• Tidak ada hasil yang ditemukan

Campur Kode Pada Tuturansehari-Hari Masyarakat Di Desa Kedai Durian Delitua (Kajian Sosiolinguistik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Campur Kode Pada Tuturansehari-Hari Masyarakat Di Desa Kedai Durian Delitua (Kajian Sosiolinguistik)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep

Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2007:588)

2.1.1Campur Kode

Campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Misalnya, seorang penutur berbahasa Indonesia sering menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya atau bahasa asing, dikatakan telah melakukan campur kode (Chaer, 2004:114).

Thelander (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004:114) apabila di dalam suatu peristiwa tuturklausa-klausa maupun frasa-frasa yang terdiri dari klausa dan frasa campuran dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode.

2.1.2 Peristiwa Tutur

(2)

2.1.3 Masyarakat Tutur

Fishman (dalam Chaer, 2004:36) Masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya. Kata masyarakat dalam masyarakat tutur bersifat relatif, dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas, dan dapat pula hanya menyangkut sekelompok kecil orang.

Masyarakat tutur itu bukanlah hanya sekelompok orang yang memakai bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa. Kemudian untuk dapat disebut satu masyarakat tutur adalah adanya perasaan diantara para penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan bahasa yang sama Djokokoentjono dalam(Chaer, 2004:36).

Bahasa pertama pada masyarakat desa kedai durian delitua ini adalah bahasa Indonesia.Namun, sebagian masyarakat masih sering berbicara menggunakan bahasa daerah seperti bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Oleh karena itu, desa ini sangat cocok untuk dijadikan tempat penelitian oleh penulis yang mengambil judul “Campur Kode pada Tuturan Sehari-hari Masyarakat di Desa Kedai Durian”.

2.2 Landasan Teori

Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung oleh data dan argumentasi (Alwi, 2008:1444).

2.2.1 Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat (Chaer, 2004:2).

(3)

organisasi alat-alat verbal dan tujuan akhir yang didukungnya. Pendekatan di dalam sosiolinguistik yang demikian disebut dengan etnografi wicara.

Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa tersebut, pertama bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertama (BI), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjdi bahasa keduanya (B2).

2.2.2 Billingualisme

Istilah billingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. (Chaer, 2004:85)Orang yang menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang billingual (dalam bahasa Indonesia disebut dwibahasawan). Sedangkan kemampuan untuk menggunakan kedua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasaan).

Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat BI) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa kedua (disingkat B2). Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut orang yang bilingual, dalam bahasa Indonesia disebut dwikebahasaan. Sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut billingualitas. Bilingual juga bukan ciri kode, melainkan pengungkapan seorang penutur.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa billingulisme merupakan salah satu gejala bahasa yang terjadi karena penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur atau kelompok masyarakat.

2.2.3 Campur Kode

(4)

Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya atau bahasa asing, dikatakan telah melakukan campur kode (Chaer, 2004:114). Unsur-unsur bahasa yang menyusup ke dalam bahasa lain itu tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan telah menyatu dengan bahasa yang disusupinya dan secara keseluruhn hanya mendukung satu fungsi. Dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disusupinya. Unsur-unsur bahasa yang menyusup kedalam dua golongan tersebut, yaitu (1) yang bersumber dari bahasa daerah dan (2) yang bersumber dari bahasa asing.

Thelander (dalam Chaer, 2004:115) mencoba menjelaskan perbedaan alih kode dengan campur kode. Katanya, bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih kode.

2.2.4 Bentuk Campur Kode

(5)

2.2.5 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode a. Ingin Menjelaskan Sesuatu/Maksud tertentu

Seseorang yang ingin menjelaskan suatu maksud tertentu dalam percakapan sehari-hari dapat mengakibatkan peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan dengan orang lain. Untuk dapat memberikan penjelasan kepada seseorang, perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur agar mempermudah penafsiran suatu bahasa.

b. Adanya pengaruh pihak kedua

Adanya pengaruh pihak kedua atau lawan tutur yang sama-sama menguasai dua bahasa yang juga dikuasai penutur menyebabkan penutur untuk mencampur dua bahasa yang dikuasainya. Dalam hal ini penutur dan lawan tutur sama-sama mengerti dengan adanya pencampuran dua bahasa.

c. Ingin Menjalin keakraban

Untuk menjalin keakraban, sangat penting dalam melakukan tuturan pada orang lain, maka penutur (masyarakat) sesekali mencampur kode bahasanya dengan bahasa lain.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan campur kode sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, ada sejumlah sumber yang relevan untuk di tinjau dalam penelitian ini, dintaranya:

Murliati (2013) dalam artikelnya yangberjudul“Campur kode pada Tuturan Guru Bahasa Indonesia dalam Proses Belajar Mengajar: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20

Padang”. Menggunakan teori Campur kode yang dikemukakan oleh Nursaid dan Marjusman

(6)

campur kode ke luar, dan campur kode ke dalam dan ke luar. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa bentuk satuan bahasa yang dominan mengalami campur kode adalah kata sedangkan bentuk satuan bahasa yang jarang mengalami campur kode adalah satuan bahasa berupa frasa. Sumbangsi dari artikel diatas adalah rumusan masalah yang dibahas dalam artikeltersebut relevan dengan salah satu rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Selain itu, hasil penelitian tersebut dapat dijadikan referensi tambahan dalam mengkaji bentuk campur kode yang akan dibahas dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena penelitian terebut mengkaji masalah yang sama dengan apa yang akan diteliti oleh peneliti.

Pasaribu (2012) dalam skripsinya yang berjudul Campur Kode Pada Lirik Lagu Pop Indonesia. Penelitan iniberfokus pada bentuk dan faktor campur kode yang terdapat dalam lirik lagu Pop Indonesia. Pengumpulam data yang dilakukan dengan menggunakan data tulis yang diperoleh dari dua lirik lagu Indonesia. Sedangkan penganalisisan data dilakukan dengan mengguanakan metode padan .

Tarigan (2015) dalam skripsinya yang berjudul Campur Kode dalam Dialog Sinetron Ganteng-ganteng Serigala. Penelitian ini berfokus pada bentuk dan jenis campur kode yang

terdapat dalam sinetron Ganteng-ganteng Serigala khususnya tokoh Mamsky. Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode simak yang didukung dengan teknik bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Sedangkan penganalisisan data menggunakan metode padan yang didukung dengan teknik pilah unsur tertentu (PUP) pembeda larik tulisan dan teknik pilah unsur penentu (teknik PUP) pembeda referen.

(7)

Penelitian mengenai campur kode ini juga pernah dilakukan oleh Perangin-angin (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Campur Kode Dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari” Metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah metode simak

kemudian dilanjutkan dengan teknik sadap, teknik rekam dan teknik catat.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pembentukan portfolio, model MAD dari permasalahan seleksi portfolio selanjutnya diselesaikan dengan menggunakan algoritma titik interior dan hasilnya

APEC (Asia Pasific Economic Cooporation) dibentuk pada tahun 1980, APEC dipahami sebagai bentuk kerja sama ekonomi regional antara Negara- negara yang berada dikawasan

bahan pengganti hijauan untuk pakan ternak adalah limbah sayuran, karena selain. ketersediaannya yang melimpah, limbah sayuran juga memiliki kadar

Lebih lanjut Ausubel yang dikutip Hudojo (2002: 10) menerangkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Mind Map (peta pikiran), akan membantu siswa dalam

JUDUL : GALANG DANA UNTUK SOSIALISASI KESEHATAN MEDIA : HARIAN JOGJA. TANGGAL : 19

Dalam Perda Nomor 13 Tahun 2009 sebagai peraturan yang mengatur peralihan status badan usaha PD Flobamor menjadi PT dalam Pasal 6 telah mengatur bahwa dalam

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah suatu perpustakaan akan dianggap berhasil apabila perpustakaan tersebut sering dikunjungi oleh penggunanya, mengetahui

Kebermaknaan ini merupakan tujuan utama dari kurikulum tahun 2013 (K.13) bagi terwujudnya perilaku peserta didik yang menjadi aktif, inovatif, interaktif,