• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Hutan Penelitian Carita dan di plot tanaman gaharu Darmaga, Jawa Barat, Bagian Kimia Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Oktober 2007 hingga bulan Mei 2008.

Sifat Anti Jamur Ekstrak Batang Aquilaria crassna Terhadap Fusarium bulbigenum

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam tahap ini adalah gergaji, hammer mill,

mesh screen berukuran 40 – 60 mesh, stoples, spatula, erlenmeyer, cawan petri, vacuum evaporator, laminar flow, neraca, dan oven.

Bahan yang digunakan adalah pelarut aseton dan air destilata, serta bahan lain seperti aluminium foil, kertas saring Whatman, media PDA dan media bioasai, serta isolat Fusarium bulbigenum asal Gorontalo. Karena dalam penelitian ini belum dimungkinkan untuk dilakukan penebangan pohon untuk memperoleh serbuk kayu dari bagian kayu teras sejumlah yang dibutuhkan untuk kegiatan fraksinasi, maka bahan serbuk kayu diambil dari masing-masing bagian batang di sekitar titik inokulasi berukuran ± 3 x 3 cm2dari pohon-pohon contoh A.

crassna di plot Darmaga.

Ekstrasi Serbuk Bagian Batang A. crassna

Bagian penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan. Perlakuan adalah 10 individu pohon contoh A. crassna (B1, B2, B3,…, B10). Serbuk kayu diperoleh dari strip bagian batang yang diambil dari masing-masing pohon tersebut. Karena jumlah serbuk yang diperoleh terbatas, maka untuk bagian batang ini tidak dilakukan fraksinasi bertingkat.

Bagian batang yang dikumpulkan dari pohon contoh digiling dengan

(2)

screen berukuran 40-60 mesh. Berat kering tanur serbuk didapatkan dengan menimbang serbuk yang dioven pada suhu 105 ± 30C.

BKT = B0

(ka/100) +1

Dimana: BKT = berat kering tanur serbuk (g); BO = berat awal serbuk; ka = kadar air serbuk (%).

Ekstraksi bagian batang A.crassna dilakukan dengan merendam serbuk berukuran 40 – 60 mesh sebanyak ± 10 g dalam aseton pada suhu kamar. Campuran ini diaduk sesering mungkin, dan setelah 15-20 menit campuran disaring untuk memperoleh ekstrak aseton. Kegiatan perendaman dalam aseton dan penyaringan dilakukan berulang kali hingga ekstrak yang diperoleh dari campuran telah jernih yang berarti seluruh ekstrak aseton dari serbuk kayu telah diperoleh. Kadar ekstraktif dari masing-masing pohon diperoleh dalam berat ekstrak per berat kering tanur serbuk (%, w/w). Berat ekstrak yang diperoleh diketahui dengan mengambil 10 ml larutan ekstrak aseton yang sebelumnya telah dievaporasi sehingga menjadi 100 ml. 10 ml larutan ini ditimbang, kemudian dioven 103 ± 20C selama 24 jam, sehingga diperoleh berat kering tanurnya.

KE = BKTe X (100 ml/10 ml) BKTs

Dimana: KE = kadar ekstrak aseton (%, w/w); BKTe = berat kering tanur ekstrak (g); BKTs = berat kering tanur serbuk (g).

Uji Bioasai Ekstrak Bagian Batang Terhadap F. bulbigenum

Ekstrak aseton (ekstrak B1, B2, B3,.., B10) yang diperoleh selanjutnya di-bioasai terhadap F. bulbigenum yang diisolasi dari pohon penghasil gaharu asal Gorontalo. F. bulbigenum dibiakkan lebih dulu dalam media potatoes dextrose

agar (PDA) selama tujuh hari. Media pengujian bioasai adalah campuran

diamonium tartrat 0,5 g/l, kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 1 g/l, magnesium sulfat terhidrat (Mg2SO4.7H2O) 0,5 g/l, maltosa (C12H22O11+H2O) 5 g/l, tepung agar 20 g/l, glukosa (C6H12O6) 20 g/l, solution de calnieltra 1 ml/l. tepung agar ditempatkan dalam labu 2000 ml, sementara bahan-bahan yang lain dicampur ke dalam 1000 ml air destilata dan di-hot stirrer hingga tidak ada lagi bahan yang

(3)

berbentuk kristal dalam larutan tersebut. Larutan ini kemudian dimasukkan ke labu berisi tepung agar dan diaduk, untuk selanjutnya di-autoclave pada kondisi 1210C tekanan 1 atm selama 20 menit. Sebanyak 10 ml larutan media ini ditempatkan dalam cawan petri percobaan dan ditambahkan 1 ml larutan ekstrak dari masing-masing pohon. Selanjutnya biakan F. bulbigenum yang telah disiapkan sebelumnya dipotong dengan loop inokulasi berdiameter 4 mm dan ditanamkan di tengah media bioasai dalam petri percobaan. Kemudian dilakukan inkubasi selama 10 hari pada suhu ruangan (27 ± 20C). Seluruh kegiatan bioasai berlangsung dalam kondisi aseptik.

Percobaan ini dilakukan dalam desain rancangan acak lengkap (RAL). Individu pohon asal ekstrak aseton merupakan perlakuan, yaitu: K0, B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B9, dan B10, dimana K0 adalah kontrol; B1 sampai dengan B10 adalah media dengan masing-masing penambahan 1 ml ekstrak pohon 1 sampai dengan pohon 10. Percobaan dilakukan dalam 3 (tiga) ulangan.

Setelah 10 hari atau akhir waktu inkubasi, dilakukan pengukuran terhadap pertumbuhan miselia jamur (mm). Formula Mori et al. (1997) digunakan untuk mengukur aktivitas anti jamur atau antifungal activity (AFA), sebagai berikut:

AFA(%) = GC – GT X 100% GC-A

Dimana: AFA = anti fungal activity (%); GC = growth of control (mm); GT =

growth of treatment (mm); A = ukuran miselia di awal inkubasi (mm)

Berdasarkan nilai AFA, aktivitas setiap fraksi ekstrak diklasifikasikan ke dalam kategori seperti tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi tingkat aktivitas anti jamur ekstrak

Antifungal activity (AFA) Tingkat aktivitas

AFA ≥75% 75% ≤AFA < 50% 50% ≤AFA < 25% 25% ≤AFA < 0 0 Sangat kuat (++++) kuat (+++) sedang (++) lemah (+) tidak aktif (-)

(4)

Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis sidik ragam dan jika terdapat pengaruh yang nyata dilakukan uji lanjutan Duncan (Steel dan Torrie 1993; Matjik dan Sumertajaya 2002).

Sifat Anti Jamur Ekstrak Dahan Aquilaria crassna dan Fraksinya Terhadap Fusarium bulbigenum

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam tahap ini adalah gergaji, hammer mill,

mesh screen berukuran 40 – 60 mesh, stoples, spatula, erlenmeyer, cawan petri, vacuum evaporator, laminar flow, funnel separator, neraca, dan oven.

Dalam tahap ini digunakan bahan-bahan sebagai berikut: serbuk dari dahan pohon A. crassna, pelarut etanol, n-heksan, eteil asetat, butanol dan air destilata, serta bahan lain seperti aluminium foil, kertas saring Whatman, media PDA, serta isolat F. bulbigenum asal Gorontalo. Bahan serbuk diperoleh dari bagian dahan pohon A. crassna yang dikumpulkan untuk memperoleh serbuk sebanyak 2.000 g. Ekstraksi Serbuk Dahan A. crassna

Dahan yang dikumpulkan dari pohon contoh digiling dengan hammer mill, serbuk yang diperoleh kemudian disaring menggunakan mesh screen berukuran 40-60 mesh. Berat kering tanur serbuk didapatkan dengan menimbang serbuk yang dioven pada suhu 105 ± 30C.

Ekstraksi serbuk kayu dahan A.crassna dilakukan dengan metode Wu et al. (2005) yang dimodifikasi. Serbuk sebanyak 2.000 g direndam dalam etanol 70% pada suhu kamar. Campuran ini diaduk sesering mungkin. Setelah 48 jam campuran ini disaring dengan kertas saring untuk memperoleh ektrak kasar yang kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu ± 400C hingga diperoleh volume 1 liter, kemudian ekstrak ditimbang.

Ekstrak kasar (ekstrak etanol) tersebut kemudian secara suksesif difraksinasi berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan (n-C6H14), etil asetat (EtOAc), dan butanol (BuOH) untuk mendapatkan fraksi terlarut dari ekstrak n-heksan, ekstrak EtOAc, ekstrak BuOH, dan fraksi residu atau fraksi tak larut BuOH.

(5)

Gambar 2 Skema ektraksi bertingkat serbuk dahan A. crassna.

Untuk mendapatkan ekstrak n-heksan, 500 ml dari ekstrak etanol diambil dan dievaporasi hingga diperoleh volume sebanyak 100 ml. Larutan ekstrak etanol kental ini selanjutnya dimasukkan ke dalam funnel separator, kemudian ditambahkan air destilata sebanyak 20 ml dan pelarut n-heksan sebanyak 75 ml. Campuran ini dikocok dan dibiarkan sampai terjadi pemisahan antara pelarut etanol dengan n-heksan, selanjutnya fraksi terlarut n-heksan dipisahkan dari residu. Fraksi n-heksan yang diperoleh disimpan ke dalam botol yang tertutup rapat. Kegiatan ini diulang sampai larutan yang diperoleh jernih yang berarti seluruh ekstrak dari fraksi n-heksan telah terlarut.

Residu hasil fraksinasi dengan n-heksan yang tertinggal dalam funnel

separator kemudian ditambahkan dengan pelarut etil asetat sebanyak 75 ml.

Selanjutnya dikocok dan dibiarkan sampai terjadi pemisahan seperti halnya

Ekstraksi etanol 3 x 1 L

Fraksi aktif

Serbuk dahan A. crassna 40-60 mesh

Ekstrak etanol

Fraksi terlarut n – heksan Residu

Fraksi terlarut etil asetat Residu

Fraksi terlarut butanol Fraksi residu

Fraksinasi n-heksan

Fraksinasi etil asetat

(6)

fraksinasi dengan n-heksan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil asetat dipisahkan dan disimpan pada botol yang tertutup rapat. Fraksinasi ini juga dilakukan hingga ekstrak yang diperoleh telah jernih.

Fraksi terlarut butanol diperoleh dengan menambahkan 75 ml butanol pada residu fraksi etil asetat yang tersisa di funnel separator. Setelah pengocokan dan terjadi pemisahan, fraksi terlarut butanol dan fraksi residu dipisahkan kemudian disimpan. Fraksinasi ini diulang hingga ekstrak yang diperoleh telah jernih. Uji Bioasai Terhadap F. bulbigenum

Lima fraksi dari dahan A. crassna diuji bioasai terhadap F. bulbigenum yang diisolasi dari pohon penghasil gaharu asal Gorontalo, yaitu ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi butanol dan fraksi residu. F. bulbigenum

disiapkan lebih dulu dengan dibiakkan dalam media potatoes dextrose agar (PDA) selama tujuh hari. Sebanyak 4 ml media (PDA) dimasukkan ke dalam cawan petri percobaan dan ditambahkan masing-masing fraksi ekstrak. Setiap fraksi ekstrak dibuat dalam konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% (w/w, berat ekstrak/berat media agar). Campuran dalam petri disk ini kemudian di-autoclave pada suhu 120oC dan tekanan 1 atm selama 10 menit. Selanjutnya biakan F.

bulbigenum yang telah disiapkan sebelumnya dipotong dengan loop inokulasi

berdiameter 4 mm dan ditanamkan di tengah media dalam petri percobaan. Kemudian dilakukan inkubasi selama 10 hari pada suhu ruangan (27 ± 20C).

Percobaan ini dilakukan dalam desain rancangan acak lengkap (RAL) untuk setiap fraksi. Konsentrasi ekstrak fenolik dari setiap fraksi merupakan perlakuan, yaitu: K0, K1, K2, K3, K4, dan K5. Percobaan dilakukan dalam tiga ulangan.

Setelah 10 hari atau akhir waktu inkubasi, dilakukan pengukuran terhadap pertumbuhan miselia jamur (mm). Formula Mori et al. (1997) digunakan untuk mengukur aktivitas anti jamur atau antifungal activity (AFA), sama seperti halnya dengan bioasai ekstrak dari bagian batang.

Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis sidik ragam dan jika terdapat pengaruh yang nyata dalam setiap fraksi maka dilakukan uji lanjutan Duncan (Steel dan Torrie 1993; Matjik dan Sumertajaya 2002).

(7)

Dari hasil bioasai ini diperoleh fraksi yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan F. bulbigenum. Hasil yang diperoleh dari bioasai ini digunakan sebagai dasar untuk menduga hubungan kandungan fenolik dengan kerentanan pohon dalam pembentukan gaharu. Fraksi yang paling aktif dalam mengatasi F.

bulbigenum, diduga sebagai fraksi yang mengandung komponen yang

berpengaruh dalam keresistenan pohon dalam pembentukan gaharu.

Hubungan Ekstraktif Pohon

Dengan Infeksi Oleh Fusarium bulbigenum

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah instrumen GCMS Pirolisis, bor tangan, alat injeksi, kertas kalkir, planimeter, kertas saring whatman, kantong plastik, dan kertas label. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah 10 pohon A. crassna dan 20 pohon A. microcarpa, isolat cair F. bulbigenum yang diisolasi dari pohon gaharu di Gorontalo.

Pohon Contoh

Pohon contoh adalah pohon penghasil gaharu, 10 pohon A. crassna dari plot Darmaga dan 20 pohon A. mirocarpa dari Hutan Penelitian Carita yang merupakan tegakan budidaya. Pemilihan pohon contoh dilakukan secara acak. Pohon-pohon contoh ini menjadi sumber sampel, baik untuk bioasai ekstraktif terhadap F. bulbigenum, pendugaan hubungan kandungan fenolik dengan kerentanan pohon, maupun untuk kegiatan inokulasi dan analisis mikrobiologi. Dari pohon contoh ini didokumentasikan kondisi pohon: kondisi daun, kondisi batang dan kulit batang (mengelupas atau tidak), serta kondisi fisik lainnya yang diperlukan (ada atau tidaknya dahan/ranting yang patah, dan lain-lain).

Pengambilan Contoh Pra-Inokulasi

Inokulasi dilakukan sampai ketinggian batang 1,5 m dari permukaan tanah, sehingga pengambilan sampel uji pra-inokulasi ini dilakukan pada area tersebut. Dari area yang telah ditentukan tadi diambil tiga sampel uji dari bagian batang berbentuk strip berukuran ± 3 x 3 cm2. Tiga strip sampel yang diperoleh dari pohon yang sama disatukan untuk analisa kandungan fenolik. Strip sampel ini

(8)

disayat-sayat hingga berukuran kecil, dikeringanginkan dan digiling dengan

hammer mill untuk mendapatkan serbuk kayu yang

dianalisis senyawa fenoliknya.

Gambar 3 Pola pengambilan

Analisis kandungan Fenolik

Analisis yang dilakukan pertama sekali adalah analisis konsentrasi total fenolik mengggunakan

dari A. microcarpa

berbentuk serbuk berukuran 40 ml aseton 70%. Campuran ini di

disentrifus pada 3.500 rpm selama 10 menit. disaring untuk dianalisa.

Larutan disiapkan sebanyak 50 ml, kemudian ditambahkan larutan Folin ciocalteau 1 N sebanyak 0,5 ml, dikocok, dilanjutkan dengan penambahan larutan Na2CO3 20% sebanyak 2,5 ml. Larutan ini didiamkan selama 15 menit sebelum digunakan untuk determina

spectrophotometer pada

ppm terhadap asam tanat sebagai standar yang digunakan. Metode yang digunakan ini merupakan modifikasi dari Asami

sayat hingga berukuran kecil, dikeringanginkan dan digiling dengan untuk mendapatkan serbuk kayu yang selanjutnya

senyawa fenoliknya.

Dimodifikasi dari The Rain Forest Project

Pola pengambilan sampel uji dan pola spiral untuk inokulasi

Analisis kandungan Fenolik Pra-Inokulasi

Analisis yang dilakukan pertama sekali adalah analisis konsentrasi total fenolik mengggunakan metode Folin-Ciocalteau. Terdapat 30 unit

A. microcarpa dan 10 dari A. crassna). Masing-masing unit

berukuran 40 – 60 mesh ini diambil 1 g dan diekstrak dengan 10 ml aseton 70%. Campuran ini di-vortex setelah didiamkan sejenak,

500 rpm selama 10 menit. Hasil larutan ekstrak analisa.

Larutan disiapkan sebanyak 50 ml, kemudian ditambahkan larutan Folin ciocalteau 1 N sebanyak 0,5 ml, dikocok, dilanjutkan dengan penambahan larutan 20% sebanyak 2,5 ml. Larutan ini didiamkan selama 15 menit sebelum digunakan untuk determinasi konsentrasi total fenolik

pada λ 725 nm. Konsentrasi total fenolik dinyatakan dalam ppm terhadap asam tanat sebagai standar yang digunakan. Metode yang digunakan ini merupakan modifikasi dari Asami et al. (2003).

sayat hingga berukuran kecil, dikeringanginkan dan digiling dengan diekstrak untuk

untuk inokulasi.

Analisis yang dilakukan pertama sekali adalah analisis konsentrasi total Ciocalteau. Terdapat 30 unit sampel uji (20

masing unit sampel uji ini diambil 1 g dan diekstrak dengan 10 setelah didiamkan sejenak, selanjutnya ekstrak yang diperoleh

Larutan disiapkan sebanyak 50 ml, kemudian ditambahkan larutan Folin ciocalteau 1 N sebanyak 0,5 ml, dikocok, dilanjutkan dengan penambahan larutan 20% sebanyak 2,5 ml. Larutan ini didiamkan selama 15 menit sebelum menggunakan 725 nm. Konsentrasi total fenolik dinyatakan dalam ppm terhadap asam tanat sebagai standar yang digunakan. Metode yang

(9)

Dari hasil analisis kandungan total fenolik, 2 (dua) pohon contoh dari setiap lokasi ditentukan secara purposif untuk dianalisa senyawa fenoliknya. Pohon contoh dipilih berdasarkan konsentrasi total fenolik (tinggi dan rendah) dan ditambah pertimbangan performanya (sehat dan kurang sehat). Ekstrak dari pohon terpilih ini dianalisa untuk mengetahui jenis senyawa yang terdapat di dalamnya. Analisa dilakukan menggunakan instrumen GCMS Pirolisis merk Shimadzu GCMS-QP2010, dimana jenis senyawa yang ada diketahui berdasarkan pustaka otentik yang dimiliki instrumen tersebut. Larutan ekstrak dari pohon terpilih dikristalkan dan kemudian dimasukkan dalam tabung echo instrumen tersebut, selanjutnya dilakukan running instrumen.

Prosedur Inokulasi

Pohon contoh diinokulasi untuk menginduksi pembentukan gaharu. Hasil pembentukan gaharu yang terjadi selanjutnya dihubungkan secara kuantitatif dengan kandungan fenolik pada pra-inokulasi. Inokulasi dilakukan pada semua pohon contoh, dalam pola seperti yang terlihat pada Gambar 4. Pola pengeboran dibuat dalam bentuk tiga jalur spiral mengelilingi batang hingga setinggi 1,5 m. Jarak vertikal adalah 10 cm dan jarak horizontal 5 cm dengan lubang bor memiliki diameter ± 1 mm, jadi terdapat 15 titik injeksi dalam satu jalur spiral dan total 45 titik dalam satu pohon contoh.

Sebelum penginjeksian, semua peralatan injeksi yang digunakan disterilkan lebih dulu dengan alkohol 70% untuk menghindari adanya kontaminasi dari mikroba-mikroba lain. Pengeboran dilakukan dengan kedalaman mencapai 1/3 diameter batang dengan tujuan inokulum cair nantinya mencapai kambium dan bagian floem kayu. Inokulum F. bulbigenum cair asal Gorontalo diinjeksikan sebanyak 1 ml untuk setiap lubang bor di batang pohon. Lubang injeksi dibiarkan terbuka untuk memberi kondisi aerasi bagi mikroba yang diinokulasikan.

(10)

Gambar 4 Pola titik inokulasi F. bulbigenum pada batang pohon contoh. Pengamatan dan Pengambilan Data

Untuk menganalisis bentuk hubungan antara kandungan fenolik dengan kerentanan pohon, nilai hasil pengamatan dari dua variabel tersebut di-plotting dalam grafik dua dimensi sehingga dapat diketahui kecenderungan hubungannya. Parameter bagi kerentanan pohon adalah kuantitas infeksi yang direpresentasikan dengan luasan area infeksi (mm) di permukaan batang. Luasan area infeksi diukur dengan mempolakan area terinfeksi di permukaan batang pada kertas kalkir dan kemudian diukur luasnya menggunakan milimeter blok (mm2). Pengukuran area luasan infeksi dilakukan setiap 2 bulan, jadi selama 6 bulan kegiatan terdapat 3 kali hasil pengukuran.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan pada umur inokulasi 6 (enam) bulan diolah dan hasil yang diperoleh disajikan secara deskriptif dengan plotting graphic dua dimensi (Steel dan Torrie 1993; Matjik dan Sumertajaya 2002).

Perubahan Senyawa Pada Batang Pohon Gaharu

Dari pohon-pohon yang telah terpilih untuk analisa jenis senyawa pra-inokulasi menggunakan instrumen GCMS Pyrolysis, dipilih satu pohon sebagai pohon contoh untuk analisis perubahan komposisi senyawa yang terjadi selama 6 bulan proses pembentukan gaharu sejak inokulasi. Perubahan komposisi senyawa ini merupakan pendekatan terhadap reologi kimiawi pohon yang terjadi.

10 cm 5 cm

(11)

Pengambilan contoh dilakukan pada saat sebelum inokulasi (H0), 3 hari setelah inokulasi (H3), 2 bulan setelah inokulasi (B2), dan 6 bulan inokulasi (B6).

Pengambilan contoh dari pohon terpilih dilakukan dengan mengambil strip berukuran ± 3 x 3 cm2dari batang dengan titik injeksi sebagai pusatnya. Contoh mengandung bagian nekrosis yang berwarna kehitamam dan sedikit bagian yang masih sehat disekitar area nekrosis. Contoh ini selanjutnya dipersiapkan dan diekstrak dengan pelarut aseton untuk dianalisis menggunakan instrumen GCMS Pirolisis. Data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskriptif, untuk melihat perubahan komposisi senyawa pada pohon contoh selama 6 bulan proses pembentukan gaharu.

Analisis Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi dilakukan untuk mengidentifikasi jenis mikroba yang terdapat di area infeksi. Analisis dan pengambilan contoh dilakukan dalam interval setiap 2 (dua) bulan sejak inokulasi dilakukan, selama 6 bulan atau sebanyak 3 kali pengambilan contoh. Identifikasi mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Puslit Hutan dan Konservasi Alam. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan disajikan secara deskriptif.

Isolasi Fusarium dari bagian tanaman yang mengalami nekrosis dapat langsung dilakukan dari bagian yang rusak ini. Metode isolasi dan identifikasi jamur yang terdapat di daerah nekrosis ini dilakukan berdasarkan metode Ykema dan Stutz (1991) yang dimodifikasi. Contoh nekrosis ditempatkan pada toples dan kemudian dicuci dengan air destilasi, selanjutnya dilakukan sterilisasi dengan sodium hipoklorida 1% selama 30 detik, dan dicuci lagi dengan air destilasi. Untuk menginduksi pertumbuhan miselial, contoh kemudian diinkubasi pada suhu kamar di media PDA dalam petri uji. Jika terdapat lebih dari satu jenis jamur, dapat diketahui dari perbedaan warna koloni yang terjadi. Dari koloni-koloni yang berbeda ini dilakukan serangkaian isolasi spora tunggal. Isolat spora tunggal dipindahkan ke media potatoe dextrose agar (PDA) kemudian dibandingkan dengan biakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi Hutan Puslit Hutan dan Konservasi Alam yang telah teridentifikasi.

Gambar

Gambar 2 Skema ektraksi bertingkat serbuk dahan A. crassna.
Gambar 3 Pola pengambilan
Gambar 4 Pola titik inokulasi F. bulbigenum pada batang pohon contoh.

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang dari munculnya konflik otonomi daerah mengenai penetapan batas wilayah antara Kota dengan Kabupaten Magelang berawal dari upaya dari pihak Kota

Bila kita mencermati pola pada Tari Gambyong secara keseluruhan, kita akan mendapatkan bahwa dalam pola Tari Gambyong terdapat unsur matematika yaitu di antaranya

 Menyimpan dan mengemaskini semua maklumat dan data-data berkaitan pelajar kelas masing- masing dalam fail yang disediakan oleh Unit BOSS..  Menyiapkan dan

Hasil penelitian menggunakan catatan medis tentang pengaruh pemberian heparin intravena sebagai profilaksis trombosis vena dalam terhadap jumlah trombosit pada

Terkait dengan kelestarian sosial perusahaan memiliki kebijakan pembangunan sosial masyarakat yang tertuang dalam program kelola sosial, berupa program pemberdayaan

Menurut Scott (2009) alasan apapun yang dapat digunakan manajer dalam memilih suatu kebijakan akuntansi dari sekumpulan akuntansi agar dapat meraih tujuannya

Beberapa pernyataan dalam siaran pers ini adalah atau mungkin merupakan pernyataan untuk masa yang akan datang. Pernyataan ini umumnya memuat kata- kata seperti “akan”,