• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Pengaruh Perendaman Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan Kitosan Bead Manik Terhadap Kadar Formalin Pada Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perbandingan Pengaruh Perendaman Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan Kitosan Bead Manik Terhadap Kadar Formalin Pada Tahu"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Tambahan Pangan 2.1.1 Definisi

Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan

kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses

pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk

memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, tekstur dan memperpanjang masa simpan

dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut Codex, bahan tambahan

pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang

dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang

memiliki nilai gizi dan ada yang tidak (Saparinto, 2006).

Adapun menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 tahun 2012

Tentang Bahan Tambahan Pangan memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Anti buih (Antifoaming Agent)

2. Anti kempal (Anticaking Agent)

3. Antioksidan (Antioxidant)

4. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent)

5. Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt)

6. Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas)

7. Humektan (Humectan)

8. Pelapis (Glazing Agent)

9. Pemanis (Sweetner)

10.Pembawa (Carrier)

11.Pembentuk Gel (Gelling Agent)

12.Pembuih (Foaming Agent)

13.Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

14.Pengawet (Preservative)

(2)

17.Pengental (Thickener)

18.Pengeras (Firming Agent)

19.Penguat Rasa (Flavour Enhancer)

20.Peningkat Volume (Bulking Agent)

21.Penstabil (Stabilizer)

22.Peretensi Warna (Colour Retention Agent)

23.Perisa (Flavouring)

24.Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent)

25.Pewarna (Colour)

26.Propelan (Propellant)

27.Sekuestran (Sequestrant)

Dan jenis bahan tambahan pangan dari masing-masing fungsi diatas yang

diizinkan sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 033 Tahun

2012 (Peraturan Menteri Kesehatan No 033 Tahun 2012).

Pengertian bahan tambahan pangan sebagai campuran makanan kerap kali

rancu dengan bahan tambahan kimia. Untuk menghindari itu kita harus

memahami tentang bahan tambahan pangan sebagai campuran makanan secara

terperinci (Saparinto, 2006). Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat

digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :

1. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang

tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak

sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan

selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula

merupakan residu atau suatu kontaminan dari bahan yang sengaja

ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang

masih terus terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan

tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk

insektisida, herbisida, fungisida dan rodentisida) antibiotik dan hidrokarbon

(3)

2. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan ini

dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan,

sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

Penggunaan bahan tambahan pangan dapat dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau tidak memenuhi persyaratan.

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan

dengan cara produksi yang baik untuk makanan dan

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan

(Cahyadi, 2006)

Jadi bahan yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah :

1. Tidak dikonsumsi sebagai makanan dan bukan merupakan ingredient makanan.

2. Mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi.

3. Sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk mendukung proses

pembuatan, pengolahan, penyimpanan, perlakuan, pengepakan,

pengemasan dan atau pengangkutan makanan. Misalnya untuk

menghasilkan suatu komponen yang mempengaruhi sifat makanan

tersebut baik secara langsung atau tidak langsung.

4. Tidak mencakup cemaran atau bahan yang ditambahkan dengan tujuan

untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi. Misalnya vitamin C

dianggap sebagai bahan tambahan pangan jika tidak ditujukan untuk

memperbaiki nilai gizi tetapi sebagai antioksidan.

Sebenarnya tujuan penambahan bahan tambahan pangan sendiri secara umum

untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai estetika dan sensor

(4)

2.1.2 Bahan Tambahan Yang Dilarang

Dahulu bahan tambahan pangan masih terbatas berupa bahan alami,

dengan berkembanganya teknologi produk instan sangat digemari oleh

masyarakat karena mudah didapat, cepat dan murah. Namun sekarang muncul

ekstrak bahan tambahan pangan dari bahan alami maupun sintetis bahan kimia .

Bahan tambahan pangan alami dan sintetis seringkali sulit dibedakan karena

memiliki aroma, rasa, warna dan sifat yang hampir sama. Diperlukan suatu

kejelian bagi konsumen untuk membedakan apakah makanan yang hendak

dibelinya mengandung bahan tambahan pangan alami atau sintetis. Penggunaan

bahan tambahan pangan sekarang ini sangat beragam dari pengawet sampai

pewarna, sayangnya penggunaan bahan tambahan pangan sering kali berakibat

buruk terhadap kesehatan. Karena alasan ekonomi sehingga penggunaan bahan

yang sebenarnya bukan untuk pangan menjadi salah. Sebagai contoh penggunaan

pewarna tekstil untuk bahan makanan karena harganya lebih murah dari pada

pewarna makanan (Saparinto, 2006).

Bahan tambahan pangan yang tidak boleh digunakan diantaranya adalah

yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, dapat merupakan penipuan bagi

konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam tehnik pengolahan, dapat

menurunkan nilai gizi makanan. Bahan tambahan yang dilarang merupakan suatu

bahan yang dapat bersifat toksisitas dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan

yang mengkonsumsinya dan menggunakannya dalam bahan tambahan pangan.

Beberapa bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan

menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012, sebagai berikut :

1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 4. Dulsin (Dulcin)

5. Formalin (Formaldehyde)

6. Kalium bromat (Potassium bromated)

7. Kalium klorat (Potassium chlorate) 8. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

(5)

10.Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11.Dulkamara (Dulkamara)

12.Kokain (Cocaine)

13.Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14.Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)

15.Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

16.Biji tonka (Tonka bean)

17.Minyak kalamus (Calamus oil)

18.Minyak tansi (Tansy oil)

19.Minyak sasafras (Sasafras oil)

2.2 Pengawet Dalam Kehidupan Sehari-hari

Memperpanjang masa simpan bahan pangan dapat dilakukan dengan

berbagai macam cara. Teknologi pengawetan makanan yang populer dikenal

antara lain pengawetan menggunakan suhu tinggi seperti pasteurisasi dan

sterilisasi. Kita juga mengenal pengawetan menggunakan suhu rendah, misalnya

penyimpanan suhu dingin dengan menggunakan lemari pendingin atau lemari es

dan penyimpanan beku menggunakan frezer. Pengawetan makanan juga dapat

dilakukan dengan cara pengeringan, yaitu dengan menjemur dibawah sinar

matahari ataupun menggunakan alat pengering. Cara pengawetan makanan

dengan mengandalkan teknologi pengolahan relatif aman dan dapat dilakukan

dalam rumah tangga. Sesuai dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan

dan untuk peningkatan permintaan konsumen ada satu lagi cara pengawetan

makanan yang menggunakan bahan tambahan yaitu bahan pengawet (food preservatives).

Bahan pengawet makanan merupakan salah satu bahan tambahan makanan

(food additives) yang sebenarnya bukan sesuatu yang baru, yang sudah dikenal sejak lama, sejak manusia telah mengenal mengasinkan daging. Pengasinan

bertujuan untuk menambah daya keawetan daging. Dizaman modern, bahan

tambahan makanan digunakan dalam skala yang semakin luas. Luasnya cakupan

fungsi bahan tambahan makanan, menjadikan sulit bagi manusia dizaman modern

(6)

Misalnya tanpa bahan pengawet makanan tidak akan tahan lama jika makanan

tidak tahan lama, kita akan repot karena harus sering ke toko atau pasar. Kini

bahan pengawet pangan banyak diperbincangkan karena dianggap tidak baik

untuk kesehatan. Apalagi jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup banyak.

Pernyataan ini tidak semuanya tepat sebab ada bahan pengawet yang aman

digunakan untuk berbagai pengolahan pangan. Bahan pengawet atau proses

pengawetan terkadang sangat diperlukan untuk menjaga bahan pangan tidak rusak

dalam jangka waktu tertentu (Muaris, 2007).

Pengawet makanan adalah zat yang digunakan untuk menjaga makanan

agar tetap segar dan stabil serta memperpanjang umur simpan makanan. Itu

artinya jika makanan seharusnya sudah tidak layak konsumsi dalam jangka waktu

tiga hari jika diberikan tambahan pengawet dia akan menjadi tahan lama mungkin

mencapai umur satu minggu atau bahkan lebih. Pengawet makanan ini bisa

digunakan dalam makanan mentah ataupun makanan yang sudah siap santap.

Pengawet makanan terdiri dari pengawet alami dan buatan. Untuk pengawet alami

sendiri ada garam dan gula. Pengawet alami ini sering digunakan dalam

mengawetkan buah-buahan kaleng, daging serta berbagai jenis makanan kaleng

atau sayuran.

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan

adanya bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba,

baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan

kesehatan lainnya maupun mikrobial yang non patogen yang dapat menyebabkan

kerusakan bahan pangan, mislanya pembusukan. Namun dari sisi lain, pemakaian

bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan

asing yang masuk kedalam tubuh bersama bahan pangan yang dikonsumsi apabila

kita menggunakan bahan pengawet kimia (Cahyadi, 2006).

2.3 Formalin

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012, formalin

merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan.

Formalin merupakan nama dagang larutan formaldehid. Formalin sebenarnya

(7)

berguna untuk mengawetkan spesimen biologi dan mayat dan dibidang industri

digunakan pada tekstil, pupuk dan bahan kimia. Senyawa ini termasuk golongan

aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon

(Widyaningsih, 2006).

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak

berwarna dengan bau yang sangat menusuk, uapnya merangsang selaput lendir

hidung, tenggorokan dan seperti rasa terbakar. Berat tiap mililiter ialah 1,08 gram.

Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan eter

ataupun kloroform. Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya

elektron sunyi pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan

molekul air (Fessenden, 1986). Struktur formaldehid dapat dilihat pada gambar

2.1 dibawah ini :

Gambar 2.1 Struktur Bangun Formaldehid

Formaldehid berbentuk serbuk atau padatan disebut paraformaldehid.

Formalin dan paraformaldehid dapat melepaskan gas formaldehid. Formaldehid

memiliki rumus molekul CH2O dan memiliki nama lain yang diantaranya ialah

formol, metilen aldehid, paraform, morbisida, oksometan, polioksometilen glikol,

metanal, formorform, superlisoform, formiat aldehid, formalit, tetraoksi metilen,

metil oksida, karsan, trioksane, oksimetilen dan metilen glikol. Formaldehid

mempunyai massa molar 30,03 g/ml dengan titik didih 96OC (Susanti, 2010).

Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan melainkan

sebagai antiseptik, germisida dan pengawet non makanan. Formalin sudah sangat

umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar,

formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau

pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri yakni pembersih lantai,

kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya.

Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan produk parfum,

pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa.

(8)

dibidang industri kayu formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk

kayu lapis (Plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) digunakan sebagai bahan pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih

rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil,

lilin dan karpet. Didunia kedokteran formalin digunakan sebagai pengawet mayat.

Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer

yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena itu,

formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas dan

mangkuk yang berasal dari plastik ataupun melamin. Bila piring atau gelas

tersebut digunakan untuk makanan atau minuman yang panas makan bahan

formalin yang terdapat didalamnya akan larut (Yuliarti, 2007).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 formalin

merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan.

Tetapi penggunaannya dalam bahan makanan semakin banyak didapatkan.

Beberapa hal yang menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan

makanan (pengawet) meningkat antara lain :

1. Karena harganya yang jauh lebih murah dibanding pengawet lainnya,

seperti natrium benzoat atau natrium sorbet

2. Jumlah yang digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya

3. Mudah digunakan untuk proses pengawetan karena bentuknya larutan

4. Waktu proses pengawetan juga lebih singkat

5. Mudah didapatkan ditoko bahan kimia dalam jumlah besar

6. Dan rendahnya pengetahuan masyarakat produsen tentang bahaya

formalin.

Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan sudah muncul ke

permukaan sejak beberapa tahun lalu. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan

telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan. Hasilnya beberapa

jenis bahan makanan olahan yaitu mi basah, bakso, tahu dan ikan asin positif

mengandung formalin (Widyaningsih, 2006).

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan

manusia. Jika kandungannya tinggi didalam tubuh, akan bereaksi secara kimia

(9)

kematian sel yang mengakibatkan keracunan pada tubuh. Efek dari makanan

berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian, kandungan formalin akan

meracuni tubuh, menyebakan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan

juga bersifat mutagen (menyebakan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang

yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur

darah. Formalin bila menguap diudara berupa gas yang tidak berwarna, dengan

bau yang menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokkan dan mata

(Cahyadi, 2006).

2.4 Tahu

Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang dibuat dari kedelai dengan

jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan

protein pada titik isoelektrisnya, dengan atau tanpa penambahan unsur-unsur lain

yang diizinkan. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu ‘akan

menggumpal bila bereaksi dengan asam’. Penggumpalan protein oleh asam cuka

berlangsung secara cepat dan serentak diseluruh bagian cairan sari kedelai,

sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan

terperangkap didalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat

dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan,

semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein

itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Suprapti, 2009).

Dalam perdagangan dikenal 2 jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu Cina.

Kedua jenis tahu ini berbeda dalam bentuk dan cara pembuatannya. Pada

pembuatan tahu Cina, kedelai direbus terlebih dahulu sebelum direndam dan

biasanya mempunyai ukuran lebih besar. Tahu dikenal masyarakat sebagai

makanan sehari-hari yang umumnya sangat digemari serta mempunyai daya cerna

yang tinggi. Keuntungan lain pada pembuatan tahu adalah berkurangnya senyawa

antitripsin (tripsin inhibito) yang terbuang bersama whey dan rusak selama

pemanasan. Disamping itu adanya proses pemanasan juga dapat menghilangkan

(10)

Tahu adalah makanan yang empuk, lezat dan bergizi. Kelembutan tahu

membuat banyak orang dewasa maupun anak-anak menyukainya. Tahu dibuat

melalui penyaringan kedelai yang telah digiling dan ditambah air. Kelembutan

tekstur tahu membuat makanan ini mudah dikunyah ibarat daging tanpa tulang.

Kandungan protein tahu sangat berkualitas karena bahan dasar tahu adalah

kedelai. Daya cerna tahu dalam tubuh dapat mencapai 85-98% dan total protein

yang dapat dimanfaatkan tubuh adalah sebesar 65%. Sebagai makanan yang

merakyat ternyata tahu mengandung protein sejumlah 7,85. Protein tahu tidak

terlalu tinggi karena kadar air dalam tahu sangat tinggi, yaitu mencapai 84,8%.

Pada umumnya makanan-makanan yang berkadar air tinggi mengandung protein

yang agak rendah. Kandungan gizi tahu ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel. 2.1 Kandungan Gizi Tahu Per 100 g

Kandungan Gizi Jumlah Energi (kal) 79

Protein (g) 7,8

Lemak (g) 4,6

Kalsium (mg) 124

Air (g) 84,8

(Khomsan, 2008).

Pada dasarnya proses pembuatan tahu tediri dari dua bagian, yaitu

pembuatan susu kedelai dan penggumpalan proteinnya. Sebagai zat penggumpal,

secara tradisional biasanya digunakan biang yaitu cairan yang keluar pada waktu

pengepresan dan sudah diasamkan semalam, sebagai pengganti dapat digunakan

air jeruk, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCl2 atau CaSO4 (Purwaningsih,

2010).

Sebagai makanan yang memiliki kandungan air tinggi, tahu cepat

mengalami penyimpangan bau maupun rasa. Cita rasa tahu dan kecepatannya

mengalami penyimpangan bau sangat tergantung pada kualitas kedelai, sumber air

pembuatannya, sanitasi alat-alat pembuatan tahu, dan pekerjaannya. Apabila

semua unsur tersebut diperhatikan kualitas tahu dapat dipertahankan selama 1-2

hari dengan cara disimpan dikulkas. Pada umumnya tahu direndam air bersih

(11)

pembusuk dari udara. Akan tetapi, jika air perendamannya tidak higenis, justru

lebih mempercepat kerusakan tahu. Cara lain agar lebih awet yaitu dengan

merebus tahu selama 30 menit, kemudian direndam dalam air yang telah dimasak,

keawetan tahu rebusan itu dapat bertahan hingga empat hari. Saat ini telah

diketahui bahwa ada produk-produk tahu yang menggunakan pengawet berbahaya

(formalin). Kadar formalin yang dicampurkan mungkin tidak terlalu banyak

sehingga konsumen tidak dapat membedakan tahu berformalin dan tahu tanpa

formalin. Namun, perlu diingat formalin adalah bahan yang dilarang, betapapun

kecilnya kandungan formalin dalam tahu hal itu harus tetap dianggap sebagai

unsur yang membahayakan kesehatan. Penelitian yang dilakukan Tresniani pada

tahun 2003 lulusan Departemen Gizi IPB mengungkapkan bahwa 11 industri tahu

kuning dan 9 industri tahu putih di Tangerang, semuanya terindikasi

menggunakan formalin sebagai pengawet. Tahu kuning mengandung 3,79 ppm,

27,48 ppm, sedangkan tahu putih 5,15 ppm dan 42,44 ppm (Khomsan, 2008).

2.5 Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1 4)-D-glukopiranosa) dengan

rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan

juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Struktur polimer kitosan

dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini :

O

Gambar 2.2 Struktur Polimer Kitosan (Sugita, 2009)

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun

enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat

menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai

85-93 % (Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak sehingga sifat

(12)

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan

dengan rotasi spesifik [∝]D11 -3 hingga -10 ̊ (pada konsentrasi asam asetat 2%).

Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik (Tabel 2.5.) pada pH sekitar

4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut

air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3,

kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%.

Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan

didalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1%

sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh

bobot molekul, derajat deasetilasi dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung

pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya. Kelarutan kitosan pada

berbagai pelarut asam organik dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2 Kelarutan kitosan pada berbagai pelarut asam organik

Konsentrasi asam organik Konsentrasi asam organik (%)

10 50 >50

Asam asetat + ± -

Asam adipat - - -

Asam sitrat + - -

Asam format + + +

Asam laktat + - -

Asam maleat + - -

Asam malonat + - -

Asam oksalat + - -

Keterangan : + larut; -tidak larut; ±larut sebagian (Sugita, 2009)

Kitosan dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang

tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik, seperti yang dapat dilihat pada

Gambar 2.3 dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif

(13)

Sedangkan dalam bentuk netralnya, kitosan mampu mengkompleks ion

logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Mn, Co, Ph, Hg, Zn, dan Pd.

O

Gambar 2.3 Kitosan sebagai polielektrolit kationik (Sugita, 2009)

Kitosan dapat dimodifikasi, kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam

berbagai bentuk, antara lain bentuk butir, serpih, hidrogel, dan membran (film).

Kitosan sebagai adsorben sering dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam

berat. Besarnya afinitas kitosan dalam mengikat ion logam sangat bergantung

pada karakteristik makrostruktur kitosan yang dipengaruhi oleh sumber dan

kondisi pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan akan semakin

besar dan proses adsorpsi pun dapat berlangsung dengan baik. Modifikasi kimia

kitosan menjadi gel kitosan dapat meningkat kapasitas jerapnya, keunggulan ini

disebabkan oleh bentuk butiran gel mempunyai volume pori yang lebih besar

dibandingkan dengan bentuk serpihan. Kitosan dengan bobot molekul tinggi akan

menghasilkan larutan dengan viskositas yang tinggi pula (Rao, 1993).

Secara umum adsorpsi adalah suatu proses pemisahan

komponen-komponen tertentu dalam fasa cair atau gas melewati suatu permukaan padat

yang disebut adsorben, sedangkan komponen yang diserap disebut adsorbat.

Ketika permukaan padatan dipaparkan pada molekul adsorbat, adsorbat akan

membentur permukaan padatan, sehingga sebagian akan menempel dipermukaan

padatan dan terjerap, sedangkan yang lain akan terpantul kembali. Pada awalnya,

laju adsorpsi cukup besar karena seluruh permukaan masih kosong. Namun,

setelah waktu kontak semakin lama, permukaan yang terisi oleh molekul gas

semakin banyak dan luas daerah kosong menyusut, sehingga laju adsorpsinya ikut

menurun. Bersamaan dengan itu, laju desorpsi, yaitu laju pelepasan kembali

molekul adsorbat, justru meningkat hingga tercapai suatu kesetimbangan dinamis

(14)

2.6 Asam Jawa

Asam jawa (Tamarindus Indica) merupakan sebuah kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Batang pohonnya yang cukup keras

dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Daun asam jawa bertangkai

panjang , sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya berwarna kuning

kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Didalam

buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga terdapat

biji yang berjumlah 2-5 yang pipih dengan warna coklat agak kehitaman. Buah

polong asam jawa mengandung senyawa kimia antara lain asam appel, asam

sitrat, asam anggur, asam tertrat, asam suksinat, pektin dan gula invert.

Kandungan asam jawa ditunjukkan pada tabel 2.3 berikut ini :

Tabel 2.3 Kandungan Asam Jawa

No Kandungan Per 100 gram

1 Kalori 239 kal

2 Protein 2,8 g

3 Lemak 0,6 g

4 Hidrat Arang 62,5 g

5 Kalsium 74 mg

6 Fosfor 113 mg

7 Zat Besi 0,6 mg

8 Vitamin A 30 mg

9 Vitamin B1 0,34 mg

10 Vitamin C 2 mg

Kulit bijinya mengandung phlobatannin dan bijinya mengandung albuminoid serta

pati (Thomas, 2012).

Sardeswara (2001) menyebutkan bahwa tanaman asam jawa sangat

berguna untuk kesehatan manusia. Daun asam jawa yang dikeringkan dan

didinginkan dapat digunakan untuk mengobati kelenjar empedu. Daun segar yang

direbus juga dapat mencegah infeksi radang. Kulit asam jawa yang astringent

(15)

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kulit asam jawa juga dapat

digunakan untuk mengobati penyakit asma. Hisa (2001) menyebutkan kandungan

aktif pada asam jawa seperti asam asetat, asam sirat, asam askorbat, sinamil

aldehida, geranikal, bekarotin, asam laktat dan metionin dapat digunakan untuk

melancarkan proses pencernaan dan buang air besar. Selain itu, asam jawa juga

dapat digunakan untuk mengobati disentri, demam, lepra, radang mata, infeksi

oral, penyakit pernafasan dan luka-luka. Asam juga berpengaruh terhadap bakteri

patogen yang sangat membahayakan tubuh manusia, seperti Escherichia Coli, Salmonella Typhimurium, dan Staphylococcus Aureus. Hasil penelitian (Samudera, 1992) menunjukkan bahwa efek bakterisial atau bakteristik asam jawa

disebabkan oleh rendahnya nilai pH yang ditimbulkannya, bukan akibat senyawa

antimikroba. Asam jawa juga mengandung komponen antioksidan, penelitian

(Huerta, 2000) menunjukkan bahwa asam jawa sangat berpotensi untuk

dikembangkan menjadi minuman fungsional karena mengandung komponen

antioksidan yang sangat berarti. De lumen (1986) menyebutkan bahwa diantara

jenis leguminosa yang lain, asam jawa mengandung komponen kimia yang paling

tinggi (Astawan, 2009).

2.7 Instrument

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari

spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur

intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diadsorbsi. Jadi spektrofotometer

digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut

ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang

gelombang.

Kelebihan spektrofotometer dibanding fotometer adalah panjang

gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat

pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Suatu spektrofotometer tersusun

dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi,

untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan

(16)

Pada umumnya terdapat dua tipe instrument Spektrofotometer UV-Visible

yaitu Single-Beam dan Double-Beam.

a. Single-Beam Instrument

Single-Beam Instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan

mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-Beam

instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya

murah dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata.

Beberapa instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak.

Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling

tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, 1996).

b. Double-Beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190

sampai 750 nm. Double-Beam instrument dimana mempunyai dua sinar

yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut

pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blanko dan sinar kedua

secara serentak melewati sampel, mencocokkan fotodetektor yang keluar

menjelaskan perbandingan yang ditetapkan secara elektronik dan

ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, 1996).

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa, bila cahaya monokromatik melewati

medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya

ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Hal ini berarti bahwa

intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan

bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Dengan menyatakan bahwa

lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya

(17)

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan

zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.

A = - Log T = - Log It/Io = ε.b.C

Dimana :

A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur

T = Transmitansi

Io = Intensitas sinar masuk

It = Intensitas sinar yang diteruskan

ε = Koefisien ekstingsi

b = Tebal kuvet yang digunakan

C = Konsentrasi dari sampel

Dalam hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh

larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.

Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasaan yaitu :

1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.

2. Penyerapan terjadi dalam sutu volume yang mempunyai penampang luas

yang sama.

3. Senyawa yang diserap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap

yang lain dalam larutan tersebut.

4. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau forforesensi.

5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

(18)

Alat-alat instumentasi Spektrofotometer UV-Visible terdiri dari

1. Sistem Optik

Pada umumnya konfigurasi dasar setiap spektrofotometer UV-Visible

berupa susunan peralatan optik yang terkonstruksi pada gambar 2.4

sebagai berikut :

Gambar 2.4 Bagan Alat Spektrofotometer UV-Visible

Keterangan :

SR = Sumber radiasi

M = Monokromator

SK = Sampel kompartemen

D = Detektor

A = Amplifier atau penguat

VD = Visual Display atau meter

Setiap bagian peralatan optik dari Spektrofotometer UV-Visible

memegang fungsi dan peranan tersendiri yang saling terkait fungsi

peranannya. Setiap fungsi dan peranan tiap bagian dituntut ketelitian

dan ketepatan yang optimal, sehingga akan diperoleh hasil pengukuran

yang tinggi tingkat ketelitian dan ketetapannya.

2. Sumber Radisi

Beberapa macam sumber radiasi yang dipakai pada Spektrofotometer

UV-Visible adalah lampu deuterium, lampu tungsten dan lampu

merkuri. Sumber radiasi deuterium dapat dipakai pada daerah panjang

gelombang 190 sampai 380 nm (daerah ultraviolet dekat), karena pada

rentangan panjang gelombang tersebut sumber radiasi deuterium

memberikan dua garis spektra yang dapat dipakai untuk mengecek

ketepatan panjang gelombang pada Spektrofotometer UV-Visible.

3. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis

dari sumber radiasi polikromatis. Monokromator pada

spektrofotometer UV-Visible biasanya terdiri dari susunan : celah

(19)

4. Sel atau Kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau

dari pemakaiannya kuvet ada dua macam yang permanen terbuat dari

bahan gelas leburan silika atau kuvet disposable untuk satu kali

pemakaian yang terbuat dari teflon atau plastik. Ditinjau dari bahan

yang dipakai membuat kuvet, ada dua macam yaitu: kuvet dari leburan

silika (kuarsa) dan kuvet dari gelas. Kuvet dari leburan silika dapat

dipakai unutk analisis kualitatif dan kuantitatif pada daerah

pengukuran (380-1100 nm) karena bahan dari gelas mengadsorbsi

radiasi UV. Dianjurkan setiap kali memakai kuvet selalu dibersihkan

dengan alkohol absolut atau direndam didalamnya. Membersihkan

permukaan kuvet yang basah harus dipakai kertas lensa yang bagus

jangan sekali-kali memegang permukaan kuvet yang transparan.

5. Detektor

Detektor merupakan salah satu bagian dari Spektrofotometer

UV-Visible yang penting, oleh sebab itu kualitas detektor akan menentukan

kualitas Spektrofotometer UV-Visible. Fungsi detektor adalah

mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik.

Beberapa pustaka memberikan persyaratan tentang kualitas dan fungsi

detektor didalam Spektrofotometer UV-Visible antara lain :

1. Detektor harus mempunyai kemampuan untuk memberikan respon

terhadap radiasi yang diterima, tetapi harus memberikan derau

(noise) yang sangat minimum.

2. Detektor harus mempunyai kemampuan untuk memberikan respon

terhadap radiasi pada daerah panjang gelombang yang lebar

(UV-Visible).

3. Detektor harus memberikan respon terhadap radiasi dalam waktu

yang serempak.

4. Detektor harus memberikan jaminan terhadap respon kuantitatif

dan sinyal elektronik yang dikeluarkan harus berbanding lurus

(20)

5. Sinyal elektronik yang diteruskan oleh detektor harus dapat

diampifikasikan oleh amplifier ke rekorder (Mulja, 1995).

2.8 Analisa Formalin Dalam Makanan 2.8.1 Analisa Kualitatif Formalin

Terdapat banyak metode untuk mengetahui apakah suatu bahan makanan

mengandung formalin atau tidak mulai dari pengamatan secara fisik makanan

seperti warna pada makanan lebih terang, tekstur kaku dan yang dapat teramati

lebih detail adalah pada keawetan makanan tersebut. Namun pada konsentrasi

rendah pengamatan secara fisik akan sukar dilakukan sehingga perlu dilakukan

analisis kualitatif formalin dalam bahan makanan agar diketahui ada atau tidaknya

formalin. Analisis kualitatif cenderung mudah dilakukan yaitu dengan

menambahkan pereaksi tertentu kedalam bahan makanan yang diduga

mengandung formalin sehingga akan dihasilkan perubahan warna yang khas. Uji

seperti ini disebut juga spot test. Analisis kualitatif formalin dapat dilakukan dengan pereaksi KMnO4, K2Cr2O7, FeCl3, asam kromatofat, Schiff’s, Fehling,

Schryver dan Nash (Fauzy, 2016).

Persamaan reaksi yang terjadi antara formalin dengan

pereaksi-pereaksinya yaitu:

a. Peraksi Asam kromatofat (C10H6Na2O8S2.2H2O)

(21)

b. Pereaksi Schiff’s

Gambar 2.6 Reaksi Peraksi Schiff’s dengan formalin (Keusch, 2012)

c. Pereaksi KMnO4

Gambar 2.7 Reaksi Pereaksi KMnO4 dengan formalin

d. Pereaksi Fehling

Gambar 2.8 Reaksi Peraksi Fehling dengan Formalin (Fessenden, 1986)

e. Pereaksi Schryver

Gambar 2.9 Reaksi Pereaksi Schryver dengan Formalin (Suryadi, Herman,

(22)

f. Pereaksi Nash

Gambar 2.10 Reaksi Peraksi Nash dengan Formalin (Herlich, 1990)

2.8.2 Analisa Kuantitatif Formalin

Analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan kadar suatu senyawa dalam

sampel atau menetapkan banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel.

Analisis kuantitatif formalin dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa

metode yaitu dengan metode titrasi volumetri, atau titrasi asam-basa dengan

menambahkan hidrogen peroksida dan NaOH 1 N dan pemanasan hingga

pembuihan berhenti, dan dititrasi dengan HCl 1 N menggunakan indikator

fenolftalein (Ditjen POM, 1979). Selain itu metode spektrofotometri,

kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi.

Metode kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi memiliki

sensitivitas dan selektivitas yang sangat baik. Namun metode kromatografi gas

dan kromatografi cair kinerja tinggi memerlukan instrumentasi yang relatif mahal

dan rumit selain itu dibutuhkan proses derivatisasi menggunakan zat penderivat

yang mahal. Pada metode spektrofotometri dibutuhkan pereaksi dimana pereaksi

yang sering digunakan yaitu pereaksi asam kromatofat, pereaksi Nash dan

(23)

sensitivitas dan selektivitas yang cukup baik dan sudah di validasi. Formalin

dengan penambahan pereaksi Nash dan pemanasan 30 menit menghasilkan warna

kuning yang mantap, yang kemudian diukur pada panjang gelombang 412 nm

(Herlich, 1990).

Formalin ditemukan didalam sejumlah makanan ikan asin teri meda, ebi,

ikan asin kristal, ikan gembung asi, udang dan cumi-cumi segar. Preparasi sampel

yang dilakukan adalah dengan merendam masing-masing sampel dalam air panas

dan air dingin (Pane, 2009) dan dapat juga dilakukan dengan mendestilasi sampel

dengan asam posfat (Tarigan, 2008). Penetapan kadar secara kuantitatif dilakukan

dengan mengukur serapan larutan zat dalam suatu pelarut pada panjang

gelombang tertentu. Pengukuran serapan biasanya dilakukan pada panjang

gelombang serapan maksimum. Oleh karena serapan dapat berbeda jika

digunakan alat yang berbeda, maka sebaiknya pengukuran dilakukan pada

panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh dengan alat yang

digunakan syaratnya panjang gelombang yang diperoleh dengan alat tidak

berbeda lebih dari ± 0,5 nm pada daerah pengukuran 240-280 nm, tidak lebih dari

± 1 nm pada daerah pengukuran 280-320 nm serta tidak lebih dari ± 3 nm pada

daerah pengukuran diatas 320 nm dari panjang gelombang yang ditentukan. Jika

perbedaannya melebihi batas tersebut maka alat harus dikalibrasi. Pada

pengukuran serapan suatu larutan hampir semua digunakan blanko untuk

spektrofotometer agar panjang gelombang pengukuran mempunyai serapan nol.

Kegunaan blanko adalah mengoreksi serapan yang disebabkan oleh pelarut,

pereaksi, sel ataupun pengaturan alat. Blanko dapat berupa pelarut yang sama

seperti yang digunakan untuk melarutkan zat atau blanko pereaksi menyiapkan

Gambar

Tabel. 2.1 Kandungan Gizi Tahu Per 100 g
Gambar 2.2 Struktur Polimer Kitosan (Sugita, 2009)
Tabel 2.2 Kelarutan kitosan pada berbagai pelarut asam organik
Gambar 2.3 Kitosan sebagai polielektrolit kationik (Sugita, 2009)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tabel diatas adalah standar yang ditetapkan di Indonesia dalam hal penggunaan gula sebagai bahan pangan, untuk mengetahui kelayakan dari gula yang akan ditambahkan kedalam

Tabel diatas adalah standar yang ditetapkan di Indonesia dalam hal penggunaan gula sebagai bahan pangan, untuk mengetahui kelayakan dari gula yang akan ditambahkan kedalam

Bahan tambahan makanan (Food Additive) adalah bahan yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan, baik

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

Tepung biji asam Jawa digunakan sebagai bahan baku dari pembuatan film penyalut makanan dengan penambahan sorbitol, jus kurma dan variasi konsentrasi