• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Atas Penggunaan Dan Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Atas Penggunaan Dan Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya teknologi komputer dan teknologi komunikasi, di mana berbagai komputer dapat dihubungkan dengan membentuk jaringan komputer yang mengarah pada perkembangan internet. Secara umum, jaringan komputer ialah gabungan komputer dan alat perangkatnya yang terhubung dengan saluran komunikasi yang memfasilitasi komunikasi diantara pengguna dan memungkinkan para penggunanya untuk saling menukar data dan informasi.1

Internet telah mengubah paradigma bisnis klasik (konvensional) dengan menumbuhkan model-model interaksi antara produsen dan konsumen di pasar elektronik. Para pengusaha mampu memulai investasinya dengan lebih mudah dan modal lebih kecil, namun dengan mengakses Internet mampu membangun jaringan konsumen di seluruh dunia dan menghasilkan perdagangan yang bernilai ratusan miliar dollar pada awal abad ke dua puluh satu ini.2

Perkembangan internet, yang juga disebut teknologi jaringan komputer global, pada akhirnya telah menciptakan suatu dunia baru yang dinamakan cyberspace, yang kemudian diterjemahkan menjadi dunia maya atau dunia mayantara. Jusuf Jacobus Setyabudi dalam Tutik Tri Wulan Tutik mengatakan bahwa: cyberspace adalah sebuah dunia komunikasi berbasis komputer, yang

(2)

menawarkan suatu realitas baru, yaitu realitas virtual (virtual reality). Lebih lanjut Onno W. Purbo dalam Tutik Tri Wulan Tutik mengatakan bahwa: internet sering disosialisasikan sebagai media tanpa batas. Dimensi ruang, waktu, birokrasi, kemapanan dan tembok strukturisasi yang selama ini ada di dunia nyata yang mudah di tembus oleh teknologi informasi”.3 Demokratisasi, keterbukaan, kebebasan berbicara, kompetisi bebas, perdagangan bebas yang diimbangi oleh kemampuan intelektual dan profesionalisme yang tinggi yang menjadi ciri khas dunia informasi mendatang di era globalisasi.

Penerapan internet dalam dunia bisnis terlihat begitu pesat, hal ini dapat dilihat dari adanya perjanjian atau kontrak elektronik, jual beli secara online dan lain sebagainya. Perkembangan penerapan teknologi informasi dalam semua lini kehidupan masyarakat saat ini bukan tidak menyisakan persoalan, khususnya di Indonesia. Perjanjiane-commercemisalnya, penerapan teknologi dalam perjanjian e-contract tidak seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak, namun perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik.

Perjanjian antar pihak dapat dilakukan dengan hanya mengakses halamanweb yang disediakan, berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual), dan pihak yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan

(3)

tanda tangan elektronik atau digital signature. Sehingga para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian (e-date interchange).

Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait, ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat berjalan menuju tujuannya apabila ditopang dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Tidak berlebihan kiranya, apabila keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para pihak hendaknya senantiasa memperhatikan aspek kontraktual yang membingkai aktivitas bisnis tersebut.4

Transaksi e-commerce merupakan salah satu kegiatan transaksi elektronik. Perjanjian dalam aktivitas e-commerce pada dasarnya sama dengan perjanjian yang dilakukan dalam transaksi perdagangan konvensional, akan tetapi perjanjian yang dipakai dalam e-commerce merupakan perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik atau disebut kontrak elektronik.5

Kontrak elektronik tidak saja diterapkan dalam dunia bisnis, perkembangannya teknologi informasi dan internet dikembangkan pula dalam sistem pelayanan publik oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dengan inovasi baru yang dilakukan pemerintahan dalam bidang pelayanan publik dan sistem administrasi, seperti, kontrak elektronik dalam pengadaan barang/jasa pada proyek pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga telah membuat beberapa kebijakan dalam rangka

4 Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial. (Surabaya: LBM, 2013) Hlm. 135

(4)

penyempurnaan sistem administrasi negara, seperti Sistem Administrasi Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil melalui program e-PUNPS yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Nasional.

Seiring dinamika dan perkembangan teknologi informasi dan internet yang begitu pesat, maka penerapan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris secara elektronik merupakan suatu keniscayaan, karena seluruh peristiwa hukum yang dilakukan melalui media elektronik oleh penting untuk memperoleh jaminan kepastian hukum. Tentunya dalam hal ini sangat dibutuhkan peran notaris sebagai pejabat pembuat akta autentik yang dapat mencatat peristiwa hukum yang dilakukan dengan media elektronik sesuai dengan keinginan para pihak.

Sistem hukum nasional, terutama dalam konteks kebutuhan akan jaminan keauntetikan suatu informasi elektronik, khususnya dalam dukungan penyelenggaraan tanda tangan digital (e-signature). Negara Indonesia, tampaknya masih harus berjuang untuk mengikuti dinamika itu. Oleh karena itu, kajian ini menjadi suatu kebutuhan dalam rangka melakukan reformasi hukum nasional agar dapat mengakomodasi dinamika teknologi informasi dan komunikasi yang terjadi.6

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (yang disingkat UU ITE) telah mengatur mekanisme penggunaan tanda tangan elektronik, di mana setiap orang dapat menggunakan tanda tangan elektronik (e-signature) yang didukung oleh suatu jasa layanan penyelenggara sertifikasi

6Edmon Makarim.Notaris & Transaksi Elektronik, Kajian Hukum Tentang Cybernotary atau

(5)

elektronik. Pada dasarnya, suatu tanda tangan elektronik berikut sistem sertifikasi elektroniknya, diselenggarakan untuk memperjelas identitas subjek hukum dan melindungi keamanan serta otensitas informasi elektronik yang dikomunikasikan melalui sistem elektronik.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam kehidupan dan transaksi sehari-hari, notaris telah diakui dan dihargai sebagai pihak yang layak dipercaya oleh masyarakat. Notaris adalah pejabat atau profesional hukum yang disumpah untuk bertindak sesuai dengan hukum yang semestinya, sehingga dapat dikatakan notaris sangat diperlukan untuk kepastian legalitas perbuatan maupun utuk mencegah adanya perbuatan melawan hukum.7

Dunia notaris merupakan perpaduan antara teori dan praktik dalam tataran yang ideal antara teori dan praktik sejalan atau terkadang tidak saling sejalan. Artinya tidak selalu teori mendukung praktek, sehingga dunia notaris harus dibangun tidak saja diambil dan dikembangkan oleh teori-teori dari ilmu hukum yang telah ada, tetapi notaris harus juga mengembangkan sendiri teori-teori untuk menunjang pelaksanaan tugas jabatan notaris dan pengalaman yang ada selama menjalankan tuga jabatan notaris.8

Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (yang disingkat UUJN), dapat dilihat bahwa Notaris memiliki peran dan fungsi yang penting dalan legalitas transaksi di Indonesia, bahkan notaris juga dipahami sebagai

7Ibid., Hlm. 6

(6)

pihak ketiga yang terpercaya. Jasa seorang notaris telah menjadi kebutuhan masyarakat, tidak hanya dalam pembuatan akta, melainkan juga sebagai saksi atau penengah dari transaksi yang dilakukan.9 Namun, UUJN belum secara tegas mengatur mengenai kewenangan notaris dalam pembuatan akta notaris secara elektronik. Pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan: “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini”.

Redaksi Pasal 1 angka 7 UUJN, memberikan pemahaman bahwa akta notaris harus dibuat dihadapan notaris, artinya para pihak harus menghadap kepada notaris. Dengan demikian, pengertian akta notaris di atas, menunjukkan bahwa peluang untuk membuat akta notaris dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sangat kecil, mengingat Undang-Undang Jabatan Notaris mengharuskan pembuatan akta dilaksanakan dihadapan notaris.

Demikian pula pengaturan yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum pembuatan akta secara elektronik dalam UU ITE. Undang-undang ini secara tegas memberikan pembatasan terhadap kewenangan notaris dalam membuat akta secara elektronik. Hal ini dapat dilhat dalam ketentuan Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yang menyebutkan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis dan surat beserta dokumennya yang

(7)

menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Apabila substansi Pasal 1 angka 7 UUJN dicermati lebih seksama, maka pembuatan akta notaris tidak hanya membawa perubahan pada UUJN, tetapi membawa perubahan terhadap UU ITE, khususnya ketentuan Pasal 5 UU ITE yang memberikan batasan terhadap akta yang dibuat oleh akta notaril tidak dapat dibuat secara elektronik.

Ketentuan hukum tentang akta autentik yang diatur dalam UUJN dan UU ITE, memberikan pemahaman bahwa penerapan perkembangan teknologi informasi dalam pembuatan akta autentik secara elektronik oleh notaris masih sulit untuk diterapkan, mengingat ketentuan hukum yang mengatur tentang otensitas akta autentik masih menjadi hambatan dalam proses pembuatan akta yang dibuat secara elektronik oleh pejabat notaris dalam UUJN dan KUH Perdata. Terkait substansi hukum pembuatan akta secara elektronik oleh Notaris dalam UUJN, Edmon Makarim menjelaskan bahwa:

Sebenarnya tidak ada larangan pembuatan salinan elektronik dalam undang-undang jabatan notaris, tetapi akan potensial muncul masalah karena adanya keharusan pembacaan dan penanda waktu yang menunjukkan tanggal dan/atau waktu di mana peristiwa tertentu terjadi (time stamping). Oleh karena itu para pihak yang bertransaksi dengan notaris terlebih dahulu menyepakati waktu yang akan dipakai dalam suatu transaksi elektronik.10

Pendapat Edmon Makarim di atas memang tidak ada salahnya, oleh karena aturan yang mengatur tentang bagaimana mekanisme pembuatan salinan elektronik

(8)

belum terkonsep dalam pembuatan akta secara elektronik secara jelas, sehingga akan membawa persoalan hukum tersendiri. Pembuatan akta autentik di hadapan notaris, bukan saja diharuskan oleh undang-undang, tetapi juga dikehendaki para pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Namun, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aktivitas masyarakat yang telah menerapan teknologi informasi, bahkan sistem layanan publik oleh pemerintah telah dilaksanakan, seperti kontrak elektronik dalam pengadaan barang/jasa milik pemerintah, program pendataan ulang pegawai negeri sipil dengan e-PUPNS, dan lain sebagainya. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana peluang dan tantangan notaris di era globalisasi yang menuntut agar notaris tidak hanya bekerja secara manual tetapi juga harus mampu memanfaatkan informasi yang berbasis teknologi sehingga mengikuti perkembangan masyarakat modern.

Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris secara elektronik tentunya tidak saja memberikan keuntungan, tetapi juga menimbulkan beberapa permasalahan. Keuntungan yang diperoleh dari pembuatan akta notaris secara elektronik, diantaranya adalah efisiensi waktu dan biaya. Namun pemanfaatan teknologi informasi di samping menghasilkan banyak manfaat bagi masyarakat, juga menimbulkan beberapa persoalan, khususnya menyangkut persoalan hukum.11

Perkembangan masyarakat yang sedemikian cepat, berbanding terbalik dengan perkembangan hukum di Indonesia yang selalu ketinggalan kereta. Dari

(9)

waktu ke waktu pengaturan hukum di Indonesia selalu menunjukkan ketertinggalan karena disebabkan banyaknya peraturan hukum yang masih merupakan produk dari peninggalan kolonial Belanda dan masih tetap dipergunakan. Demikian pula produk hukum yang dibuat pada masa sekarang ini, dari sisi materi maupun sisi substansi belum mampu mengimbangi perkembangan zaman, khususnya perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat.

Berdasarkan uraian di atas, perlu untuk menaruh perhatian terhadap permasalahan mengenai penerapan perkembangan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris secara elektronik. Penerapan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris secara elektronik memerlukan landasan hukum untuk dapat dijadikan sebagai landasan berpijak bagi pejabat notaris dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian, notaris dalam menjalankan kewenangannya dalam pembuatan akta notaris secara elektronik memperoleh jaminan kepastian hukum. Sebaliknya masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan jaminan atas kepastian hukum terhadap peristiwa hukum yang dilakukan juga memperoleh rasa aman dan nyaman dalam pembuatan akta notaris secara elektronik.

(10)

penelitian tesis ini, dengan judul sebagai berikut: “Analisis Hukum Atas Penggunaan Dan Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan menjadi batasan dari penelitian ini nantinya, antara lain:

1. Bagaimana landasan hukum keberadaan akta notaris secara elektronik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

2. Bagaimana substansi hukum penggunaan dan pembuatan akta notaris secara elektronik?

3. Apakah hambatan dan upaya pemerintah dalam pembuatan akta notaris secara elektronik?

C. Tujuan Penelitian

Pelaksanaan penelitian sudah barang tentu memiliki tujuan tersendiri, mengacu pada rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui landasan hukum keberadaan akta notaris secara elektronik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Untuk menjabarkan substansi hukum penggunaan dan pembuatan akta notaris secara elektronik.

(11)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan memberikan kontribusi yang positif dalam pemecahaan permasalahan yang timbul di tengah masyarakat. Demikian pula dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan juga perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang hukum perdata. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Seacara Teoretis

Penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai ilmu hukum perdata yang mengkaji bidang hukum kontrak elektronik dan kaitannya dengan tugas dan fungsi notaris sebagai pejabat umum dalam melegalisasi perbuatan hukum yang terjadi di tengah masyarakat, khususnya mengenai pembuatan akta notaris secara elektronik. 2. Secara Praktis

(12)

masyarakat yang melakukan bisnis dengan berbasis pada kontrak-kontrak atau transaksi-transaksi elektronik.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan, di Kepustakaan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, maka ditemukan beberapa hasil penulisan yang terkait dengan judul dan permasalahan yang sedang diteliti, diantaranya:

1. Tesis dengan judul: “Penerapan Konsep Cyber Notary Di Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang No. 2 Tahun 2014”, disusun Oleh B. Nasution Dewi,

NIM. 057011036, Program Studi Magister Kenatarian, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU), 2015. Dengan rumusan masalah:

a. Bagaimanakah bentuk-bentuk penerapan dari konsepcyber notaryditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014?

b. Bagaimanakah peraturan pelaksanaan yang mengatur penerapan dari konsepcyber notarytersebut?

2. Tesis dengan Judul: Tinjauan Yuridis Akta Notaris yang Dihasilkan melalui Konsep Cyber Notary di Indonesia, disusun oleh: Reza Saktipan NIM. 110110090079, Program Studi Hukum Keperdataan, Sekolah Pasca Universitas Padjajaran dengan permasalahan:

(13)

b. Bagaimana akibat hukum terhadap akta notaris yang dihasilkan melalui konsepcyber notary?

3. Tesis dengan Judul: Penyimpanan Protokol Notaris Dalam Bentuk Digital Menuju Era Cyber Notary, oleh Ida Bagus Gede Mahadiptha Bramartha Maharddhika NIM : 04200076, Program Studi Hukum Keperdataan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dengan permasalahan:

a. Adakah kemungkinan notaris untuk menyimpan seluruh Protokol Notaris dalam bentuk digital menurut Undang-Undang Jabatan Notaris?

b. Bagaimana konsekuensi hukum dari Protokol Notaris dalam bentuk digital terhadap kekuatan pembuktian dihadapan pengadilan?

Berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan, maka sejauh yang diketahui, penelitian tentang: “Analisis Hukum Atas Penggunaan Dan Pembuatan Akta Secara Elektronik”, belum pernah dilakukan baik dilihat dari judul maupun dari subtansi permasalahan. Penelitian tentang analisis hukum penggunaan dan pembuatan akta secara akta secara elektronik tidak terdapat penelitian yang sama. Sehingga penelitian ini adalah asli adanya. Artinya, secara akademik penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(14)

teoritas yang mungkin disetujui atau tidak butir-butir pendapat tersebut setelah dihadapkan pada fakta-fakta tertentu yang dapat dijadikan masukan eksternal bagi penulis.12 Peter M. Marzuki, menyatakan: “penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai preskrepsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.”13

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.14 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.15 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menyususn dan mengklasifikasikan atau mengelompokkan penemuan-penemuan dalam sebuah penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang sesuai dengan objek yang harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.16

Hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat, dan memaksa. Hukum diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang menetapkan sesuatu di atas sesuatu yang lain, yakni menetapkan sesuatu atas sesuatu yang lain, yakni

12M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994) Hlm 80. 13 Peter M.Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, Jakarta, 2010) Hlm. 35

14Satjipto Rahardjo,llmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), Hlm. 254 15Ibid., Hlm. 253

(15)

menetapkan sesuatu yang boleh dikerjakan, harus dikerjakan, dan terlarang untuk dikerjakan.

Hukum diartikan sebagai ketentuan suatu perbuatan yang terlarang berikut berbagai akibat (sanksi) hukum didalamnya. Dalam penelitian ini teori hukum yang dijadikan sebagai landasan atau pisau analisis adalah teori sistem hukum yang meliputi: teori kemanfaatan hukum (utilitarianisme), teori kepastian hukum dan teori sistem hukum (legal theorie) yang dikembangkan W. Friedman, yang meliputi: struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum.17

a. Teori kemanfaatan hukum (utilitarianisme)

Jeremy Bentham yang terkenal sebagai salah seorang tokoh utilitarianisme hukum, dilahirkan di London pada tahun 1748. Bentham hidup selama masa perubahan sosial, politik dan ekonomi. Revolusi industri dengan perubahan sosial dan ekonomi yang masif yang membuatnya bangkit, juga revolusi di Perancis dan Amerika semua merefleksikan pikiran Bentham. Pemikiran hukum Bentham banyak diilhami oleh karya David Hume yang merupakan seorang pemikir dengan kemampuan analisis luar biasa, yang meruntuhkan dasar teoritis dari hukum alam, di mana inti ajaran Hume bahwa sesuatu yang berguna akan memberikan kebahagiaan.

Atas dasar pemikiran tersebut, kemudian Bentham membangun sebuah teori hukum komprehensif di atas landasan yang sudah diletakkan Hume tentang asas manfaat. Bentham merupakan tokoh radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum

(16)

yang dikodifiasikan, dan untuk merombak hukum yang baginya merupakan sesuatu yang kacau. Bentham merupakan pencetus sekaligus pemimpin aliran kemanfaatan. Menurutnya hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Bentham menyebutkan bahwa “The aim of law is The Greatest Happines for the greatest number”.18

Adapun ukuran kemanfaatan hukum yaitu kebahagian yang sebesar-besarnya bagi orang-orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.19 Utilitarianisme meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama dari hukum, kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happines), yang tidak mempermasalahkan baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung kepada pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.20

Penganut teori utilitarianisme mempunyai prinsip bahwa manusia akan melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham menyatakan:

Bahwa baik buruknya suatu perbuatan akan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Bentham mencoba menerapkannya di bidang hukum yaitu perundang-undangan di mana baik buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut. Sehingga undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang yang baik. Oleh karena itu diharapkan agar pembentuk undang-undang harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual. Lebih lanjut Bentham berpendapat bahwa keberadaan

18H.R Otje Salman, S, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung : PT. Refika Aditama, 2010, hlm 44.

(17)

negara dan hukum semata-mata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.21

Ajaran Bentham dikenal dengan sifat individualis di mana pandangannya beranjak pada perhatiannya yang besar pada kepentingan individu. Menurutnya hukum pertama-tama memberikan kebahagian kepada individu-individu tidak langsung kemasyarakat. Namun demikian Bentham tetap memperhatikan kepentingan masyarakat. Untuk itu, Bentham mengatakan agar kepentingan idividu yang satu dengan kepentingan individu yang lain tidak bertabrakan maka harus dibatasi sehingga individu yang satu tidak menjadi mangsa bagi individu yang lainnya (homo homini lupus). Selain itu, Bentham menyatakan bahwa agar tiap-tiap individu memiliki sikap simpati dengan individu yang lainnya sehingga terciptanya kebahagiaan individu maka dengan sendirinya maka kebahagiaan masyarakat akan terwujud.22 Bentham mendefinisikan kegunaan (utilitas) sebagai segala kesenangan, kebahagiaan, keuntungan kebajikan, manfaat atau segala cara untuk mencegah rasa sakit, jahat, dan ketidakbahagiaan. Beberapa pemikirannya pentingnya yaitu:23

1) Hedonisme kuantitatif (paham yang dianut orang-orang yang mencari kesenangan semata-mata secara kuantitatif bahwa hanya ada semacam kesenangan, dimana kesenangan hanya berbeda secara kuantitatif yaitu menurut banyaknya, lama dan intensitasnya sehingga kesenangan adalah bersifat jasmaniah dan berdasarkan penginderaan.

21Lilik Rasyidi dan Ira Thania Rasyidi,Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum,(Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2004) Hlm. 64

22Darji Darmodiharjo dan Shidarta,Pokok-Pokok Filsafat Hukum : dan Bagaimana Filsafat

(18)

2) Summun bonum yang bersifat materialistik berarti bahwa kesenangan-kesenangan bersifat fisik dan tidak mengakui kesenangan-kesenangan spritual dan menganggapnya sebagai kesenangan palsu.

3) Kalkulus hedonistik (hedonistik calculus) bahwa kesenangan dapat diukur atau dinilai dengan tujuan untuk mempermudah pilihan yang tepat antara kesenangan-kesenangan yang saling bersaing. Seseorang dapat memilih kesenangan dengan jalan menggunakan kalkulus hedonistik sebagai dasar keputusannya. Adapun kriteria kalkulus yaitu: pertama, intensitas dan tingkat kekuatan kesenangan, kedua, lamanya berjalan kesenangan itu, ketiga, kepastian dan ketidakpastian yang merupakan jaminan kesenangan, keempat, keakraban dan jauh dekatnya kesenangan dengan waktu, kelima, kemungkinan kesenangan akan mengakibatkan adanya kesenangan tambahan berikutnya, keenam, kemurnian tentang tidak adanya unsur-unsur yang menyakitkan, ketujuh, kemungkinan berbagi kesenangan dengan orang lain. Disamping itu ada sanksi untuk menjamin agar orang tidak melampaui batas dalam mencapai kesenangan yaitu : sanksi fisik, sanksi politik, sanksi moral atau sanksi umum dan sanksi agama atau sanksi kerohanian.

Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham adalah sebagai berikut:24

1) Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu baru orang banyak. Prinsip utiliti Bentham berbunyi ”the greatest heppines of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang).

2) Prinsip itu harus diterapkan secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama.

3) Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-undangan harus mencapai empat tujuan:

a)To provide subsistence(untuk memberi nafkah hidup)

b)To Provide abundance(untuk memberikan nafkah makanan berlimpah) c)To provide security(untuk memberikan perlindungan)

d)To attain equity(untuk mencapai persamaan).

Teori kemanfaatan hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan, sebagai berikut:

1) Penerapan teknologi dalam pembuatan akta memberikan manfaat bagi masyarakat, yakni mewujudkan efektivitas dan efisiensi waktu serta biaya dalam pembuatan akta.

(19)

2) Pengaturan hukum terkait dengan penerapan teknologi dalam pembuatan akta sangat memberikan manfaat bagi masyarakat.

3) Kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat, penerapan teknologi memberikan berbagai kemudahaan, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan dan sekaligus mewujudkan kebahagiaan bagi masyarakat.

b. Teori Kepastian Hukum

Teori kemanfaatan sebagaimana diuraikan sebelumnya tidak cukup digunakan untuk menganalisis masalah dalam penelitian ini. Analisis manfaat dari suatu perilaku hanyalah pertimbangan etis dan moral atas baik buruknya suatu perbuatan. Namun demikian, agar perbuatan tersebut memiliki kekuatan mengikat bagi masyarakat, maka harus ada kepastian hukm atas perbuatan tersebut dalam hukum positif. Oleh karena itu teori utilitas didukung oleh teori kepastian hukum.

Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas hukum tersebut tersimpul dua tugas lain, yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna. Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna. Ada 2 (dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum.

(20)

“rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut tidak dapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-lainan.25

Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, dimana setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri.

Kepastian hukum sangat identik dengan pemahaman positivisme hukum. Positivisme hukum berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, sedangkan peradilan berarti semata-mata penerapan undang-undang pada peristiwa yang konkrit.26Undang-undang dan hukum diidentikkan,27Hakim positivis dapat dikatakan sebagai corong undang-undang. Artinya, setiap peristiwa hukum yang terjadi di tengah masyarakat haruslah memiliki sarana atau undang-undang yang mengaturnya, sehingga peristiwa tersebut dapat memiliki kekuatan hukum dan memperoleh perlidungan hukum. Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan sebagai berikut:

1) Undang-undang yang mengatur tentang pembuatan akta notaris saat ini belum mendukung penerapan teknologi dalam pembuatan akta.

25Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008) Hlm. 35

26Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi,Op.Cit,. Hlm. 42-43.

27 Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara

(21)

2) Pembuatan akta oleh notaris bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas suatu peristiwa hukum. Berdasarkan hukum yang berlaku, akta Notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.

3) Pemahaman yang berkembang di masyarakat dan sejumlah pejabat notaris, yakni bahwa akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian. Sehingga masyarakat masih menganggap bahwa akta merupakan surat yang dibuat di hadapan notaris dalam bentuk tulisan di atas kertas.

c. Teori Sistem Hukum (legal theorie)

Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung pada: substansi hukum, struktur hukum/pranata hukum dan budaya hukum.28 Substansi Hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, atau aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).

Sebagai negara yang masih menganut sistem civil law sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagian peraturan perundang-undangan juga telah menganutCommon Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan hukum adalah

(22)

peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.29

Sehubungan dengan pembahasan dalam penelitian ini, substansi hukum yang dimaksud adalah UUJN dan KUH Perdata, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Sebagai substansi hukum, penting untuk diketahui apakah UUJN yang mengatur kewenangan pembuatan akta oleh pejabat notaris telah mengakomidir permasalahan hukum terkait dengan penerapan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris

Struktur hukum mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut, umpamanya menyangkut tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, dan seterusnya.30 Struktur Hukum disebut sebagai sistem struktural yang menentukan apakah suatu perbuatan dapat dijangkau oleh hukum, misalnya Majelis Pengawas Notaris sebagai pranata hukum apakah dapat melakukan pengawasan terhadap notaris, jika penerapan teknologi informasi diterapkan dalam pembuatan akta notaris.

Budaya/kultur hukum menurut Lawrence M. Friedman pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Nilai–nilai tersebut

29Ibid. Hlm. 20

(23)

lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan.31

Menurut Jimly Asshiddiqie:

Substansi yang tercermin dalam peraturan perundang-undangan atau pun dalam putusan-putusan hakim selalu berasal dari budaya hukum, dan institusi hukum yang bekerja untuk membuat maupun menerapkan dan menegakkan hukum juga dipengaruhi oleh budaya hukum yang hidup dan mempengaruhi orang-orang yang bekerja di dalam setiap institusi itu. Karena itu, menurut Lawrence Friedmann, budaya hukum itulah yang menjadi komponen utama dalam setiap sistem hukum.32

Budaya hukum juga dapat dipersepsikan sebagai sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan.

Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.

Budaya hukum, dalam kaitannya dengan penerapan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris yang saat ini berkembang di masyarakat adalah dengan membuat akta secara konvensional. Di mana para pihak secara langsung menghadap kepada notaris, kemudian dilakukan pembuatan akta oleh notaris sekaligus

31Ibid., Hlm. 59-50

(24)

pembacaan isi akta dihadapan para pihak yang kemudian penandatanganan akta oleh masing-masing pihak dan saksi. Sementara itu, penerapan teknologi informasi dalam pembuatan akta sangat bertolak belakang dengan budaya hukum yang saat ini berkembang di masyarakat dan praktek pembuatan akta secara konvensional yang dilakukan oleh notaris.

Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.

Menurut Soerjono Soekanto, proses pembangunan merupakan suatu perubahan yang harus diupayakan agar berjalan teratur dan berkelanjutan (sustainable development) disetiap sektor antara lain politik, ekonomi, demografi, phisikologi,

hukum, intelektual maupun teknologi.33

Didiek M. Arief, menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan (dalam arti luas), yaitu:34

1) Pemikiran manusia. Akal budi yang diberikan Tuhan pada manusia akan selalu berkembang dari waktu ke waktu, kondisi ini mengakibatkan manusia untuk senantiasa mempergunakan pemikirannya dalam segala aspek kehidupannya.

2) Kebutuhan/tuntutan manusia. Disatu sisi manusia selalu menginginkan agar kebutuhannya selalu terpenuhi, sementara dilain sisi manusia tidak pernah akan terpuaskan, kondisi ini menyebabkan manusia dengan berbagai usahanya berupaya agar kebutuhannya secara relatif dapat terpenuhi.

33Soerjono Soekanto,Kegunaan Sosiologi hukum Bagi Kalangan Hukum, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991) Hlm. 11

(25)

3) Cara hidup manusia. Perkembangan jaman selalu berdampak pada timbulnya berbagai perubahan dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya cara hidup.

4) Teknologi (kemampuan cipta sarana). Semakin maju kehidupan manusia semakin meningkat pula kemampuan manusia dalam melahirkan teknologi. 5) Komunikasi dan transportasi. Kemajuan sarana komunikasi dan transportasi

berakibat pada mudahnya interaksi antara satu tempat dengan tempat lain, negara-negara tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, semuanya terhubung dalam suatu jaringan global.

Oleh sebab itu, penelitian hukum difungsikan sebagai sarana untuk pembaharuan masyarakat (Law as a tool of social engineering) agar pembangunan benar-benar berjalan menurut garis kebijaksanaan yang diamanatkan oleh UUD Tahun 1945. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan menyesuaikan konsep dari Roscoe Pound terhadap hukum di Indonesia, kemudian oleh Romli Atmasasmita dikembangkan lagi dengan konsep Bureucratic and Social Engineering. Romli Atmasasmita mengemukakan, hukum harus memegang peranan dalam memberdayakan masyarakat dan birokrasi untuk mewujudkan masyarakat madani.35

Pandangan Mochtar Kusumaatmadja tentang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional kemudian dikenal sebagai Teori Hukum Pembangunan yang diletakkan di atas premis dan memiliki inti ajaran atau prinsip sebagai berikut:36

a. Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur menurut Mochtar, dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau kombinasi

35Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum

(26)

dari keduanya. Beliau menolak perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan kekerasan semata-mata.

b. Baik perubahan maupun ketertiban (atau keteraturan) merupakan tujuan awal dari masyarakat yang sedang membangun, maka hukum menjadi suatu sarana (bukan alat) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.

c. Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mempertahankan ketertiban melalui kepastian hukum dan juga (sebagai kaidah sosial) harus dapat mengatur (membantu) proses perubahan dalam masyarakat.

d. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu.

e. Implementasi fungsi hukum tersebut di atas hanya dapat diwujudkan jika hukum dijalankan oleh suatu kekuasaan, akan tetapi kekuasaan itu sendiri harus berjalan dalam batas rambu-rambu yang ditentukan di dalam hukum itu. Hukum sangat diperlukan bagi proses perubahan termasuk perubahan yang cepat yang biasa diharapkan oleh masyarakat yang sedang membangun, apabila suatu perubahan itu hendak dilakukan dengan teratur dan tertib, maka hukum merupakan sarana yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.37 Untuk itu pembangunan hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang bersifat hukum materiil guna mengimbangi kebutuhan masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi. Pembangunan hukum tidak hanya terjadi dalam bidang hukum materiil saja melainkan juga dalam bidang hukum Acara Perdata (formil) terutama dalam hal pembuktian yang berupa alat bukti elektronik, karena pengembangan informasi menuntut untuk segera dilakukannya perubahan tersebut.

Roscue Pound sebagai salah satu ahli hukum yang ber-mazhab pada Sosiological Jurisprudence, terkenal dengan teorinya yang menyatakan bahwa,

(27)

“hukum adalah alat untuk memperbarui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of social engineering)”.38Hal inilah yang menjadi tolak pemikiran dari Satjipto Raharjo dengan menyatakan: “bahwa hukum adalah untuk manusia, pegangan, optik atau keyakinan dasar, tidak melihat hukum sebagai suatu yang sentral dalam berhukum, melainkan manusialah yang berada di titik pusat perputaran hukum. Hukum itu berputar di sekitar manusia sebagai pusatnya. Hukum ada untuk manusia, bukan manusia untuk hukum”.39

Kebudayaan teknologi modern merupakan suatu yang kompleks, kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat, media komunikasi, sarana dan mobilitas fisik dan angkutan dan lain-lain. Habib Adjie berpandangan bahwa, pada masa yang akan datang secara umum sistem hukum modern, harus bercirikan:

1) Fasilitatif, yaitu hukum yang dapat memfasilitasi berbagai kepentingan masyarakat. Artinya segalah hal yang dibutuhkan oleh masyarakat hukum telah memberikannya jalan.

2) Akomodatif, yaitu hukum yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan masyarakat, artinya apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, hukum telah memberikannya jalan.

3) Adaptif, yaitu hukum yang dapat beradaptasi dengan hal-hal yang baru terjadi dengan tetap memberikan kepastian hukum dan tetap dengan memberikan perhatian terhadap hukum yang lama sehingga dalam hal ini hukum dapat mengintegrasikan berbagai nilai lama dan hal-hal yang baru sehingga terjadi perubahan, tidak menimbulkan gejolak yang mengakibatkan kekosongan hukum.

38 Darji Darmodiharjo, Shidarta, Op. Cit.Hlm.113.

(28)

4) Bottom up, bahwa hukum merupakan kristalisasi berbagai nilai yang hidup dalam masyarakat selama ini. Artinya nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat harus dihargai dan dinormatifkan dalam bentuk suatu peraturan perundang-undangan.

5) Futuristik, yaitu hukum yang dapat mengantisipasi berbagai kejadian yang mungkin muncul pada suatu hari. Meskipun suatu tindakan hukum tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, hukum yang futuristik telah memberikan jalan keluarnya.40

Teori sistem hukum sebagaimana diuraikan di atas di pandang tepat dipergunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) Substansi hukum dalam UUJN dan UU ITE belum mengatur secara tegas tentang pembuatan akta notaris secara elektronik.

2) Pranata hukum yang mengatur tentang akta notaris, masih belum memungkinkan untuk menggunakan perkembangan teknologi dalam pembuatan akta notaris.

3) Budaya hukum masyarakat, saat ini masih banyak masyarakat yang belum memahami betul penggunaan teknologi dan masyarakat memiliki pandangan bahwa akta notaris adalah akta yang di buat di hadapan notaris dan atau dibuat oleh pejabat notaris serta ditandatangani oleh para pihak yang berkepentingan juga oleh saksi-saksi yang telah ditentukan. Sehingga budaya hukum masyarakat juga belum mendukung penerapan teknologi dalam pembuatan akta notaris. Namun demikian, mengingat berbagai aktivitas di masyarakat yang telah menerapkan perkembang teknologi, maka ide untuk menerapkan

(29)

perkembangan teknologi di rasakan sesuai dengan perkembangan masyarakat modern.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi merupakan defenisi operasional dari intisari objek penelitian yang akan dilaksanakan. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Konsep termasuk bagian dari sebuah teori. Konsep dapat diartikan pula perencanaan yang dapat membuat kerelevanan hubungan terhadap realitas.

Tujuan dari konsepsi sendiri agar penulis terhindar dari kesalah pahaman ataupun kesalah pengertian penafsiran terhadap setiap istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasional, yaitu:

a. Teknologi informasi adalah adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.41

b. Akta Notaris adalah akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris. Akta ini memiliki kekuatan pembuktian di hadapan pengadilan yang paling kuat dibandingkan alat bukti surat lainnya. Perbedaan utama dibanding akta lainnya adalah kesaksian Notaris terhadap kapan dan dimana serta siapa yang melakukan

(30)

perbuatan hukum yang tercantum dalam akta tersebut.42 Pembuatan akta notaris dapat diartikan sebagai proses membentuk akta yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat umum pembuat akta autentik.

c. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.43

d. Cyber notaryadalah penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi misalnya komputer, jaringan komputer dan atau media elektronik lainnya misalnya telekonferensi atau video konferensi dalam pelaksanaan tugas kewenangan Notaris.44

e. Akta secara elektronik adalah pembuatan akta yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik berupa jaringan komputer/internet dalam bentuk dokumen elektronik, sedangkan pengertian dokumen elektornik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau

42Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010) Hlm. 7

(31)

perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.45

G. Metodelogi Penelitian

Memperoleh kajian yang relevan dengan tema pokok bahasan dan mempermudah pengertian serta arah penulisan yang sesuai dengan permasalahan pada judul, maka penulis mengumpulkan dalam suatu daftar yang mempergunakan perangkat metodologi dan menganalisa semua data yang terkumpul. Adapun perangkat-perangkat metodologi yang dimaksud ialah:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian hukum dibedakan dalam dua bentuk, yakni penelitian kepustakaan (library resarch) atau penelitian yuridis normatif dan penelitian lapangan (field research).46Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dan juga penelitian hukum normatif, karena melalui pendekatan yuridis normatif dapat diketahui apakah undang-undang atau peraturan perundangan yang berlaku saat ini telah mendukung untuk diterapkannya perkembangan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris.

Penelitian hukum normatif bertujuan untuk mengetahui apakah hukum positif yang saat ini berlaku sebagai aturan umum atau khusus dalam mengatur kewenangan notaris sebagai pejabat pembuat akta telah menjangkau permasalahan hukum

45 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(32)

penerapan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara meneliti teori-teori hukum, peraturan-peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan kewenangan notaris sebagai pejabat publik pembuat akta. Penelitian hukum normatif, dalam penelitian ini meliputi:

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematik hukum.

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal. d. Perbandingan hukum, dan

e. Sejarah hukum.47

Berdasarkan kelima lingkup penelitian hukum normatif di atas, di dalam penelitian ini digunakan penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, dan taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal. Penelitian terhadap asas-asas hukum, yaitu suatu telaah terhadap unsur-unsur hukum (gegevens van het recht). Unsur-unsur hukum tersebut meliputi unsur idiel dan unsur riil. Unsur idiel mencakup hasrat susila dan rasio manusia. Sedangkan unsur riil mencakup manusia, kebudayaan (materiil) dan lingkungan alam, yang menghasilkan tata hukum.48

Penelitian sistematik hukum, untuk mengkaji sistematika suatu peraturan perundang-undangan, yang diteliti adalah pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang akan diteliti. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal maupun horizintal adalah melihat

(33)

sinkronisasi hukum tertulis, yaitu sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya. Hal itu dapat ditinjau secara vertikal, yakni apakah perundang-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari sudut hirarkhi perundang-undangan tersebut.49Taraf sinkroniasi adalah pengkajian perundang-undangan suatu bidang kehidupan tertentu, sesuai dengan peningkatan perundang-undangan.

Substansi pengaturan tentang pembuatan akta secara elektronik yang belum memadai, maka pendekatan penelitian yang semata-mata berpijak pada konsep peraturan perundang-undangan akan sulit untuk dilakukan. Untuk itu, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan, yaitu tentang pembuatan akta secara elektronik oleh notaris.

Penelitian ini bersifat penelitian kualitatif yang menggunakan analisis deskriptif. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian,

(34)

tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian, sedangkan data sekunder data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dengan cara mengadakan wawancara dengan beberapa pejabat Notaris yang ada di Kota Medan, diantaranya:

1) Notaris Rosniaty, S.H., yang beralamat di Jl. Mongonsidi Medan. 2) Notaris Tony, S.H. M. Kn., yang beralamat di Jl. Komplek Griya.

(35)

b. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari bahan-bahan hukum yang terdiri dari:

1) Bahan hukum primer, berupa: Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan dasar, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan permasalahan.

2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah, buku-buku dan lain sebagainya.

3) Bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan seterusnya.50

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu penelitian kepustakaan (library reseacrh) dan penelitian lapangan (field research), yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Penelitian lapangan (field research) dilakukan dengan cara melaksanakan wawancara dengan beberapa orang notaris yang telah ditentukan sebagai narasumber/informan, yaitu:

(36)

2) Notaris Tony, S.H. M. Kn., yang beralamat di Jl. Komplek Griya.

3) Notaris Syamsurizul A. Bispo, SH., yang beralamat di Jl Brigdjen Katamso Medan.

b. Teknik pengumpulan data sekunder, dilakukan dengan cara mengunjungi perpustakaan, yang dalam hal ini dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum USU dan Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, untuk selanjutnya melakukan penelurusan terhadap referensi hukum berupa buku-buku, majalah, skripsi, tesis, dan juga karya ilmiah lainnya serta melakukan penelusuruan terhadap peraturan perundang-udangan, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori-teori, dalil atau hukum-hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

4. Analisis Data

(37)

Pelaksanaan analisis data dalam penelitian ini, terdapat 3 (tiga) aspek kegiatan yang penting untuk dilakukan, yaitu:

a. Menulis catatan.

b. Mengidentifikasi konsep-konsep.

c. Mengembangkan batasan konsep dan teori.

Proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu:

a. Analisis data

Analisis data dilakukan semenjak data diperoleh di lapangan. Dari analisa data diperoleh tema dan rumusan hipotesa. Untuk menuju pada tema dan mendapatkan rumusan hipotesa, tentu saja harus berpatokan pada tujuan penelitian dan rumusan masalahnya. Analisis dan interpretasi data merupakan tahapan yang penting, karena di dalam analisis data dilakukan kegiatan pengolahan data, yang terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi data.

b. Reduksi data

Reduksi data merupakan kegiatan proses pengurangan data dan juga penambahan data. Dalam mereduksi data dapat terjadi pengurangan data dan juga penambahan data yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti sehingga dihasilkan data yang sempurna.

(38)

Setelah proses reduksi data, maka tahapan selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. d. Interpretasi data

Setelah melalui tahapan penyajian data, maka tahap selanjutnya adalah proses pemahaman makna dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan.

e. Penarikan kesimpulan/verifikasi.

Referensi

Dokumen terkait

Tanggung jawab Notaris dalam hal terjadinya pemalsuan keterangan dan dokumen yang dilakukan oleh para pihak dalam pembuatan akta Notaris menurut UUJN adalah ketika Notaris dalam

Penyelesaian hukum terhadap pelanggaran notaris dalam pembuatan akta otentik, yakni tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik akan

UUJN tidak memberikan penjelasan apapun mengenai kewenangan Notaris membuat akta Risalah Lelang, terkait kewenangan notaris membuat akta Risalah Lelang tersebut untuk

Merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UUJN-P yang menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan

Dalam lingkup hukum keperdataan, bahwa pejabat umum yang memiliki kewenangan dalam pembuatan akta otentik adalah Notaris, akta otentik tersebut merupakan sebuah

Adapun pengertian notaris berdasarkan bunyi Pasal 1 butir 1 jo Pasal 15 ayat 1 UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan

Kewenangan notaris membuat akta otentik didasarkan atas ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN, bahwa Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan,

Kendati demikian, kesalahan substansi dalam pembuatan akta otentik oleh Notaris dalam penelitian ini dapat memberikan bukti diperlukannya teori perlindungan hukum bagi para pihak yang