BAB II
ALASAN – ALASAN PERLUNYA BAGI HASIL ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
BIDANG USAHA PERTAMBANGAN
A. Penguasaan Negara Atas Kekayaan Alam yang Terkandung di Bawah Tanah
1. Pengertian dan Konsep Penguasaan Negara
Konsep penguasaan negara atau lebih dikenal dengan asas domein mengandung pengertian kepemilikan (ownership). Negara adalah pemilik atas tanah, karena itu memiliki segala wewenang melakukan tindakan yang bersifat kepemilikan (eigensdaad).18
Dari ketentuan UUD 1945 terdapat kerancuan istilah dikuasai oleh negara antara Pasal 33 ayat (2) dengan Pasal 33 ayat (3). Menurut Pasal 33 ayat (2) bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Istilah dikuasai oleh negara dalam pasal ini berarti dimiliki dan dikelola oleh negara secara langsung, yang sekarang dalam bentuk BUMN. Sementara makna dikuasai oleh negara dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dijelaskan oleh Pasal 2 UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, sebagai hak menguasai negara, yang sesuai dengan penjelasan umum UU pokok agraria, istilah dikuasai dalam pasal ini tidak berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia itu. Akibat dari kerancuan makna dikuasai oleh negara seperti dimuat dalam UUD 1945 dan UU Pokok Agraria itu, sering timbul salah faham bagi para penyelenggara negara, yang
18
memandang bahwa hak menguasai negara atas tanah sama dengan hak negara atas cabang produksi yang diurus oleh badan usaha milik negara, yakni diartikan sebagai milik negara, yang kemudian disebut dengan istilah tanah negara.19
2. Tujuan Penguasaan Negara
Penguasaan sumber daya alam oleh negara dalam konteks di atas adalah penguasaan yang otoritasnya menimbulkan tanggung jawab, yaitu untuk kemakmuran rakyat. Otoritas negara dalam penguasaan sumber daya alam bersumber dari Undang-undang Dasar atau konstitusi Negara. Pengertian yang secara normatif diakui dalam ilmu hukum adalah bahwa masyarakat secara sukarela menyerahkan sebagian dari hak-hak kemerdekaannya untuk diatur oleh Negara dan dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk menjaga keteraturan, perlindungan dan kemakmuran rakyat. Negara atau Pemerintah harus memiliki sense of public service, sedangkan masyarakat harus memiliki the duty of public obedience.20
3. Kedudukan Pemerintah Daerah dalam Penguasaan Negara
Dalam konsep otonomi daerah, pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan negara. Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan jawaban atas tuntutan dan desakan desentralisasi
19
Astuti Sri Wahyuni, Dampak Pemasaran Jasa Rumah Sakit Terhadap Nilai, Kepuasan Dan Loyalitas Pasien, Penelitian Pada Pasien Inap Rumah Sakit Umum Di Tiga Ibukota Propinsi Dipulau Jawa, (Surabaya:Pascasarjana Universitas Airlangga, 2001), hal.6
20
pemerintahan dari pusat ke daerah. Sebagai daerah otonom, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota mempunyai kewenangan dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, menggerakkan partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.21
B. Alasan dari Segi Hukum Pentingnya bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Usaha Pertambangan
Dengan demikian, otonomi daerah mengkonsepkan daerah mempunyai keleluasan untuk mengatur dan mengelola wilayahnya sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan daerah dengan tetap memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam.
Substansi UU No.4 Tahun 2009 berusaha menggunakan arah baru kebijakan pertambangan yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional (national
interest), kemanfaatan untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi
pengelolaan dan pengelolaan pertambangan yang baik (good mining practies). Dengan sejumlah prinsip tersebut, maka dalam terjemahannya pada tingkat konstruksi pasal-pasal terdapat beberapa point maju meski disertai dengan cukup banyaknya klausul yang masih membutuhkan klarifikasi.22
Prinsip desentralisasi yang dianut dalam UU No.4 Tahun 2009 (UU Minerba) dapat dikatakan sebagai langkah maju, tetapi masih dipenuhi dengan tantangan. Sebagian ruang bagi peran daerah (provinsi, kabupaten/kota) dapat teridentifikasi
21
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa: 2009), hlm. 12.
22
dalam undang-undang ini. Secara umum, aspek pembagian kewenangan antar pemerintahan (pusat dan daerah) jika merujuk UUD 1945 dan UU No.32 tahun 2004 yang menjadi landasan dalam penyusunan UU No.4 tahun 2009.
C. Alasan Lain Pentingnya Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah dalam Bidang Usaha Pertambangan
1. Pertimbangan Politik
Mengingat bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia begitu luas dan dibagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya menganut asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas perbantuan, maka pembagian kewenangan tersebut dilakukan demi efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan dimaksudkan untuk memberi peluang yang lebih besar bagi daerah-daerah untuk berkembang lebih cepat dan mandiri dalam mencapai pemakmuran rakyat.23
2. Pertimbangan Ekonomi
Salah satu tujuan Negara sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 45 adalah : “memajukan kesejahteraan umum”, yang merupakan landasan yuridis bagi tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintahan negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia agar terlepas dari belenggu kemiskinan setelah dijajah selama 350 tahun. Dalam rangka mewujudkan
23
kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat maka pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang khususnya bidang ekonomi.
3. Pertimbangan Sosiologis
Aspek sosiologis adalah ketentuan yang terdapat pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Ketentuan tersebut penting agar peraturan yang dibuat ditaati oleh masyarakat. Hukum yang dibentuk harus sesuai dengan “hukum yang hidup” (living law) dalam masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dapat dikaji menurut tinjauan landasan aspek sosiologis, yaitu berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 2009 bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.24
24