( 1/4 LV )

= 10.491–2.26 % ( 1/4 .40 ) = 10.265 m Elevasi a = elevasi a’ +Ya

= 10.265 + 0.174 = 10.439 m

STA. a = STA PVI3–(1/4 LV)

= ( 1+ 800 )–( 1/4 40 ) = ( 1+ 600 ) * Elevasi b’ = elevasi PVI3- ( 1/4 LV )

= 10.491–2.26 % ( 1/4 .40 ) = 10.265 m

Elevasi b = elevasi b’- Yb

= = 10.265–0.174 = 10.091 m

STA. b = STA PVI3+ (1/4 LV)

(20)

BAB VI STATIONING

7.1. Penomoran (Stationing)

Penomoran panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberikan nomor pada interval tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan ( STA Jalan ) dibutuhkan sebagai sarana komunikasi untuk mengenal dengan tepat lokasi yang sedang dibicarakan. Selanjutnya menjadi panduan untuk lokasi suatu tempat. Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada pelaksanaan. Di samping itu dari saat penomoran jalan tersebut diperoleh informasi tentang panjang jalan secara keseluruhan. Setiap STA jalan dilengkapi dengan gambar potongan

melintangnya.

Nomor jalan atau STA jalan ini sama fungsinya dengan patok km disepanjang jalan, perbedaanya adalah :

1. patok Km merupakan petunjuk yang diukur dari patok Km.0.00 yang umumnya terletak di Ibu Kota Propinsi atau Kota Madya, Patok STA merupakan petunjuk jalan yang diukur dari awal pekerjaan (proyek) sampai dengan akhir pekerjaan.

2. Patok km berupa patok permanen dipasang dengan ukuran standar yang berlaku. Patok STA merupakan patok sementara selama masa pelaksanaan ruas jalan.

7.1. Metode Penomoran

STA Jalan dimulai dari 0 + 000 m yang berarti 0 m dari awal pekerjaan, STA 10 + 250 berarti lokasi jalan terletak pada jarak 10 Km dan 250 m dari awal pekerjaan. Jika tidak terjadi perubahan arah tangen pada alinemen horizontal maupun alinemen vertikal, penomoran selanjutnya dilakukan :

• Setiap 100 meter pada medan mendatar • Setiap 50 meter pada medan perbukitan • Setiap 25 meter pada medan pegunungan

(21)

= STA. 0 + 480.222 + (-46.676)

Untuk mengetahui perlu tidaknya suatu pelebaran dilakukan terhadap tikungan, maka perlu diadakan suatu tinjauan terhadap tikungan tersebut. Dalam perencanaan ini terdapat 3 tikungan, sehingga dianggap perlu melakukan tinjauan terhadap ketiga tikungan tersebut:

b. Tinjauan Pada Tikungan PI1 Diketahui : - Kelas Jalan IIB

(22)

Bt = n.(B + C) + Z Z =

Maka perlu pelebaran pada tikungan PI1sebesar 0.173 m

c. Tinjauan Pada Tikungan PI2 Diketahui : - Kelas Jalan IIB

- Type Tikungan Spiral–Circle–Spiral (SCS) - V = 70 km/ jam

Maka perlu pelebaran pada tikungan PI2sebesar 0.3424 m d. Tinjauan Pada Tikungan PI3

Diketahui : - Kelas Jalan IIB

- Type Tikungan Spiral–Spiral (SCS) - V = 70 km/ jam

(23)

- Jarak gandar P = 6.10 m→ Truck 6.5 m

Maka perlu pelebaran pada tikungan PI2sebesar 0.4417 m

(24)

Bt = n.(B + C) + Z Z =

= 2 ( 2.534 + 0.8 ) + 0.2385 = 0.2385 m = 7.001 m

Δ b = Bt–Bn

= 7.001–7 = 0.001 m Jadi, Bt > Bn

Maka perlu pelebaran pada tikungan PI2sebesar 0.001 m

7.1. Diagram Super Elevasi

Pada perencanaan ini ada 2 buah diagram super elevasi diantaranya adalah: 1. Tinjauan pada tikungan PI1

Diketahui : - V = 70 km/jam

- R = 350 m

- Ls = 50 m - e max = 8 % - en = 2 %

- m = 135 m→ Tabel 4.5“Buku Dasar-dasar Perencanaan Geomegtrik Jalan”( Silvia Sukirman 1994 Bandung, Hal 101 ) a. Menghitung Panjang LS

LS = ( en + e max ) . ½ . B . m

= ( 0.02 + 0.08 ) x ½ x 7 x 125 = 43.75 m

b. Menghitung Panjang Pencapaian Awal Kemiringan

2. Tinjauan pada tikungan PI2 Diketahui : - V = 70 km/jam

- R = 240 m

- Ls = 50 m - e max = 7 % - en = 2 %

- m = 125 m→ Tabel 4.5“Buku Dasar-dasar Perencanaan Geomegtrik Jalan”( Silvia Sukirman 1994 Bandung, Hal 101 )

a. Menghitung Panjang LS LS = ( en + e max ) . ½ . B . m

(25)

b. Menghitung Panjang Pencapaian Awal Kemiringan

3. Tinjauan pada tikungan PI3 Diketahui : - V = 70 km/jam

- R = 200 m

- Ls = 50 m - e max = 9 % - en = 2 %

- m = 125 m→ Tabel 4.5“Buku Dasar-dasar Perencanaan Geomegtrik Jalan”( Silvia Sukirman 1994 Bandung, Hal 101 )

a. Menghitung Panjang LS LS = ( en + e max ) . ½ . B . m

= ( 0.02 + 0.09 ) x ½ x 7 x 125 = 48.125 m

b. Menghitung Panjang Pencapaian Awal Kemiringan

4. Tinjauan pada tikungan PI4 Diketahui : - V = 70 km/jam

- R = 950 m

- Ls = 50 m - e max = 3 % - en = 2 %

- m = 125 m→ Tabel 4.5“Buku Dasar-dasar Perencanaan Geomegtrik Jalan”( Silvia Sukirman 1994 Bandung, Hal 101 ) a. Menghitung Panjang LS

LS = ( en + e max ) . ½ . B . m

= ( 0.02 + 0.03 ) x ½ x 7 x 125 = 21.875 m

(26)

BAB VII

GALIAN DAN TIMBUNAN

7.1.Perhitungan Galian dan Timbunan

Galian yaitu jumlah volume tanah yang dibuang pada perencanaan sebuah jalan raya yang bertujuan untuk membentuk badan jalan raya yang baik dan rata. Dan sebaliknya, timbunan yaitu jumlah volume tanah yang ditimbun untuk membentuk badan jalan yang rata dan baik.

Dalam perencanaan Jalan Raya di usahakan agarvolume galian sama dengan volume timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen horizontal dan alinyemen vertical maka dapatr dipakai untuk menghitung

banyaknya volume galian dari timbunanan. Langkah-langkah perhitungan galian timbunan adalah sebagai berikut :

1. penentuan galian stationing (jarak pokok) sehungga panjang horizontal jalar alinyemen (trase)

2. Gambar profil memanjang (alinyemen vertical) yang mempelihatkan perbedaan tinngi muka tanah asli dengan muka perkersann yang akan direncanakan.

3. Gambar profil melintang pada setiap titik stasioning, sehinngga didapat luas penampang galian dan timbunan yang diukur dengan alat planimetri.

4. Hitung volume galian dan timbunan dengan mengalikan luas penampang rat-rata dari galian atau timbunan dengan jarak antar patok (stasioning)

Untuk menghitung panjang horizontal jalan dibuatkan patok (station) dengan ketentuan–ketentuan sebagai berikut :

- Untuk daerah datar, jarak antara patok (station) = 100 - Untuk daerah bukit, jarak antara patok (station) = 50 - Untuk daerah gunung, jarak antara patok (station) = 25

Rumus yang dugunakan untuk menghitung galian dan timbunan : Luas Trapesium = ½ (b+d).t

Dimana :

b = Lebar bawah trapezium

d = Lebar atas trapezium t = Tinggi trapezium

Luas Jajaran Genjang = b.t Dimana :

b = Lebar bawah Jajaran Genjang t = Tinggi Jajaran Genjang

Luas Segi Tiga = ½.a.t Dimana :

(27)

BAB VIII

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN

Berdasarkan pedoman peraturan perkerasan lentur jalan raya nomor : 01/PD/BM/1987

8.1. Data-data Lalu Lintas

Umur Rencana : 15 Tahun

Pertumbuhan Lalu Lintas : 7 % per tahun

CBR Sub Grade : 6%

Curah Hujan : 900 mm/Tahun

Mobil Penumpang : 400 Kenderaan / Hari / 2 arah

Bus : 200 Kenderaan / Hari / 2 arah

Truck 2 AS : 80 Kenderaan / Hari / 2 arah Truck 3 AS : 20 Kenderaan / Hari / 2 arah Truck 5 AS : 4 Kenderaan / Hari / 2 arah

Lapisan Perkerasan

Surace Coure : Aspal Beton

Base Coure : Batu Pecah

Sub Base Coure : Base Class A, B , Material Pilihan

Medan : Standart Geometrik

Kecepatan Rencana : 70 km/jam Indeks Permukaan (IP) : 2.0 Aspal Beton

Faktor Regional : 2.0 Curah Hujan 900 mm/tahun

8.2. Menghitung Angka Ekivalen (E) ∗ Mobil Penumpang 2 Ton (1 + 1)

As depan 1 ton dan As belakang 1 ton ( 0.0002 + 0.0002 ) = 0.0004→ E Kr ∗ Bus 8 Ton (3 + 5)

( 0.0183 + 0.1410 ) = 0.1593→ E B ∗ Truck 2 As 13 Ton (5 + 8)

( 0.1410 + 0.9238 ) = 1.0648→ E 2As 13T ∗ Truck 3 As 20 Ton (6 + 7.7)

( 0.2923 + 0.7452 ) = 1.0375→ E 3As 20T ∗ Truck 5 As 30 Ton (6 + 7.7 + 5 + 5)

(28)

8.3. Menghitung Tebal Perkerasan a. Data-data lalu lintas

− LHR Awal Umur Rencana

Mobil penumpang : 400 = 400 SMP/ hari/2 arah

Bus : 200 = 200 SMP/ hari/2 arah

Truk 2 As : 80 = 80 SMP/ hari/2 arah

Truk 3 As : 20 = 20 SMP/ hari/2 arah

Truk 5 As : 4 = 4 SMP/ hari/2 arah

LHR Awal Umur Rencana = 704 SMP/ hari/2 arah

− LHR Akhir Umur Rencana

Mobil penumpang : ( 1 + 0.05 )10x 700 = 786.80 SMP/hari/2 arah Bus : ( 1 + 0.05 )10 x 900 = 393.43 SMP/hari/2 arah Truk 2 As : ( 1 + 0.05 )10 x 450 = 157.37 SMP/hari/2 arah Truk 3 As : ( 1 + 0.05 )10 x 80 = 39.34 SMP/hari/2 arah Truk 5 As : ( 1 + 0.05 )10 x 30 = 7 SMP/hari/2 arah LHR akhir Umur Rencana = 1384 SMP/hari/2 arah

− Menghitung LEP (Lintas Ekvalen Permulaan)

Mobil Penumpang : 0.5 x 400 x 0.0004 = 0.08

Bus : 0.5 x 200 x 0.1593 = 15.93

Truck 2 AS : 0.5 x 80 x 1.0648 = 42.592

Truck 3 AS : 0.5 x 20 x 1.0375 = 10.375

Truck 5 AS : 0.5 x 4 x 1.3195 = 2.129

LEP (Lintas Ekvalen Permulaan) = 71.107

− Menghitung LEA (Lintas Ekivalen Akhir)

Mobil Penumpang : 0.5 x 777.213 x 0.0004 = 0.309

Bus : 0.5 x 999.274 x 0.1593 = 61.646

Truck 2 AS : 0.5 x 499.637 x 1.0648 = 164.815 Truck 3 AS : 0.5 x 88.824 x 1.0375 = 40.405 Truck 5 AS : 0.5 x 33.309 x 1.3195 = 9.000

LEA (Lintas Ekivalen Akhir) = 276.173

− LET = ½ (LEP +LEA) = ½ (71.107 + 276.174) = 173.640

(29)

b. Mencari ITP

CBR Tanah Dasar = 6%

DDT = 5

IP = 2.0

FR = 0.7

ITP = 7.25 → (IP0= 3.9–3.5) Nomogram

LER = 173.640

Bahan D = Tebal minimum (cm)

Aspal Beton Batu Pecah Sirtu Kelas C

7.5 20 10

c. Menghitung Koefisien Kekuatan relatif :

Asppal Beton MS : 0.40

Batu Pecah : 0.14

Sirtu Kelas C : 0.11

ITP = a1. D1+ a2. D2+ a3. D3

7.25 = (0.40 x D1) + (0.14 x 20) + (0.11 x 10) D1 = 8.37 cm atau 9 cm

Gambar

Tabel berikut menunjukkan pengelompokan jalan raya serta pengetrapan kelas standar:
Gambar Tikungan Full Circle
Gambar tikungan spiral – spiral

Referensi

Dokumen terkait

Pada umunya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi kendaraan, sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis jika dinyatakan dalam

Pada tahapan ini menguraikan analisis sistem berjalan dengan menggunakan activity diagram , seperti proses pemberian nilai pada raport, pembuatan jadwal mata

Guru memberikan penjelasan materi Segitiga-segitiga yang sebangun berupa bahan ajar yang dibuat dengan power point dan video pembelajaran kepada peserta didik melalui google

ratio decidendi tentang penolakan eksepsi dalam perkara cerai talak (studi putusan No.1810/Pdt.G/2012/PA.Tbn.), kemudian penulis menganalisis apakah dalam pelaksanaan telah

Grafik 4.1 Volume Lalu Lintas Kendaraan Jalan Merdeka Utara 32 Grafik 4.2 Volume Lalu Lintas Kendaraan Jalan Merdeka Utara 34 Grafik 4.3 Volume Lalu Lintas Kendaraan Jalan

Berdasarkan jumlah lalu lintas harian rata-rata pada bulan Pebruari 1995, kendaraan yang melewati ruas jalan ini (kendaraan bermotor) mencapai 1120 kendaraan dalam 2 arah berarti

Peran pemerintah sangat mendukung setiap komponen dayasaing industri gula di Indonesia melalui kebijakan dan program-program yang telah dilakukan. Bentuk dukungan

Puji dan Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadapan Allah Swt. atas karunia dan lindungan-Nya sehingga Jurnal Teknik Vol. 2 Bulan September 2015 dapat