• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH RHI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH RHI (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH RHIZOSFER BAMBU SEBAGAI DISEASE SUPPRESIVE SOIL1

Winda Ika Susanti2, Suryo Wiyono3, Rahayu Widyastuti3 ABSTRACK

Bamboo rhizosphere known as disease suppresive soil. The objectives of this research was to (i) study the role and mechanism of bamboo rhizosphere on disease suppresive soil phenomena (ii) study the functional diversity of bamboo rhizosphere and, (iii) determine the benefits of bamboo rhizosphere in increasing plant growth and suppressing soil borne disease, especially Phytopthtora palmivora. This research was conducted from July 2014 to April 2015. Bamboo rhizosphere samples were taken at depth 0-20 cm from several locations in the district of Bogor, West Java province. There are four species successfully obtained, namely: Gigantochloa apus, Dendrocalamus asper, Schizostacyum longispiculatum, and Bambusa vulgaris. This research was conducted in two parts; (i) bioassay in the greenhouse to determine the influence of bamboo rhizosphere of plant growth and the disease incidence,(ii) laboratory investigation of the functional biodiversity of bamboo rhizosphere, including: P and K solubilizing microbes, N fixing bacteria, chitinolytic bacteria,total of Indole Acetic Acid (IAA) and antibiosis bacteria and fungi of bamboo rhizosphere. The research result showed that the chemical and biological properties of bamboo rhizosphere influent increasing of plant growth and suppresing soil borne pathogen. Microbes in the rhizosphere of bamboo has a high diversity. Compared to microbes in the non bamboo rhizosphere, microbes in the rhizosphere of bamboo has a better ability to promote plant growth and suppress the growth of P. palmivora relative to non bamboo rhizosphere. The death percentage of D. asper was 12.50% and of B. vulgaris was 16.70%. The highest death percentage under non bamboo rhizosphere was abot 54.20%. Effectiveness of bamboo rhizosphere as disease suppresive soil determined by chemical properties, including: pH, KTK, C-organik and, biological properties, including: total bacteria, chitinolitic bacteria, N-fixer bacteria, IAA total, and abundance of microbes antibiosis.

Keywords:bamboo rhizosphere, Phytophthora palmivora, disease suppresive soil.

PENDAHULUAN

Tanaman bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh di beberapa daerah di Indonesia. Banyak sekali spesies bambu dengan keragaman fungsinya. Di Indonesia terdapat 60 spesies tanaman bambu dari 200 spesies yang ada di kawasan Asia Tenggara dan dapat dijumpai di daerah yang bebas dari genangan air, mulai dari dataran rendah hingga pegunungan. Sifat adaptasi bambu yang tergolong tinggi membuat tanaman ini dapat tumbuh baik hampir di setiap jenis tanah (Widjaja 1995). Para petani sering menggunakan tanah perakaran (rhizosfer) bambu sebagai media persemaian yang sudah menjadi indigenous knowledge. Diduga rhizosfer bambu memiliki peranan dalam fenomena disease suppresive soil. Mekanisme suppresive soil dipengaruhi oleh faktor tidak langsung yaitu kondisi fisik dan kimia tanah yang meliputi: tekstur, pH, kandungan bahan organik, C-organik, KTK serta faktor secara langsung dan paling berperan yaitu total populasi serta aktivitas mikrob tanah (Hadiwiyono 2010).

(2)

Statistik (2010), produksi pepaya termasuk dalam kelompok tiga besar produksi buah-buahan setelah mangga dan jeruk. Salah satu penyakit terpenting yang menyerang tanaman pepaya adalah penyakit busuk akar dan pangkal batang yang disebabkan oleh

Phytophthora palmivora (Chliyeh et al. 2014). Sampai saat ini belum ada cara pengendalian yang efektif untuk menanggulangi penyakit ini, baik secara fisik maupun kimia sehingga diperlukan upaya yang bijaksana untuk mengendalikan patogen ini.

Terdapat mikrob antagonis asal rhizosfer bambu yang memiliki daya antagonisme terhadap patogen tular tanah (soil borne disease) melalui mekanisme antagonis berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan induced systemic resistence. Selain menekan perkembangan patogen, mikrob rhizosfer juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme. Di dalam tanah banyak mikrob yang mempunyai kemampuan dalam melarutkan fosfat dan kalium, menambat N2, dan menghasilkan fitohormon. Mikrob ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan memproduksi senyawa fitohormon Indole Acetic Acid

(IAA) sebagai nutrisi bagi tanaman (Aryantha et al. 2004).

Penelitian terhadap keberadaan dan keragaman mikrob rhizosfer bambu telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Menurut Sharma et al. (2010) pada rhizosfer tanaman bambu sehat ditemukan cendawan antagonis seperti Aspergillus, Penicillium, Trichoderma yang mampu menekan patogen Fusarium dan Phytophthora.

Penelitian yang dilakukan oleh Asniah (2013) menunjukkan bahwa inokulasi fungi

Paecilomyces sp dan Chaetomium globosum asal rhizosfer bambu ke dalam tanah persemaian berpengaruh nyata terhadap penurunan indeks penyakit akar gada dan peningkatan bobot basah tanaman brokoli. Penelitian yang dilakukan Tu et al. (2013) di Cina terhadap rhizosfer 6 spesies bambu menunjukkan bahwa total populasi cendawan dan bakteri serta aktivitas mikrob pada tanah rhizosfer bambu sangat tinggi dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan tanah rhizosfer bambu dalam fenomena disease suppresive soil, yang menekan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh P. palmivora dan meningkatkan pertumbuhan bibit pepaya. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui mekanisme diseasesuppresive soil yang terjadi pada rhizosfer bambu tersebut dilihat dari sifat kimia dan biologi tanah.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2014 sampai bulan April 2015 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Uji pengaruh tanah rhizosfer bambu terhadap pengendalian P. palmivora dan pertumbuhan bibit tanaman pepaya dilakukan di kebun percobaan Cikabayan IPB.

Bahan dan Alat

(3)

tester, spatula, tabung reaksi, timbangan, vortex, unit HPLC. Alat yang digunakan di lapangan adalah sekop tanah, GPS, pH meter, thermometer, kamera.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Pengambilan sampel tanah rhizosfer bambu dilakukan pada beberapa lokasi di Kabupaten Bogor Jawa Barat dengan empat spesies bambu: Gigantochloa apus (bambu apus) asal hutan bambu IPB, Schizostacyum longispiculatum (bambu jalur) asal Desa Cangkurawok Dramaga, Dendrocalamus asper (bambu betung) serta Bambusa vulgaris

(bambu kuning) asal kaki Gunung Salak dan hutan bambu IPB. Sebagai pembanding, diambil pula sampel tanah non rhizosfer bambu di sekitar hutan IPB dengan vegetasi berupa ilalang, perdu, dan herba. Sampel tanah diambil secara komposit dengan sekop tanah dari sekitar perakaran bambu dengan kedalaman 0-20 cm sebanyak 5 titik per tanaman. Setiap lokasi pengambilan sampel diwakili oleh 4-5 tanaman. Setelah itu, sampel tanah dicampurkan. Sebanyak 500 g tanah dimasukkan dalam kantung plastik tipis untuk analisis mikrob serta 3000-4000 g tanah untuk uji sifat fisik dan kimia tanah serta percobaan rumah kaca. Setiap sampel tanah dianalisis sifat kimia tanahnya yang meliputi: pH, kadar air, C-organik, N-total, P-total, K-total, KTK, dan silikat kasar.

Pengujian Pengaruh Tanah Rhizosfer Bambu terhadap Penyakit Busuk Batang dan Pertumbuhan Bibit Pepaya

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan tanah rhizosfer bambu dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh P. palmivora. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah rhizosfer bambu dan sebagai kontrol digunakan tanah non rhizosfer bambu. Tanah rhizosfer dan non rhizosfer bambu dibersihkan dari akar-akar tanaman dan dimasukkan ke dalam polibag diameter 11x14 cm. Benih pepaya var. Calina ditanam pada media tanah tersebut di dalam polibag dengan setiap polibag 1 benih pepaya. Setelah berumur 1 minggu, media tanah tersebut diinokulasikan P. palmivora kepadatan 103 spora g-1 berat kering tanah dengan cara disiramkan, kemudian dilakukan pengamatan. Penanaman bibit pepaya dilakukan selama 30 hari dengan pemeliharaan yang meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama. Pengamatan meliputi persentase kematian tanaman, tinggi tanaman, jumlah daun, volume akar, dan bobot basah. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan (media tanah non rhizosfer bambu, rhizosfer D. asper KGS, rhizosfer D. asper hutan IPB, rhizosfer B. vulgaris

KGS, rhizosfer B. vulgaris hutan IPB, rhizosfer S. longispiculatum, rhizosfer G. Apus) dan 6 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 4 sub unit sehingga total seluruh unit adalah 168 polibag. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf α0.05. Apabila berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α0.05.

Kajian Biologi Tanah Rhizosfer Bambu

Kajian Populasi Mikrob Total dan Kandungan IAA

Isolasi mikrob dilakukan dengan teknik pengenceran dengan dua ulangan. Sebanyak 10 g contoh tanah rhizosfer bambu dari kedalaman 0-20 cm disuspensikan ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi 90 ml aquadest dan diguncang menggunakan shaker

(4)

0.1 ml pada pengenceran 10-6 dan 10-7 kemudian dibiakkan pada media Nutrient Agar (NA), sedangkan cendawan pada pengenceran 10-3 dan 10-4 dan dibiakkan pada media Martin Agar (MA). Semua isolat bakteri dan cendawan yang diperoleh dihitung jumlah koloninya dan dimurnikan. Perhitungan kandungan IAA potensial dari ekstrak tanah menggunakan metode analisis spektrofometri.

Kajian Fungsional Biodiversity Group Mikrob Rhizosfer Bambu

Dalam mengisolasi mikrob pelarut fosfat, pelarut kalium, bakteri kitinolitik, bakteri penambat N2 media yang digunakan masing-masing adalah Pikovskaya, Alexandrov, kitin agar, dan NFM. Sampel tanah yang akan diisolasi diencerkan hingga pengenceran 10-6 dalam tabung reaksi. Untuk mengisolasi bakteri pelarut fosfat dan bakteri penambat N2, diambil 0.1 ml dari hasil pengenceran 10-5 dan 10-6, sedangkan untuk mikrob pelarut kalium, bakteri kitinolitik dan cendawan pelarut fosfat pada pengenceran 10-3 dan 10-4. Hasil isolasi kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 28 – 310C selama 3 – 7 hari. Koloni cendawan atau bakteri yang tumbuh dan membentuk zona bening pada media Pikovskaya merupakan mikrob pelarut fosfat (Sharma 2011), bakteri yang membentuk zona bening pada media Alexandrov adalah bakteri pelarut kalium (Parmar

et al. 2013), sedangkan yang membentuk zona bening pada media kitin agar adalah bakteri kitinolitik (Muharni 2009). Bakteri penambat N2 ditandai dengan adanya bakteri yang tumbuh pada media bebas N dengan koloni yang berlendir.

Kajian Antibiosis Mikrob Rhizosfer Bambu Secara in vitro

Uji antagonisme secara in vitro dilakukan dengan metode dual culture pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) dalam cawan Petri. Mekanisme penghambatan yang terjadi adalah antibiosis yang diamati dengan terbentuknya zona bening sebagai zona penghambatan pertumbuhan P. palmivora. Untuk uji antagonisme bakteri, sebanyak 1 lup inokulan digoreskan ke dalam cawan Petri yang telah berisi media PDA dengan jarak 2 cm dari patogen. Untuk uji antagonisme cendawan, ke dalam cawan Petri yang berisi media PDA diletakkan isolat cendawan antagonis dan isolat patogen dengan diameter masing-masing sebesar 3 mm dengan jarak 3 cm. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang dan dilakukan pengamatan terhadap zona bening yang dihasilkan serta perhitungan persentase antibiosis bakteri dan cendawan asal rhizosfer bambu. Persen bakteri dan cendawan antibiosis dihitung dari jumlah bakteri dan cendawan yang menunjukkan zona bening dibanding total.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini membuktikan bahwa tanah rhizosfer bambu bersifat disease suppresive soil yang ditunjukkan dalam menekan patogen P. palmivora penyebab busuk pangkal batang (damping off) dan meningkatkan pertumbuhan bibit pepaya. Pertumbuhan tanaman yang baik diperlihatkan oleh tinggi tanaman, volume akar, dan bobot basah tanaman (Tabel 1). Tinggi dan jumlah daun bibit pepaya yang ditanam di tanah rhizosfer bambu lebih baik, kecuali rhizosfer G. apus tidak berbeda nyata dengan non rhizosfer bambu. Penanaman bibit pepaya pada rhizosfer bambu D. asper KGS dan

(5)

di tanah rhizosfer D. asper dan B. vulgaris asal kaki Gunung Salak. Persentase kematian terendah adalah pada rhizosfer D. asper KGS dan B. vulgaris Hutan IPB (Tabel 1). Tabel 1 Pengaruh rhizosfer bambu terhadap pertumbuhan dan kejadian penyakit busuk

batang pepaya

Jenis Rhizosfer Bambu

Parameter Pertumbuhan Tanaman 30 HST

Kejadian Penyakit

(%)

Tinggi Tanaman

(cm)

Jumlah Daun (helai)

Volume

Akar (ml) Basah (g)Bobot

Non Rhizosfer Bambu 13.77 e 7.0 d 0.257 b 4.07 d 54.20 a

G. apus 14.92 de 7.0 d 0.286 b 3.99 d 41.70 ab

S. longispiculatum 15.85 d 8.0 c 0.357 ab 5.79 c 33.40 b

D. asper KGS 22.55 a 10.0 a 0.457 a 8.12 a 12.50 c

D. asper Hutan IPB 17.46 c 9.0 b 0.320 b 5.69 c 25.00 bc

B. vulgaris KGS 17.84 c 8.0 c 0.277 b 7.04 b 29.20 bc

B. vulgaris Hutan IPB 20.20 b 10.0 a 0.437 a 6.07 c 16.70 c

Keterangan: Untuk kolom yang sama, angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Nilai volume akar yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik karena penyerapan unsur hara, nutrisi, air dan garam-garam mineral dari tanah ke tubuh tanaman menjadi lebih baik. Volume akar yang baik akan berpengaruh positif terhadap populasi mikrob yang terdapat pada tanah sekitar bambu. Nilai volume akar yang tinggi diindikasikan oleh banyaknya rambut-rambut akar yang akan berpengaruh pula terhadap kuantitas dari eksudat akar yang dihasilkan. Selain itu, volume akar juga akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Terdapat hubungan yang baik antara volume akar, eksudat akar yang dihasilkan dan juga total komunitas mikrob yang mendiami rhizosfer bambu. Tanah rhizosfer bambu bersifat lebih suppresive dalam menekan penyakit yang disebabkan P. palmivora. Penekanan penyakit pada tanaman terjadi karena adanya mekanisme antibiosis. Mikrob tersebut menghasilkan antibiotik yang menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi dan biokimia patogen. Selain itu, peranan mikrob rhizosfer bambu terhadap pertumbuhan tanaman yaitu menyebabkan perubahan fisiologis tanaman sehingga tanaman tahan terhadap stres air dan kekeringan (Asniah 2013).

Mekanisme Suppresive Soil Tanah Rhizosfer Bambu

Mekanisme disease suppresive soil tanah rhizosfer bambu dalam menekan intensitas penyakit dan meningkatkan pertumbuhan bibit pepaya berkaitan dengan sifat kimia tanah yang meliputi: C-organik, pH dan KTK, serta sifat biologi tanah yang meliputi: total populasi mikrob, keragaman fungsional mikrob, kelimpahan cendawan dan bakteri antibiosis. Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan bahwa nilai C-organik dari beberapa rhizosfer bambu lebih tinggi dibandingkan dengan non rhizosfer bambu, kecuali pada rhizosfer S. longispiculatum (Tabel 2). Semakin tinggi kandungan C- organik dalam tanah, maka total populasi bakteri, cendawan, maupun populasi mikrob fungsional juga akan tinggi karena ketersediaan bahan organik terpenuhi secara optimal. C-organik merupakan penyusun utama bahan organik tanah yang mampu meningkatkan aktivitas mikrob tanah yang bersifat antagonis terhadap P. palmivora

(6)

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman karena kandungan C-organik berkorelasi positif dengan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah merupakan pengatur dan pemasok hara tanaman melalui kemampuannya berinteraksi dengan ion-ion logam dengan membentuk ikatan yang disebut khelat yang dapat meningkakan ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Munawar 2011).

Tabel 2 Analisis sifat fisik dan kimia tanah rhizosfer dan non rhizosfer bambu Parameter Kimia Non berpengaruh terhadap populasi mikrob fungsional serta pertumbuhan tanaman, seperti diperlihatkan pada rhizosfer D. asper dan B. vulgaris asal Kaki Gunung Salak (Tabel 2). KTK tanah yang tinggi mampu meningkatkan efisiensi dan penyerapan unsur hara sehingga pada tanah dengan nilai KTK yang tinggi ketersediaan unsur haranya juga akan meningkat. Berdasarkan penelitian Handoko (2014), KTK yang tinggi berpengaruh terhadap serapan unsur hara oleh akar tanaman. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman juga akan lebih baik. Tanah dengan KTK tinggi didominasi oleh kation basa yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid sehingga tidak mudah hilang tercuci oleh air. Dengan KTK tanah yang tinggi, pertumbuhan tanaman lebih baik dan sehat sehingga lebih tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan P. palmivora.

(7)

nilai pH tanahnya cenderung turun. Nilai pH tanah yang rendah ini akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan P. palmivora. Dengan demikian, tanaman akan lebih tahan terhadap penyakit yang disebabkan P. palmivora pada pH masam.

Kajian Biologi Tanah Rhizosfer Bambu

Selain faktor kimia tanah, fenomena suppresive soil juga dipengaruhi oleh faktor biologi tanah. Dalam penelitian ini, sifat biologi tanah yang menentukan disease suppresive soil diantaranya: total populasi bakteri, bakteri penambat N2, bakteri kitinolitik, kandungan IAA potensial, kelimpahan bakteri dan cendawan antibiosis. Total populasi bakteri yang berasal dari rhizosfer bambu lebih tinggi dibandingkan tanah non rhizosfer bambu. Total populasi bakteri tertinggi adalah pada rhizosfer D. asper di dua lokasi dan B. vulgaris KGS. Demikian halnya dengan kandungan IAA potensial tanah rhizosfer bambu yang lebih lebih tinggi dibandingkan tanah non rhizosfer bambu (Tabel 3). Kandungan IAA rhizosfer G. apus tergolong sedang, dan kandungan IAA potensial seluruh rhizosfer bambu lainnya tergolong tinggi berdasarkan penelitian Astuti (2008) bahwa konsentrasi IAA 0-30 ppm merupakan kategori rendah, 31-60 ppm kategori sedang, dan > 60 ppm kategori tinggi. Konsentrasi IAA dari ekstrak tanah menggambarkan sejauh mana komunitas mikrob yang terdapat dalam rhizosfer bambu tersebut dalam memproduksi hormon IAA (Saraswati et al. 2007). Hormon IAA berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan adaptasi tanaman dari cekaman kekeringan. Selain itu, IAA juga berperan sebagai agen biokontrol fungi patogen sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap serangan penyakit (Husen et al.

2011).

Tabel 3 Total populasi mikrob dan kandungan IAA potensial tanah rhizosfer bambu

Kategori Rhizosfer Bambu Total Populasi Bakteri

Total Populasi Cendawan

Kandungan IAA Potensial (ppm)

--x 107 cfu g-1-- --x 104cfu g-1

--Non Rhizosfer Bambu 24.5 2.52 37.935

G. apus 75.1 7.27 53.665

S. longispiculatum 62.7 12.60 89.373

D. asper KGS D. asper Hutan IPB

428.0 269.0

3.38 6.27

92.006 64.185

B.vulgaris KGS 127.0 17.70 62.466

B. vulgaris Hutan IPB 83.9 19.40 75.336

(8)

Tabel 4 Fungsional Group Mikrob Rhizosfer Bambu

Rhizosfer Bambu Fungsional Group

BPF CPF Bakteri

Penambat N2

Bakteri

Kitinolitik BPK

---x 10-4 cfu g-1

---Non Rhizosfer Bambu 5.3 0.23 323 - 7.23

G. apus 34.5 4.10 916 -

-S. longispiculatum 333.0 6.62 447 - 41.4

D. asper KGS

D. asper Hutan IPB

119.0 47.6

4.85 3.84

2620 2220

8.22

-18.5 81.7

B. vulgaris KGS

B. vulgaris Hutan IPB

97.2 161.0

2.59 4.18

1390 1660

4.44 2.54

38.6 16.9 Keterangan: BPF=bakteri pelarut fosfat; CPF=cendawan pelarut fosfat; BPK=bakteri pelatur kalium;

cfu=colony forming unit; tanda (-) = tidak ditemukan koloni mikrob

Penekanan P. palmivora dapat diamati melalui fenomena antibiosis melalui uji

dual culture secara in vitro. Peristiwa antibiosis ditunjukkan dengan adanya zona bening sebagai zona penghambatan. Persentase bakteri dan cendawan antibiosis asal rhizosfer bambu lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri yang berasal dari tanah non rhizosfer bambu. Persentase bakteri antibiosis tertinggi adalah pada rhizosfer D. asper KGS dan persentase cendawan antibiosis tertinggi D. asper pada dua lokasi dan B. vulgaris asal hutan IPB, sedangkan cendawan asal tanah non rhizosfer bambu tidak ada yang menghambat patogen P. palmivora pada uji dual culture secara in vitro (Tabel 5).

Tabel 5 Uji Antibiosis Mikrob Rhizosfer Bambu

Kategori Tanah Bakteri Cendawan

Jumlah Isolat

Antibiosis

(+) PersentaseAntibiosis (%)

Jumlah Isolat

Antibiosis

(+) PersentaseAntibiosis

(%)

Non Rhizosfer Bambu 7 3 42.85 4 0 0

G.apus 9 4 44.45 5 1 20.00

S. longispiculatum 10 5 50.00 5 2 40.00

D. asper KGS 8 7 87.50 5 4 80.00

D. asper Hutan IPB 8 5 62.50 5 4 80.00

B. vulgaris KGS 8 6 75.00 5 3 60.00

B. vulgaris Hutan IPB 7 5 71.42 5 4 80.00

(9)

(a) (b) Gambar 1. Persentase antibiosis (a) bakteri (b) cendawan

Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase antibiosis bakteri dan cendawan tertinggi adalah pada rhizosfer D. asper dan B. vulgaris dari dua lokasi yang mengindikasikan bahwa kedua rhizosfer bambu tersebut paling potensial dalam menekan patogen P. palmivora. Pada tanah non rhizosfer bambu tidak ditemukan cendawan yang berpotensi menekan P. palmivora. Persentase antagonisme bakteri dan cendawan berkaitan dengan kejadian penyakit tanaman. Semakin tinggi nilai persentase antibiosis mikrob dalam menekan patogen, maka akan semakin kecil pula kejadian penyakittanaman tersebut.

Mikrob ini dapat meningkatkan serapan elemen nutrisi tanaman, baik unsur-unsur makro maupun mikro. Peningkatan serapan mineral oleh tanaman disebabkan karena peningkatan akumulasi mineral di batang dan daun. Pada fase reproduktif, akumulasi mineral akan ditransfer ke bagian reproduktif tanaman. (Elkoca et al. 2008, Ipek et al. 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa bakteri yang diisolasi dari rhizosfer bambu memiliki kemampuan dalam menghambat P. palmivora dengan menghambat pertumbuhan dan pembentukan miselia patogen sehingga dapat digunakan sebagai agen biokontrol untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menurunkan indeks penyakit serta persentase kematian tanaman (Abdulkareem et al. 2014). Beberapa bakteri memproduksi metabolit yang secara luas dapat mengontrol patogen tanaman dan menyebabkan lisis pada beberapa patogen (Huang et al. 2012). Tingkat efektivitas dari metabolit yang dihasilkan tergantung pada kualitas dan kuantitas antibiotik yang disekresikan (Fekadu and Tesfaye 2013)

Beberapa genus cendawan yang ditemukan di tanah rhizosfer bambu merupakan agen biologi yang mengendalikan P.palmivora melalui mekanisme antibiosis. Selain itu juga meningkatkan pertumbuhan akar dan produktivitas tanaman serta serapan nutrisi tanaman. Beberapa spesies cendawan memiliki kemampuan memproduksi metabolit yang bersifat antifungi dan menghasilkan enzim litik ekstraseluler yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antagonistik (Anoop et al. 2014; Reddy et al. 2014). Fenomena

disease suppresive soil didasarkan pada interaksi mikrob antara patogen dengan semua atau sebagian mikrob antagonis. Dengan demikian, semakin tinggi kelimpahan bakteri dan cendawan antibiosis, makan kejadian penyakit akan menurun.

SIMPULAN

Tanah rhizosfer bambu bersifat suppresive soil yang ditunjukkan oleh pertumbuhan bibit pepaya yang meliputi tinggi tanaman, volume akar, bobot basah tanaman yang lebih tinggi serta persentase kematian tanaman yang lebih rendah. Fenomena disease suppresive soil berkaitan dengan sifat kimia serta biologi tanah rhizosfer bambu yang saling mempengaruhi. Sifat kimia tanah yang berpengaruh dalam

disease suppresive soil meliputi: pH tanah, KTK, dan C-organik. Sifat biologi tanah yang berpengaruh diantaranya adalah: total populasi bakteri, kandungan IAA potensial, bakteri penambat N2, bakteri kitinolitik, serta kelimpahan bakteri dan cendawan antibiosis.

DAFTAR PUSTAKA

(10)

Anoop K, Suseela BR. 2014. Evaluation of antagonistic potential of indigenous Trichoderma isolates againts Pythium aphanidermatum Fitz causing rhizome rot in turmeric (Curcuma longa L). Journal of Science 4(2): 99-105

Asniah, Widodo, Wiyono S. 2013. Potensi cendawan asal tanah perakaran bambu sebagai endofit dan agen biokontrol penyakit akar gada pada tanaman brokoli.

JHPT Tropika 1: 61-68

Chliyeh M, Rhimini Y, Selmaoui K, Touhami AO, Maltouf AF, Modafar CE, Moukhli A, Oukabli A, Benkirane R, Douira A. 2014. Geographical distribution of

Phytophthora palmivora in different olive growing regions in Maroco. Int J of Plant, Animal, and Environment Science. 4(01): 297-303.

Elkoca E, Kantar F, Sahin F. 2008. Influent nitrogen fixing and phosphorus solubilizing bacteria on the nodulation , plant growth and yield of chickpea. Journal of Plant Nutrition 31: 157-171.

Fekadu A, Tesfaye A. 2013. Antifungal activity of secondary metabolite of

Pseudomonas fluoresence isolates as a biocontrol agent of chocolate spot disease of faba bean in Ethiopia. African Journal of Microbiology Research

(7): 5364-5373.

Huang X, Zhang X, Yong X, Yang X, Shen Q. 2012. Biocontrol of Rhizoctonia solani damping off disease in cucumber with Bacillus pumilus SQR-N43. J Microbiol

167. 135-143.

Husen E, Wahyudi AT, Suwanto A, Giyanto. 2011. Growth enhancement and disease reductionof soybean by 1-aminocyclopropane-1-carboxylate deaminase-producing Pseudomonas. Am J Appl Sci 8: 1073-1080.

Ipek M, Pirlak L, Esitken A, Donmez F, Turan M, Sahin F. 2014. Plant growth promoting rhizobacteria increase yield, growth and nutrition of strawberry under high calcareous soil condition. Journal of Plant Nutrition 37: 990-1001. Karlidag H, Esitken A, Yildirim E, Donmez MF, Turan M. 2011. Effect of plant growth

promoting bacteria on yield, growth, leaf water content, membrane permeability and ionic composition of strawberry under saline condition.

Journal of Plant Nutrition 34: 34-45.

Muharni. 2009. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Kitinase dari Sum ber Air Panas Danau Ranau Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains 09:12-15.

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Press.

Reddy BN, Saritha KV, Hindumathi A. 2014. In vitro screening for antagonistic potential of seven species of Trichoderma againts different plant pathogenic fungi.

J Biology 2: 29-36.

Reena, Dhanya T, Deepthi H, Pravitha MS, Lecturer D. 2013. Isolation of phosphate solubilizing bacteria and fungi from rhizospheres soil from Banana Plants and its effect on the growth of Amaranthus cruentus L. Journal of Pharmacy and Biological Sciences. 5 (3): 6 – 11

Reetha S, Bhuvaneswari G, Tharmizhiniyan P, Ravi T. 2014. Isolation of indole acetic acid (IAA) producing rhizobacteriaof Pseudomonas fluorescens and Bacillus subtillis and enhance growth of onion. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences 3(2): 568-574.

Sharma R, Rajak RC, Pandey AC. 2010. Evidence of antagonistic interaction between rhizosphere end mycorrhizae fungi associated with Dendrocalamus strictus

(11)

Sharma S, Kumar V, Tripathi RB. 2011. Isolation of phosphate solubilizing microorganism from soil. J Microbiol Biotech Research. 1 (2): 90 - 95

Gambar

Tabel 2  Analisis sifat fisik dan kimia tanah rhizosfer dan non rhizosfer bambu
Tabel 3  Total populasi mikrob dan kandungan IAA potensial tanah rhizosfer bambu
Tabel 5  Uji Antibiosis Mikrob Rhizosfer Bambu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus berpengaruh signifikan terhadap

Hopefully, This paper could help the readers to expand their knowledge about Calculus especially about Derivative.. Tondano, 14 th

Oleh karena itu dalam hubungannya dengan judul tulisan, yakni mengembalikan Nusa Tenggara sebagai gudang ternak, maka program peternakan partisipatif diartikan sebagai

Peserta didik mampu menggunakan nalar dalam mengkaji konsep-konsep kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masa pra- aksara, masa Hindu-Budha, Islam,. - masa

Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis di atas bahwa dengan menggunakan rasio keuangan kinerja terbaik Bank Muamalat dicapai di tahun 2010 dilihat dari

Siang Juragan, Alhamdulillah Hari ini Sastra Blog Bisa Update Postinggan tentang Cara Menghilangkan Blacklist SMADAV 8.9.1 + Key Pro yang pastinya udah ditunggu-tunggu oleh

berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain melainkan menulis merupakan suatu kegiatan

dari dari kendala tersebut adalah tidak adanya buku pegangan guru dan siswa, sehingga dalam pembelajaran akuntansi sendiri guru masih mencari materi dari internet,