• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konstruksi Sumur Gali Dan Kandungan Coliform Pada Air Sumur Terhadap Kejadian Diare Di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konstruksi Sumur Gali Dan Kandungan Coliform Pada Air Sumur Terhadap Kejadian Diare Di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Tahun 2015"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyediaan Air Bersih

Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan dapat dipastikan tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo, dkk, 2005).

Menurut Permenkes No: 416/MEN.KES/PER/IX/1990, Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Depkes, 1990). Air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan.Air terdapat diseluruh badan, ditulang terdapat air sebanyak 22% berat tulang, didarah dan diginjal sebanyak 83%. air bagi kesehatan dapat dilihat jumlah air yang ada di dalam organ, seperti 80% dari darah terdiri atas air, 25% dari tulang, 75 % dari urat syaraf 80% dari ginjal, 70% dari hati, dan 75 % dari otot adalah air..Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian.Karena orang dewasa perlu minum minimum 1,5-2 liter sehari (Soemirat, 2001).

(2)

Setelah jatuh ke permukaan tanah akan menimbulkan limpasan yang mengalir kembali ke laut. Dalam usahanya untuk mengalir kembali ke laut beberapa di antaranya masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh yang terdapat di bawah permukaan air tanah. Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan (evaporasi) sehingga masih ada lagi air yang ditinggalkan menjadi uap. Akhirnya air tidak menguap ataupun mengalami infiltrasi tiba kembali ke laut lewat palung-palung sungai. Air tanah yang bergerak jauh lebih lambat mencapai laut dengan jalan keluar melewati palung-palung air sungai atau langsung merembes ke pantai-pantai. Dengan demikian seluruh daur telah dilalui kemudian akan berulang kembali (Sutrisno, 2006).

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Suyono, 2012).

Menurut Entjang (2000), sumber air di alam dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Air dalam tanah (ground water).

(3)

2. Air permukaan (surface water) adalah air yang terdapat pada permukaan tanah. Air permukaan harus diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan karena umumnya telah mengalami pengotoran. Misalnya: air sungai, air rawa, air danau, air kolam, dan air hujan.

Air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain, karakter tersebut antara lain :

1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0oC – 100o C, air berwujud cair.

2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik.

3. Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan adalah proses perubahan air menjadi uap air.

4. Air merupakan pelarut yang baik.

5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.

6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku (Effendi, 2003).

2.1.1 Persyaratan Kualitas Air

(4)

1) Kekeruhan

Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik seperti berikut jernih atau tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan tanah liat maka air semakin keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit.

2) Tidak berwarna

Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.

3) Rasanya tawar

Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin itu, disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.

4) Tidak berbau

Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami penguraian oleh mikroorganisme air.

5) Temperaturnya normal

(5)

6) Tidak mengandung zat padatan

Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103-1050C (Kusnaedi, 2010).

Standar kualitas air bersih diatur oleh Keputusan Menteri kesehatan republik Indonesia, Nomor : 416/MENKES/PER/IX/1990. Adapun syarat kualitas air bersih meliputi :

1. Syarat-syarat fisik.

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.

2. Syarat-syaratKimia.

Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.

3. Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis.

(6)

4. Syarat-syarat Radiologis.

Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma (Depkes, 1990).

2.1.2 Air dan Penyakit

Penyakit yang sering menular dengan perantaraan air adalah penyakit yang tergolong kedalam golongan “water borne diseases”. Air rumah tangga dikatakan memenuhi syarat bakteriologis bila: tidak mengandung suatu bibit penyakit, tidak mengandung bakteri Escherichia coli dan bakteri saprophyt tidak lebih dari 100/ml air (Entjang, 2000).

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit (Kusnaedi, 2010).

Ada dua cara umum penularan penyakit :

1. Penularan langsung atau juga dikenal sebagai penularan dari orang ke orang, adalah perpindahan patogen atau agens secara langsung dan segera dari pejamu/reservoir ke pejamu yang rentan. Penularan langsung dapat terjadi melalui kontak fisik atau kontak langsung orang per orang, seperti bersentuhan dengan tangan yang terkontaminasi, sentuhan kulit dengan kulit, berciuman, atau hubungan seksual.

(7)

yang rentan sehingga menimbulkan penyakit. Penularan tidak langsung dilakukan melalui beberapa cara penularan berikut:

a. Penularan airborne terjadi ketika droplet atau partikel debu membawa patogen ke pejamu dan menginfeksinya.

b. Penularan waterborne terjadi ketika patogen terbawa dalam air minum, kolam renang, sungai, atau danau yang digunakan untuk berenang.

c. Penularan vehicleborne berhubungan dengan fomite (barang/benda), misalnya peralatan makan, pakaian, peralatan cuci, sisir, botol air minum, dan sebagainya (Timmreck, 2004).

Secara tradisional empat penggolongan penyakit yang berkaitan dengan air adalah :

1. Water borne diseases, adalah penyakit yang ditularkan langsung melalui air minum, di mana air yang diminum mengandung kuman pathogen sehingga menyebabkan yang bersangkutan menjadi sakit. Penyakit-penyakit yang tergolong water borne diseases adalah: kolera, typhus, desentri , dan lain-lain.

2. Water washed diseases, merupakan penyakit yang berkaitan dengan kekurangan

air higiene perorangan. Penyakit yang tergolong di sini adalah: skabies, infeksi kulit, dan selaput lendir, trakhoma, lepra, dan lain-lain.

3. Water Based Disease. Penyakit ini memiliki host perantara yang hidup di dalam air. Penyakit yang dapat muncul adalah schistosomiasis dan dracontiasis.

4. Water Related Vectors, adalah penyakit yang ditularkan oleh vektor penyakit

(8)

tergolong di sini adalah malaria, demam berdarah dengue, filariasis dan sebagainya (Achmadi, 2008).

Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne diseases, atau penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah. Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa (Warlina, 2004).

Beberapa penyakit menular yang dapat ditularkan melalui air :

a. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan defekasi encer lebih dari 3 x sehari, dengan/tanpa dan/atau lendir dalam tinja yang bisa disebabkan oleh bakteri ataupun virus, parasit, malabsobrsi, alergi dan imunodefiesiensi.

b. Cholera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat. Penyakit cholera disebabkan oleh bakteri vibrio cholera. Masa tunasnya berkisar beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala utamanya adalah mumtaber, dehidrasi dan kolaps. Gejala khasnya adalah tinja yang menyerupai air cucian beras.

(9)

Bila air tersebut diminum, salmonella typi akan masuk ke usus manusia dan berkembang biak hingga menyebabkan timbulnya penyakit yaitu:

1. Hepatitits A disebabkan oleh virus hepatitis A dengan gejala utama demam akut dengan perasaan mual dan muntah, hati membengkak dan sclera mata menjadi kuning.

2. Dysentrie amoeba disebabkan protozoa bernama Entamoebe hystolitica gejala utamanya adalah tinja yang bercampur darah dan lendir.

3. Tularemia oleh Pasteurella tularensis. 4. Poliomielitis akuta oleh virus polio

5. Guiena worm disesase (dracuntias) disebabkan Disentri basiler oleh Shygella

dysentriae, Shygella flexneri, Shygella boydii, Shygella sonnei.

6. Oleh cacing gelang Dracunculus medimensis

7. Disentri amoeba disebabkan oleh protozoa bernama Entamoeba hystolitica 8. Toksik sianobakteria, keracunan akibat toksin yang dihasilkan bakteri dalam air. 9. Melalui kulit adalah karena kontak langsung dengan kulit yaitu scabies

disebabkan oleh Sarcoptes sbcabiei dan penyakit mata oleh virus (Suyono, 2012).

2.2 Sumur Gali

2.2.1 Pengertian Sumur Gali

(10)

tangga, maka air sumur harus dilindungi terhadap bahaya-bahaya pengotoran (Entjang, 2000).

Sumur gali adalah sarana air bersih yang mengambil/memanfaatkan air tanah dengan cara menggali lubang di tanah dengan cara menggali lubang di tanah sampai mendapatkan air. Lubang kemudian diberi dinding, bibir, tutup dan lantai serta sarana pengolahan air limbah (SPAL) (Depkes, 2008).

Sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur harus kedap air, tempat penampungan air limbah minimal 10 meter dari air sumur gali dan terbuat dari bahan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat (Entjang, 2000).

(11)

Jenis sumber air untuk seluruh kebutuhan rumah tangga di Indonesia pada umumnya adalah sumur gali terlindung (29,2%), sumur pompa (24,1%), dan air ledeng/PDAM (19,7%) (Kemenkes, 2013).

Sumur gali dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yakni: a. Air sumur dangkal.

Air sumur dangkal adalah air yang keluar dari dalam tanah, sehingga disebut sebagai air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum dianjurkan untuk dipergunakan karena masih adanya kontaminasi kotoran dari permukaan tanah. Oleh karena itu, perlu direbus dahulu sebelum diminum.

b. Air sumur dalam.

Air sumur dalam yaitu air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah, yang kedalamanya dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Oleh karena itu, sebagaian besar air sumur dalam ini sudah layak untuk dijadikan air minum (tanpa melalui proses pengolahan) (Joko, 2010).

2.2.2 Konstruksi Fisik Sumur Gali

(12)

1. Lokasi

a. Apabila sumber pencemaran terletak lebih tinggi dari sumur gali dan diperkirakan air tanah mengalir ke sumur gali, maka jarak ke sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter.

b. Jika jarak sumber pencemaran sama / lebih rendah dari sumur gali maka jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 9 meter.

c. Sumber pencemaran adalah jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak, dan sumber / saluran resapan.

2. Lantai

Lantai harus kedap air minimal harus 1 meter dari sumur dan air kotor, mudah untuk dibersihkan, tidak menyebabkan genangan air, kemiringan minimal 1-5 °. 3. SPAL

SPAL harus kedap air, tidak menimbulkan genangan air dan kemiringannya minimal 2°.

4. Bibir sumur

Bibir sumur minimal 80 cm dari lantai, bahan kuat dan kedap air. 5. Dinding sumur

Dinding sumur harus kedap air, secara vertikal, minimal 3 meter dari permukaan tanah.

6. Tutup sumur

(13)

7. Timba (ember tali)

Jika pengambilan dengan timba maka harus di sediakan timba khusus untuk mencegah pencemaran, timba harus di gantung dan tidak boleh di letakkan di lantai (Depkes RI, 1992).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik pada semua sumur gali 100% tidak memenuhi syarat, yakni berdasarkan konstruksi sumur gali, jarak dengan jamban, jarak dengan kandang ternak dan genangan air sebagai sumber pencemar lain. Berdasarkan aspek pengguna sumur gali ; 78% responden berpengetahuan baik, 22% kurang ; 74% memiliki sikap yang baik, 26% kurang ; dan 32% memiliki tindakan yang baik, 68% kurang. Dengan demikian perlunya perbaikan kondisi fisik sumur gali, perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat pengguna sumur gali tentang kondisi fisik sumur gali, perlu adanya pemantauan dan pengawasan kualitas air bersih, dan sebaiknya melibatkatkan masyarakat agar masyarakat secara mandiri memenuhi kebutuhan mutlak yakni air bersih (Katiho dkk., 2011).

2.3 Coliform

Berbagai metode untuk mengidentifikasi bakteri patogen di dalam air telah dikembangkan. Akan tetapi, penentuan semua jenis bakteri patogen ini membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga penentuan kelompok bakteri Coliform dianggap sudah cukup baik dalam menilai tingkat kualitas air. Escherichia

coli adalah salah satu bakteri Coliform berbahaya yang ditemukan dalam tinja

(14)

tinja. Keberadaan Escherichia coli di perairan secara berlimpah menggambarkan bahwa perairan tersebut tercemar oleh tinja manusia atau hewan, yang mungkin juga disertai dengan cemaran bakteri patogen. Penentuan bakteri Coliform sebagai indikator adanya pencemaran tinja pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1914 (Effendi, 2003).

Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator

adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu. Adanya bakteri koliform di dalam makanan/minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Fardiaz, 2011).

Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Penentuan Coliform faekal menjadi indikator pencemaran karena jumlah koloninya pasti berkolerasi positif dengan keberadaan bakteri patogen, selain itu mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat dan sederhana dari pada mendeteksi bakteri

patogenik lain. Contoh bakteri Coliform adalah Eschericia coli, dan Enterobacter aerogenes. Jadi Coliform adalah indikator kualitas air, semakin sedikit Coliform

semakin baik kualitas air (Haryono, 2004).

(15)

seperti radang usus, diare, infeksi pada saluran kemih dan empedu. Jenis bakteri terakhir adalah bakteri Colitinja yaitu bakteri yang berasal dari kotoran tinja hewan ataupun manusia. Kemunculan bakteri disebabkan oleh masuknya tinja, kotoran hewan, sampah, air kencing, dahak, ekskresi luka, dan sebagainya, ke dalam badan air atau adakalanya pencemar yang masuk ke dalam air tidak disengaja, seperti masuknya kembali air buangan kedalam sumur, adanya pipa air yang bocor yang menyebabkan hubungan pipa air yang bersih dengan air riul (Utami, 2012).

Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Penentuan Coliform faekal menjadi indikator pencemaran karena jumlah koloninya pasti berkolerasi positif dengan keberadaan bakteri patogen, selain itu mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat dan sederhana dari pada mendeteksi bakteri

patogenik lain. Contoh bakteri Coliform adalah Eschericia coli, dan Enterobacter aerogenes. Jadi Coliform adalah indikator kualitas air, semakin sedikit Coliform. Untuk menguatkan hasil pengujian kemungkinan adanya pencemaran faeces, selain E.Coli juga digunakan bakteri indikator lain sebagai pelengkap, yaitu streptococcus

faecalis. Bakteri ini terdapat didalam faeces dan jumlahnya bervariasi, tetapi biasanya

(16)

mengetahui kualitas air adalah Clostridium Perfringens. Merupakan bakteri yang bersifat gram positif berbentuk batang dan membentuk spora (Fardiaz, 2011).

Bakteri ini juga bersifat anaerobik (tidak memerlukan oksigen untuk kehidupannya). Clostridium Perfringens biasanya juga terdapat didalam faeces, meskipun dalam jumlah jauh lebih sedikit dari pada E.Coli. Spora bakteri ini dalam air dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan bakteri dari kelompok coliform, serta tahan terhadap proses klorinasi pada proses yang biasa digunakan pada

praktek sanitasi air. Ditemukannya spora dari Clostridium perfringens pada suatu sampel air menunjukkan adanya kontaminasi oleh faeces, dan bahwa pencemaran tersebut telah terjadi dalam waktu yang agak lama. Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut golongan perantara, mempunyai sifat seperti coli, tetapi lebih banyak didapatkan di dalam habitat tanah dan air daripada di dalam usus, sehingga disebut “non-fekal”, dan umumnya tidak patogen (Suriawiria, 2008).

Persyaratan kualitas mikrobiologi air bersih yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 adalah seperti pada tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1. Daftar Persyaratan Mikrobiologi Kualitas Air Bersih

(17)

2.4 Diare

2.4.1 Definisi Diare

Diare adalah buang air besar atau defekasi yang encer dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lender dalam tinja (Mansjoer, 2000). Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari (Ramaiah, 2000).

Menurut Kemenkes RI (2011) diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2005 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare menyebutkan bahwa diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari (Depkes, 2002).

(18)

keluarga dan jangkauan layanan kesehatan perlu dipertimbangkan juga sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian luar biasa diare (Kemenkes, 2013).

2.4.2 Etiologi Diare

Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada beberapa kasus, keduanya sama-sama berperan. Penyebab noninfeksi dapat berupa obat-obatan, alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti, inflammatory bowel disease, atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan sindrom karsinoid.

Penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, ataupun parasit. Di negara-negara berkembang, prevalensi diare akut akibat bakteri dan parasit lebih tinggi dibandingkan akibat virus, dengan puncak kasus pada musim kemarau. Sebaliknya, di negara-negara industri diare akut lebih banyak disebabkan oleh infeksi virus. Frekuensi isolasi organisme dari kultur feses sebesar 2-40% pada berbagai penelitian. Angka ini kemungkinan masih jauh dari yang sebenarnya karena banyak pasien yang tidak meminta pertolongan medis serta kultur feses tidak selalu dilakukan ketika pasien berobat ke dokter (Eppy, 2009).

Penyebab diare berkisar 70% sampai 90% sudah dapat diketahui dengan pasti, dimana penyebab diare ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Penyebab tidak langsung

(19)

b. Penyebab langsung

Termasuk dalam penyebab langsung antara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi 2 golongan yaitu: 1) Diare sekresi

a) Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri seperti Shingella,

Salmonella, E.coli, Golongan Vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium,

golongan virus seperti: Protozoa, Entamoeba histolicia, Giardialamblia, Cacing perut, Ascaris, Jamur.

b) Hiperperistaltik usus halus yang berasal dari bahan-bahan makanan, kimia misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam, gangguan psikis, gangguan syaraf, hawa dingin, alergi.

c) Defisiensi imun yaitu kekurangan imun terutama IgA yang mengakibatkan terjadinya berlipatgandanya bakteri atau flora usus dan jamur.

2) Diare osmotic yaitu malabsorbi makanan, kekurangan kalori protein dan berat badan lahir rendah (Suharyono, 2012).

Diare disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Faktor Infeksi

(20)

1. Infeksi bakteri oleh kuman E.coli, Salmonella, Vibrio cholera (kolera). 2. Infeksi basil (disentri).

3. Infeksi virus enterovirus dan adenovirus. 4. Infeksi parasit oleh cacing (askaris). 5. Infeksi jamur (candidiasis).

6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.

7. Keracunan makanan. b. Faktor Malabsorpsi

1. Malabsorpsi karbohidrat

Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, sakit di daerah perut. Jika sering terkena diare ini, pertumbuhan anak akan terganggu.

2. Malabsorpsi lemak

Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak.

c. Faktor Makanan

(21)

d. Faktor Psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang , jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis (Widjaja, 2004).

2.4.3 Jenis-jenis Diare

Diare didefinisikan sebagai defekasi dengan berat feses >200 gram/hari. Akan tetapi, definisi tersebut kurang bernilai klinis karena pengukuran jumlah feses hanya dilakukan dalam penelitian. Definisi praktis yang sering dipakai adalah defekasi dengan feses encer/berair sebanyak ≥3 kali/hari. Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤14 hari. Diare yang menetap sampai >14 hari disebut diare persisten, sedangkan bila menetap >30 hari dinamakan diare kronik (Eppy,2009).

Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset of action), yaitu :

1. Diare akut

Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut gejalanya mulai secara tiba-tiba, tinjanya encer dan cair, dan pemulihan biasanya terjadi dalam waktu 3-7 hari.

2. Diare Kronik

(22)

2.4.4 Pathogenesis

Diare merefleksikan peningkatan kandungan air dalam feses akibat gangguan absorpsi dan atau sekresi aktif air usus. Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Usus kecil berfungsi sebagai organ untuk mensekresi cairan dan enzim, serta mengabsorpsi nutriens. Gangguan kedua proses tersebut akibat infeksi akan menimbulkan diare berair (watery diarrhea) dengan volume yang besar, disertai kram perut, rasa kembung, banyak gas, dan penurunan berat badan. Demam jarang terjadi serta pada feses tidak dijumpai adanya darah samar maupun sel radang. Usus besar berfungsi sebagai organ penyimpanan. Diare akibat gangguan pada usus besar frekuensinya lebih sering, lebih teratur, dengan volume yang kecil, dan sering disertai pergerakan usus yang nyeri. Demam dan feses berdarah/mucoid juga sering terjadi. Eritrosit dan sel radang selalu ditemukan pada pemeriksaan feses (Eppy, 2009).

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:

a) Gangguan osmotic yaitu yang disebabkan adanya makanan atau zat yang tidak diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.

(23)

c) Gangguan motilitas usus yaitu hiperistaltik yang mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan yang menimbulkan diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang menimbulkan diare (Ngastiyah, 2005).

2.4.5 Gejala Klinis

Awalnya akan gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada nafsu makan, yang disertai dengan timbulnya diare. Keadaan kotoran (tinja) makin cair, kemungkinan mengandung darah atau lender, yang berwarna menjadi kehijau-hijauan yang disebabkan karena bercampur dengan empedu anus dan sekitarnya menjadi lecet yang mengakibatkan tinja menjadi asam.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare, bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit maka akan terjadi dehidrasi, beratbadan menurun. Pada bayi disekitar ubun-ubun besar dan cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering (Mansjoer, 2000).

2.4.6 Cara Penularan

(24)

2.4.7 Pencegahan Diare

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal dengan mekanisme seperti :

1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare kepada orang yang memakannya (Widoyono, 2011).

Dari mekanisme penularan penyakit diare di atas dapat dilakukan langkah pencegahannya.. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan sebelum makan, menggunakan jamban, membuang tinja pada tempat yang tepat (Depkes, 2000).

2.5 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare

(25)

peningkatan katabolisme. Di sisi lain, pada malnutrisi terjadi penurunan proteksi barier mukosa usus yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi enteral. Hubungan diare dan kurang gizi dapat diibaratkan seumpama lingkaran setan dan bila tidak diputus, dapat menyebabkan pertumbuhan anak yang tidak optimal hingga kematian. Malnutrisi, seperti halnya diare, sering dijumpai pada anak-anak di negara-negara berkembang. Di Indonesia, dengan adanya krisis ekonomi pada tahun 1997, angka kejadian diare dan malnutrisi menunjukkan kenaikan yang nyata (Primayani, 2009).

Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Seorang anak sehat, pada status gizi baik akan tumbuh dan berkembang dengan baik, berat dan tinggi badannya akan selalu bertambah (Depkes RI, 2002).

Pengukuran IMT (indeks massa tubuh) dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Pada anak-anak dan remaja pengukuran IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan perubahan umur terjadi perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu, pada anak-anak dan remaja digunakan indikator IMT menurut umur, biasa disimbolkan dengan IMT/U.

(26)

Berat badan (kg) IMT =

Tinggi badan 2 (meter)

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Dewasa Menurut Kemenkes RI (2003)

Kategori IMT Klasifikasi

< 17,0 Kurus (kekurangan berat badan tingkat berat) 17,0 – 18,4 Kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan) 18,5 – 25,0 normal

25,1 – 27,0 Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat ringan) > 27,0 Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat)

2.6 Landasan Teori

Hubungan interaktif manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dikenal sebagai proses kejadian penyakit atau patogenesis penyakit. Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat menentukan pada simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Mengacu kepada gambaran skematik dibawah ini, maka patogenesis penyakit dapat diuraikan ke dalam 5 (lima) simpul, yakni :

1. Simpul 1: Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent penyakit.Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan).

(27)

a. Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.

b. Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya. c. Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium, CO, H2S

dan lain-lain.

Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-kadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup tersebut di atas. 2. Simpul 2: Media Transmisi Penyakit

Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga, manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit.

3. Simpul 3: Perilaku Pemajanan (behavioural exposure)

Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain,

(28)

4. Simpul 4: Kejadian Penyakit

(29)

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori tersebut, maka peneliti dapat merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Status Gizi

Kejadian Diare Kondisi Fisik

Sumur Gali

Pemanfaatan Air Sumur

Kandungan coliform Di Dalam

Gambar

Tabel 2.1. Daftar Persyaratan Mikrobiologi Kualitas Air Bersih
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Dewasa Menurut Kemenkes RI (2003)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab diare yang utama adalah gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi