• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEKNOLO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEKNOLO"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SENJATA NUKLIR DI KOREA UTARA DITINJAU DARI TEORI BUDAYA

STRATEGIS

UJIAN AKHIR SEMESTER KEPEMIMPINAN STRATEGIS

Oleh:

Annisaa Mutiara Damayanti Ariohudoyo (120150102001)

FAKULTAS STRATEGI PERTAHANAN PROGRAM STUDI PEPERANGAN ASIMETRIS

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 LATAR BELAKANG...1

BAB II TEORI & FAKTA KOREA UTARA...4

2.1 TEORI BUDAYA STRATEGIS...4

2.2 PEMBANGUNAN KEMAMPUAN PERSENJATAAN NUKLIR KOREA UTARA...6

BAB III PEMBAHASAN...12

3.1 KEBIJAKAN NUKLIR KOREA UTARA DILIHAT DARI PERSPEKTIF BUDAYA STRATEGIS...12

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...16

4.1 KESIMPULAN...16

4.2 Saran...17

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korea merupakan negara yang terletak di semenanjung kawasan asia timur laut. Negara ini memiliki posisi yang strategis secara geograis sehingga dianggap memiliki peran yang penting sebagai penghubung antar negara-negara di wilayah Timur Tengah dengan negara-negara-negara-negara di wilayah Asia. Korea juga dekat dengan 3 negara besar, yaitu Rusia, Jepang dan Cina (Mas’oed M, 2003). Justinjojo (2011) pernah menyatakan bahwa Korea pernah menjadi bagian dari wilayah Kekaisaran Jepang mulai dar tahun 1910 hingga tahun 1945. Saat Jepang menemui kekalahannya, Jepang menyerahkan Korea ke negara-negara sekutu seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet yang menjadi titik awal dimana wilayah Korea terbagi menjadi dua, yaitu Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) (Ferawati, 2007).

(4)

cukup jauh, ditambah lagi dengan kemampuan merusaknya yang sangat masif (Nasution, 1989).

Pada masa pemerintahan Kim Jong Il, Korut berhasil untuk mengembangkan berbagai macam senjata yang berkaitan dengan nuklir yang berbasis plutonium. Korut dengan sengaja memproduksi plutonium dalam rangka melakukan pengembangan teknologi nuklir. (Mas’oed, 2003). Pada tahun 2002, Kim Jong Il memberikan pernyataan bahwa negara yang dipimpinnya sudah memiliki senjata nuklir sejak tahun 1994. Kim Jong Il berasumsi bahwa produksi nuklir itu diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan kualitan pertahanan negaranya karena ia mengetahui bahwa Amerika Serikat sendiri pun telah memiliki senjata nuklirnya di Korea Selatan (Kompas, 2002). Bulan Juli 2009, Korut juga telah mengadakan percobaan terhadap senjata nuklirnya melalui misil-misil yang hingga saat ini dianggap sebagai ancaman yag serius bagi Amerika Serikat dan sekutunya.

(5)

akhirnya dilanggar juga. Hal yang sama juga terjadi pada perjanjian NPT (Non –Proliferation Treaty). Korut mundur dari perjanjian tersebut dan kembali untuk mengembangkan teknologi senjata nuklirnya (New York Times, 2012). Alasan Korut untuk mundur dari perjanjian tersebut ialah karena selama Korut bergabung, Amerika Serikat terus memberikan tekanan untuk menghentikan upaya pengembangan teknologi senjata nuklir di Korut.

Media massa di Korut seakan-akan kekurangan sumber untuk melakukan pemberitaan mengenai kebijakan keamanan yang direncanakan oleh pemerintahan Korut, sehingga sulit untuk diselidiki mengenai apa saja kebijakan yang akan diambil oleh presiden Korut, yaitu Kim Jong Un dalam menjaga negaranya untuk tetap siap dalam menghadapi perang kapan pun saja. Negara-negara yang anti terhadap gaya pemerintahan komunis pun merasa terancam dengan tertutupnya Korut ini, terutama mengenai pengembangan senjata nuklirnya. Kebijakan keamanan mengenai pengembangan senjata nuklir ini pertama kali diusung oleh presiden terdahulu, yang merupakan ayah dari Kim Jong Un, yaitu Kim Jong Il yang membuat Korut dinilai sebagai negara yang provokatif dan tertutup kepada media intrnasional yang menjadikan Kim Jong Il dibenci oleh negara-negara seperti Amerika Serikat hingga negara-negara Eropa.

(6)

BAB II

TEORI BUDAYA STRATEGIS & FAKTA KOREA UTARA

2.1 Teori Budaya Strategis

Konsep mengenai budaya strategis sangat berkaitan dengan kajian keamanan modern. Menurut Jack Snyder, tiap elit memiliki budaya strategis yang unik yang juga berkaitan dengan masalah keamanan militer yang merupakan sebuah bentuk nyata dari apa yang diinginkan oleh masyarakat luas serta disosioalisasikan dalam bentuk pemikiran strategis tertentu. Sosialisasi tersebut kemudian menghasilkan sejumlah keyakinan, sikap dan pola perilaku yang berkaitan dengan strategi keamanan tertentu sehingga suatu strategi keamanan tersebut lebih condong kepada budaya dibandingkan dengan suatu kebijakan semata (Snyder, 1977). Berbicara mengenai kebijakan itu sendiri, menurut Nasution (1989), kebijakan merupakan suatu arah tindakan yang direncanakan untuk mencapai suatu tujuan.

(7)

membuat perbedaan antara gaya suatu negara dengan nengara lainnya. (Gray, 1981).

Dapat diartikan bahwa budaya strategis merupakan segala sesuatu yang menentukan mengenai cara-cara dalam melakukan perumusan kebijakan strategis terhadap permasalahan-permasalahan tertentu. Budaya Strategis dapat diartikan sebagai tolak ukur kebijakan yang diambil oleh suatu negara dalam menjaga kepentingan nasionalnya maupun kepentingan bersama dengan negara-negara lainnya di dunia.

Menurut Anwar, terdapat 3 aspek untuk melihat sumber budaya strategis yang baik, yaitu melalui melalui aspek historis, geografis serta politis. Aspek historis dapat menilai pola perilaku suatu bangsa dan negara melalui pengalamannya di masa lampau. Sedangkan dari aspek geografis, dapat menilai bagaimana suatu bangsa mengandalkan sumber daya alamnya maupun kondisi geografis negaranya, serta memanfaatkan sumber daya manusianya itu sendiri yang dapat dimanfaatkan untuk menjaga stabilitas kemananan dan pertahanan negara itu sendiri. Yang terakhir,melalui aspek politis, dimana berkaitan dengan sistem pemerintahan suatu negara yang menentukan bagaimana sebuah kebijakan diberlakukan secara sah di negara tersebut. Selain itu, aspek ini juga berkaitan mengenai perbaikan-perbaikan terhadap sistem politik suatu negara (Anwar, 1995).

(8)

Dapat disintesakan bahwa teori budaya strategis merupakan sebuah teori dimana suatu negara memiliki cara-caranya sendiri berdasarkan aspek-aspek historis, geografis, ekonomi maupun politik dalam upaya penentuan kebijakan pertahanan untuk negara tersebut. Oleh karena pembuatan kebijakan yang berdasarkan ke-4 aspek tersebut sudah pasti berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, maka kebijakan yang dihasilkan pun akan bersifat identik.

2.3 Pembangunan Kemampuan Persenjataan Nuklir Korea Utara

Korut memulai mencari masalah mengenai nuklir dimulai pada tahun 1953, dimana krisis ini juga turut melibatkan Amerika Serikat, Uni Soviet dan juga negara-negara di Asia Timur karena pada saat itu Korut sedang dalam usahanya mengkolonialisasi Korsel. Amerika Serikat telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menghentikan invasi Korut ke Korsel hingga pada akhirnya muncul suatu isu mengenai penggunaan senjata nuklir. Pada tahun yang sama, Korut dan Cina menemukan akhir dari permasalah antara keduanya dengan melakukan gencatan senjata yang tetap saja kurang memuaskan bagi semua pihak.

(9)

Program pengembangan teknologi senjata nuklir di Korut dimulai pada than 1956 saat Korut menandatangani perjanjian dengan Uni Soviet dalam sebuah kerjasama penggunaan secara damai mengenai energy nuklir. Dalam kegiatan tersebut, Korut mulai mengirimkan delegasi-delegasinya untuk menimba ilmu mengenai pengetahuan nuklir melalui program Moscow yang bertujuan untuk melatih ilmuwan-ilmuwan dari negara yang memiliki ideologi yang sama, yaitu komunis (Uk Heo, 2008).

Selanjutnya, Korut mendirikan Akademi Militer yang bernama Hamhung pada tahun 1965 untuk memberikan pendidikan bagi para tentaranya dalam mempelajari pengembangan rudal (Perry, 2006). Uni Soviet juga ikut membantu Korut dalam mengembangkan teknologi rudalnya dengan mengizinkan Korut membuat sebuah reactor nuklir yang sama dengan model milik Uni Soviet dalam rangka penelitian. Tetapi kegiatan ini masih dipandang sebagai kegiatan yang biasa saja sehingga negara-negara lainnya tidak memberikan reaksi apapun terhadap kegiatan ini.

(10)

Pada tahun 1960, Korut mengembangkan kemampuan militernya dengan mengorientasikan doktrin dan struktur militernya menjadi ofensif (Ahn, 1990). Terdapat alasan-alasan politik dan keamanan yang membuat Korut mengembangkan kemampuannya dalam teknologi nuklir dan rudalnya, yang diantaranya adalah dengan adanya campur tangan dari Amerika Serikat dalam perang di Korea yang menghalangi tujuan utama Kim Il Sung dalam menyatukan wilayah Korut dan Korsel. Kim Il Sung memiliki asumsi bahwa nuklir merupakan senjata yang memiliki efek deterrence yang besar bagi Amerika Serikat. Selain itu, kerjasama antara Korut, Uni Soviet dan Cina yang tidak stabil membuat Kim Il Sung meragukan komitmen Moscow dan Beijing dalam usahanya membantu perkembangan Korut serta membantu Korut dalam melakukan perang-perang selanjutnya (nti.org, 2009).

Kim Il Sung memiliki suatu ideologi untuk Korut yang dinilai cukup unik. Ideologi tersebut dinamakan sebagai “juche” yang berarti kepercayaan diri yang secara lebih dalam dipahami sebagai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan tanpa harus menerima bantuan ataupun bergantung dengan negara lain. Disamping itu, Kim Il Sung juga merancang Empat Garis Besar Militer untuk memperkuat pertahanan negaranya, yaitu (fas.org, 2000):

a) Mempersenjatai semua warga negara

b) Memperkuat seluruh negeri

c) Melatih seluruh pasukan angkatan darat untuk menjadi kader tentara

d) Melakukan modernisasi terhadap semua pasukan angkatan darat beserta doktrinnya, dan memperbaharui taktik berdasarkan prinsip

(11)

Pada tahun 1970-an, Korut mengembangkan sebuah laboratorium radiokimia yang dibangun berkat bantuan dari Uni Soviet yang menjadikan program rudal dan nuklir Korut menjadi proyek yang memiliki skala prioritas utama di negara tersebut (Guoliang, 2005). Selang 12 tahun kemudian, Korut akhirnya membangun fasilitas nuklir berjenis reaktor yang memiliki daya hingga 50 MW. Korut menyatakan bahwa fasilitas tersebut dibangun dalam rangka kemajuan pembangunan sipil. Tetapi, pada kenyataannya ialah pabrik pembuatan bahan plutonium juga ternyata berada di tempat yang sama sehingga plutonium tersebut bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan senjata nuklir (Uk Heo, 2008). Pada tahun 1986, Korut melakukan operasi fasilitas penyulingan uranium dan transformasi material nuklir, disusul dengan pembangunan pabrik tenaga nuklir berdaya 200MW (Perry, 2006).

Presiden Korut masa itu, Kim Il Sung akhirnya wafat pada tahun 1994 dan segera digantikan oleh putranya yang bernama Kim Jong Il yang langsung mengubah kebijakannya yang mengutamakan kekayaan dan kekuatan yang luar biasa bagi Korut (Kuhn, 2010). Pada masa pemerintahan Kim Jong Il, Korut mulai berurusan dengan perjanjian-perjanjian mengenai nuklir yang diantaranya ialah mengenai penyelidikan dan inspeksi tentang kepemilikan senjata nuklir beserta bahan bakunya, serta keikutsertaan Korut dalam menandatangani perjanjian NPT.

(12)

Pada tahun 1998, Korut telah memiliki rancangan desain untuk misil-misil jarak jauh yang bisa menjangkau Amerika Serikat dan Jepang. Program misil ini akhinya memberikan ancaman yang cukup serius bagi kedua negara tersebut. Korut berani untuk melakukan percobaan dengan meluncurkan salah satu misilnya yang menjangkau melewati Jepang dan akhirnya mendarat di wilayah teritorial Hawaii, tepatnya di wilayah Samudera Pasifik (Perry, 2006). Kemudian pada tahun 1994 hingga tahun 2002, plutonium yang diproduksi Korut telah diatur oleh kesepakatan negara-negara lainnya, tetapi Korut terkesan nakal mengenai hal tersebut.

Setelah kesepakatan tersebut habis masa berlakunya, Korut mulai kembali untuk meningkatkan penyimpanan bahan plutonum dan melakukan percobaan nuklir lagi yang memancing reaksi negatif dari penjuru dunia. Tahun 2006, Korut juga melakukan kembali percobaan nuklirnya sebanyak 6 rudal, yang beberapa diantaranya merupakan rudal jarak jauh yang akhirnya dijatuhi sanksi oleh Dewan Keamanan PBB. Sanksi tersebut berupa larangan kegiatan ekspor impor bahan baku rudal Korut. Korut bersikeras untuk melakukan percobaan dan mengabaikan sanksi yang dijatuhi oleh DK PBB (Uk Heo, 2007).

(13)
(14)

BAB III

KEBIJAKAN NUKLIR KOREA UTARA DILIHAT DARI PERSPEKTIF BUDAYA STRATEGIS

Korut merupakan salah satu negara yang bergantung pada sumber pertanian, yang pada akhirnya saat kondisi alam membuat perkembangan di bidang pertanian terganggu, maka saat itu lah kestabilan bagi Korut juga terganggu. Kemudian, Kim Jong Il membuat suatu kebijakan di bidang ekonomi dan militer. Beliau membuat struktur konstitusional baru yaitu dengan membuat angkatan bersenjata dengan jumlah yang cukup banyak untuk melindungi pemerintahan serta melindungi dirinya sendiri (Harrison, 2002).

Korut memiliki senjata aktif rudal nuklir dan balistik yang telah dilaporkan pada Dewan Keamanan PBB pada bulan Juli 2006 hingga bulan Juni 2009. Menurut pemerintah Korut, kebijakan mengenai kepemilikan senjata nuklir ini dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan yang baik walaupun soal ketahanan pangan, masih bergantung dengan negara lainnya, seperti Amerika Serikat. Pada tahun 1990, pemerintah Korut mulai melakukan kegiatan perdagangan dan barter, serta nilai mata uang Korut pun harus dapat digunakan untuk pembelian segala komoditas perdagangan. Oleh karena itu, Korut memulai kerjasamanya dengan negara-negara lain (KBS World, 2006).

(15)

elemen dalam mendukung pertahanan negaranya untuk menghindari maupun memberikan efek penggentar terhadap ancaman-ancaman konvensional dari negara-negara lain. Secara ekonomi, Korut memiliki perkembangan ekonomi yang cukup stagnan dan terkadang kondisinya menurun tiap tahunnya. Dengan keadaan perekonomian yang demikian, maka Korut juga menilai bahwa upaya pengembangan senjata nuklir memakan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan membeli atau membangun sejumlah kekuatan dalam bentuk tank-tank artileri maupun melatih tentara.

Ditinjau melalui teori budaya strategis, Korut sebagai negara yang tertutup dan memiliki ideologi komunis yang mengembangkan persenjataan nuklir merupakan suatu bentuk keputusan yang dibuat oleh presiden terdahulu yaitu Kim Jong Il serta diteruskan oleh anaknya Kim Jong Un sebagai bentuk manifestasi budaya strategis Korut. Dilihat dari aspek ekonomi, berdasarkan fakta dimana kondisi perekonomian Korut yang tidak terlalu mendukung kesejahteraan bagi penduduknya, lebih memilih untuk menyesuaikan keadaan tersebut dengan kebijakan pertahanan yang akan dibuat di masa itu.

(16)

Pada masa pemerintahan Kim Jong Un, kebijakan mengenai pengembangan teknologi nuklir sebagai salah satu senjata dalam mendukung pertahanan negara tetap didukung. Hal ini juga dapat ditinjau berdasarkan kapabilitas bertempur dimana Kim Jong Un tetap menggunakan senjata nuklir untuk menunjukkan kapabilitas militernya dalam rangka kesiapan dalam bertempur. Dengan banyaknya negara-negara yang kontra dengan Korut, maka senjata nuklir ini juga bisa digunakan untuk memberikan dampak yang sangat besar sehingga tepat digunakan demi menunjang kemampuan

offensive maupun defensive. Korut juga masih menganut doktrin pertahanan yang terbagi menjadi 2, yatu “Kangsong Taeguk” yang memiliki arti pemikiran mengenai urgensi dalam membangun negara yang kuat dan sejahtera, serta “Songun Chongchi” yang berarti keutamaan kekuatan militer (Sagan, 1996-1997)

Jika menelusuri lagi lebih jauh ke gaya pemerintahan Korut yang notabene komunis. maka struktur militer Korut pun secara penuh dikontrol oleh rezim otoriter yang sangat memberikan peluang untuk menggunakan senjata nuklir.Penetapan kebijakan pertahanan mengenai pengembangan teknologi senjata nuklir juga berkaitan dengan keinginan Korut untuk memiliki suatu pengaruh dan juga memiliki bargaining power di kawasannya.

(17)

terhadap pembuatan kebijakan serta tindakan-tindakan yang berkaitan dengan pertahanan Korsel.

Sejauh yang Penulis ketahui, kebijakan mengenai pengembangan teknologi senjata nuklir di Korut ini tidak berdampak serius bagi Indonesia. Hal ini disebabkan karena secara hubungan internasional, Indonesia dan Korut tidak memiliki hubungan yang begitu buruk seperti hubungan Korut dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Selama Indonesia tidak memiliki masalah yang serius bagi Korut, maka kecil kemungkinannya bahwa Indonesia akan terkena dampak yang serius dari kepemilikan senjata nuklir oleh Korut.

(18)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa tindakan Korut dalam menerapkan kebijakan pengembangan teknologi senjata nuklir merupakan salah satu bentuk manifestasi dari budaya strategis Korut. Berdasarkan teori budaya strategis, secara historis terlihat bahwa Korut merupakan negara yang pernah dijajah oleh negara-negara adidaya, serta hingga sekarang pun Korut masih mempunyai permasalahan dengan Korsel yang bekerjasama dengan Amerika Serikat. Selain itu, Korut juga secara geografis merupakan negara yang cukup strategis, bahkan bagi Cina, Korut merupakan halaman depan baginya. Dengan Kondisi perekonomian Korut yang dinilai sangat jauh dari mapan, maka bukan hal yang aneh jika Korut mengembangkan teknologi senjata nuklir untuk menjaga sistem pertahanan negaranya.

(19)

5.2 Saran

Dalam menghadapi perkembangan teknologi nuklir yang sudah semakin marak dilakukan oleh beberapa negara di dunia, termasuk Korut, maka tidak ada salahnya Indonesia, yang secara geografis merupakan negara yang sangat menggiurkan bagi negara-negara adidaya untuk turut serta dalam mengembangkan teknologi nuklirnya. Selama ini Indonesia masih terus ‘dijajah’ oleh negara lain, baik secara politik maupun secara geografi. Negara lain menilai bahwa Indonesia belum memberikan ancaman yang sangat berarti apabila mereka hingga saat ini terus memanfaatkan keadaan politik dan geografinya untuk kepentingan negara mereka.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, B.-J. (1990). Semenanjung Korea dan Keamanan Asia Timur. Masalah Keamanan Asia: CSIS, 159.

Anwar, D. F. (1995). Indonesia's Strategic Culture: Ketahanan Nasional, Wawasan Nusantara, dan Hamkamrata. Australia-Asia Papers, Lemhanas, 198-240.

Bermudez, J. S. (1999). A History of Ballistic Missile Development in the DPRK. Occasiional Paper No.2, 2.

fas.org. (2000, March 3). Doctrine-North Korea. Retrieved August 9, 2016, from FAS.org.

Ferawati, A. (n.d.). Kebijakan Kim Jong Il Terhadap Pengembangan Nuklir Di Korea Utara Tahun 1998-2008. 2.

Gray, C. S. (1981). National Style in Strategy: The American Example.

International Security, 22.

Guoliang, G. (2005). Missile Proliferation and Missile Defense in North-East Asia. North-East Asia Security, 36.

Harrison, S. S. (2002). Korean Endgame: A Strategy For Reunivication and Us Disengagement. USA: Princeton University Press.

KBS World. (2006). Korean Nuclear. Retrieved 8 9, 2016, from Korean Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(21)

New York Times. (2012, 4 10). North Korea. Retrieved August 9, 2016, from nytimes.com:

http://topics.nytimes.com/top/news/international/countriesandterritories/n orthkorea/index.html

nti.org. (2009). Missile Overview. Retrieved 8 9, 2016, from Nuclear Threat Initiative: http://www.nti.org/e_research/profiles/NK/Missile

Perry, W. J. (2006). Proliferation on the Peninsula: Five North Korean Nuclear Crises. Annals of the American Academy of Political Science Vol. 607, 80.

Sagan, S. D. (1996-1997). Why Do States Build Nuclear Weapon?: Three Models in Search of A Bomb. International Security, Vol 21, No. 3, 498.

Snyder, J. (1977). Soviet Strategic Culture: Implications for Limited Nuclear Operation. Santa Monica: RAND, 8.

Uk Heo, J.-Y. W. (2007). South Korea's Response: Democracy, Identity, and Strategy. New York: MacMillan.

Uk Heo, J.-Y. W. (2008). The North Korean Nuclear Crisis: Motives, Progress, and Prospects. Korea Observer Vol. 39 No. 4, 490.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat variasi (keragaman fenotipe yang luas) diantara aksesi yang diamati pada karakter panjang daun dan kemiringan daun pada tanaman. Hal ini

Nilai nilai tersebut di-an- taranya adalah; (1) tahan penderitaan, keuletan dalam penderitaan, nilai budaya yang beranggap- an bahwa hidup itu sudah dari mula-mula harus kita

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan variabel independen (kompensasi) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di koperasi BMT

Mengingat pentingnya PPAk bagi lulusan akuntansi maka diperlukan motivasi dari dalam diri mahasiswa terhadap minat mengikuti PPAk, yang diharapkan dapat mencapai tujuan

Tujuan kajian ini adalah untuk mengenal pasti tahap ciri-ciri k-worker pelajar Politeknik METrO Johor Bahru berdasarkan perspektif majikan dari aspek kemahiran

MENIMBANG: a.bahwa sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Sekretaris Negara Selaku Ketua Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah Nomor 3547/TPPBPP/XII/1985

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan asal bahan tanam berbeda nyata dan sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman umur 4 dan 8 minggu, jumlah

Sedangkan nilai budaya yang terkandung dalam cerpen-cerpen tersebut antara lain: kehidupan manusia sebagai individu yang terbagi lagi menjadi (1) nilai