BADAN KETAHANAN PANGAN
BADAN KETAHANAN PANGAN
TAHUN 2016
3.000 5.000 7.000 9.000 11.000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
H
ar
g
a
(Rp
/K
g
)
1 1
1 1 1 i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinNya Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 selesai disusun sesuai yang direncanakan. Laporan Kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan Ketahanan Pangan kepada Menteri Pertanian atas pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi dan transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Selain itu, laporan kinerja ini merupakan alat kendali dan alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi. Semua indikator sasaran yang ditargetkan dapat dicapai bahkan melebihi target yang ditetapkan, kecuali penurunan jumlah penduduk rawan pangan dan koefisien varian komoditas cabai merah. Capaian kinerja tersebut merupakan dampak dari pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2016 yang telah dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan Pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga ke tingkat lapang, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani.
Dalam penyusunan laporan ini tentunya masih banyak kekurangan maupun kesalahan, sehingga kami berharap adanya saran, kritik dan masukan yang konstruktif guna menyempurnakan penyusunan laporan di waktu mendatang. Terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak atas bantuannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Semoga laporan ini bermanfaat.
Jakarta, Februari 2017
Plt. Kepala Badan Ketahanan Pangan
1
1 1
1 L DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Ringkasan Eksekutif ... ii
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel... vi
Daftar Grafik... viii
Daftar Lampiran... ix
Daftar Gambar... x
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Maksud dan Tujuan... 4
C. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi... 4
BAB II : PERENCANAAN KINERJA………... 10
A. Rencana Strategis…... 10
B. Perjanjian Kinerja…... 16
BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA... 20
A. Capaian Kinerja Organisasi………... 20
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran... 26
C. Realisasi Anggaran……... 80
D. Dukungan Instansi Lain…... 84
BAB IV : PENUTUP... 85
A. Simpulan Umum... 85
1
1 1
i1 L DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran BKP pada Renstra BKP 2015 – 2019... 10
Tabel 2 Target Indikator Kinerja P5rogram (IKP) BKP 2015 - 2019 ... 12
Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan BKP Tahun 2015 - 2019 ... 16
Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Awal ... 17
Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Revisi III ... 18
Tabel 6. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja.. 19 Tabel 7. Penjelasan Hasil Perhitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan
Ketahanan Pangan………... 20
Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 ... 23 Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Serta Skor PPH.. 27 Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun 2012 – 2016 ... 30 Tabel 11. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan
Tahun 203 – 2016 ………... 32 Tabel 12. Perkembangan Harga GKP, GKG, dan Beras Tingkat Petani
Berdasarkan Pantauan BPS Tahun 2016 ... 39
Tabel 13. Perkembangan Harga Gabah Tingkat Petani Tahun 2016 …….. ... 41
Tabel 14. Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras Tingkat LDPM.... ... 42
Tabel 15. Perkembangan Harga Pangan Strategis Tingkat Konsumen Tahun 2016 Berdasarkan BPS... 45
Tabel 16. Perkembangan Sasaran Penguatan LDPM Tahun 2012 – 2016... 48 Tabel 17. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012.
1
1 1
ii1 L
Tabel 19. Transaksi Kegiatan PUPM dan TTI di 32 Provinsi……….... 55
Tabel 20. Perkembangan Target Konsumsi Energi tahun 2012 - 2016... 57
Tabel 21. Rata-rata Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2012 - 2016... 58
Tabel 22. Konsumsi Pangan Hewani Tahun 2016………... 60
Tabel 23. Perkembangan Skor PPH 2011 – 2015... 61
Tabel 24. Perbandingan Percepatan Penyelesaian KN BKP Th. 2012–2016.. 70
Tabel 25. Perkembangan PNS Badan Ketahanan Pangan Th. 2012-2016…. 72 Tabel 26. Pegawai Fungsional Khusus di Badan Ketahanan Pangan... 74
Tabel 27. Komponen dan Nilai Budaya Kerja BKP Tahun 2016………... 76
Tabel 28. Perbandingan Nilai Budaya Kerja BKP tahun 2015 – 2016……….. 76
Tabel 29. Indeks Penerapan Nilai Dasar Budaya Kerja per eselon II... 77
Tabel 30. Ringkasan Hasil Penilaian per Eselon II….…... 77
Tabel 31. Pagu dan realisasi Anggaran Per Kegiatan…... 81
Tabel 32. Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan…... 81
Tabel 33. Pagu dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja………... 83
1
1 1
iii1 L DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Ketersediaan Energi ... 29 Grafik 2. Ketersediaan Protein ……... 29 Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan…... 29 Grafik 4. Perkembangan Kerawanan Pangan di Indonesia Th 2012 – 2016….. 32
Grafik 5. Produksi Rata-rata Responden tahun 2015 – 2016 Kegiatan Solid.... 37 Grafik 6. Dampak Peningkatan Pendapatan Kelompok Solid………... 37
Grafik 7. Durasi Kekurangan Pangan yang Dialami oleh Kelompok Solid…... 38
Grafik 8. Harga Gabah di Tingkat Produsen Th 2012–2016 Berdasarkan BPS.. 39
Grafik 9. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tk. Petani……… 39 Grafik 10. Perkembangan Panel Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen…... 41
Grafik 11. Kondisi Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras di Provinsi Pelaksana
LDPM……….……... 44
Grafik 12. Perkembangan LDPM Tingkat Penumbuhan, Pengembangan dan
Kemandirian……… 49
Grafik 13. Realisasi Anggaran Dibandingkan dengan Renstra dan Pagu
1
1 1
ix1 L DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sruktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan ………... 92
Lampiran 2. Indikator Kinerja Kegiatan BKP Tahun 2010 – 2014 ………... 93
Lampiran 3. Matrik Kinerja dan Pendanaan BKP Tahun 2015 – 2019……….…... 95
Lampiran 4. Perjanjian Kinerja Revisi II Tahun 2016………... 98
Lampiran 5. Perjanjian Kinerja Revisi III Tahun 2016………... 99
Lampiran 6. Perkembangan Panel Harga Pangan Strategis Tk. Produsen ...….. 101
Lampiran 7. Perkembangan Harga Gabah Tk. LUPM di 9 Prov. Sample….……. 102
Lampiran 8. Pemantauan Capaian Kinerja PK Triwulanan Tahun 2016…….…... 103
Lampiran 9. Rata-rata Harga Beras di Tingkat PUPM dan TTI Tahun 2016..…... 109
Lampiran 10. Transaksi Kegiatan Gapoktan dan TTI di 32 Provinsi…….…….…... 110
Lampiran 11. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Tahun 2016……..…….…... 112
1
1 1
x1 L DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kriteria Penerima Toko Tani Indonesia……...………... 52
Gambar 2. Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia...……... 53
Badan Ketahanan Pangan Kementerian PertanianL ii RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja yang dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan selama tahun 2016. Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), BKP juga ditetapkan secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. DKP yang dibentuk diarahkan untuk memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu.
Berdasarkan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2015 – 2019, Visi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian : ” Terwujudnya ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal berlandaskan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan”. Untuk mencapai visi tersebut, maka disusun misi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian: (1) Meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal; (2) Memantapkan penanganan kerawanan pangan; (3) Meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat untuk pangan pokok (4) Mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya local; (5) Mewujudkan keamanan pangan segar.
Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2016 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2015 sebagai berikut : (1) Skor PPH Ketersediaan sebesar 89,71; (2) Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1 persen; (3) Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen sebesar diatas atau sama dengan HPP; (4) Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen untuk komoditas beras sebesar dibawah atau sama dengan 10 persen, cabai merah sebesar dibawah atau sama dengan 28 persen, bawang merah sebesar dibawah atau sama dengan 18 persen; (5) Konsumsi Energi sebesar 2.040 Kkal/Kap/hr; (6) Skor PPH Konsumsi sebesar 86,2; (7) Rasio Konsumsi Pangan Lokal ke Beras sebesar 5,70 persen; (8) Peningkatan Produksi Pangan segar yang tersertifikasi sebesar 10 persen; dan (9) Tingkat keamnan Pangan Segar yang Diuji dibawah atau sama dengan 80 persen.
Badan Ketahanan Pangan Kementerian PertanianL iii dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil.
Dalam rangka mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku masyarakat/manusia. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2016 adalah : (1) pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum. sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita cenderung turun.tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) teknologi pengolahan pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah. kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep makan“belum makan kalau belum makan nasi” yang salah dalam masyarakat; (8) pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim.
Terkait dengan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kinerja pembangunan ketahanan pangan tahun 2016, maka dalam upaya peningkatan kinerja Badan Ketahanan Pangan ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi antara lain: 1) Meningkatkan dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam upaya perwujudan ketahanan pangan; 2) Meningkatkan peranan eksekutif dan legislatif dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan wilayah, serta peningkatan pemahaman daerah dalam pembangunan ketahanan pangan; 3) Meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM Aparat khususnya dalam pengembangan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; 4) Mensinkronkan kebijakan pembangunan ketahanan pangan pusat dan daerah melalui berbagai upaya pemberdayaan masyarakat; 5) Mengembangkan sistem kordinasi dan pembinaan dalam pemupukan cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat yang bersifat pokok sesuai pola pangan setempat, guna mengantisipasi terjadinya kasus rawan pangan kronis dan transien, serta mendukung stabilisasi harga pangan pokok; 6) Meningkatkan sosialisasi, advokasi, dan pembinaan bagi daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan dan pedoman ketahanan pangan yang disusun di pusat.
Dalam mencapai target capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan perlu dukungan dari instansi lain baik lintas sektor maupun lingkup Kementerian Pertanian. Dukungan tersebut adalah : (1) peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; (2) peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan; (3) pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu; (4) pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan; (5) teknologi tepat guna dalam optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; serta (6) penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih tanaman pangan dan hortikultura.
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu program Kementerian Pertanian yang sedang digalakkan adalah
mewujudkan kedaulatan pangan, melalui program utama yaitu Swasembada Pangan
yang didukung oleh program lainnya. Untuk menuju kedaulatan pangan, ketahanan
pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena
pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan
pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa, dan
menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal tersebut, ketahanan
pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan satu komponen bangsa,
tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat,
harus bersama-sama membangun ketahanan pangan secara sinergi. Hal inilah yang
kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
yang merumuskan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, halal. merata, dan terjangkau” dan ketahanan pangan merupakan
tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang
Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk
diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pangan tersebut, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 memprioritaskan peningkatan
kedaulatan pangan sebagai salah satu sub agenda prioritas untuk mewujudkan agenda
pembangunan nasional yakni kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Dalam rangka meningkatkan dan memperkuat
kedaulatan pangan tersebut. maka kebijakan umum dalam RPJMN 2015-2019
diarahkan pada: (1) pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan
kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; (4) mitigasi gangguan terhadap
ketahanan pangan; dan (5) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan.
Dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, pada tahun 2015 - 2019 Kementerian
Pertanian fokus pada peningkatan produksi pangan pokok strategis, yaitu : padi,
jagung, kedelai, gula (tebu) dan daging sapi-kerbau serta komoditas pertanian lainnya,
untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Pemantapan ketahanan pangan
tersebut, berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan yang didukung oleh
subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan yang terintegrasi.
Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada
3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) Ketersediaan pangan yang
cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; serta (3)
Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal. Ketiga komponen
tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan : (1) Memanfaatkan
potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan
dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) Mendorong masyarakat
untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan
aman untuk kesehatan; (3) Mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar
daerah, sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh
masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4)
Memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan
konsumen yang beragam; serta (5) Memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di
perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok.
Dewasa ini ketahanan pangan merupakan isu strategis dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat karena akan menentukan kestabilan ekonomi, social, dan politik dalam suatu negara. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Upaya memantapkan ketahanan pangan yang dilandasi kedaulatan dan kemandirian pangan,
masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan baik dalam aspek:
ketersediaan pangan, kerawanan pangan, distribusi pangan, penyediaan cadangan
kelembagaan ketahanan pangan, maupun manajemen ketahanan pangan. Tantangan
dan permasalahan tersebut antara lain : (1) Sistem pertanian pangan yang dilakukan
oleh petani saat ini sebagian besar belum memberikan kesejahteraan dan keuntungan
yang memadai; (2) Pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga
kebutuhan pangan secara umum, sehingga menurunnya daya beli masyarakat; (3)
Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi
(1.39%/tahun); (4) Konsumsi beras per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi
gandum (terigu) cenderung meningkat; (5) Belum maksimalnya teknologi pengolahan
pangan lokal; (6) Kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih
kurang; (7) Beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan
harga yang murah, sementara pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan
lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; (8) Kualitas konsumsi
pangan masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber
karbohidrat, serta masih rendahnya konsumsi protein hewani, umbi-umbian, aneka
kacang, serta sayur dan buah; (9) Hingga saat ini masih berkembangnya konsep
makan “belum makan kalau belum makan nasi”; (10) Bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim. sehingga mempengaruhi produksi pangan.(11) Konversi
lahan pertanian yang terus berlanjut; (12) Perluasan lahan pertanian di luar Jawa masih
terkendala kualitas tanah maupun kepemilikan lahan; serta (13) Agribisnis pangan yang
belum optimal sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Sementara itu.
situasi ekonomi dan perdagangan bebas di dunia internasional, berpengaruh cukup
kuat terhadap ketahanan pangan di dalam negeri, terutama harga dan pasokan pangan
yang begitu dinamis mempengaruhi ketersediaan pangan di dalam negeri.
Badan Ketahanan Pangan berupaya mengatasi permasalahan dan mewujudkan
ketahanan pangan tersebut. Untuk itu. Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai salah
satu unit kerja Eselon I Kementerian Pertanian yang memiliki tugas yaitu :
"Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan
ketahanan pangan", telah menjabarkan berbagai program dan kegiatan pembangunan
ketahanan pangan, serta dilaksanakan secara berkesinambungan baik pusat dan
mulai dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja,
hingga capaian kinerja.
Guna mengetahui kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan ketahanan
pangan tersebut selama tahun 2016, disusunlah Laporan Kinerja Badan Ketahanan
Pangan Tahun 2016. Penyusunan Laporan Kinerja tersebut didasarkan pada : (1) UU
no 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; (2) Peraturan Pemerintah No. 8/2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (3) Peraturan
Pemerintah No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan; (4) Peraturan Presiden No 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; (5) Instruksi Presiden No. 7
Tahun 1999; (6) Permenpan dan RB Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja. Pelaporan Kinerja. dan Tata Cara Review Atas Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah; dan (7) Permentan No 50 tahun 2016 tentang Pengelolaan Sistem
Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian.
B. Maksud dan Tujuan
Laporan Kinerja tahun 2016 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku
pimpinan tertinggi Kementerian Pertanian.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk : (1) Mengetahui sejauhmana kinerja
Badan Ketahanan Pangan tahun 2016; (2) Memenuhi kewajiban Badan Ketahanan
Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2016; dan (3) Sebagai
salah satu bahan penyusunan laporan kinerja Kementerian Pertanian.
C. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Presiden No 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian.
Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi,
pemantapan ketahanan pangan. Pelaksanaan tugas diselenggarakan secara efektif
dan efisien berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. Koordinasi, pengkajian, penyusunan kebijakan, pemantauan dan pemantapan di
bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan
distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan
peningkatan keamanan pangan segar;
2. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang ketersediaan
pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses
pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan
pangan segar;
3. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan,
penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan,
penganekaragaman konsumsi pangan. dan peningkatan keamanan pangan segar;
4. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang ketersediaan pangan, penurunan
kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan,
penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar;
5. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan; dan
6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Struktur organisasi Badan Ketahanan Pangan terdiri atas:
1. Sekretariat Badan;
2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan;
3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan; dan
4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Sekretariat Badan mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi
kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan. Sekretariat
1. Koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran, serta kerja sama di bidang ketahanan pangan;
2. pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan;
3. evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan
kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, serta
pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik;
4. evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang ketahanan pangan;
5. pelaksanaan urusan tata usaha Badan Ketahanan Pangan; dan
6. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi, pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
ketersediaan dan penurunan kerawanan pangan. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan
Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. koordinasi di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan
kerawanan pangan;
2. pengkajian di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan
kerawanan pangan;
3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan
dan penurunan kerawanan pangan;
4. pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan
penurunan kerawanan pangan;
5. pelaksanaan pemantapan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan
penurunan kerawanan pangan;
6. penyusunan norma, standar, prosedur. dan kriteria di bidang ketersediaan
7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang
ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; dan
9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi,
pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi dan
cadangan pangan. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. koordinasi di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
2. pengkajian di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
4. pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan
pangan;
5. pelaksanaan pemantapan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan
cadangan pangan;
6. penyusunan norma. Standar, prosedur, dan kriteria di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang distribusi pangan, harga
pangan dan cadangan pangan;
8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang distribusi
pangan, harga pangan dan cadangan pangan; dan
9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan mempunyai tugas
kebijakan di bidang penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan. Pusat
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. koordinasi di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan
keamanan pangan segar;
2. pengkajian di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan
keamanan pangan segar;
3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman
pangan, dan keamanan pangan segar;
4. pelaksanaan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan,
dan keamanan pangan segar;
5. pelaksanaan pemantapan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman
pangan, dan keamanan pangan segar;
6. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang konsumsi pangan,
penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang konsumsi pangan,
penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; dan
9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Bagan struktur organisasi BKP berdasarkan Permentan Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 sebagaimana pada Lampiran 1.
Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam
pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis
dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan
kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi dan harmonisasi
kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan
antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu, dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP)
yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian
2001 yang disempurnakan dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan
Ketahanan Pangan (DKP), menetapkan BKP secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP
yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian.
BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian selaku
Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk : (1) Merumuskan kebijakan
dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2) Melaksanakan evaluasi
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis
Dalam penyusunan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016, Rencana
Strategis (Renstra) yang dipergunakan adalah Renstra Badan Ketahanan Pangan
(BKP) Tahun 2015 – 2019 yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran serta program BKP.
Visi, misi, tujuan, dan sasaran tersebut pada tabel di bawah ini.
Dalam rangka mengukur kinerja Badan Ketahanan Pangan untuk mencapai tujuan
strategis tersebut di atas maka ditetapkan indikator kinerja tujuan dan target kinerja
jangka menengah yang harus dicapai pada akhir tahun kelima (2019). Indikator kinerja
tersebut merupakan indikator kinerja utama Badan Ketahanan Pangan, yaitu:
1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam sehingga mencapai skor Pola
Pangan Harapan (PPH) ketersediaan sebesar 96,32 pada tahun 2019;
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1% setiap tahun;
3. Stabilnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) lebih besar
atau sama dengan Harga Pembelian Pemerintah;
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (cv) dengan cv beras kurang dari
10%, cabe merah kurang dari 25%, bawang merah kurang dari 15% pada tahun
2019;
5. Konsumsi energi sebesar 2.150 kkal/kap/hr pada tahun 2019;
6. Konsumsi pangan hewani sebesar 225 kkal/kap/hr pada tahun 2019;
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) konsumsi sebesar 92,50 pada tahun 2019;
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras sebesar 6,23% pada tahun
2019;
9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi sebesar
10%;
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar atau sama dengan 80%.
Sasaran strategis merupakan indikator kinerja dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam;
2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan;
3. Stabilnya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen;
4. Meningkatnya kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat;
Target kinerja “Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat” Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019, setiap tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Target Indikator Kinerja Program (IKP) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015–2019
No. Rincian IKP 2015 2016 2017 2018 2019
1. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan
87,52 89,71 92,04 94,25 96,32
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
1 1 1 1 1
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
2HPP 2HPP 2HPP 2HPP 2HPP
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
- Beras 2 % 2 % 2 % 2 % 2 %
- Cabe Merah 2 % 2 % 2 % 2 % 2 %
- Bawang Merah 2 % 2 % 2 % 2 % 2 %
5. Konsumsi Energi (kkal/kap/hr) 2.004 2.040 2.077 2.113 2.150
6. Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr) 191 200 208 217 225
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi 84,1 86,2 88,4 90,5 92,5
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%)
5,54 5,70 5,87 6,05 6,23
9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%)
10 10 10 10 10
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)
2 2 2 2 2
Sumber: Badan Ketahanan Pangan
Sedangkan target kinerja kegiatan adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan
dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan dalam periode 2015-2019 yang berupa output.
Memperhatikan indikator kinerja diatas dan arah kebijakan ketahanan pangan, serta
mempertimbangkan penanganan ketahanan pangan lintas pelaku dan wilayah, maka
dirumuskan “Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat”. Program tersebut diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan penyiapan program, partisipasi pemangku kepentingan dan
masyarakat, identifikasi dan intervensi pangan dan gizi, serta pengembangan model
kebijakan guna pencapaian sasaran pemantapan ketahanan pangan masyarakat
sampai tingkat perseorangan.
Untuk menyelenggarakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat, maka akan dilaksanakan 4 (empat) kegiatan sesuai dengan tugas dan
fungsi Badan Ketahanan Pangan yang meliputi:
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan;
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan;
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan;
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.
Rencana aksi dalam rangka mencapai sasaran diatas dibagi dalam beberapa sub
kegiatan yang akan menghasilkan beberapa output sebagai sarana untuk mencapai
sasaran program (outcome). Kegiatan beserta sub kegiatannya diuraikan berikut ini :
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan upaya memantapkan ketersediaan
pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri sekaligus pengurangan jumlah
penduduk rawan pangan.
Sasaran output kegiatan adalah (1) meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam
dan menurunnya jumlah penduduk rawan pangan setiap tahun; serta (2) Meningkatnya
ketahanan pangan keluarga melalui pengembangan model pemberdayaan masyarakat
/Smallholder Livelihood Development (SOLID).
Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 6 (enam) sub kegiatan. yaitu: (1) Analisis
Neraca Bahan Makanan; (2) Penguatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi; (3)
ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA); (5) Kawasan Mandiri Pangan; dan (6)
Pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan.
Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. ada 4 (empat) sub kegiatan yang
dilaksanakan bekerja sama dengan International Food for Agricultural Development
(IFAD) di 11 kabupaten di provinsi Maluku dan Maluku Utara, yaitu: (1) Pemberdayaan
petani kecil dan gender; (2) Dukungan produksi pertanian dan pemasaran; (3)
Pengembangan rantai nilai tanaman perkebunan; dan (4) Dukungan manajemen dan
administrasi SOLID.
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
Kegiatan ini ditujukan untuk mendorong pengembangan sistem distribusi dan stabilitas
harga pangan dalam rangka meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat. dan
antisipasi kebutuhan pangan.
Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan
cadangan pangan serta stabilitas harga pangan
Kegiatan ini terdiri dari 7 (tujuh) sub kegiatan. yaitu: (1) Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (2) Lembaga distribusi pangan masyarakat; (3)
Lumbung pangan masyarakat; (4) Panel harga pangan nasional dan pemantauan harga
dan pasokan pangan HBKN; (5) Pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan
pangan; (6) Kajian Responsif dan Antisipatif Distribusi Pangan; dan (7) Kajian Distribusi
Pangan.
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan dan
memasyarakatkan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman
(B2SA) dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal.
Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya pemantapan penganekaragaman
Kegiatan ini terdiri dari 6 (enam) sub kegiatan, yaitu: (1) Pemberdayaan pekarangan
pangan; (2) Pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan; (3) Gerakan
Diversifikasi Pangan; (4) Analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan; (5) Model
pengembangan pangan pokok lokal; dan (6) Pengawasan keamanan dan mutu pangan;
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi dan melayani administrasi, keuangan dan
asset terhadap penyelenggaraan operasional kantor.
Sasaran output kegiatan adalah (1) Terselenggaranya pelayanan administrasi dan
pelayanan teknis lainnya secara profesional dan berintegritas di lingkungan Badan
Ketahanan Pangan; dan (2) Meningkatnya koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi
dan pengendalian ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan.
Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 4 (empat) sub kegiatan, yaitu: (1)
Perencanaan, penganggaran, dan kerja sama ketahanan pangan; (2) Pelayanan
keuangan dan perlengkapan; (3) Pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan
ketahanan pangan; (4) Penanganan organisasi, kepegawaian, humas, tata usaha, dan
hukum.
Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. hanya ada satu sub kegiatan, yaitu:
koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan melalui
Dewan Ketahanan Pangan.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dibutuhkan pendanaan yang sangat
besar. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari APBN. namun perlu ditunjang dari
sumber pendanaan lain diantaranya Pemerintah Daerah melalui APBD prov/kab/kota,
keterlibatan swasta, perbankan (skim kredit dan kredit komersial) serta dari swadaya
masyarakat. Selain itu, tidak menutup kemungkinan terhadap pendanaan yang
bersumber dari kerjasama dengan internasional. Dukungan pendanaan dibutuhkan
untuk memfasilitasi proses koordinasi, supervise, pelaksanaan, pemantauan dan
Program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan
Pangan 2015-2019 yang dibiayai APBN, adalah prioritas nasional. Kebutuhan anggaran
Badan Ketahanan Pangan tahun 2015 adalah sebesar Rp 635,25 milyar. Sedangkan
kebutuhan anggaran tahun 2019 diperkirakan sebesar Rp 1.439,90 milyar. Kebutuhan
anggaran tersebut untuk membiayai kegiatan kajian, analisis dan perumusan kebijakan
ketahanan pangan serta pengembangan model pemberdayaan untuk meningkatkan
ketahanan pangan masyarakat terutama di lokasi rentan ketahanan pangan. Rencana
pendanaan tahunan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019
No Kegiatan
ALOKASI (Milyar Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
1814 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
107,26 285,41 466,02 675,59 1.081,80
1815 Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan
111,61 268,43 285,36 320,38 71,261
1816 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
132,89 125,71 98,52 138,60 149,08
1817 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
283,49 103,49 113,84 125,23 137,75
TOTAL 635,25 783,06 963,76 1.259,82 1.439,90
Sumber: BKP. Kementan
Secara lengkap target dan anggaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan
Pangan Masyarakat 2015-2019 ditampilkan Matrik Kinerja dan Pendanaan Badan
Ketahanan Pangan pada Lampiran 3. Rencana pendanaan tersebut akan disesuaikan
dengan arah kebijakan nasional dan Kementerian Pertanian pada tahun berjalan.
B. Perjanjian Kinerja
Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
dan Pelaporan dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Badan
Ketahanan Pangan telah menyusun Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Kepala Badan
Ketahanan Pangan hingga Eselon IV lingkup Badan Ketahanan Pangan. Dalam
penyusunan laporan kinerja ini merupakan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan,
maka perjanjian kinerja yang disusun sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas
kinerja yang akan dicapai pada tahun 2016. Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan
Pangan mengalami beberapa perubahan karena adanya perubahan fokus kegiatan,
sasaran, dan perubahan anggaran. Pada awal tahun 2016, Perjanjian Kinerja Badan
Ketahanan Pangan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 783,06 Milyar, selanjutnya
mengalami perubahan Perjanjian Kinerja hingga 3 kali yaitu Perjanjian Kinerja (Revisi I)
dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 728,93 Milyar. Perjanjian Kinerja (Revisi II)
dengan alokasi anggaran sebesar 705,86 Milyar. dan Perjanjian Kinerja (Revisi III)
dengan alokasi anggaran sebesar 671,86 Milyar. Perjanjian Kinerja Awal dan
Perubahan (Revisi III) seperti pada tabel dibawah ini, sedangkan Perjanjian Kinerja
Awal dan Perubahan (Revisi I dan II) dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5.
Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Awal
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET
1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1. Skor PPH Ketersediaan 89.71
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan (beras) di
tingkat konsumen (Cv) < 10%
4. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.040 Kkal/Kap/hr
6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr
7. Skor PPH Konsumsi 86,2
5. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
8. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
9. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
Kegiatan Anggaran
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Rp 268.476.500.000.-
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp 285.414.000.000.-
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Rp 125.717.388.000.-
Dukungan Manajemen & Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan Rp 103.456.432.000.-
JUMLAH Rp 783.064.320.000.-
Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan III
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET
2. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1. Skor PPH Ketersediaan 89.71
3. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
4. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv)
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.040 Kkal/Kap/hr
6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr
7. Skor PPH Konsumsi 86,2
7. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
8. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
9. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80%
Kegiatan Anggaran
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Rp 193.188.170.000.-
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp 244.304.341.000.-
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Rp 149.451.632.000.-
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan
Rp 84.912.321.000.-
Penetapan Kinerja sudah selaras dengan Renstra Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2015 – 2019 Edisi Revisi, seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja.
SASARAN
89,71 Skor Pola Pangan
Harapan (PPH)
≥ HPP Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen
200 Konsumsi Pangan Hewani
(kkal/kap/hr)
5.70 Rasio konsumsi pangan
lokal non beras terhadap
≥ 80 Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Metode penghitungan keberhasilan pencapaian kinerja adalah realisasi indikator dibandingkan dengan target indikator dikalikan 100 persen. Kriteria keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja dalam laporan ini diindikasikan dengan nilai pencapaian sebagai berikut:
1. Sangat berhasil : jika capaian kinerja>100%
2. Berhasil : 80-100%
3. Cukup Berhasil : 60-79%
4. Tidak Berhasil : <60%
Tabel 7. Penjelasan Hasil Penghitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan
INDIKATOR TARGET REALISASI KETERANGAN
1. Skor PPH Ketersediaan 89.71 - - Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Ketersediaan. maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1% - - Capaian tahun berjalan dikurangi capaian tahun sebelumnya.
- Semakin besar selisih penurunan jumlah penduduk rawan pangan. maka semakin sedikit jumlah penduduk rawan pangan. sehingga capaian kinerja semakin baik. semakin tinggi pendapatan petani. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan kesejahteraan petani semakin baik.
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv)
INDIKATOR TARGET REALISASI KETERANGAN
5. Konsumsi Energi 2.040
Kkal/Kap/hr -
- Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi energi. maka tingkat konsumsi energi sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
6. Konsumsi Pangan Hewani
200
Kkal/Kap/hr -
- Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi pangan hewani. maka tingkat konsumsi pangan hewani sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi peningkatan konsumsi pangan hewani yang diimbangi konsumsi pangan nabati.
7. Skor PPH Konsumsi 86.2 - - Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi. maka semakin beragam dan seimbang konsumsi pangan masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
5. 70% - - Semakin besar capaian rasio konsumsi pangan local non beras terhadap beras. maka tingkat konsumsi energi yang bersumber dari pangan local non beras sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capai kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10% - - Semakin banyak produk pangan segar yang tersertifikasi. maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar. sehingga capaian kinerja semakin baik.
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80% - - Semakin tinggi prosentase keamanan pangan segar yang diuji. maka semakin aman pangan segar di masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
pada tahun 2016, sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat BKP, yaitu meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan
utama yaitu: (1) Meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan
keamanan pangan; (2) Meningkatnya pemantapan distribusi dan harga pangan; (3)
Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan; (4)
Meningkatnya manajemen dan pelayanan administrasi dan keuangan secara efektif dan
efisien dalam mendukung pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan.
Masing-masing sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan indikator
kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan
realisasinya.
Keberhasilan Badan Ketahanan Pangan dalam menjalankan Program Peningkatan
Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat diukur berdasarkan pencapaian
outcome. Pengukuran tersebut dilakukan mengingat outcome merupakan hasil dari
berfungsinya output yang telah dilaksanakan unit kerja Eselon II yaitu Pusat
Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Pusat
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, serta Sekretariat Badan
Ketahanan Pangan. Pengukuran capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tersebut
dilaksanakan secara bulanan, triwulanan dan tahunan, sedangkan pengukuran realisasi
keuangan dan fisik output kegiatan dipantau secara mingguan, bulanan dan triwulanan
melalui Laporan Sistem Monitoring Anggaran Terpadu (SMART) secara online, Laporan
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Laporan Kegiatan Utama dan
Strategis, Laporan Penetapan Kinerja (PK) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Badan
Ketahanan Pangan dan Kementerian Pertanian, serta Laporan Rencana Aksi Hak Asasi
Manusia (RANHAM) Kementerian Hukum dan Ham.
Pengukuran kinerja didasarkan pada indikator kinerja yang terstandarisasi agar mampu
menghasilkan hasil evaluasi kinerja yang relevan dan reliabel sebagai bahan
pertimbangan perencanaan selanjutnya. Hasil pengukuran menjadi dasar untuk
menyimpulkan kemajuan kinerja, mengambil tindakan dalam rangka mencapai target
kinerja yang ditetapkan dan menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat dilihat
Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN
1. Peningkatan kinerja semakin baik. Diharapkan
kesejahteraan petani semakin baik.
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN melebihi target, maka konsumsi energi melebihi target, maka konsumsi pangan - Capaian keberhasilan
Skor PPH Konsumsi.
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN kinerja semakin baik.
10. Tingkat keamanan Sumber : Badan Ketahanan Pangan
Dari tabel diatas dapat diketahui, bahwa capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun
2016 adalah : dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen
(Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian 80 – 100 persen
(Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi,
dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu
penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk
rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh
dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah
dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah
kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran.
Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja
kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat
dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang saling terkait untuk mencapai
sasaran tersebut. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2016 Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Skor PPH Ketersediaan
Ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan
ketahanan pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara
berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan
meningkatkan kuantitas serta kualitas konsumsi pangan, diperlukan target
pencapaian angka ketersediaan pangan per kapita per tahun sesuai dengan
angka kecukupan gizinya. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X
tahun 2014 merekomendasikan kriteria ketersediaan pangan ditetapkan
minimal 2.400 kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 63 gram/kapita/hari
untuk protein.
Ketersediaan energi selama kurun waktu 2012 - 2016 sudah jauh di atas
rekomendasi WNPG X tahun 2012 dengan rata–rata 3.890 kkal/kapita/hari.
Ketersediaan energi tersebut mengalami peningkatan rata-rata 0,63 persen
per tahun. Kecenderungan peningkatan ketersediaan energi selama periode
ini disebabkan terjadinya peningkatan ketersediaan energi yang cukup besar
pada periode 2012 - 2016 karena adanya peningkatan produksi beberapa
komoditas pangan. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa ketersediaan
energi secara umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan maupun untuk
diekspor.
Seperti halnya ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada periode
tahun 2012 dengan ketersediaan protein rata-rata 89,66 gram/kapita/hari.
Namun ketersediaan protein tersebut mengalami penurunan rata-rata 1,19
persen per tahun. Upaya dalam peningkatan ketersediaan protein antara lain :
(1) berkoordinasi dengan instansi terkait dalam upaya peningkatan produksi
komoditas yang mengandung protein nabati dan hewani, (2) sosialisasi dan
promosi terkait dengan ketersediaan protein di tingkat rumah tangga.
Jika dilihat dari sumbangan energi dan proteinnya, kelompok pangan hewani
memberikan porsi sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar
dibandingkan kelompok pangan nabati. Secara nasional, ketersediaan energi
dan protein per kapita per tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein serta Skor PPH Ketersediaan Tahun 2012–2016
Tahun Energi (Kalori/Hari) Protein (Gram/Hari) Skor PPH Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani Ketersediaan
2012
Keterangan : NBM 2016 Perkiraan
Grafik 1. Ketersediaan Energi Tahun 2012 – 2016
Grafik 2. Ketersediaan Protein Tahun 2012 – 2016
Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan Pangan Tahun 2012 – 2016
1.000 2.000 3.000 4.000 5.000
2012 2013 2014 2015 2016* Rata-rata
Ketersediaan Energi (Kalori/Hari)
Energi (Kalori/Hari) Total Energi (Kalori/Hari) Nabati Energi (Kalori/Hari) Hewani
0 20 40 60 80 100
2012 2013 2014 2015 2016* Rata-rata
Ketersediaan Protein (Gram/Hari)
Protein (Gram/Hari) Total Protein (Gram/Hari) Nabati Protein (Gram/Hari) Hewani
78 80 82 84 86 88 90 92
2012 2013 2014 2015 2016* Rata-rata
Tingkat ketersediaan pangan selain dilihat dari kecukupan gizinya, baik energi
dan protein, juga dinilai dari sisi keberagaman ketersediaan gizi berdasarkan
Pola Pangan Harapan (PPH). PPH tingkat ketersediaan dihitung berdasarkan
ketersediaan energi Neraca Bahan Makanan (NBM). Keberagaman
ketersediaan pangan akan mendukung pencapaian keberagaman konsumsi
pangan sehingga dapat dicapai sasaran konsumsi pangan yang diharapkan.
Perkembangan skor PPH tingkat ketersediaan berdasarkan Neraca Bahan
Makanan tahun 2012 – 2016 menunjukkan skor rata-rata 87,72 persen
dengan kecenderungan meningkat rata-rata 0,51 persen per tahun. Skor PPH
tingkat ketersediaan dari NBM tahun 2016 adalah 85,24, apabila dibandingkan
tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 4,48. Penurunan tersebut
disebabkan oleh : (1) mulai tahun 2014 perhitungan angka PPH ketersediaan
telah menggunakan angka ketersediaan energi 2.400 kkal/kapita/hari sesuai
dengan rekomendasi WNPG X tahun 2012. sebelumnya angka ketersediaan
energi 2.200 kkal/kap/hari; (2) pemindahan kandungan gizi komoditas rumput
laut yang sebelumnya masuk ke dalam kelompok hewani, di masukan ke
kelompok nabati. Untuk mencapai keberagaman ketersediaan pangan yang
ideal dan memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) tingkat ketersediaan yang
dianjurkan, maka yang perlu ditingkatkan lagi selama tahun 2012 - 2016
adalah ketersediaan kelompok pangan hewani serta sayuran dan buah.
Kegiatan Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung pencapaian PPH
Ketersediaan adalah Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat,
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat karena kegiatan tersebut
mendukung pendapatan anggota kelompok dan sebagai cadangan pangan
masyarakat.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Skor
PPH Ketersediaan adalah sebesar Rp. 250.064.227.000 dengan realisasi
2. Penurunan Penduduk Rawan Pangan
Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan dua fenomena yang saling
terkait, bahkan dipandang sebagai hubungan sebab akibat. Kondisi ketahanan
pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya kemiskinan bisa
menjadi penyebab seseorang menjadi rawan pangan.
Tingkat perkembangan penduduk rawan pangan ditunjukkan dengan Angka
Rawan Pangan yang merupakan gambaran situasi tingkat aksesibilitas
pangan masyarakat dicerminkan dari tingkat kecukupan gizi masyarakat, yang
diukur dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Data dasar yang digunakan untuk
mengukur tingkat kerawanan pangan adalah data hasil Susenas (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi
pangan yang dilaksanakan oleh BPS dimana angka kecukupan konsumsi
kalori penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah 2000 kkal.
Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG) suatu
daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan konsumsi kalori
kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi dengan jumlah penduduk
pada golongan pengeluaran tertentu. Angka rawan pangan sejak tahun 2012–
2016 ditunjukkan pada Tabel dan Grafik dibawah ini.
Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun 2012 - 2016.
Sumber: Data Susenas BPS berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi pangan dengan jumlah kecukupan gizi 2000 kkal/hari sesuai dengan WNPG VIII tahun 2004. Keterangan:
Grafik 4. Persentase Perkembangan Kerawanan Pangan
Berdasarkan perkembangan angka rawan pangan pada tabel dan grafik diatas
yang merupakan angka gabungan yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh
sampel data susenas pada tahun tersebut, terlihat bahwa penduduk rawan
pangan mengalami penurunan sejak tahun 2012 - 2016. Persentase angka
sangat rawan pangan pada 2012 sebesar 19,52 persen; 2013 sebesar 18,68
persen; 2014 sebesar 16,94 persen; 2015 sebesar 12,96 persen; dan tahun
2016 turun menjadi 12,69 persen. Namun apabila dibandingkan tahun 2015,
tahun 2016 sudah terjadi penurunan jumlah penduduk rawan pangan, namun
penurunan masih kurang berhasil atau 27 persen.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam
mendukung penurunan rawan pangan adalah kegiatan (a) Pengembangan
Desa/Kawasan Mandiri Pangan, (b) Penanganan Daerah Rawan Pangan
melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi serta Peta Kerawanan dan
Kerentanan Pangan (FSVA), (c) Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil
(SOLID) di Maluku dan Maluku Utara, (d) Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat di 54 kelompok pada lokasi kegiatan yang diprioritaskan di daerah
rawan pangan dan sebagai cadangan pangan masyarakat, serta (e) Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) di 4.869 desa, KRPL dalam rangka
peningkatan gizi rumah tangga dan peningkatan pendapatan masyarakat.
2012 2013 2014 2015 2016
Sangat Rawan 19,52 18,68 16,94 12,96 12,69
Rawan Pangan 32,97 33,84 33,16 28,57 27,16
Tahan Pangan 47,5 47,48 49,90 58,48 60,15
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00
p
e
rs
e
n
a. Kawasan Mandiri Pangan
Dalam rangka pengurangan kemiskinan dan penanggulangan
kerawanan pangan khususnya rawan pangan kronis. BKP
mengembangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan yang menjadi
salah satu kegiatan strategis di BKP. Kawasan Mandiri Pangan (KMP)
adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan
masyarakat yang berasal dari desa-desa atau kampung-kampung
terpilih (terdiri dari 5 kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat
miskin di daerah rawan pangan menjadi kaum mandiri. Tujuan umum
kegiatan KMP adalah mewujudkan ketahanan pangan masyarakat
berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan. Secara
keprograman, kegiatan KMP dilaksanakan melalui 5 tahapan yang
meliputi: Tahap Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, Kemandirian
dan Keberlanjutan (Exit Strategy). Untuk mendukung kegiatan
pemberdayaan dalam KMP maka dialokasikan dana bantuan sosial
bansos/bantuan pemerintah (banper), serta anggaran pembinaan dan
pendampingan bagi daerah.
Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dimulai pada tahun 2013 di
Kawasan Perbatasan, Kepulauan, serta Papua dan Papua Barat yang
bertujuan untuk: (1) mengembangkan perekonomian kawasan adat di
Papua-Papua Barat; (2) mengembangkan perekonomian kawasan
perbatasan antar negara; dan (3) mengembangkan cadangan pangan
masyarakat kawasan kepulauan.
Tabel 11. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun 2013–2016
Tahun 2013 2014 2015 2016 Total Rata-rata/ tahun
Bansos/Banper (juta) 21.800 21.400 20.600 7.800
71.600
14.320
Penerima Manfaat 109 107 188 181
585
146
Sasaran kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di tahun 2016 berada di
192 kawasan di 145 Kabupaten/Kota pada 31 Provinsi yang terdiri dari
107 Kawasan Kepulauan, Perbatasan, Papua dan Papua Barat serta
85 KMP di provinsi lainnya. Untuk pelaksanaan kegiatan KMP tahun
2016 (yakni KMP yang dimulai pada tahun 2015) terdapat perbedaan
antara target dan capaian, dimana target pelaksanaan KMP diawal
tahun 2016 adalah sebanyak 192 kawasan dan terealisasi sebanyak
181 kawasan atau 94,27% (yang terdiri dari 103 Kawasan Kepulauan.
Perbatasan, Papua dan Papua Barat dan 78 KMP di provinsi lainnya).
Penyebab terjadinya hal tersebut antara lain karena:
1. Terjadi pemekaran di salah satu wilayah Provinsi Kalimantan
Timur menjadi Provinsi Kalimanatan Utara sehingga berpengaruh
terhadap kesiapan provinsi baru dalam proses administrasi
pencairan bansos dan pembinaan kegiatan;
2. Tantangan dari segi geografis di beberapa daerah di mana jarak
antar lokasi yang jauh dan tidak hanya dihubungkan oleh daratan
(tetapi juga perairan) sehingga dibutuhkan sumber daya (termasuk
keuangan) yang besar untuk pelaksanaan monev oleh aparat
kabupaten dan provinsi;
3. Kapasitas SDM/aparat yang masih kurang di tingkat kabupaten;
4. Terdapat daerah yang tidak melakukan survei Data Dasar Rumah
tangga (DDRT) pada Tahap Persiapan;
5. Penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan
arahan yang sudah ditentukan. misalnya terdapat lokasi di mana
masyarakatnya menerima bantuan lain seperti bantuan
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan (PUAP).
Selain itu tantangan lain yang dihadapi adalah: terjadinya refocusing
kegiatan dan anggaran, mutasi pejabat/pegawai, serta pendamping
b. Penanganan Daerah Rawan Pangan
Kegiatan penanganan daerah rawan pangan lebih difokuskan pada
pencegahan dini daerah rawan melalui optimalisasi kegiatan FSVA
(Food Security and Vulnerability Atlas/Peta Ketahanan dan Kerentanan
Pangan) dan SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) yang
dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang
kantong-kantong kerawanan pangan tingkat wilayah.
FSVA disusun pada tingkat wilayah dengan menggunakan indikator
yang sifatnya statis dan perubahannya jangka panjang periode
pengambilan data setiap 2 - 3 tahun. Untuk memperkuat analisis FSVA
dilakukan sistem pemantauan dan deteksi dini dalam mengantisipasi
kejadian kerawanan pangan secara berjenjang dan dilakukan secara
periodik (bulanan) dan terus menerus.
SKPG merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian
kerawanan pangan dan gizi melalui pengumpulan, pemrosesan,
penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan
gizi bulanan dan tahunan. Data bulanan dan tahunan tersebut
menginformasikan tentang 3 (tiga) indikator utama yaitu ketersediaan,
akses, dan pemanfaatan pangan yang menjadi dasar untuk
menginformasikan situasi pangan dan gizi di suatu daerah. Meskipun
kegiatan SKPG sangat bagus sebagai upaya pencegahan rawan
pangan, namun kegiatan SKPG kurang berjalan sesuai dengan target,
karena (i) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan
memanfaatkan hasil analisis SKPG; (ii) Tingginya tingkat mutasi aparat
sehingga petugas sering berganti; (iii) Tidak optimalnya peran Tim
Pokja SKPG; (iv) Kurangnya kesadaran aparat terkait pentingnya
kegiatan pemantauan pangan dan gizi melalui SKPG; dan (v)